Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OP SECTIO CESARIA INDIKASI GAGAL INDUKSI DAN KETUBAN PECAH DINI DI RUANG BOUGENFIL RSUD KEBUMEN

WATI WUSANA A3 1000309 STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP SECTIO CESARIA

I.

Pengertian Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan

kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas yaitu 6 sampai 8 minggu. Section sesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. II. a. Perubahan Fisiologi Post Partum Involusi alat-alat kandungan Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks setelah post partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, warna serviks merah kehitaman karena penuh pembuluh darah dan konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan kedalam kavum uteri. Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Otot uterus berkontraksi segera pada post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan b. Laktasi

Pada 2 hari pertama post partum terdapat perubahan pada mamae ibu post partum. Semenjak masa kehamilan kolostrum telah di ekskresi. Pada 3 hari pertama post partum mammae penuh atau membesar karena sekresi air susu. Penurunan kadar estrogen saat kelahiran plasenta diikuti dengan meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi air susu.

c.

Tanda-tanda vital

Jumlah denyut nadi normal antara 60-80 kali permenit segera setelah partum dapat terjadi bradikardi. Trakhikardi mengidentifikasikan perdarahan, infeksi, penyakit jantung dan kecemasan. Tekanan darah akan kembali seperti prahamil setelah 6 jam setelah persalinan. Suhu tubuh normal pasien post partum adalah antara 36,2oC-380C. Kenaikan suhu tubuh hingga 380C diakibatkan oleh dehidrasi. Cairan dan istirahat biasnya dapat memulihkan suhu normal. Setelah 24 jam post partum, suhu 380C atau lebih dicurigai terjadi infeksi. Frekuensi pernafasan normal 14-24 x permenit. Bradypneu (pernafasan kurang dari 14-16 x permenit) dapat disebabkan oleh efek narkotik analgesis atau epidural narkotik. Tachipneu (pernafasan lebih dari 24 x permenit) dapat diakibatkan oleh nyeri, pendarahan masif atau shock, oleh karena emboli paru-paru atau edema paru-paru. d. Sistem persyarafan Ibu post partum hiperrefleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria, oedema, nyeri epigastrik dan sakit kepala e. Sistem perkemihan

Pada masa post partum terjadi peningkatan kapasitas kandung kemih, bengkak dan memar jaringan di sekitar uretra yang menurunkan sensitivitas penekanan cairan (urin) dan sensasi kandung kemih yang penuh, sehingga berada pada resiko distensi berlebihan, kesulitan mengosongkan dan penimbunan residu f. Sistem pencernaan Perut terkadang terjadi reaksi penolakan sesudah melahirkan, karena efek dari progesterone dan penurunan gerakan peristaltic. Perempuan dengan seksio sesarea boleh menerima sedikit cairan setelah pembedahan, jika terdengar bising usus dapat mulai beralih ke makanan padat g. Sistem musculoskeletal

Apabila di kedua ekstremitas atas dan bawah terdapat edema dikaji apakah terdapat pitting edema, kenaikan suhu, pelebaran pembuluh vena dan kemerahan sebagai tanda thromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk dilakukan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi III. Perubahan Psikologi Post Partum a.Taking in Phase Fase ini merupakan masa refleksi bagi wanita post partum. Selama periode ini wanita posr partum cenderung pasif. Wanita post partum cenderung dilayani oleh perawat daripada melakukan pemenuhan kebutuhan sendiri b. Taking Hold Phase Wanita post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri. Lebih suka membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang kuat pada bayinya c.Letting Go Phase Ibu post partum akhirnya dapat menerima keadaan apa adanya. Proses ini memerlukan penyesuaian diri atas hubungan yang terjadi selam kehamilan. Wanita yang dapat melewati fase ini dianggap sudah berhasil dalam peran barunya. IV. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Penatalaksanaan Ibu Post partum Early Ambulation. Perawatan Perineum . Perawatan Payudara. Pemberian Nutrisi. Pemantauan Suhu. Pemantaun Sistem Perkemihan. Pemantauan Defekasi.

8. 9. 10.

Aktivitas Seksual. Istirahat. Kontrasepsi.

V.

Jenis-jenis operasi SC a. o SC Transperitonealis SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada korpus uteri.) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira 10 cm. Kelebihan: Mengeluarkan janin dengan cepat Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture

1. Abdomen (section sesaria abdominalis)

Kekurangan: ada reperitonialis yang baik. uteri spontan. o SC Ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada

segmen bawah rahim.) Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical tranversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan :

Penjahitan luka lebih mudah Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan Perdarahan tidak begitu banyak. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang/lebih kecil. Luka dapat meleber kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat

penyebarab isi uterus ke rongga peritoneum.

Kekurangan : menyebabkan arteri uterine pacah sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak. b. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi

SC ekstraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis

dengan demikian tidak membuka cavum abdominal. 2. Vagina (section sesaria vaginalis) Menurut sayatan pada rahim , SC dapat dilakukan sb: VI. Sayatan memanjang (longitudinal) Sayatan melintang (transversal) Sayatan huruf T (T insicion) Indikasi Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC Proses persalinan normal lama/kegagalan proses persalinan normal (dystasia) Fetal distress His lemah/melemah Janin dalam posisi sungsang atau melintang

VII.

Bayi besar (BBL 4,2 kg) Plasenta previa Kelainan letak Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan anatar ukuran kepala dan panggul) Rupture uteri mengancam Hydrocephalus Primi muda atau tua Partus dengan komplikasi Panggul sempit Problem plasenta Komplikasi Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain: 1. hari 2. terbuka 3. Perdarahan pada plasenta bed Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai Berat, peritonitis, sepsis dan usus paralitik. Perdarahan Banyak pembuluh darah yang terputus dan dehidrasi dan perut sdikit kembung Infeksi puerperal (nifas) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa

kandung kemih bila peritonialisasi terlalu tingi

4. berikutnya.

Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan

VIII.

Pengkajian 1) Sirkulasi Perhatikan riwayat masalah jantumg, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus). 2) Intregritas ego Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya fakto-faktor stress multiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tandatidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis. 3) Makanan/cairan Malnutrisi, membrane mukosa yang keringpembatasn puasa pra operasi insufisiensi pancreas/DMpredesposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis. 4) Pernapasan Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok 5) Keamanan Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan Adanya defisiensi imun Munculnya kanker/adanya terapi kanker Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi Riwayat penyakit hepatic Riwayat tranfusi darah Tanda munculnya proses infeksi

IX.

Prioritas keperawatan Mengurangi ansietas dan trauma emosional

X.

Menydiakan keamanan fisik. Mencegah komplikasi Meredakan rasa sakit Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan Menyediakan informasi mengenai proses penyakit Diagnosis keperawatan Ansietas b.d. kurang pengetahuan tindakan invasif. Resti infeksi b.d. destruksi pertahanan terhadap bakteri Nyeri akut b.d. insisi, flatus, dan mobilitas Resti perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan untuk Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder

penyembuhan luka, penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah) terhadap atonia uteri XI. Intervensi tujuan Ansietas berkurang setelah diberikan perawatan dengan criteria hasil: Tida k menunjukan trumatik pada saat membicarakan pembedahan k tampak Tida intervensi ukan pendekatan diri pada pasien supaya psien merasa nyaman Yak inkan bahwa pembedahan merupakan jalan terbaik yang harus Lak Rasional Ras a nyaman akan menumbuhkan rasa tenang, tidak cemas serta kepercayaan pada perawat.

DP Ansietas b.d. kurang pengetahuan tindakan invasif.

gelisah Tida k merasa takut untuk dilakukan pembedahan yang sama. Resti infeksi b.d. destruksi pertahanan terhadap bakteri Infeksi tidak terjadi setelah perawatan 24 jam pertama dengan criteria Men unjukan kondisi luka yang jauh dari kategori infeksi min dalam keadaan normal Nyeri akut b.d. insisi, flatus, dan mobilitas Suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, tidak demam Nyeri dapat Albu Pasie n merasa tenang

ditempuh untuk menyelamatkan bayi dan ibu

adekuat kan penkes untuk menjaga daya tahan tubuh, kebersihan luka, serta tanda-tanda infeksi dini pada luka memiliki Lak Beri Beri akan

Nutr

isi yang adekuat kan nutrisi yang menghasilkan daya tahan tubuh yang optimal gan adanya partisipasi dari pasien, maka kesembuhan luka dapat lebih mudah terwujud Den

Seti

ap skala nyeri managemen

berkurang setelah perawatan 1 x 24 jam dengan criteria: n tidak mengeluh nyeri / mengatakan bahwa nyeri sudah berkurang Resti perubahan nutrisi b.d. peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan masukan (sekunder akibat nyeri, mual, muntah) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi Pasie

ukan pengkajian nyeri ukan managemen nyeri Mon itoring keadaan insisi luka post operasi yang memungkinkan tiap 2 jam sekali Kaji Ajar kan mobilitas Lak

yang berbeda. sipasi nyeri akibat luka post operasi ilitas dapat merangsang peristaltic usus sehingga mempercepat flatus Mob Anti

mberi

Me

kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi Tran status nutrisi secara continue selama perawatan tiap hari, perhatikan tingkat energi, kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut.

ankan pentingnya

Tek

sisi pemberian makan oral lebih disukai. en perlu bantuan untuk menghadapi masalah besar anoreksia, kelelahan, kelemahan otot Me monitor ada tidaknya tandatanda syok hipovolemik Pasi

transisi pada pemberian Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan sekunder terhadap atonia uteri Syok hipovolemik tidak terjadi dengan criteria hasil : nan darah siastole 110-120 mmHg, diastole 80-85 mmHg. 60-80 kali permenit. Akra l hangat, tidak keluar keringat dingin arahan post Perd Nadi Teka tanda syok hipovelomik pervagina. Lak ukan massage segera mungkin pada fundus Mon itor pengeluaran Mon Kaji makan per oral dengan tepat. waktu mengunyah, menelan, beri sosialisasi dan bantuan makan sesuai indikasi Beri

itor vital sign adanya tanda-

partum kurang dari 100 cc

uteri. ukan bayi sesegera mungkin Sus

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M E. 2000. Rencana Askep Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokmentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC Carpenito L. J. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai