Anda di halaman 1dari 263

Tiraikasih Website http://kangzusi.

com/

Bu Lim Tiap
~Pusaka Rimba Hijau~ Oleh : Tse Yung SCAN IMAGE : Lunjuk's Corner dan Arman DJVU : Dewi KZ EDIT : edisaputra Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Catatan : Dikarenakan bukunya sudah sangat tua sekali banyak beberapa bagian halamannya tidak dapat terbaca karena sobek. Kami tim scanner, pembuat djvu, pengedit ketikan, dan pembuat ebook mohon maaf karena tak dapat menyajikan sebuah ebook yang rapi dan mengurangi kenyamanan anda membacanya. Tujuan pembuatan ebook ini adalah melestarikan sebuah karya yang hampir punah dimakan waktu Arman lunjuk corner, Dewi KZ, edisaputra.

JILID I Malam sunyi, rembulan menari dan jagat raya membuai bumi dan segala isinya, penuh ketenangan dan ketenteraman. Tatkala ini di tepian danau See Ouw tertera jejak kaki memanjang, diiringi derap suara sepatu di atas pasir. Dalam kesunyian malam, suara itu semakin tegas di pendengaran, membayangkan kesepian seorang diri! Sinar rembulan menembus celah2 daun liu, sungguh pun suram dan sayu, dapat pula menerangi keadaan di pantai itu. Seseorang berwajah kurus dengan pedang di punggung, mengenakan pakaian kuning panjang, usianya lima puluhan dengan janggut putihnya seperti seorang imam. Ia berjalan dengan perlahan sambil nenundukkan muka. Imam ini bukan lain dari sosok seorang Ciangbunjin Bu Tong Pay yang bernama Cie Yang Cinjin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba ia menghela napas, gerakannya dihentikan tiba2. Cahaya sinar rembulan tersebar keseluruh wajahnya. Ia seolah terbenam dalam pikiran nya sendiri. Dengan mengerutkan kening ia kemak-kemik sendiri: "Mati hidupnya manusia bergantung kepada waktu, ada yang lebih panjang ada juga lebih pendek, akhirnya sama juga.. mati! Dan dalam sekejap mata telah sepuluh tahun aku menjabat sebagai Ciangbunjin dan Bu Tong Pay .......... kembali ........ mengadakan pertemuan yang kedua Aku tak habis pikir dalam pertemuan yang lalu dua kali mengalami kalah dan selalu ...... kunci dalam .......... itu. Aih........ Bu Tong Pay yang telah berdiri beratus tahun dan aku yang diharapkan bisa menjadi perguruan terkenal seluruh negara. Ternyata hancur di dalam tanganku yang tak berguna ini. Sepuluh tahun sudah lamanya Siau Lim Pay memperoleh kemenangan dari Bu-tong Pay. Mereka mendapat kemenangan dan berhak memegang Bu-lim Tiap, betapa girang dan bangganya mereka kalau aku kalah lagi. Ah, jalan satu2nya harus mati. Dengan mati tentu aku bisa membalas budi kebaikan pintu perguruanku! Ya hanya mati, mati, mati! Ia tertegun sejenak, wajahnya semakin gelisah dan cemas sekali. Dari dua matanya berlinang air mata haru, sewaktu berkata matanya parau. "Aku mati tak mengapa, tapi... bagaimana dengan dendam kasihku yang dalam sebagai lautan itu? Ah, soal ini benar2 membuat aku sulit, kecuali... kecuali aku bisa merebut Bu Lim Tiap, bilamana tidak, Aku tidak ada muka lagi kembali ke Bu Tong .................. dia?" Kesedihan dan kecemasan mengeram di dalam hatinya, seperti mencari tempat untuk dilampiaskan. Jari-jari tangan kanannya tiba2 dikeluarkan memelintir ranting2 pohon liu, lalu menggentak sambil ber ............ Ia menyadari bahwa ilmu silatnya yang tinggi secara otomatis sudah ......... di jarinya itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

........ terdengar bunyi ........... ginya pasir dan ..............ngan. Terlihat ........pohon liu di ........ patah, tapi ............ itu sudah ......... roboh. Mengagumkan dan luar biasa anehnya. Bilamana tidak melihat dengan mata kepala sendiri siapa pun tidak akan mempercayainya, bahwa di dunia Bu-lim terdapat manusia yang demikian lihay. "...Ilmu ini untuk apa? Apa gunanya!? Aih, Biar aku memiliki ilmu yang bagaimana lihaypun terkekang dengan sumpah tempo hari, membuatku seperti burung yang tidak bisa membentangkan sayap untuk terbang di alam bebas, mengecap kemerdekaan. Sedikitpun aku tidak boleh memakai ilmuku menghajar musuh. Ai! Dalam pertandingan terdahulu, aku melihat dengan mata penasaran Bu Lim Tiap dikuasai mereka. Ah, benar2," katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala tanpa meneruskan perkataannya. Tiba2 Ia menjadi terkejut, karena mendengar suara berkesiur angin, sewaktu dirinya membalik badan, terlihat seorang Hweesio berbaju putih menghampiri dirinya dengan cepat. Tak terpikir olehku dalam sepuluh tahun Hweesio tua ini sudah memiliki ilmu yang demikian tinggi. Gelagatnya malam ini aku bakal kalah lagi....." pikir Cie Yang Cinjin. Hweesio itu sudah ................... menggirangkan hati!" "Hui Go Siansu, perpisahan sepuluh tahun tidak terhitung lama, kemajuan taysu membuatku kagum. Atas ini aku menghaturkan selamat." Hui Go Siansu adalah Ciang Bun Hong Tio dari Siau Lim Sie, dan pemenang Bu Lim Tiap dalam pertandingan kedua. "Mana bisa! Toyu terlalu memuji saja, yang benar Lolap sudah semakin tua dan mengalami kemunduran," katanya merendah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 ia melirik kepada pohon liu yang rebah. Hatinya menjadi terkesiap. Ia menghampiri batang pohon dan mengusap di bagian yang patah, terasa licin dan rata. Hui Go Siansu bukan saja berilmu tinggi, pengetahuannya pun cukup luas. Begitu melihat keadaan segera ia jadi terkejut dan bengong terpekur. "Bilamana hal ini dilakukan Cie Yang Cinjin, Bu Lim Tiap pada malam ini pasti harus pindah tangan, dan tidak ada bagianku lagi....." pikirnya. Seketika Hui Go Siansu menahan perasaan kagetnya, dengan lagak seorang berkedudukan tinggi, ia berkata: "Sepuluh tahun telah lalu, kemajuan Toyupun membuatku kagum, tampaknya Bu Lim Tiap takkan lari lagi dari tangan Toyu." Cie Yang Cinjin seperti tidak mendengar apa yang dikatakan Hui Go Siansu, karena ia terbenam dalam pikirannya sendiri. "Oh Mie To Hud!" kata Go Siansu dengan pelan. Cie Yang Cinjin terkejut, segera tersadar dari lamunannya. Ia tahu kurang hormat, cepat2 tersenyum lalu menarik napas panjang dengan wajah kusut pertanda cemas, kepalanya segera tunduk perlahan-lahan. Hui Go Siansu tertegun. "Oh Mie To Hud!" serunya. "Toyu sudah memiliki ilmu yang tidak ada bandingannya, mungkinkah masih mempunyai sesuatu urusan yang tidak bisa diselesaikan?" "Taysu! Sungguhpun kita berlainan partai, tapi satu sama lain mempunyai kecocokan, bukan? Jika sebentar Pinto menginginkan sesuatu pesanan kepada taysu pasti tidak akan ditolak, bukan?" kata Cie Yang Cinjin dengan paras sayu. Matanya menatap menantikan jawaban dengan hampa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mimpi pun Hui Go Siansu tidak akan menduga, bahwa kawannya yang terhitung seorang Ciang-Bunjin dari suatu partay besar meminta bantuan dirinya. Dengan paras kaget ia tertawa keras, lalu berkata: "Jika Toyu menaruh kepercayaan besar pada Lolap, pasti Lolap tidak akan membuatmu kecewa." Ia tahu hal ini teramat penting dengan mengerutkan kening ia mendesak: "Tapi, hal apakah itu?" "Tang!" Dalam kesunyian malam, suara genta dari kuil Leng-in Sie terdengar nyata. Mereka menjadi terkejut dan tanpa berjanji mereka menuju ke tengah danau, entah sedari kapan di danau itu terlihat tiga titik pelita. "Toyu mari lekas! Liau Tim Sutay sudah sampai duluan, mari jangan sampai kita terlambat," seru Hui Go Siansu. Belum habis Ia berkata tubuhnya sudah berlari ke tengah danau dengan kecepatan kilat melalui daun2 teratai. Cie Yang Cinjin dengan tenang menggerakkan tubuhnya mengikuti Hui Go Siansu dengan jarak tertentu. Kepandaian mereka luar biasa tingginya, tubuhnya merapung cepat seperti perahu layar tertiup angin maju ke muka. Di tengah2 danau yang dikelilingi bunga2 teratai terlihat tiga batu yang bulat, .............. yang dinamai Sam ........... in In Goat, satu sama lain berjarak beberapa tombak, sinar pelita dari atas batu bergoyang2 ke tengah air, membayangkan rembulan bulat indah dilihatnya. Di salah sebuah batu yang menghadap ke selatan, terlihat seorang Nikoh duduk bersila, di punggungnya terlihat sebilah pedang pendek yang mempunyai bentuk aneh. Parasnya yang tenang dan berwibawa membuat yang melihat merasa tunduk dan kagum.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Nikoh Ini bukan lain dari pada Ciang Bunjin Hoa San Pay yang pernah memperoleh Bu Lim Tiap dalam pertandingan pertama. Tiba2 Ia membuka matanya yang tajam menatap kepada dua orang tersebut. "Kukira siapa, kiranya jiwie, sudah lama tak bertemu, terimalah hormatku," katanya. Hui Go dan Cie Yang berkata dengan berbareng. "Maafkan keterlambatanku!" Begitu mereka selesai berkata tubuhnya segera memencar, satu ke timur satu ke barat dan tepat menduduki batu bulat yang masih kosong. "Rembulan sudah tepat di tinggi langit, suara genta pun sudah berbunyi sekali dan masih terdengar gemanya, mana terhitung telat!" kata Liau Tim Sutay. Cie Yang Cinjin dan Hui Go Siansu begitu mendengar suara genta menjadi kaget, cepat berlari keras, karena kalau sampai terlambat tidak boleh lagi turun bertanding. Untunglah mereka berilmu tinggi, sehingga masih keburu juga memburu waktu. Tapi dengan demikian, mereka menjadi letih melakukan perjalanan dengan tenaga penuh. Cepat2 mereka duduk memelihara semangat. "Waktu sudah sampai, belum terlihat dari partay lain datang ke sini, tampaknya malam ini yang turut bertanding seperti dulu saja, hanya kita bertiga," kata Liau Tim Sutay. Tapi sebelum nada suaranya hilang dari pendengaran, dari tengah2 danau yang terdalam terdengar suara orang berkata dengan tegas. "Ah enak............ enak rasanya......... tidur nyenyak! betul......... enak...........

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara ini menembus air, seperti keras seperti lembut, bergelombang tidak teratur, tiba2 seperti pindah ke timur, juga seperti di barat. Dekat bukan dekat jauhpun tidak, membuat pendengaran sukar menduga dimana manusianya yang berkata itu. "Siapa dia?" pikir Cie Yang Cinjin. "Ia memiliki ilmu tidak kalah dengan Hui Go Siansu maupun Liau Tim Sutay. Ah, malam ini bertambah lagi seorang musuh tangguh! Hui Go dan Liau Tim tidak kurang kagetnya, mereka tahu suara itu adalah semacam ilmu Li-seng-toan-hun-lui (nada suara mematikan ruh) yang sukar dipelajari. Ilmu semacam ini kalau sudah sampai titik sempurna, bisa membuat gema dari empat penjuru dengan keras, lalu mendesak gelombang udara menyerang orang, membuat si terserang mati engap dengan mengeluarkan darah dari tujuh lubang! "Orang berilmu dari partay manakah yang bergurau? Jika berhasrat turut bertanding, janganlah sampai melewatkan waktu!" kata Liau Tim Sutay dengan Ilmu Coan Im Jut Bie (melepaskan suara terdengar kemana-mana). "Ha! Ha! Ha!" Tertawa gila membatu roboh keras sekali, membuat air danau bergelombang tinggi tanpa ditiup angin. Di tengah2 gelombang yang bergoyang2 terlihat seorang duduk dengan tenang, sedangkan pakaiannya tidak terlihat basah. Orang ini berusia empat puluhan, tampaknya seperti seorang pelajar, wajahnya bersih, tidak berkumis maupun berjanggut, di balik pakaian hitamnya tampaknya sangat ganteng, tapi sinar matanya yang tajam dan berkilat2 tak ubahnya seperti seekor ular beracun yang ganas. "Pelajar ini berlaku congkak dan tidak memandang mata sekali pada kami," pikir Cie Yang Cinjin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Biar dia lihay aku tidak takut, dan harus kusikat juga, agar ia pun mengetahui di luar dunia masih ada dunia lain, aku harus membentangkan ilmu Kan Sin Cie." Diam2 Ia mengumpulkan tenaganya di ujung telunjuk kanannya, lengan bajunya tampak tergerak, sesuatu tenaga hebat segera tersalur keluar dengan cepat, makin lama tenaga itu memencar semakin meluas. Ombak yang bergelombang dengan tiba2 menjadi diam tak bergerak, hening tenang seperti semula. Pelajar itu terkesiap menghadapi perubahan yang demikian mendadak. Hawa Cinkie yang dipusatkan di Tan Tian menjadi kendur, akibatnya sebagian dari tubuhnya amblas ke dalam air. Cepat2 Ia menenangkan lagi pikiran dan memusatkan tenaganya. Lengannya menepak air, tubuhnya kembali merapung ke udara dan duduk kembali di atas sebuah daun teratai. Tak ubahnya seperti bocah pengikut dari dewi Kuan Im. Sinar matanya yang masih membayangkan kekagetan menyapu kepada tiga orang itu bolak-balik. Dengan perasaan kecewa Ia menarik pandangannya, karena tidak menempatkan sesuatu ciri2 mencurigakan. "Tiga manusia tua yang tak tahu mampus ini, biar belajar lagi berpuluh sampai dua puluh tahun, tak mungkin mempunyai ilmu yang menggetarkan jagat seperti barusan. Tapi terkecuali mereka bertiga, siapa lagi? Ah... kuyakin terdapat orang ke empat yang bersembunyi," pikir si pelajar. Semakin ia berpikir semakin kaget, sinar matanya semakin mencorong, berputar ber-dilak2 keempat penjuru, tapi hanya air danau terlihat dan tiga tubuh di batu bulat, lain dari itu hanya kabut di kejauhan. Diam2 Cie Yang Cinjin tersenyum geli melihat kekagetan orang didahului dengan deheman kecil, ia berkata: "Ilmu kepandaian yang Siecu pertunjukkan luar biasa hebatnya, seumur hidupku belum pernah mendengar maupun melihatnya, benar2 membuat Pinto kagum, bolehkah pinto

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengetahui Siecu dari partay mana? Dan memperkenalkan nama?" "He he," pelajar itu tersenyum kering, wajahnya menjadi merah, tapi cepat berubah ke dalam tenang. "Tenaga Im Juan Kang Kie yang barusan menyerang diriku tanpa kusadari, mungkinkah dia?" pikirnya. Hm! tak mungkin kini kau memuji dengan nada mengejek, tunggulah sebentar, kumampusi!" Ia berpikir dan berpikir, kegusarannya berkerut2 berbayang di keningnya, dua sinar mata galaknya, menyapu sekujur tubuh Cie Yang Cinjin, dengan bengis dan kecut ia berkata: "Aku Pek Tok Thian Kun (si ganteng beracun) Gui Sam Seng, seorang liar dari selatan. Ha ha..... mana bisa dikenali oleh kau si orang Bu Tong yang kenamaan? Ha ha......." Dari perkataannya dapat diambil kesimpulan bahwa ia kenal pada Cie Yang Cinjin, di balik itu seperti juga masih mempunyai rasa permusuhan dengan kaum Bu Tong Pay. "Kiranya dia? Tak heran memiliki ilmu demikian hebat!" pikir Cie Yang Cinjin. Hui Go Siansu, Liau Tim Sutay di masing2 hatinya. Cie Yang Cinjin merasa tertusuk dan gusar mendapat jawaban yang congkak dan kasar, alisnya berkerut, dengan keren Ia bersenyum dan niat berkata: "Agaknya malam ini tidak bisa mencari sahabat dengan bertanding seperti tahun2 yang silam." Kiranya yang berlagak sombong dan kasar itu memang seorang Ciang Bunjin dari Pek Tok Bun (perguruan beracun), di balik pintar iapun lihay, karena pernah menjadi murid dari Leng Ku Cu yang lihay. Dengan mengandalkan ilmunya ia malang melintang di sungal telaga, sebegitu jauh belum pernah mendapat tandingan. Kekejamannya sangat terkenal,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bukan sedikit orang2 yang dibunuhnya secara buas, membuat kaum Bu-lim pusing. Tiga puluh tahun yang lalu, masing2 perguruan pernah mengadakan pibu di Thian Tie, ayahnya Pek Tok Thian Kun yang bergelar Lat Ciu Sian Mo (dewa bertangan telengas) mengatur barisan yang bernama Bie-thian-man-tee-pek-toktin. Barisan ini tidak sedikit membinasakan kaum Bu Tong Pay. Akhirnya Ia pun meninggal di barisan Bu Tong Pay yang bernama Liok-cu-liau-hong-tin. Akibatnya dua perguruan ini menjadi bermusuhan hingga sekarang. Begitu Hui Go selesai berkata, dari tengah udara terdengar suara siulan panjang, gelaran nada yang tinggi melengking membuat pengang pendengaran. Disusul sesosok tubuh yang bergerak laksana kilat ke jurusan Hui Go. Hal ini membuat Hui Go Siansu terkejut, ia tidak mengetahui pendatang itu lawan atau kawan, demi keselamatan lengannya segera bergerak. "Hai! Hweesio yang mempunyai titik enam di atas kepala, bermurah hatilah, duduklah agak ke sana sedikit, bagi aku tempat!" kata orang itu. Hui Go mengurungkan serangannya, ia membuka mata lebar2, karena mengenali suara itu. Pendatang itu adalah seorang pengemis yang berkepala setengah botak, sisa rambutnya sudah menjadi putih, tubuhnya kurus kering dan kasihan melihatnya. Dengan kaki kanannya ia hinggap di atas batu bulat. Hui Go menggeser tubuh sambil berkata: "Bu Lo-Cianpwe, sejak berpisahan di Eng Hian Teng sudah tiga puluh tahun tidak bertemu. Kini Lo-Cianpwe datang kemari, mungkinkah untu.........." "Jangan berkata yang tak berguna!" potong si pengemis, "mungkinkah aku si pengemis datang dari ribuan li tidak untuk hal itu, melainkan ingin melihat kau si hweesio tak berguna?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sehabis berkata ia tidak memperdulikan apa2 lagi, segera duduk sambil membanting diri. "Lo Cianpwee, sayang malam ini kau datang terlambat, kata Hui Go dengan tenang. Atas kata2 si pengemis yang kasar dan menyakiti hati seperti tidak digubris. "Apa? bentak si pengemis. "Hui Go apa yang kau katakan? Sudahlah, aku si pengemis karena keenakan mencari makan sampai lupa dengan waktu, membuatku sia-sia melakukan perjalanan demikian jauh. Ah, benar2 harus mampus!" Lengannya segera diangkat dipukulkan kepada kepalanya sendiri, sehingga suara "plak, plak" terdengar nyaring beberapa kali. Tiba2 Ia berteriak. "Aya! Ha ha ha!" Seolah-olah mendapatkan sesuatu, lengannya berhenti memukul kepala, dengan nada lemas ia menghibur diri: "Ha ha! Haha! Betul-betul bagus! Aku Si pengemis ditakdirkan bernasib malang, lagi pula benda bau itu tidak bisa dimakan, untuk apa?" Ia sadar sesudah berkata bahwa perkataaannya itu tidak benar, buru2 meleletkan lidah tanda menyesal, dan memalumalu dahi sendiri dengan jerijinya yang dituil-tuilkan ke atas. Matanya melirik, dilihatnya empat pasang sedang mata menatap dirinya. ia tahu gelagat buruk, cepat-cepat ia mengumpulkan tenaga dan mencelat pergi. Hui Go cepat2 mengeluarkan semacam buku berkulit kambing. "Kay Hiap Bu Tie, dengar perintah!" teriaknya dengan keras. Cie Yang Cinjin dan yang lain menjadi kaget, mereka memang sudah tahu si pengemis yang tidak karuan dan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berlagak lucu itu adalah seorang berilmu tinggi, tapi tidak menduga bahwa dia adalah seorang Liok-lim yang menggetarkan empat penjuru lautan bernama Kay Hiap Bu Tie. Pengemis ini bertabiat luar biasa, apa yang dikerjakan selalu tidak melalui saringan otak, membuat orang bingung. Ia paling baik dengan gurunya Hui Go, bahkan tiga bagian ilmunya Hui Go diperoleh dari si pengemis ini, karena itu tak heran ia kalau Hui Go menaruh hormat betul kepadanya. Kay Hiap Bu Tie begitu mendengar seruan Hui Go segera berhenti di atas bunga teratai, wajahnya sangat pucat, tak ubahnya dengan patung yang terbuat dari marmer putih. Tampak Hui Go mengangkat tinggi sebuah buku yang terbuat dari kulit kambing, yakni barang yang dicaci makinya si pengemis tadi. Di sampulnya tertera tiga huruf emas yang berbunyi Bu Lim Tiap. Inilah benda yang dibuat sesudah terjadi pertarungan hebat di Thian Tie, masing2 perguruan mengakuinya sebagai pusaka yang harus dihormati segala partay. Bilamana tidak mematuhinya, seluruh partay lain akan bersatu padu untuk menggempurna sampai habis ke akar-akarnya pada pembangkang itu. Kini Bu Lim Tiap diangkat Hui Go, biar Kay Hiap Bu Tie berkedudukan tinggi, menjadi kaget dan pucat menandakan takutnya. "Bu Tie! Kau jangan mengandalkan kepandaianmu yang tidak bertara itu untuk menghina ini!" seru Hui Go Siansu. "Teecu tidak berani, hanya saja.................." "Tutup mulut!' potong Hui Go, "Kenapa kau tidak berlutut melihat Bu Lim Tiap ini?" Kay Hiap Bu Tie selalu sombong, seumur hidupnya hanya pernah berlulut kepada gurunya, kini menjadi ragu2, tapi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perlahan2 lututnya ditekuk menundukkan kepala.

juga,

ia

berlutut

sambil

"Bu Tie, kau bernyali besar, berani menghina pada Bu Lim Tiap, tahukah hukuman apa yang harus kau terima?" "Teecu tahu salah, terserah padamu menghukumku." "Sejak hari ini kau harus menghadap tembok selama tiga tahun di puncak Giok-liong Hong di Thay San. bilamana berani melanggar lagi, kau tahu sendiri akibatnya. Hm, kau boleh berlalu!!" Kay Hiap Bu Tie seumur hidupnya belum pernah mendapat kekangan, ia mengembara sekehendak hatinya. Kini harus menghadap tembok, merupakan hukuman yang sangat berat untuk dirinya. Tapi Ia menerima keputusan itu dengan girang, dengan tersenyum ia berkata: "Teecu menghaturkan banyak terima kasih atas budi ini, dan akan menurut perintah!" Sehabis berkata segera ia berlalu dengan cepat. Pek Tok Thian Kun merasa kecewa atas keputusan Hui Go. "Sayang, sayang," katanya, "Bilamana aku yang menjatuhkan hukuman, sedikitnya, kaki tangannya akan kuputuskan agar seumur hidupnya tidak bisa lagi menjadi jago di dunia Kang Ouw!" Kay Hiap Bu Tie seolah-olah mendengar perkataan ini, hatinya menjadi dongkol, ia menjawab dari arah jauh: "Benar2 sialan, daging ayam tidak kena dimakan, tulang ayam sudah mengetuk kepala." "Kini waktu sudah sampai untuk bertanding," kata Hui Go. Menurut peraturan Bu Lim Tiap, pertandingan ini terbagi tiga macam. Pertama mengadu Lwee-kang, kedua ilmu surat atau sastera, ketiga mengadu senjata."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Taysu, mungkinkah hanya tiga macam?" tegur Pek Tok Thian Kun. Ia bertanya demikian karena memiliki ilmu melepas senjata rahasia yang ampuh. Ia merasa kecewa sekali, kepandaiannya itu tidak bisa dipergunakan. "Oh Mie To Hud, Lolap sudah lima puluh tahun lebih menjadi Hweesio, mungkinkah harus membohong. Bilamana Sicu tidak percaya, tanyalah kepada dua Toyu ini!" "Siaute salah berkata, harap maaf," kata Pek Tok Thian Kun. "Lolap sebagai pemegang Bu Lim Tiap menentukan pertandingan pertama, adakah pendapat lain dari Ko-kwie?" Dilihatnya ketiga orang tidak mengeluarkan pendapat, Hui Go Siansu segera berkata: "Dalam pertandingan Lweekang, akulah yang pertama melakukannya." Sehabis berkata segera Ia bersemadi memeramkan matanya. Dalam waktu cepat dari sekujur tubuhnya mengalir peluh dengan derasnya, urat di atas keningnya makin lama makin tegas terlihat, wajahnya menjadi merah seperti bara, tubuhnya perlahan2 membenam ke dalam. Sebab batu bulat yang kena diduduki perlahan2 kena tertekan masuk ke dalam air, dirinya sendiri hampir terkena air, tapi dengan cepat Ia menarik ilmunya, dan batu bulat kembali muncul ke permukaan air seperti sediakala. "Maafkanlah atas pertunjukan Lolap yang buruk ini, kata Hui Go. "Lihay amat!" pikir ketiga orang yang lain. "Taysu kenapa mengeluarkan perkataan demikian? Pinni yang bodoh ingin menunjukkan keburukan, harap jangan ditertawakan!" kata Liau Tim Sutay. Lalu Ia meramkan matanya. Sekian lama Ia duduk tanpa terlihat sesuatu gerakan, anggapan yang lain ia tengah mengumpulkan semangat dan akan mempertunjukkan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kelihayan yang tidak bertara, sehingga enam mata semakin membulat, memperhatikan tanpa ber-kedip2. Tak kira sekian lamanya belum juga terlihat ia bergerak, membuat yang lain semakin heran. Tiba2 tubuh Liau Tim Sutay meninggalkan menara batu, lalu mumbul naik ke atas, mula2 hanya beberapa senti meter, lalu meningkat menjadi beberapa puluh senti meter, kemudian diam tak bergerak. Matanya dibuka dengan tiba2 dan memancarkan sinar tajam yang ber-nyala2 seperti matahari, tubuhnya turun naik seperti layangan, lalu turun lagi ke tempatnya dengan tenang. Pek Tok Thian Kun yang biasa tinggal menyendiri di tempat sunyi dan sepi, merasa kagum melihat ilmu kedua orang itu, tanpa terasa bersorak2 kegirangan: "Ilmu yang luar biasa, dua2nya indah dan hebat," katanya, lalu ia melirik kepada Cie Yang Cinjin sambil tersenyum mengejek. Cie Yang Cinjin tidak meladeni, ia tahu dirinya dianggap sepi dan dihina, tapi tetap berlaku sabar. Pek Tok Thian-kun melihat Cie Yang Cinjin diam saja, tanpa sebab musababnya segera mencemoohnya : "Ha ha! Sudah sampal gilirannya juara ketiga atau juru kunci dari Bu Tong Pay mempertunjukkan ilmu, tapi kenapa tidak terlihat gerakannya sampai saat ini? Mungkinkah segan dilihat aku si orang liar dari selatan? Ha ha ha ha." "Ah, kenapa aku bodoh, betul, sedikitpun tidak memikir sampai ke situ. kini biar tengah Pibu, tetapi tidak terhitung menghadapi musuh! Ha ha...... kepandaianku yang luar biasa ini tidak terkekang dalam sumpahku, dan boleh kupertunjukkan!" pikir Cie Yang Cinjin. Sehabis berkata segera ia berdiri, lalu mendongak memandang bulan sehingga yang menyaksikannya merasa heran, entah ilmu apa yang akan dipertunjukkannya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi dengan mendadak uap putih segera keluar dan ubun2nya, semakin lama semakin banyak, akhirnya dari mulut dan hidungnyapun mengeluarkan uap pulih yang serupa, dalam waktu sekejap uap itu semakin tebal dan membungkus tubuhnya, merupakan seorang dewa di dalam mega. Sekalian yang menyaksikan merasa kagum dan tercengang, lebih2 Pek Tok Thian Kun yang mengejek menjadi diam terpaku dengan kagumnya. Cie Yang Cinjin berseru dengan mendadak: "Naik!" Suaranya yang keras dan menggelugur seperti petir, membuat air danau be-riak2 jadinya. Sekalian yang menyaksikan terkejut bangun, cepat2 memusatkan pikirannya sambil memperhatikan, mereka semakin heran dan tercengang, hampir2 tidak percaya atas pandangan matanya sendiri. Tampak uap putih yang membungkus tubuh Cie Yang Cinjin entah sedari kapan menjadi buyar, tapi batu yang dipijaknya, mengikuti tubuhnya sedikit demi sedikit naik ke atas, seolah2 seperti dicabut raksasa. "Dunggg!!" sekali terdengar bunyi menggelugur keras, air bergelombang besar, batu itu sudah kembali ke tempatnya lagi, sedangkan Cie Yang Cinjin terlihat tenang, napasnya tidak memburu, wajahnya tidak berubah. Dengan tenang Ia bersila. "Maaf, maaf, dengan pertunjukan jelek ini!" katanya. "Bagus, bagus! Dalam hal ini aku dan Sutay tidak bisa berkata lain, kini giliran Thian Kun!" kata Hui Go Taysu. Wajah Pek Tok Thian Kun menjadi jelek dilihatnya, sebentar pucat sebentar merah, dengan dingin ia berkata: "Dalam pertandingan ini, aku rela mengaku kalah, dan tak perlu bertanding lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Thian Kun harus tahu dalam pertandingan silat malam ini, berdasarkan ilmu dan bukan mengadu kekejaman untuk merenggut nyawa orang, dengan demikian Thian Kun sengaja tidak mau memperlihatkan kepandaian bukan?" tegur Liau Tim Sutay. Wajah Pek Tok Thian Kun berubah semakin buruk, matanya membayangkan hawa membunuh. Ia tahu Liau Tim Sutay mengejek dirinya berdasarkan kata2nya barusan terhadap Cie Yang Cinjin, sehingga membuatnya dongkol. Dengan tertawa besar ia membesarkan dirinya lagi. "Bagus! Hm, mungkinkah aku kalah denganmu? katanya. Dengan cepat Ia menarik napas, perutnya menjadi kempes, lengan kanannya segera menjulur, jeriji2nya sebentar merapat sebentar terbuka. "Datang, sini!" teriaknya. Semacam tenaga tersembunyi yang mempunyai daya sedot seperti magnit keluar dari telapaknya, bunga2 teratai berikut. daun2nya serentak menjadi patah dan bererot laju ke arah lengannya. Sesudah itu ia berteriak lagi: "Pergi!" Sedangkan lengannya tidak bergerak, tapi pohon2 teratai seperti ditiup angin pergi lagi ke tempatnya masing-masing. "Cie Yang Toyu dapat mengeluarkan uap putih yang mengandung kekuatan mencabut gunung, menandakan berilmu dalam tak ada bandingannya, karena itu babak pertama ini tetap dimenanginya, ada pendapat lain dari jiewie? tegur Hui Go Taysu. Yang lain tidak membantah, karena mengakui Lweekang Cie Yang Cinjin sesungguhnya lebih lihay dari mereka. "Satu pertandingan sudah kumenangi, babak kedua dalam soal sastera, kuyakin dengan pertemuan aneh dan pelajaran yang kudapat di Tie-cu-to (pulau kawa2) sudah cukup untuk memenangi mereka! Asal kumenang berarti Bu Lim Tiap jatuh ke tanganku!" pikir Cie Yang Cinjin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Taysu, pertandingan sudah berakhir, babak kedua harus siapa yang mengeluarkan soal? Ditentukankah oleh Bu Lim Tiap?" tanya Pek Tok Thian Kun. "Di dalam Tiap (buku) tidak tertera peraturan itu, dalam babak kedua dan ketiga tidak ditentukan. Tapi pada tahun2 yang sudah, kami menentukan dengan, menghitung jari, hal ini pun cukup adil. Kini cara itu dapat kita pakai!" kata Hui Go Taysu. "Siautee masih hijau dalam hal ini, dapatkah meminta keterangan tentang menghitung jari?" tanya Pek Tok Thian Kun. "Sebenarnya hal ini adalah permainan anak kecil, mudah dan sederhana! Kita mengeluarkan beberapa jari sesuka hati, sesudah itu dihitung dari Lolap memutar timur, bilamana hitungan akhir jatuh ke siapa, dialah yang mengeluarkan soal dalam pertandingan ini," kata Hui Go menjelaskan. "Baiklah!" kata Thian Kun. "Hayo kita mulai!" "Satu.. dua.. tiga!" seru Hui Go. Serentak seluruhnya mengeluarkan jari, jumlah seluruhnya ada delapan. Sesudah dihitung, nyatanya hitungan terakhir jatuh pada Pek Tok Thian Kun. "Thian Kun, sekali ini kaulah yang mengeluarkan soal dalam pertandingan sastera," kata Hui Go. Pek Tok Thian Kun tersenyum lebar, se-olah2 sudah mempunyai siasat untuk menjatuhkan lawan-lawannya. "Siautee mengeluarkan Lian, yang pertama kubuat sendiri, sedangkan pasangannya terserah kepada Ko-kwie," katanya. "Bertapa di dalam rumah, duduk di permadani, mengenakan pakaian kasa (pakaian biksu). Kala senggang memainkan mutiara, membuat orang muda ingin keluar rumah."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cie Yang Cinjin bertiga diam2 memaki: "Binatang gila, kau jangan main gila, lihat apakah yang kau akan alami nanti!" Mereka merasa gusar mendengar Lian yang disebutkan itu. Serentak mereka bangun berdiri dengan gusar, dan sinar mata ketiga orang seperti berbayangan kegusaran yang ingin menelan hidup2 pada Pek Tok Thian Kun, Tapi Hui Go Taysu seorang Hweesio yang saleh, ia bisa mengekang kegusarannya. "Mungkinkah mengeluarkan soal pun tidak bebas?" tegur Thian Kun dengan kaget. "Aku tidak turut lagi dalam pertandingan ini, sepuluh tahun kemudian baru kembali lagi!" seru Liau Tim Sutay seraya mengundurkan diri dan berlalu. Sebenarnya Lian yang dikeluarkan Thian Kun adalah mudah sekali mencari pasangannya, tapi untuk ketiga lawannya yang masing2 menjadi orang suci merupakan kesukaran besar, karena jawaban lian itu harus berbunyi: "Minum arak, makan daging anjing, berbini cantik, memiara gundik masuk ke kamar berciuman dan bercumbu-cumbu. membuat Hweesio lupa daratan lalu meninggalkan kelenteng mencari pelacuran!" Kini Liau Tim Sutay sudah gusar dan kabur, tinggal Hui Go Siansu dan Cie Yang Cinjin, tidak bisa menjawab, hal ini membuat Pek Tok Thian Kun kegirangan. Cepat2 memutuskan pertandingan untuk kemenangan dirinya. "Taysu hanya tinggal yang ketiga, bagaimana harusnya bertanding?" tegur Thian Kun. "Hm, terhitunglah kau menang dalam pertandingan kedua, karena itu sebagai pemenang boleh memutuskan pertandingan yang ketiga. Kau boleh sesuka hati seperti barusan tanpa batas2nya, Sedangkan Lolap sudah kalah dua kali, dalam pertandingan yang ketiga ini hanya sebagai penonton saja!" kata Hui Go.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cie Yang si kerbau tak mau mampus, mempunyai kekuatan yang tidak bertara, aku tidak bisa memenanginya," pikir Pek Tok Thian Kun. "Aku harus menggunakan siasat tajam, bilamana tidak lebih banyak celakanya dari untungnya." Sehabis berpikir matanya melirik ke air, hatinya menjadi girang. "Sekali ini pasti kau beruntung! Senjata rahasiaku dan barisan Tin perguruanku tidak bisa digunakan, tapi ilmu Ginkangku yang tinggi boleh digunakan! katanya dalam hati. "Air bening bulan terang, yang kalah mandi..." katanya. Cie Yang Cinjin merasa geli, tidak menantikan lawannya selesai berkata sudah mengerti apa yang dikehendaki Pek Tok Thian Kun, tubuhnya segera mencelat meninggalkan batu bulat, lalu turun tepat di bunga teratai dengan sikap Kim Kee Tok Lip, tubuhnya tidak menjadi kelelap, melainkan merapung. "Dalam pertandingan ini sebagai batasnya adalah tiga bunga ini, barang siapa mengeluarkan langkah keluar dari bunga ini, dialah yang kalah!" kata Cie Yang Cinjin. Pek Tok Thian Kun menjadi kaget. "Si hidung kerbau ini tampaknya memiliki ilmu meringankan tubuh tidak di sebelah bawahku, benar aku mencari penyakit sendiri. Sial betul!" pikirnya. Tapi ia seorang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam dunia Bu Lim biar bagaimana tidak bisa menarik lagi apa yang sudah diucapkan, dengan mengeraskan hati Ia menjawab; "Benar, apa yang dikatakan Cinjin cocok dengan hatiku." Setelah berkata segera mencabut kipas yang terbuat indah terukir, kipas itu sangat besar dan jarang terlihat dimanapun juga. "Aku pernah mendengar bahwa Bu Tong Pay terkenal dengan llmu pedang yang bernama Kiu-kiong-lian-hoan-kiam-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hoat, kuyakin Cinjin tidak akan pelit2 mempertunjukkannya." Sehabis berkata Ia mencelat meninggalkan bunga teratai dan hinggap di atas bunga yang ditunjuk. Tanpa mengucapkan sepatah kata, Cie Yang menghunus pedangnya. Hal ini membuat Hui Go Siansu menjadi kaget, Ia berpikir: "Duapuluh tahun berselang setiap kali pibu belum pernah terlihat Ia menghunus senjata, selalu ia menggunakan pedangnya dengan serangkanya. Tiap kali kutanya, selalu ia tersenyum dan tidak menjelaskan sebabnya, kuyakin pedangnya ini mempunyai keajaiban!" Matanya memandang tajam, tapi apa yang dipikir dan kenyataan membuat kecewa karena ia melihat pedang itu hanya berwarna emas dan tidak bercahaya. Pedang itu sangat panjang dan kecil, seperti tidak mempunyai mata yang tajam, membuat orang tak akan percaya bahwa pedang semacam itu bisa membunuh orang. (Untuk jelasnya pedang itu berbentuk seperti anggar jaman sekarang.......... penutur) Hui Go Siansu seorang yang berpengalaman, Ia mengetahui bahwa Cie Yang Cinjin menghunus senjata pasti mempunyai sesuatu keistimewaan. Cepat Ia mengawasi terlebih seksama, samar2 Ia melihat di atas pedang itu terlihat garis2 yang rapat, dan di ujung pedang terlihat dua butir mutiara hitam yang tidak bersinar, terkecuali dari itu tidak terlihat lagi yang aneh. Sehabis menghunus senjatanya Cie Yang Cinjin memeramkan matanya, kedua lengannya memegang pedang, mulutnya tampak kemak-kemik seperti mendoa, sehingga Pek Tok Thian Kun menjadi heran. Tiba2 Cie Yang Cinjin membuka matanya, tampak sinar terang, memancar tajam dari kedua penglihatannya itu. Ia lalu menundukkan kepala dan menciumnya dua butir mutiara hitam di atas pedangnya sambil berkata: "Silahkan!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Tok Thian Kun, mengetahui musuh berilmu tinggi, kalau tidak turun tangan terlebih dulu, berarti kesempatan memperoleh kemenangan akan hilang. "Baik!" serunya. Tubuhnya segera loncat serta melancarkan ilmu Hui San Ko hoo (menerbangkan kipas menyeberangi sungai). Kipasnya menotok berbareng menebas, menyerang keras baju kanan musuhnya. Belum kipas sampai, Cie yang Cinjin merasakan suatu tenaga keras menggempur dirinya, tanpa membuang waktu tubuhnya bergoyang2, mencelat pindah ke lain bunga yang terletak di sebelah selatan. Berbareng dengan itu ia pun melancarkan jurus Cee It Tou Heng (bintang bergeser miring), terdengar suara keras dan dari deruan angin, pedang itu tampak seperti menabas dan membacok ke arah perut musuhnya. Begitu Pek Tok Thian Kun melihat kipasnya menyerang angin dan pedang musuh menghantam dirinya, kagetnya tidak kepalang, dalam waktu yang sekilas mata yang tegang, tubuhnya cepat merapung! Dengan sekali ubah antara kaki dan tangan menjadi rata, pedang emas musuh menyabat lewat di bawah dadanya, bahayanya bukan main. Tak heran ia mengaku sebagai ahli Ginkang kelas wahid, memang sesungguhnya demikian. Saat ini tubuhnya yang berada di udara belum hinggap pada bunga teratai, tiba2 lengannya berbalik mengebut, kipasnya yang besar sekali lagi dijadikan senjata rahasia menghajar musuhnya. Sehabis menyerang Cie Yang Cinjin harus kembali lagi menaruh kakinya di bunga teratai. Karena itu sewaktu Ia kembali dan baru sampai di tengah jalan mendengar deruan senjata menebak angin, kagetnya tidak alang kepalang. Sudah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lama ia mengetahui senjata rahasia beracun yang amat hebat dari golongan Pek Tok Bun, tak ayal lagi, pedangnya diputar keras2 membuat jaringan sinar kuning yang ampuh. "Trang!" Dua senjata bentrok keras. Cie Yang Cinjin menguatirkan musuhnya menghiraukan peraturan dari Bu Lim Tiap membentangkan Ilmu Bie-thian-man-tee-pek-tok-tin teramat lihay untuk mencelakakan dirinya. tidak dan yang

Begitu senjata beradu ia meminjam tenaga tubuhnya segera mencelat pergi ke bunga teratai di sebelah timur, dengan pedang Ia menjaga diri lalu memandang ke arah musuhnya tanpa terasa lagi dongkolnya menjadi2. Tampak Pek Tok Thian Kun tenang2 di atas bunga sebelah barat, mengawasi ke arahnya dengan ber-senyum2, lagaknya sangat sombong. membuat dirinya tak tahan lagi. cepat2 menunjuk dengan pedang. "Pek Tok Thian Kun, kau salah seorang yang sudah terkenal dan berkedudukan tinggi, kenapa berani melanggar peraturan dengan tak tahu malu? tegurnya. "He he! Cie Yang Cinjin kau jangan me-lotot2 me-maki2 orang, pendeknya kita tanyakan saja kepada Hui Go Siansu, siapa yang salah?" Hui Go cepat2 berkata: "Masing2 salah paham, yang benar Pek Tok Thian Kun tidak menggunakan senjata rahasia tapi .......... "Taysu tidak boleh banyak bicara, sebegitupun cukup," potong Pek Tok Thian Kun dengan ter-gesa2. Kini Taysu boleh menjadi saksi terus dalam pertandingan, bahwa aku tidak menggunakan senjata rahasia melanggar peraturan."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ciu Yang Cinjin merasa aneh dan bingung ia bungkam tak bisa bicara. Pek Tok Thian Kun tidak memberikan banyak waktu untuk musuhnya berpikir segera tertawa menggila, tubuhnya mengiringi suara berkilat cepat ke udara lalu menyerang dengan jurus Ban liong Cut co (ribuan tawon keluar sarang)! Kipasnya berputar, ber-kilap2 putih dengan bayangan yang ber-getar2 menotok seluruh jalan darah musuhnya. Tanpa gugup maupun takut, Cie Yang Cinjin mengebutkan pedangnya dengan jurus Pohon melintang menghadang angin, mematahkan dengan kekerasan serangan kipas yang gencar. Melihat keadaan musuh membuat Pek Tok Thian Kun teringat kepada babak pertama dari pertandingan ilmu dalam, hatinya menjadi kecut. "Ia memiliki Ilmu Lweekang yang tidak ada bandingannya, aku tidak boleh mengadu tenaga dengan musuh," pikirnya. Cepat2 Ia mengumpulkan tenaga di pusar, lalu mengubah gerakan dengan Walet Lincah Membalik Awan tubuhnya yang tengah menjorok ke muka tiba2 menjadi poksay ke belakang ke tempat semula. Cie Yang Cinjin tidak mau membuang, kesempatan dengan begitu saja, pedangnya maju ke muka dengan jurus Kiam Ko Giok Bun (pedang melalui pintu Giok Bun) menikam keras pada punggung musuh, begitu pedang akan sampai tiba2 segera berubah dengan jurus Tiang Hong Kuan Jit (pelangi panjang mengitari surya), hawa pedang meresap ke tulang2, beralih ke hati Pek Tok Thian Kun. Tatkala ini baru saja Pek Tok Thian Kun hinggap di atas bunga sebelah selatan, tiba2 merasakan kesiuran dingin ke arah dirinya, membuatnya kaget. Tapi pengalamannya yang banyak tidak membuatnya gugup, lengan kirinya segera mengebut, kekuatan maha dahsyat mendesak serangan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pedang, lalu Ia menyingkir ke sebelah barat dengan jurus To Pau Koan Wie (membuka pakaian beralih tempat). Cie Yang Cinjin kehilangan sasaran menjadi panas, dengan jeritan panjang tubuhnya berputar dengan lincah seperti naga sakti mengejar dan menyerang terus. Pek Tok Thian Kun didesak dan digempur sehingga kalah angin. Untuk memperbaiki dirinya, ia melontarkan lagi kipasnya memunahkan serangan. "Sekali ini kutangkap kipasmu sebagai buku," pikir Cie Yang Cinjin dengan gusar lengannya dijulurkan siap menangkap. "Boleh kau tangkap asal mau mati kipas ini mengandung racun! Ha, ha, ha!" ejek Pek Tok Thian kun. Cie Yang Cinjin merasa kaget, cepat2 menarik lengannya. Ia menjadi heran. karena kipas itu entah bagaimana bisa berbalik lagi ke tangan Pek Tok Thian Kun. Dengan mata membulat diawasinya kipas itu terlebih teliti, terlihat olehnya bahwa kipas itu diikat seutas benang perak dapat dilepas dan ditarik sesuka hatinya, tak ubahnya dengan Liu-heng-cui. Se-kali2 tidak bisa digolongkan dengan senjata rahasia. Tak heran bahwa Hui Go Taysu tidak bisa menyatakan Pek Tok Thian Kun menggunakan senjata rahasia, karena soalnya demikian. Dengan kegusaran yang me-luap2 Cie Yang Cinjin menggerak2an pedang dengan jurus yang telengas dan ganas menghajar musuhya. "Kau jangan gugup dan cemas! Sebenarnya kipasku tidak mengandung racun! Tunggulah racun yang sesungguhnya belum kukeluarkan! Ha ha!" ejek Pek Tok Thian Kun dengan tawar. Tapi kegirangannya tidak berlangsung lama, karena merasakan kulit sekujur tubuhnya menjadi dingin tak ubahnya terkena es. Ia tidak mengira musuhnya demikian tangkas dan cepat, tak bisa lagi ia mengegos, terpaksa ia mengeraskan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hati sambil mengertekkan gigi seluruh kekuatannya disalurkan ke lengan kanan, segera menangkis dengan keras! Begitu dua senjata beradu menerbitkan suara keras, masing2 merasa gentar, berikutnya ke-dua2nya mental beberapa tombak, dengan demikian tampaknya pertandingan seimbang. Dengan indahnya mereka mengumpulkan tenaga dan mengambil tempat di atas bunga dengan tenang. "Awas pedang!" seru Cie Yang Cinjin. Lagi2 Ia mencecar hebat dengan kepandaiannya. Tiga jurus dirangkai dengan hebat dilancarkan seketika. "Ser! ser! ser! tiga gelombang pedang mengamuk seperti naga membalik lautan meng-gulung2 seperti ombak menerjang tanggul, kekuatannya terpencar dari delapan penjuru secara dahsyat. Pek Tok Thian Kun sesudah bentrok keras tidak menderita rugi, merasakan kekuatannya seimbang dengan musuhnya sehingga tidak merasa takut seperti semula. Dengan memutarkan kipas Ia menangkis dan memecahkan serangan pedang dengan tenang, di samping itu ia pun mencoba melakukan serangan balasan, akibatnya masing2 bergumul menjadi satu di tengah udara. Sesudah itu segera kembali lagi ke bunga teratai. Inilah suatu pertarungan yang benar2 mengadu kekuatan hebat. Begitu hinggap segera melakukan serangan lagi, sehingga perkelahian berjaalan dengan semakin hebat. Pek Tok Thian Kun melancarkan serangan dengan hebat di samping itu kipasnya sering dilontarkan sebagai senjata rahasia. membuat musuhnya repot dan kewalahan. Satu jurus sudah berlalu, bintang2 mulai menyepi, embun malam mulai menetes turun membasahi mereka, membuatnya tidak tahu lagi yang mana keringat yang mana embun. Entah bagaimana pedang emas yang tidak bersinar dari Cie Yang Cinjin, tiba2 memancarkan sinar kuning yang menyilaukan mata, terkecuali itu sinarnya semakin lama semakin hebat, sehingga embun yang meliputi sekujur dirinya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tersapu bersih sinar kuning yang berkilauan. Ia menghantam musuhnya semakin bersemangat sehingga Pek Tok Thian Kun yang licik dicecar terus menerus, ia tak berdaya hanya bisa menangkis tanpa bisa melakukan serangan balasan lagi. Per-lahan2 Pek Tok Thian Kun merasakan sinar kuning menusuk matanya, membuat dirinya berkeringat seperti hujan. Seluruh kulitnya terasa seperti dibakar saja. Darah di tubuh seperti ber-golak2, kepalanya mulai pening, membuatnya kaget. Tapi Ia seorang pandai, hal ini ia tahu tentu pedang musuh yang mengakibatkan. Semangatnya segera diempos, serangan musuh ditangkis terus, sementara otaknya berputar mencari akal. Kiranya pedang Cie Yang Cinjin itu adalah benda kuno yang bernama Kim-liong-cee-lwee-kiam (pedang naga emas berapi sakti), bisa menyerap embun dari udara lalu berkumpul menjadi satu, ditambah lweekang yang tersalur masuk dari tangan pemiliknya, membuatnya se-olah2 hidup. Seratus tahun pedang ini tinggal di dalam serangkanya, sebegitu lama belum pernah menghirup embun, karena itu begitu dikelurkan tidak terlihat cahayanya. Tapi sesudah dipergunakan dan mulai menghirup embun segera memancarkan sinarnya yang hebat. Cie Yang Cinjin melihat ciri2 kekalahan musuh, membuatnya menarik napas lega. Segala kekuatannya disalurkan pada pedangnya. Ia tidak membiarkan musuhnya banyak pikir segera menerjang sambil melompat, sinar pedang yang berkilauan mengeluarkan hawa panas yang hebat, menikam ke arah pusar musuhnya. Dalam gugupnya Pek Tok Thian Kun mendapat akal, cepat2 Ia merapung lalu turun dengan cepat, kedua kakinnya tepat memijak pedang musuh lalu menekan dengan ilmu Cian-kin-tui. Berbareng dengan itu Ia pun mengeluarkan suara aneh, dan ditambah kipasnya dibuka ke hadapan muka musuh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cie Yang Cinjin merasakan pedangnya menjadi berat, kaget tak alang kepalang, waktu ia mau mengawasi, terlihat kipas musuh merintangi pandangan matanya. Terkecuali itu di dalam kipas itu terlukis tujuh bidadari yang tidak berpakaian dengan tubuh ramping dan padat serta menggiurkan membuat Cie Yang Cinjin gusar dan meluap, sehingga kekuatannya sedikit berpencar, akibatnya Ia tidak bisa mempertahankan diri, hampir2 kebebes ke dalam air. Tapi dengan cepat Ia menyalurkan tenaga ke atas pedang, membuat musuhnya terlontar pergi. "Thian membantu diriku!" pikir Pek Tok Thian Kun. Begitu terlontar ia membalik tubuh kipasnya segera merapat dan dikeprokkan kepada punggung musuh dengan telengas. Cie Yang Cinjin baru saja mau kembali ke atas bunga, segera merasakan angin dingin menghantam dirinya. cepat mendongak lalu membuang diri beberapa tombak. Akibatnya punggungnya lolos dari serangan tapi pundak kanannya terkena juga kipas musuh. Segera pandangannya menjadi kabur, darahnya meluap gusar dengan melompat pergi hatinya menjadi risau. Pek Tok Thian Kun ter-bahak2 girang. membuat Cie Yang Cinjin merasakan hatinya pusing dan gusar bercampur menjadi satu. Otaknya segera membayangkan Heng Jie murid kesayangannya, memikir gurunya yang berbudi, mengenang nasibnya yang malang, semuanya menjadi terpikir.......... hatinya menjadi sedih dan pilu. Tiba2 di otaknya berkilas ingatan, sebelum kalah, ia ingin hancur seperti ratna dan tidak mau utuh seperti koral. Tanpa ragu2 lagi segera ia melancarkan pelajaran gaib yang pernah diperolehnya di Tie-cu-to. Lengannya membalik, keluarlah jurus Hin Hong Cok Lang (angin santar menjadikan gelombang), inilah ilmu hebat yang jarang terlihat di dunia Bu Lim. Berikutnya pedang terlepas dari tangan merupakan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

seekor naga emas menerjang datang diiringi gelombang dan angin. Pek Tok Thian Kun yang memperoleh hasil merasa girang dan ter-tawa2, tapi sebelum membuatnya terlampau gembira, matanya menjadi silau melihat sinar kuning. "Celaka! Hidung kerbau ini mengeluarkan ilmu siluman! teriaknya seraya membuka kipasnya menangkis pedang. Kipasnya dikebutkan dengan tenaga besar, mengeluarkan deruan hebat. tapi tetap tidak bisa menangkis kehebatan pedang musuh, dengan menerbitkan suara keras kipas itu kena ditembus. Terkecuali itu sebelah lengan kirinya segera terpapas putus, darah merah mengucur deras. Dengan mengertekkan gigi menahan sakit, ia lompat ke atas batu, dan lekas mengeluarkan obat luka. Matanya meram seketika sambil duduk bersemedi. menjalankan pengobatan. Sementara itu Cie Yang Cinjin yang tidak menghiraukan dunia terbalik melancarkan kepandaiannya yang luar biasa, akibatnya luka yang diderita bertambah hebat. Kekuatan yang berkumpul di Tan Tiannya menjadi buyar, tubuhnya seperti bintang jatuh separuh tubuhnya masuk ke dalam air dan kalah dalam pertandingan secara mutlak. Dengan masgul ia melompat pada batu bulat, tampak air mata membasahi matanya. Ia menghela napas panjang sambil memandang rembulan, bertanya kepada langit yang luas dengan perasaan. Melihat keadaan demikian, Hui Go Taysu turut berduka. "Bilamana kepandaianmu yang ampuh dikeluarkan, tidak mungkin kau kalah," sesalnya. itu siang2

Ia tidak mengetahui bahwa Cie Yang Cinjin mempunyai kesukaran pribadi yang tidak dapat dituturkan. Dalam keadaan terpaksa ia melancarkan pelajaran yang tidak boleh digunakan untuk membunuh Pek Tok Thian Kun. Agar Bu Lim Tiap tidak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

jatuh di tangan seorang yang suka membunuh secara sewenang2 dan mengakibatkan onar di rimba hijau. Tapi maksudnya itu gagal, Ia hanya berhasil membuntungkan sebelah lengan musuh. Hal ini membuat hatinya pilu dan sedih. Tiba2 dari udara terdengar suara tangis burung Hoo, suara itu demikian lembut, untuk pendengaran Cie Yang Cinjin tak ubahnya dengan petir di siang hari. Tubuhnya menggigil, ia segera dongak memandang ke atas awan. Begitu ia melihat parasnya segera berubah pucat. "Kau benar2 datang! Aku sudah melanggar janji..." keluhnya. Matanya memancarkan cemas dan liar, sukar dibedakan dendam atau cinta, girang atau cemas. Tiba2 terdengar suara pengumuman dari Hui Go Siansu. "Dalam pertandingan ini biar Pek Tok Thian Kun menderita luka parah tapi tidak jatuh ke dalam air, sedangkan Cie Yang Cinjin jatuh ke air. Sehingga Pek Tok Thian Kun memperoleh kemenangan dua kali dalam tiga pertandingan ini berhak untuk menguasai Bu Lim Tiap," serunya. "Bagaimana dengan Toyu, ada pendapat lain?" "Tidak! jawab Cie Yang Cinjin dengan senyum getir. Setelah berkata ia merobek bajunya lalu menggigit jarinya dan menulis enam belas huruf secara ter-gesa2. Lalu meminta kepada Hui Go Taysu mengambil kembali pedangnya dari kipas Pek Tok Thian Kun. Kain itu dipilin menjadi kecil dan ditusukkan ke dalam tubuh pedang dengan kekuatan Kim Cian In Sian (jarum emas membawa benang) per-lahan2 kain itu masuk ke dalam tubuh pedang dan hilang tidak terlihat. "Crang!" sekali terdengar bunyi, tahu2 pedangnya sudah masuk ke dalam serangka. Dengan terharu Ia meng-usap2

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pedangnya, lalu mengeluarkan jarinya menulis di atas serangka pedang. "Kalau ingin tahu soalku, terdapat di dalam pedang ini." Dengan kesedihan yang tidak terkira air matanya berlinang2. Dilihatnya Hui Go Taysu tengah menyerahkan Bu Lim Tiap pada Pek Tok Thian Kun. Dengan lengan bergetar dan laku hormat, Pek Tok Thian Kun menerima Bu Lim Tiap. Cie Yang Cinjin menarik napas, hal ini membuat Hui Go merasa duka juga, cepat2 ia menghampiri untuk menghibur. Tapi kena didahului kawannya. "Taysu, masih ingatkah kata2 pinto di tepi danau tadi? tanya Cie Yang Cinjin. "Kuminta pedang ini kau bawa ke Bu Tong San dan serahkan kepada seorang anak yang bernama Kiu Heng, atas ini Pinto sangat berterima kasih pada Taysu." Hui Go Taysu menyambut pedang itu. Pek Tok Thian Kun yang menderita luka mengancam dengan gemas. "Cie Yang Cinjin, hutang darah ini, kita perhitungkan sepuluh tahun kemudian," serunya. "Ha ha ha," Cie Yang Cinjin tertawa. "Hutang piutang ini jangan baru dapat diselesaikan dalam penitisan yang akan datang!" Pek Tok Thian Kun merasa dongkol, pikirnya Cie Yang Cinjin mentertawakan dirinya, sehingga mukanya menjadi merah matang bahna jengahnya. Burung Hoo yang berbunyi tadi terdengar kembali, Ia turun mengitari kepala Cie Yang Cinjin. Lalu, terdengar suara dari punggung burung itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Yat Hoan! Yat Hoan! Kutunggu kedatangan kau demikian lama tapi kau salah janji, masih ada kata2 lainkah yang enak dibicarakan? Sebaiknya lekas2 turut denganku." Hui Go Taysu dan Pek Tok Thian Kun menjadi kaget, mereka memandang kepada burung itu. Tampak seorang wanita berada di punggungnya. Mereka menjadi heran tak mengerti, diawasinya Cie Yang Cinjin. Sang Tosu diam membulat lebar. tak berkata2, sedangkan matanya

"Bagaimana? Apakah kau tidak mendengar kata2ku?" tegur wanita di atas burung. Ia mengenakan kain penutup muka, sehingga tidak terlihat parasnya, sedangkan suaranya menandakan sudah merasa gusar. Cie Yang Cinjin merapatkan mata sambil menjawab : "Lie Na! Kau jangan harap menjadi isteriku pada penitisan sekali ini!" Wanita itu menjadi kaget mendapat jawaban ketus, terpikir olehnya penghidupan hampa selama dua puluh tahun untuk menantikan hari ini, tapi impian manisnya menjadi buyar juga seketika. Timbul rasa cinta yang bercampur dengan dendam menjadi satu, giginya berketrekan nyaring. Dengan gemas Ia mengebutkan lengan kanannya, segera tekanan tenaga keras menyambar turun, Hui Go Taysu yang masih berada di sisi Cie Yang Cinjin segera mencelat pergi. Sedangkan Cie Yang Cinjin menerima serangan itu dengan dadanya. Tubuhnya segera ber-goyang2 tapi tidak membuatnya jatuh ambruk. Wanita itu tersenyum mengejek melihat keadaan sang Tosu, tubuhnya ringan seperti walet melayang turun ke atas batu. Jarinya yang putih bersih seperti perak menunjuk ke arah Hian Kie Hiat Cie Yang Cinjin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hm! Aku tidak percaya kau memiliki ilmu kebal. Kuingin lihat dapatkah kau bertahan atas sebuah jariku?" katanya dingin. Tapi lengannya segera ditarik kembali waktu melihat darah mengucur dari mulut Cie Yang Cinjin. Ia bingung dan ragu2, dengan setengah memaksakan diri jarinya membuka mulut si Tosu dengan paksa. Tiba2 ia menjadi terkejut. "Kau... kau... kau..." katanya kaget. Kiranya Cie Yang Cinjin sudah menggigit hancur lidahnya membunuh diri. Si wanita menjadi sedih. Dengan ter-sedu2 Ia memeluki jenazah si Tosu dengan penuh sesal. Hui Go Taysu menjadi kaget, pikirnya wanita itu membunuh Cie Yang Cinjin, dengan gusar Ia membentak dan menghampiri seraya menyerang dengan tongkatnya. Dalam sedihnya wanita itu seperti tidak mendengar kejadian di sekeliling, sewaktu Ia merasakan keadaan tidak benar, tongkat sudah sampai. Untung ia memiliki ilmu ginkang yang 'luar biasa', cepat2 merapung ke udara dengan membawa jenazah Cie Yang Cinjin. Lalu hinggap di punggung burung Hoo dan segera berlalu. Hui Go Taysu menyerang tempat kosong, padahal Ia melihat tegas tongkatnya hampir berhasil melukai musuh, dengan heran Ia terpekur sambil melihati kepergian wanita itu. "Segera kau tulis kejadian malam ini berikut perempuan yang tidak terang asal-usulnya di dalam Bu Lim Tiap! katanya pada Pek Tok Thian Kun. "Bagaimana menulisnya?" kata Pek Tok Thian Kun seraya mengasongkan Bu Lim Tiap dengan lengan kanannya di samping itu Ia mengumpulkan tenaga penuh kepada Bu Lim Tiap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hui Go Taysu tidak tahu dan tidak menduga bakalan dicelakakan secara pengecut, begitu Ia menyambut Bu Lim Tiap segera merasakan tenaga keras menyerang dirinya, kagetnya tidak alang kepalang. Tapi apa daya, tidak ada jalan untuknya mengegos lagi. Karena batu itu kecil sekali, tubuhnya tak ampun jatuh ke dalam air dari mulutnya keluar darah merah. Pek Tok Thian Kun ter-bahak2 sambil berlalu. Berbarengan dengan itu Hui Go Taysu memaki kalang kabut dari dalam air. Lalu keadaan menjadi sunyi hanya bunyi genta terdengar beruntun sebanyak lima kali. Siapa pun tidak akan menduga segala dendam dan permusuhan sudah tersebar luas. Sinar surya mulai keluar mengusir kegelapan. Kebaikan dan kebajikan tidak berhasil mengalahkan kejahatan pada malam itu, akan demikian teruskah? -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oMusim salju terasa dingin, lebih2 keadaan di gunung Bu Tong, lereng2 gunung menjadi putih. Sinar matahari yang memancarkan terang menyorot salju membuat pandangan berkunang-kunang. Di balik pohon2 cemara yang hijau terlihat seorang Hweesio tua dan dua Hweesio kecil mendaki gunung. Mereka dapat berjalan cepat seperti di tanah datar, menunjukkan limu ginkangnya sudah tinggi. Dalam sekejap tibalah mereka di suatu tempat yang bertulisan tiga huruf "jurang melucuti senjata". Begitu melihat peringatan "harus melepaskan senjata" mereka menjadi diam sejenak. "Supek? Perlukah kita..." tegur salah satu Hweesio kecil dengan hormat. "Tidak usah," potong si hweesio.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dua Hweesio kecil menjawab: "Baik," lalu mengikuti langkah Supeknya mendaki ke atas. Di bawah terangnya surya, tiga senjata mereka menjadi ber-sinar2. Sewaktu mereka melewati (pepohonan cemara terdengar suara seorang yang tengah gusar: "Sekali ini kau akan lari ke mana? Kalau tak kubunuh jangan sebut orang, hm, akan kubeset kulitmu, ku-cingcang dagingmu agar kau selamanya tidak bisa menitis menjadi manusia lagi! Kata2 yang kejam dan ganas ini membuat mereka menjadi bergidik. "Bu Tong Pay dan Siau Lim Sie merupakan partay terbesar yang dihormati kaum rimba persilatan, kenapa ada yang berani main gila di sarang harimau?" pikir si hweesio. Kembali terdengar kata2 orang itu. "Kau kira sesudah berhasil menggigitku bisa membuatku mati? Kau jangan bermimpi. Andaikata benar, kaupun harus mati terlebih dulu!" Semakin mendengar semakin membuat si hweesio heran. Dicobanya melihat ke dalam, tapi daun yang rimbun membuatnya tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam situ. "Sun In, San Ko, kau jaga di sini dan jangan sembarangan bergerak, aku ingin melihat siapa manusianya yang berani main gila di Bu Tong San," kata si hweesio kepada dua pengikutnya. Begitu ia masuk segera memasang lengan di dada dan mengangkat tongkat siap siaga atas sesuatu yang tidak dikehendaki. Tapi di dalam pepohonan itu tidak terlihat barang seorangpun, suara yang didengarnya tadi entah dari mana datangnya? Ia menjadi kesa1 dan balik kembali untuk melanjutkan perjalanannya. Tapi suara tadi itu mulai terdengar lagi begitu ia menggerakkan kaki. "Kulihat kau bisa hidup berapa lama lagi?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sesudah meng-amat2i sejenak si hweesio segera mengetahui suara itu datangnya dari balik batu besar, tak heran ia tidak melihat orang itu. "Siapa?" bentaknya keras seperti bahana membelah bumi. "Siapa?" jawaban keras yang menggeledek terdengar dari balik batu. "Siapa yang berani mencampuri urusanku?" Berbareng dengan habisnya perkataan tersebut, terlihat sinar merah berkilat datang, bercampur pula bau amis menyerang datang. Kiranya seekor ular yang sudah dibeset kulitnya dan dagingnya hancur dilempar orang menghajar si hweesio. Si hweeesio menjadi sadar begitu melihat ular itu, Ia tahu salah paham, dengan cepat Ia mengebas dengan tangan membuat bangkai ular itu terpukul dan menghajar batu besar. Segera terdengar bunyi keras, karena batu itu segera terdorong roboh. "Ilmu Pek Pou Sin Kun yang teramat lihay dari Siau Lim," kata orang itu seraya mencelat keluar dari balik batu. Kau jangan sok aksi dulu, mari kita coba dulu dengan Kiam-hoat Bu Tong Pay, bagaimana?" Kira si hweesio orang itu seorang yang memiliki ilmu tinggi, tapi waktu mengawasi ia menjadi heran. Orang itu hanya seorang bocah tanggung berusia lima belas tahun. Si hweesio mengetahui bahwa bocah itu adalah murid dari Bu Tong Pay. "Ah, aku mana boleh melawannya dan membuat onar, lebih2 kejadian ini karena salah paham....." pikirnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi serangan si bocah sudah sampai, membuatnya terpaksa mengangkat tongkat menangkis. Begitu senjata beradu terdengar bunyi "krak" sekali. Anak itu menjadi kaget dan lari dengan kecepatan luar biasa, menandakan ginkangnya sudah sempurna. Di atas tanah menggeletak sebilah pedang kayu yang patah. Dengan menarik napas si hweesio menoleh kepada dua pengiringnya. "Mari kita berangkat!" katanya. Sementara itu, anak tanggung tadi kembali menampakkan diri dari balik pohon, diikutinya tiga Hweesio dari belakang. Tapi Ia tidak bsa berjalan cepat karena merasakan paha kirinya sakit sekali. Dengan cepat Ia menggulung celana. Terlihat olehnya warna hitam yang bengkak pada kakinya. Dengan kaget dan geregetan ia menghampiri kembali bangkai ular, dengan gemas di-injak2nya sampai hancur. "Kenapa kau menggigitku, bila tidak akupun tak akan melakukan demikian macam!" katanya. "Kau harus tahu barang siapa yang menggangguku, akibatnya akan begini!" Tiba2 perasaan sakit menyengat seperti antuk lebah membuatnya berkeringat menahan sakit, sungguhpun demikian Ia tidak merintih, hanya giginya berkeretekan. Ia tahu bisa ular itu sangat berbahaya, tanpa pikir panjang lagi, dengan cepat tempat yang kena gigit dipotong seketika. Dengan menahan sakit ia duduk membalut lukanya. Mendadak dari atas gunung terdengar genta dan tambur ber-talu2, bunyinya keras dan menggema keseluruh lembah dan jurang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sebal betul! Siang hari malam kalau bukan suara genta pasti suara tambur, membuat pusing kepala," gerutunya. "Heh! Beberapa tahun ini aku belum pernah mendengar suara tambur yang sekaligus dibunyikan dengan genta, mungkinkah di atas gunung terjadi sesuatu yang hebat? Ya, benar, pasti tiga Hweesio pembawa senjata yang membikin onar, keadaan ramai ini biar bagaimana harus kusaksikan. Dengan ter-pincang2 ia naik ke atas. Belum selang berapa lama dari atas gunung terlihat seorang Tosu muda menghampiri ke arahnya sambil memanggil: "Kiu Susiok! Sucun memanggil kau lekas2 masuk ke dalam biara Sam Goan Kuan. "Ceng Siong! Apakah kau buta? Bukankah aku tengah menuju kesana?" jawab si anak. Ceng Siong biar lebih tua dari si anak tapi berkedudukan lebih muda. "Kiu Susiok, maukah kugendong? karena siang2 sudah mengetahui si anak ter-pincang2. "Apa katamu? Menggendongku? Mungkinkah? Pergi! Pergi! Jangan membuatku gusar," bentaknya seperti orang dewasa. "Ceng Siong, apakah kau tahu sebab apa aku dipanggil? tambahnya. "Tidak terlalu tegas, tapi seperti tiga Hweesio..." "Tiga Hweesio yang membawa senjata?" potong si anak. "Kenapa Kiu Susiok bisa tahu? "Kenapa tidak?" jawab si anak, dilihatnya Ceng Siong mengawasi pada kakinya yang luka. membuatnya mengerutkan kening, ia kuatir timbul sslah paham, cepat2 Ia menjelaskan: "Kau jangan sok pintar dan men-duga2, lukaku bukan karena Hweesio itu melainkan digigit ular! Mungkinkah mereka datang untuk membuat onar?

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukan, karena Sucun tidak gusar atau memarahi mereka, melainkan memukul genta dan tambur mengumpulkan sekalian murid2 untuk menyambut. Anak itu yang bukan lain dari pada Kiu Heng tiba2 mengingat sewaktu gurunya turun gunung pernah mengatakan sesuatu kepadanya, membuatnya segera tahu maksud kedatangan dari tiga Hweesio itu. "Celaka, serunya, seraya berlari cepat2 tanpa menghiraukan pada luka dan sakit. Dengan napas memburu tibalah ia di dalam biara Sau Goan Kuan. Dilihatnya Cee Sie Supeknya tengah menemani si Hweesio yang dikemukakan tadi. Cepat Ia berlutut dan meminta maaf atas kekurangajarannya tadi. "Tapi guruku pernah mengatakan bahwa Hui Go Taysu sudah berusia tujuh puluh tahun, tapi kenapa menjadi muda begini, mungkinkah Ia sudah mempelajari llmu awet muda? pikir Kiu Heng. Dengan kedua matanya Ia melihat peninggalan dari pedang gurunya yang bernama Kim-liong-cee-hwee-kiam terletak di atas meja. Tak terasa lagi matanya menjadi merah, air matanya pun segera menggenangi di dalam kelopaknya, lalu mengetel turun. "Aku tidak boleh menangis, aku laki2 sejati mana boleh di depan mereka menangis," pikirnya. Cee Sie Tojin baru melihat tegas bahwa anak yang berdarah dan menderita luka itu adalah Kiu Heng, dengan kaget ia bertanya: "Heng-jie! Kenapa kau? Coba sini kuperiksa! nada suara yang manis dan penuh rasa kasih sayang. "Supek! aku tidak kenapa-napa!" jawab Kiu Heng. "Hanya digigit ular."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ular apa? "Tidak kutahu namanya," kata Kui Heng, "tapi jangan kuatir tempat yang digigit sudah kupotong." Dengan kasih sayang Cee Sie Tojin mengelus-ngelus kepala Kiu Heng. "Heng-jie! Gurumu sudah ..........." "Aku sudah tahu, supek tak perlu mengatakan lagi, potong Kiu Heng. "Aku tahu suhu sudah meninggalkan dunia yang fana ini, tapi tetap hidup di dalam hatiku. Aku tidak senang mendengar perkataan mati atau meninggal," pikirnya dengan sedih. "Heng-jie, kata Cee Sie Tojin, "ini adalah Cun Cu Taysu, Ciang Bun Hong Tio dari Siau Lim Sie. Kiu Heng menjadi kaget. Ia tahu dugaannya tidak salah, bahwa Hweesio itu adalah ketua Siau Lim Sie, tapi bukan Hui Go Taysu. Ia heran kenapa Siau Lim Sie bisa mempunyai dua ketua, mungkinkah Hui Go Taysu sudah meninggal dunia seperti gurunya? Tapi kenapa pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam bisa dibawanya? Tapi Ia seorang anak yang pintar, tidak mau terpekur terus cepat-cepat maju memberi hormat. "Terimalah, hormat Siautee," katanya. Cun Cu Taysu berkedudukan sama dengan Kiu Heng, lekas membalas hormat. "Sutee tak perlu memakai banyak peradatan. Bagaimana dengan Hui Go Supek......?" tanya Kiu Heng. "Sudah pulang ke alam baka, potong Cun Cu Taysu. "Karena itu Pinceng harus mengurus jenazahnya dan bersembahyang seratus hari, sehingga terlambat datang ke sini.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Taysu, dapatkah menjelaskan siapa pembunuh guruku dan bagaimana kejadiaannya?" kata Kiu Heng. "Dalam hal ini Pinceng tidak tahu jelas, sewaktu Siansu (membahasakan guru sendiri yang sudah meninggal) kembali dari See Ouw, sudah luka parah, beliau tidak bisa bicara seperti sedia kala. Tapi sebelum meninggal beliau mengatakan dengan terputus-putus seperti berikut: Pedang panjang... Bu Tong San... Kiu Heng... perempuan. Kata2 dari Siansu ini sudah dipelajari baru kutahu garis besarnya, begitulah sesudah beres berkabung, kami datang ke sini." Kiranya sesudah Hui Go Taysu dicelakakan Pek Tok Thian Kun, menderita luka hebat. Si hweesio tahu dirinya akan mati, tapi dengan penuh daya kekuatan dan tak menghiraukan sakitnya, terus berjalan cepat2 menuju Siau Lim Sie. Begitu tiba di tempat kediamannya, lukanya sudah parah betul, sebelum bisa menerangkan apa yang dialami dengan jelas sudah keburu menarik napas yang penghabisan. Kaum Siau Lim Pay mengetahui Ciang Bun Hong Tio mereka dicelakakan Pek Tok Thian Kun, tapi sesudah mengadakan rapat untuk sementara tidak boleh menyebarkan ke luar. Dan mengatakan Hui Go Taysu meninggal dunia karena sakit. Hal ini dilakukan mencegah terjadinya tumpah darah lebih hebat di dunia Bu Lim. Sedangkan soal sakit hati akan diselesaikannya di kemudian hari bilamana ada kesempatan. Begitu Kiu Heng mengetahui Hui Go Taysu mengatakan perempuan sebelum matinya, segera mengambil kesimpulan bahwa gurunya pasti dicelakakan perempuan. "Tahukah Taysu siapa yang dimaksud dengan perempuan itu?" tegurnya. "Pinceng tidak tahu!" jawab Cun Cu Taysu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Berapa orangkah yang pertemuan di See Ouw?

turut

ambil

bagian

dalam

"Terkecuali dari Siau Lim Sie dan Bu Tong Pay, masih ada Hoa San Pay yang diwakili Liau Tim Sutay dan Pek Tok Thian Kun. "Oh," kata Kiu Heng. Dalam empat orang hanya satu perempuannya. Hui Go Taysu pasti menunjuk perempuan itu adalah Liau Tim Sutay! pikirnya. Tapi Ia tidak memikir kenapa Hui Go Taysu menyebutkan Liau Tim Sutay dan hanya mengatakan perempuan? Cee Sie Tojin menyerahkan pedang Kim-liong-cee-kweekiam pada Kiu Heng. "Itu adalah pedang peninggalan gurumu, tampaknya di dalam pedang bersembunyi rahasia besar, baik-baiklah kau jaga." Dengan hormat Kiu Heng menyambut pedang itu dengan kedua tangannya. Dilihatnya di serangka pedang tertera bunyi: Kalau ingin tahu soalku terdapat di dalam pedang ini. Ia menjadi girang bercampur sedih. Girang karena gurunya tidak melupakan pada sakit hatinya dan memberi tahu. Sedih karena ditinggal gurunya. Dalam cemasnya, cepat2 ia mencabut pedang, tapi antara pedang dan serangkanya yang sudah ditekan Cie Yang Cinjin dengan ilmu Kiu Yang Sin Kang (sembilan kekuatan sakti), agaknya sudah seperti menjadi satu. Beberapa kali ia mencoba mencabutnya dengan sekuat tenaga. Sampai tangannya sakit belum juga berhasil menghunusnya. Ia menjadi malu dan buru2 keluar ruangan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dalam bidang lain anak ini cukup baik, hanya adatnya terlalu keras dan angkuh," pikir Cee Sie Tojin sambil menggeleng2kan kepala. Cun Cu Taysu melihat apa yang dikerjakan sudah beres segera mohon pamit. Cee Sie Tojin tidak dapat menahan, terpaksa mengumpulkan semua murid2 Bu Tong Pay menghantarkan kepergiannya Cun Cu Taysu dan dua pengiringnya. Hari ini Kiu Heng merasa tidak enak makan, seharian penuh ia menyekam diri di dalam kamar, waktu malam mendatang otaknya menjadi kacau dan berpikir-pikir tentang kejadian yang membuatnya masuk ke dalam suatu hidup sedih yang memilukan hati. Waktu itu Ia baru berusia lima tahun, ia masih kecil tapi tidak bisa melupakan kejadian di suatu malam. Saat itu tidak ada bintang maupun rembulan, Ia terjaga dari tidurnya. Sebelum bisa berteriak-teriak kaget, ada seseorang membekap mulutnya. lalu melemparkannya keluar pekarangan dan tepat masuk ke dalam sumur. Ia tidak menangis, hanya merasakan bahwa manusia itu terlalu tidak mempunyai kebajikan. Sampai dimana ia kena ditolong gurunya dari dalam sumur. Tampak rumahnya yang enak dan hangat sudah menjadi puing2 dan berantakan. Baris berbaris malang melintang mayat yang tidak berkepala memenuhi pekarangan tempat bermainnya. Diantaranya terdapat jenazah dari kakeknya, ayahnya, ibunya, saudara2nya, dan seluruh famili serta pengawal2 yang tidak kurang dari seratus orang. Di luar pintu tiang2 bendera yang biasa digunakan untuk mengibarkan bendera Wie Bu Piau Kie (perusahaan pengawal barang Wie Bu) berpancungan kepala2 manusia. Ia tidak menangis, hanya merasakan seluruhnya adalah darah,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terkecuali darah masih tetap darah dan kelak ia akan meminta darah membayar darah ..... Renungannya ber-bayang2 terus, membuatnya tidak bisa tidur. Bintang2 sudah menyepi hanya tinggal satu masih terlihat berkedip-kedip. Ia mengerutkan kening sambil mengusap-usap pedangnya, dengan senjata ini Ia akan melakukan tagihan darah. Ia girang dan mengucurkan air mata, lalu tidur sejenak, sesudah itu dengan tergesa-gesa ia bangun, tanpa banyak pikir lagi ia keluar pintu, dilihatnya murid2 Bu Tong belum pada bangun. Dengan tanpa pamit lagi ia meninggalkan Bu Tong San. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oMusim semi di Kang Lam indah sekali, burung kenari bersiul2 sepanjang pagi, bunga2 indah menerbangkan bebatuan harum, dunia sudah beralih dari kebekuan musim salju dan kembali pada kesegaran baru. Dalam sekejap mata Kiu Heng sudah melewati tiga bulan dengan penghidupan baru yang tidak karuan. Ia merantau kesana kemari tanpa arah tujuan dan tibalah di daerah Ciat Kang. Tiga bulan ini membuatnya kecewa, dadanya seperti ditembus anak panah yang tak mengenal kasihan, hancur luluh pengharapannya. Kini, terkecuali dari ilmu pelajaran yang pernah didapat dari gurunya, tidak ada kemajuan lain yang diperolehnya. Ingin ia mencari orang2 luar biasa guna menuntut ilmu, tapi tidak ada daya untuk menemuinya. Se-waktu2 timbul niatnya kembali ke Bu Tong San, menuntut penghidupan yang menjemukan dan mempelajari ilmu yang tidak bisa dipergunakan melawan musuh. Tapi perasaan hati kecilnya terlampau besar. Sehingga pikiran itu sekali timbul segera tertekan hilang lagi. Pikirnya berbuat demikian itu tidak berguna dan bisa ditertawakan kawan2 seperguruan. Ia ingin kembali sesudah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berhasil' menjadi seorang yang berilmu tinggi, agar saudara2 seperguruannya merasa iri dan kagum. Mengingat demikian kekerasan hatinya semakin hebat, tanpa mengenal lelah ia maju terus dengan harapan besar. Pada suatu hari Kiu Heng tiba di kota Sin Cong, pikirnya di kota besar demikian itu pasti tempat mengeramnya segala harimau dan naga. Tapi Ia berpikir salah. Terkecuali dari kaum penjual silat, tidak didapatkannya orang2 berilmu tinggi yang dikehendaki. Sepuluh hari ia membuang waktu di kota itu dengan harapan nihil. Hari ini Ia pergi keluar kofa untuk menghilangkan kesepian hatinya dan mengharap-harapkan ketemu orang luar biasa. Dengan langkah berat ia berjalkan perlahan-lahan. "Mungkinkah cita2ku tidak akan dikabuli alam? Kalau terus demikian macam, aku harus bagaimana?" pikirnya. Tiba2 ia mendengar suara kelenengan nyaring yang bercampur dengan ketoprakan kaki kuda, sungguhpun bukan suara musik tapi cukup menarik pendengaran. Dengan cepat penunggang kuda itu sudah tiba di hadapannya dan berhenti. Kui Heng menundukkan kepala terus sambil minggir membuka jalan. Anehnya penunggang kuda itu tidak melanjutkan perjalanan. Ia dongak memandang, tampak seekor keledai yang kokoh dan hitam mengkilap, lalu melihat kelenengan yang tergantung di leher binatang itu, hal ini membuatnya kaget karena kelenengan itu terbuat dari kumala yang mahal. "Penunggang keledai itu kalau bukan kaum bangsawan tentu seorang saudagar besar. Tapi kenapa berhenti di hadapan mukaku? pikir Kiu Heng tidak mengerti. Untuk mencari jawaban Ia menatap penunggang keledai itu. Ia menjadi kaget tapi tidak membuatnya berseru.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampak penunggang keledai itu adalah seorang tua yang sudah putih rambut janggutnya, mukanya pucat tidak berdarah, barang siapa melihatnya pasti akan merasa gentar. Waktu pandangan mata Kiu Heng bentrok dengan sinar mata orang tua itu membuatnya menggigil tidak karuan, karena matanya si orang tua lebih banyak putihnya dari hitamnya, memancarkan sinar terang berkilat-kilat memaksa membuatnya takut dan menundukkan kepala. "Dilihat dari Tay Yang Hiatnya yang menonjol demikian macam, pasti seorang berilmu tinggi yang luar biasa, tapi kenapa demikian adem dan tawar? Mungkinkah, aku dapat memperoleh beberapa pelajaran darinya?" pikir Kiu Heng. "Hm, kata si orang tua dengan dingin, seolah-olah menghina Kiu Heng seorang pengecut besar yang melihat matanya saja tidak berani. Mana bisa menjadi jago Bu Lim di kemudian hari? Begitu Kiu Heng mendengar suara ejekan, perasaan hatinya segera tersinggung, cepat2 memandang dengan gusar dan penuh keberanian. Tapi si orang tua sudah merapatkan matanya, dan menjalankan lagi keledainya. Kembali suara keleningan dan ketoprakan kaki keledai terdengar nyaring. Entah bagaimana Kiu Heng seperti kena guna2 juga mengikuti terus di belakang keledai. Sewaktu tiba di sebuah rumah makan yang besar, keledai itu berhenti sendiri tanpa diperintah. Si orang tua membuka matanya, seolah-olah Ia tahu bahwa Kiu Heng mengikutinya sedari tadi. Sedikitpun tidak menjadi heran, akan tetapi dengan sengaja tidak sengaja Ia melirik beberapa kali pada si anak. Sekali ini Kiu Heng tidak takut seperti tadi. Ia memandang pula dengan tersenyum.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suatu senyum persahabatan yang manis dengan harapan mendapat kesan baik dari si orang tua. Tapi si orang tua seperti tidak melihat saja, sedikit pun tidak menunjukkan perasaan apa2, ia berjalan perlahan-lahan ke dalam rumah makan dengan tenang sesudah turun dari keledainya. Lalu duduk di tempat yang sunyi dan menghadap jendela. Kiu Heng menjadi tertegun melihat pengawakan si orang tua. karena kalau dirinya dibanting tidak sampai sepinggangnya. Sejenak kemudian ia pun membusungkan dada meniru lagak si orang tua masuk ke dalam. Sambil jalan otaknya sambil terpikir: Orang tua ini jangkungnya luar biasa sekali. tak ubahnya dengan Bu Siang Kui (setan jangkung). Oh, yang tepat adalah setan jangkung yang putih." Berpikir sampai di situ hatinya mengingat: "Oh," serunya tak terasa. Cepat2 ia berhenti melangkah, wajahnya berubah ketakutan, dengan sinar mata cemas Ia memandang si orang tua jangkung. "Mungkinkah orang tua ini Cungcu dari Ban Seng Cung yang bergelar Pek Bu Siang dan bernama Siang Siu?" pikirnya. Ia adalah seorang dari jalan hitam kelas wahid dan ditakuti seluruh Kaum Bu Lim. Teringatlah gurunya sering menceriterakan keadaan dunia rimba hijau. Ia ingat bahwa Pek Bu Siang dilukiskan gurunya seorang yang berwajah tawar dan beku, tapi memiliki ilmu tinggi yang hebat. Sewaktu terjadi pertemuan di Thian Tie ia menjadi jago tanpa tandingan, tapi akhirnya kena dikalahkan Jiak Hiap Kong Tat. Sejak itulah ia menyembunyikan diri di pegunungan sepi, sehingga tersebar kabar ia sudah mati.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ah, tak mungkin dia, bantah Kiu Heng pada dirinya sendiri. "Hei! Bocah apa perlumu datang ke sini, kau harus tahu inilah Cui Hong Ciu Lauw (rumah makan burung Hong hijau) yang terbesar dan kenamaan," kata pelayan rumah makan. Perkataan yang berbau menghina ini membuat Kiu Heng sadar dari lamunannya. Cepat2 ia merogo sakunya yang masih mempunyai beberapa gelintir perak hancur. "Tak perduli rumah makan yang bagaimana besarpun untuk makan sekali tidak menjadi soal, pikirnya. Lalu ia memandang kepada pelayan dengan garang. Tampak pelayan itu tengah mengawasi dengan mata yang menghina dan mengejek, hal ini membuatnya panas, dengan keras ia berkata: "Hai, kau boleh sediakan segala makanan untuk Siauya makan! Tiba2 ia merasakan perkataannya ini kurang tepat, ia kuatir pelayan itu mempersukar dirinya dan memberikan segala sayuran sebanyak-banyaknya. Bagaimana jadinya kalau sampai tak kuat membayar? Bukankah ia harus malu di muka umum? Sungguhpun ia masih kecil tapi sudah mempunyai malu, lekas2 Ia mengubah perkataannya barusan. "Hai, jangan banyak2, karena Siauya baru makan!" serunya. "Kurang ajar, siang2 aku menemui setan!" pikir si pelayan, Mana ada aturan sepiring nasi dibagi dua. Inginkah kau makan perdeo? Awas kalau kau anglap, perhitunganmu bakal salah. Pendeknya kalau kau tak bayar, kulitmu akan kubeset, gerendeng si pelayan di dalam hati. Tapi sewaktu ia memandang pedang panjang Kiu Heng, pikirannya menjadi berubah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ah, bocah ini masih mempunyai pedang yang dapat digadai, gelagatnya aku tak bisa membeset kulitnya," pikirnya lagi. Saat ini keadaan rumah makan tengah ramainya, tidak ada tempat kosong lagi. Hanya ada sebuah kursi yang masih kosong, yakni yang di sebelah orang tua jangkung. Tanpa memperdulikan Kiu Heng senang atau tidak, segera menunjuk kursi itu. Hal ini cocok dengan permintaan Kiu Heng, dengan girang Ia ke sana. Tak perduli ia seorang jahat yang menggemparkan Bu Lim dengan kekejaman dan ketelengasannya, yang penting aku harus mencapai cita2-ku. Tapi harus menantikan ketika baik. Bila tidak, bisa2 aku mati konyol secara kecewa, pikirnya. Si orang tua makannya sangat lambat, seperti tengah mempunyai urusan lain yang maha penting, dan terpancang pula seperti menantikan seseorang. Sehingga Kiu Heng yang semeja dengannya tidak pernah dianggap ada. Perlakuannya yang demikian adem dan kecut, seolah-olah di dalam dunia ini terkecuali dia sendiri tidak ada orang kedua lahir hidup, membuat sekali pandang sudah nyata bahwa ia bersifat menyendiri. Sesaat kemudian orang tua itu berdehem dua kali. Kiu Hrng menengok, hatinya menjadi terkejut: Dua mata si orang tua yang bersinar tajum dan dingin menatap ke arah pintu tanpa berkedip, mukanya yang beku dihiasi senyum dingin yang getir. Kiu Heng yang pintar segera menduga bahwa di rumah makan ini akan terjadi onar hebat, cepat2 Ia memandang keluar. Ia menjadi heran karena tidak ada sesuatu yang menimbulkan kecurigaannya, otaknya menjadi heran tak mengerti.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 dari arah luar dua kuda yang berlari cepat datang ke rumah makan, penunggangnya sudah turun dengan cepat dan berdiri berjajar di depan pintu. Yang berdiri di sebelah kiri adalah seorang tua botak, yang berwajah welas asih. Wajahnya merah bersinar. lengannya memegang tongkat besi yang panjang. Yang di sebelah kanan adalah seorang tua gemuk yang tembem, perutnya gendut, lengannya memegang kipas yang digoyang-goyangkan. Sungguhpun mereka sudah tua tapi semangatnya masih gagah, gerak-geriknya sangat lincah, sinar mata mereka tajam menyapu sekeliling, sekali lihatpun orang akan tahu bahwa mereka adalah jago yang berkepandaian tinggi. (Bukankah mereka ini yang bergelar Thian Lam Sam Cee (tiga bintang dari Thian Lam), yang botak itu pasti Siu-cee Kong Say Lam San dan yang gemuk adalah Hok-cee-kong Sin Tong Hai. Mereka tinggal di daerah Thian Lam, kenapa bisa datang ke Ciat Kang? Ah, apa hubungan mereka dengan si orang tua jangkung? Kalau begitu biar si orang tua jangkung berilmu bagaimana tinggi pun mana bisa menang melawan mereka berdua?" pikir Kiu Heng. Entah bagaimana perasaan kuatir atas keselamatan si orang tua jangkung timbul di hatinya. Memang dua orang tua yang baru datang itu adalah dua dari tiga bintang Thian Lam, sedangkan seorang lagi yang bernama Hok Sam Kang dan bergelar Liok-cee-kong tidak menampakkan diri. "Ih, bukankah itu Siang Siu-heng?" kata mereka dengan kaget. "Ah, tak kira si orang tua ini benar2 Siang Siu adanya," pikir Kiu Heng. Si gendut Sin Tong Hai pura2 terkejut.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aiihh,' serunya, "Kita seperti buta saja! Sesudah melihat keledai hitam yang bernama Cui-hong-pen-goat seharusnya berpikir bahwa Siang Heng berada di sini. Benar2 harus mampus, Lo Toa lekas kau minta maaf, jangan sampai membuat Siang Heng, gusar dan mencengkeram kita, bilamana sampai begitu urusan jadi berabe!" Ia seperti berkata-kata pada diri sendiri, tapi mirip pula berkata pada saudaranya, tapi suaranya cukup terdengar Pek Bu Siang. Kiu Heng tidak mengetahui persoalan antara mereka dan tidak dapat menangkap makna2 dari perkataan Sin Tong Hai itu berupa sindiran tajam untuk Pek Bu Siang. "Pek Bu Siang ini benar2 kenamaan sekali, sampai Thian Lam Sam Cee yang menggetarkan empat penjuru masih merasa jeri, pikirnya. "Siang Heng sehabis berpisah pasti baik2 saja bukan? Masih ingatkah dengan kawan lama? Tiga puluh tahun kita berpisah, tampaknya Siang Heng masih tetap sejaya dulu, bahkan kuyakin ilmu Pai Kut Sin Kang (ilmu tulang kering) sudah diyakin sampai tarap sempurna," kata Siu-cee-kong Say Lam San sambil membungkukkan tubuh. Pek-bu-siang Siang Siu membalas hormat tanpa berdiri. "Tak kukira Thian Lam Cee yang kenamaan di masa lalu bisa berubah menjadi Thian Lam Sam Ciu (tiga badut dari Thian Lam)! Ha ha ha! jiwi tidak berasakah lagak yang demikian itu terlalu menyebalkan yang melihat? Hm, satu lagi kemana? Mungkinkah pulang ke rumah mertuanya? Beberapa hari yang lalu aku masih melihat ia bersama kamu mengikutiku secara mencurigakan, kenapa kini tidak terlihat mata hidungnya? Mungkinkah tidak mempunyai muka dan malu karena kejadian yang dulu? Sebenarnya Ia tak perlu demikian, biar bagaimana kita toh tetap kawan lama bukan? Ha ha ha!" kata Pek-Bu-siang Siang Siu sambil ter-tawa2.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biar Ia berkata-kata demikian banyak, mulutnya tidak terlihat bergerak-gerak, karena Ia mengeluarkan suara dari hidung, apa yang diucapkan kedengarannya, tak sedap sekali dan menusuk pendengaran. Kiu Heng pertama kali mendengar ia berkata-kata. Bulu romanya menjadi bergidik dan pada bangun. Sesudah selesai Ia berbicara, Kiu Heng baru merasa tenteram kembali. Say Lam San dan Sin Tong Hai merasa malu dan jengah, karena dalam beberapa bulan ini mereka membayangi pada Siang Siu. Pikir mereka tidak diketahui, siapa tahu perbuatan mereka, siang2 sudah diketahui. Karena perbuatannya dibuka dan membuat mereka malu atau dikarenakan perkataan Siang Siu yang demikian kasar dan sombong membuat mereka gusar. Dengan wajah dongkol Sin Tong Hai memandang tajam kepada Siang Siu. Say Lam San lebih tenang dari saudaranya. cepat2 memberi tanda dengan mata. lalu ia tertawa: "Kalah menang dalam perkelahian adalah soal biasa, lebih2 kami yang berupa bintang2 kecil berkelap-kelip mana bisa menang melawan Siang Heng yang terang seperti matahari? Sungguhpun pernah menderita kekalahan dari Siang Heng, tapi kejadian itu sudah berlalu tiga kali sepuluh tahun, kini kita bertemu lagi. Kupercaya kalah menang itu tidak bisa ditentukan terlebih dulu!" "Siang-heng," kata Sin Tong Hai melanjutkan perkataan saudaranya, "Saudara kecil ini pasti adalah murid kebanggaanmu bukan? Sehabis berkata tubuhnya memiring sedikit, lengannya terangkat dan menepuk pundak Kiu Heng. Lengannya ini dikerjakan dengan maksud lain dan bukan untuk melukai! Orang2 di kalangan rimba hijau mengetahui dengan jelas bahwa Pek-bu-siang Siang Siu adalah manusia aneh menyendiri, tidak mempunyai kawan maupun murid, kesana

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kemari seorang diri. Pendeknya bilamana orang2 yang tidak mempunyai hubungan dengannya, biar mati di depan matanya, tak akan Ia menolong. Dibiarkan saja sejadinya, mau mati kek mau hidup kek bukan urusannya. Kehidupannya itu demikian terus adanya dan belum pernah dilanggarnya atau dikecualikan. Sin Tong Hai melihat Kiu Heng yang serupa dengan anak jembel berada di dalam rumah makan yang mewah dan duduk di sebelah Siang Siu yang terkenal sebagai orang kejam nomor wahid, sehingga merasa heran dan ingin tahu. Karena itu lengannya yang ditepukkan pun tidak menggunakan tenaga besar. "Jika anak ini bukan murid Siang Siu, pasti tidak akan ditolongnya, mana boleh meninggal dengan konyol di tanganku, pikir Sin Tong Hai. Kiu Heng mana tahu si gemuk mempunyai pikiran demikian, begitu melihat tangan datang ke arahnya menjadi terkejut, sekali. "Celaka, biar aku belajar sepuluh tahun lagi mana bisa melawannya," pikirnya. Ia ingin mengegos tapi menjadi urung, karena ia berpikir lagi: "Aku ingin melihat apakah Ia akan diam saja melihat kematianku? Dengan tenang Kiu Heng berduduk terus seperti tidak melihat apa yang tengah mengancam dirinya. Entah bagaimana Siang Siu yang biasanya tidak mencampuri urusan orang segera menggerakkan lengan kanannya dengan kecepatan kilat. Tentu saja membuat Sin Tong Hai tidak habis mengerti. Ia kaget karena mengetahui di dalam kuku musuhnya mengandung racun yang luar biasa, bilamana kena dicengkeramnya sedikit, kulit dan sebuah pukulan segera akan menjadi mati tak tertolong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tanpa ayal lagi Ia mencelat beberapa tombak, sungguhpun berhasil menghindarkan diri dari bahaya, keringatnya mengucur deras, tanda kagetnya. "Pengemis kecil ini pasti muridnya Siang Siu," pikir Sin Tong Hai begitu melihat musuhnya bergerak. Padahal ia tidak tahu bahwa Siang Siu sudah melakukan kekecualian atas tradisi yang dilakukan. Ia turun tangan untuk orang yang tidak dikenal. Cepat2 ia menarik tangannya. "Siu-peng, kau sudah berpuluh tahun hidup di dunia, mungkinkah muka tuamu itu sudah menjadi tebal?" berkata Siang Siu. Tanpa menantikan jawaban diserangnya Sin Tong Hai dengan ilmu Pai-kut-sin-kang, terdengar lengan kirinya berkeretekan dan segera mengulur agak panjang, ser! sekali, tahu2 lengan itu seperti tidak mempunyai tulang, lemah gemulai dan bergoyang-goyang. Dapat diputar sesuka hatinya ke mana jurusan pun, karena tidak terikat engsel2 tulang. Jarinya terbuka lebar, kukunya yang panjang2 tak ubahnya dengan ujung pedang. Ia memutarkan tangan seperti menyapu dan mencengkeram, deruan angin yang ditimbulkan sangat dingin dan langsung menyerang kepada Sin Tong Hai. Dengan kecepatan kilat ilmu kipasnya yang bernama Taypu-bu-tee-san-hoat dilancarkan cepat, ujung kipas yang tajam digunakan seperti pedang, menabas lengan Pek-bu-siang. Tanpa mengegos atau mengganti jurus, Pek-bu-Siang bersenyum dingin secara angkuh, seolah-olah serangan musuhnya itu tidak dipandang sebelah mata. Sehingga membuat Sin Tong Hai bertambah gusar. Sewaktu kipasnya sampai di tengah jalan, segera mengempos semangat menambah tenaga dan berhasil mengenai lengan baju musuhnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat inilah Siang Siu terbahak-bahak. Lengannya bergoyang halus seperti ranting pohon dan berputar cepat menghindarkan serangan musuhnya, sesudah itu sebuah lengan kirinya melakukan serangan balasan tidak kalah cepatnya mengarah tenggorokan. Sin Tong Hai cukup berpengalaman dan sering menghadapi musuh besar, begitu merasakan serangannya yang hampir berhasil mengenai tempat kosong, segera sadar keadaan tidak baik, perutnya segera dikembungkan, bagian atas dari tubuhnya segera mental ke belakang. Tak kira lengan Pek-bu-siang kembali berbunyi dan bertambah panjang lagi. Keruan saja Sin Tong Hai bertambah kaget, untung masih keburu ia menjalankan jurus Tiat-pankiau, tubuhnya melengkung ke belakang dan mental seperti terlepas dari rintangan. "Bret!" terdengar suara pecah. Kiranya Sin Tong Hai biar berhasil menghindarkan diri dari serangan musuh, tapi bajunya kena tersobek. Sehingga bagian dadanya yang gemuk tampak keluar, ia kaget dan pucat mukanya, dengan bengong Ia berdiri di samping. Kiu Heng merasa kaget dan girang. Ia merasa kagum pada kepandaian Pek-bu-siang. "Kalau ia mau memberikan beberapa pelajarannya ini bukan main baiknya, pikirnya dengan penuh pengharapan. "Lojie!" kata Say Lam San, "kepandaian Siang-heng nampaknya bukan menjadi tandingan kila, maka itu tak perlu heran kalau Lo Sam menderita kekalahan di tangannya. "Kulihat jiwie orang2 yang pandai dan pintar, karena itu kuminta kalau bicara sebaiknya terang2an saja, jangan ngelantur berputar-putar seperti lagak nenek2!" tegur Pek Bu Siang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagus!" kata Sin Tong Hai, kalau begini tidak sia2 perjalanan kami. Eh, katanya Siang-heng memiliki Sam Cun Giok Cee yang serupa dengan julukan kami, karena itu......." kata Sin Tong Hai. "Oh, kiranya kamu jauh2 mengintil terus ingin memperoleh benda ini," kata Pek Bu Siang seraya tergelak-gelak. "Memang Sam Cun Giok Cee itu ada padaku." Lalu dikeluarkan dari dalam kantongnya. Tatkala ini sekalian orang merasakan mata mereka menjadi terang, tampak di atas meja berdiri dengan baik sebuah patung kumala hijau yang tingginya lima dim, ukirannya yang demikian indah membuat patung itu seperti hidup. Sinarnya yang menyilaukan dan bagusnya yang membuat kagum. Benar2 benda antik yang tidak ternilai. Say Lam San dan Sin Tong Hai adalah orang2 Kang Ouw yang berpengalaman, tapi seumurnya belum pernah melihat benda semacam itu. "Benar benda langka yang tidak ternilai, kini hitung2 kami tidak sia2 berjalan jauh, karena bisa membuka mata melihat benda mustika," pikir mereka seraya melangkah mendekati. Pek-bu-siang cepat menyimpan kembali Sam Cun Giok Cee ke dalam sakunya. "Sebenarnya benda ini adalah warisan dari jieteeku. Kemudian entah bagaimana bisa berada di dalam istana raja. Beberapa bulan yang lalu dengan memeras tenaga dan mengadu jiwa aku berhasil mengambilnya kembali, katanya sambil larak-lirik. Sesudah itu melanjutkan lagi perkataannya: "Benda ini semacam benda pembawa sial. Waktu Jieteeku memperoleh benda ini dua bulan entah bagaimana tahu-tahu menjadi mati, andaikata kamu tidak percaya bahwa benda pembawa sial, tidak halangan........ ha ha ha....... karena masing2 memperolehnya bukan dengan jalan yang benar!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Say Lam San merengut, lalu mengambil teko arak dengan tenaga lweekangnya dibuatnya arak mendidih dan keluar melalui mulutnya seperti air mancur masuk ke dalam dua cawan, lalu mengangkat sebuah cawan dan berkata: "Mari! Siang-heng, Siautee meminjam arak menghormati dirimu dan meminta petunjuk juga darimu! Tanpa bangun atau berdiri Pek-bu-siang mengangkat cawan menyambut cawan arak itu. "Ah, jangan memberabekan! Ha ha! Arak dari Say-heng mungkin adalah yang terenak diminumnya katanya mengejek. Tampak dua cawan dibenturkan tanda dari menghormat, sekali-kali tidak mnerbitkan suara, melainkan menjadi nempel dan tidak bisa dipisahkan. Kiu Heng tahu bahwa mereka tengah mengadu Lweekang, masing2 memusatkan tenaganya ke dalam cawan. Seketika berlalu, tampaknya kalah menang sudah mulai terlihat. Pekbu-siang masih tetap duduk seperti semula sedangkan ilmu Pai-kut-sin-kang sudah disalurkan ke dalam cawan sehingga arak itu menjadi beku. Sedangkan Say Lam San sudah berkeringat. Ubin yang dipijaknya sering2 memperdengarkan suara berkeretek. Gelagatnya arak yang dibikin mendidih oleh tenaga dalam sudah kembali menjadi dingin, dan pasti per-lahan2 akan menjadi es. Seketika kembali berlalu tiba2 arak di dalam cawan Say Lam San mendidih lagi, seperti tenaganya belum dikeluarkan semua, dan kini baru digunakan. Pek-bu-siang menggigil juga dibuatnya. Dengan cepat ia memejamkan mata. Tampaknya tengah memusatkan tenaga dan semangat menghadapi musuhnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng merasa senang pada Pek-bu-siang, lebih2 sesudah mendapat pertolongannya, begitu melihat keadaan Pek-bu-siang terdesak, segera timbul akal bulusnya. Dua tangannya menekap mulut seperti mau bersin. "Hacihhh! sekali sikut kanannya dengan wajar menusuk ke bawah ketiak Say Lam San dengan telak. Hal ini di luar dugaannya. Tak ampun lagi Ma-hiatnya seperti kena ditotok, ia merasakan sekujur tubuhnya menjadi kaku dan hilang kekuatan tenaganya. Berbareng dengan ini terdengar "trang", dua cawan yang merapat tiba2 menjadi berpisah. Say Lam San menjadi pucat, tubuhnya terhuyung-huyung sesudah berdiri tetap segera meminum araknya. "Ilmu Siang-heng luar biasa sekali, aku mengaku kalah, tapi kalau Siang-heng tidak keberatan, esok malam kita bertemu lagi di kuil Kuan Tee Bio yang berada di puncak Cee In Hong di Oey San! Di situ kami bertiga akan meminta pelajaran lagi pada Siang-heng dengan menggunakan Sam-cee-pan-goat-tin (barisan tiga bintang menemui rembulan), bagaimana?" tanyanya terpaksa. Pek-bu-siang memandang pada menjawab, tapi meminum araknya. Kiu Heng. Ia tidak

Kiu Heng cukup pintar. Ia tahu bahwa Pek-bu-siang meminta dirinya menalangi menjawab. Sungguhpun ia merasa heran, tapi dengan cepat sudah menjawab: "Baik!" Say Lam San tentu saja percaja pada perkataan Kiu Heng, karena menganggapnya murid dari Pek-bu-siang. "Baiklah, sampai ketemu lagi pada hari esok! Sehabis berkata, segera ia memutar tubuh mengajak saudaranya berlalu. Sesudah mereka keluar dari pintu, Pek-bu-siang Siang Siu baru menarik napas panjang, lalu bangun. Kursi yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

didudukinya sudah hancur seperti tepung dan berantakan di lantai. "Oh, kiranya Ia takut bicara, sebab bisa membuyarkan tenaganya dan menyuruh aku menjawab!" pikir Kiu Heng. Ia menoleh ke tempat bekas Say Lam San berdiri, di situ tertera bekas tapak kaki yang dalamnya setengah dim, di belakang tapak kaki itu masih terlihat pula telapak kaki lagi, itulah telapak kaki Sin Tong Hai. Kiu Heng memandang pada Pek-bu-siang dengan kagum. "Lihay betul dia ini: Thian Lam Sam Cee dengan tenaga bergabung, mereka masih tidak bisa menang! pikirnya. Saat ini Pek-bu-siang sudah mengganti kursi lain, sehingga tempat makan yang ramai ini sudah menjadi sepi. Tamu2 yang demikian banyak entah kemana perginya, sedangkan pelayan dan pemilik rumah makan, berdiri jauh2 dengan wajah pucat. Sungguhpun Pek-bu-siang mempunyai tabiat aneh, cukup mempunyai perasaan juga. Ia tahu semua ini akibat ia mengadu silat dan membuat tetamu ketakutan. Cepat2 Ia merogo saku mengeluarkan uang perak lalu dilemparkan kepada kasir. "Terimalah ini, hitung2 mengganti kerugian kamu hari ini!" katanya sambil meminum arak lagi. Pek-bu-siang segera berdiam diri seketika lamanya, membuat Kiu Heng tidak habis mengerti, tapi ia cukup sabar untuk menantikan terus di samping tak pergi2. "Siau-cu (bocah kecil), coba kau terangkan kenapa kau bisa tahu aku akan turun tangan membantumu?" kata Pek-busiang dengan dingin, sesudah diam diri seketika lamanya. "Aku tidak tahu. Aku hanya mempunyai keyakinan kau akan menolong bahaya kematian yang akan terjadi di depan matamu!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Wajah kaku dari Pek-bu-siang tiba? menunjukkan senyuman, tapi segera ditarik kembali sebelum Kiu Heng melihatnya. "Anak ini aneh, berani betul mengadu jiwa dengan kepercayaannya, pikirnya. "Hai, tegurrnya lagi, "mungkinkah kau sudah tahu siapa aku? Tapi kau tidak tahu, akan sepak terjangku bukan? "Ya, kata Kiu Heng, "aku sudah tahu semua, tapi merasa heran kenapa kau memecahkan tradisimu dan membantu diriku?" "Ya jawab Pek-bu-siang mengakui. Ia merasa kalah dan si anak menang. Karena itu tidak menjelaskan terlebih panjang. Ia tidak habis pikir dalam keadaan yang mendesak bisa membantu Kiu Heng, karena itu ia terpekur sejenak sesudah itu baru bertanya lagi: "Siaucu, siapa namamu?" Kiu Heng mengerutkan kening, dua kali Ia disebut Siaucu, entah bagaimana sebutan itu membuatnya tersinggung dan tidak senang mendengarnya. Tapi untuk memperoleh pelajaran dari Pek-bu-siang, Ia bisa berlaku sabar. "Namaku Kiu Heng, katanya. Sesudah itu ia memalingkan muka keluar dan berkata dengan sombong. Lain kali kau jangan memanggil Siaucu lagi sesudah mengetahui nama itu, belum pernah aku mendengar orang memanggil demikian padaku? Tapi aku dapat memaafkan dirimu karena tidak tahu namaku!" Adapun nama Kiu Heng berarti dendam dan sakit hati. Pekbu-siang yang kenyang malang melintang di dunia hitam dan membunuh tanpa mengenal belas kasihan merasa kaget mendengar nama yang demikian itu. "Anak ini pasti mempunyai dendam dan sakit hati yang setinggi langit dan dalam seperti lautan!" pikirnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sungguhpun demikian, Ia tidak marah atas kelakuan Kiu Heng, berbalik semakin merasa suka dan sayang. "Anak ini pasti akan menjadi seorang jago aneh di kemudian hari," pikirnya lagi. Segera ia menganggukkan kepala. "Bagus, lain kali aku tidak mau memanggilmu Siaucu. Eh, apakah kau sadar, pertolongan yang kuberikan tadi itu segera membuat kaum Bu Lim menyangka kau sebagai muridku! Kiu Heng menganggukkan kepala. Ia tahu maksud Pek-busiang ingin menjadikan muridnya, tapi hatinya berpikir lain. "Dengan pelajaran yang kuperoleh darimu itu mana bisa dipakai membalas sakit hatiku? Suhu sudah mengatakan musuhku adalah jago kelas utama yang tidak ada tandingnya di kolong langit. Aku hanya bisa mempelajari berbagai ilmu dari macam2 perguruan baru mempunyai harapan melaksanakan cita2ku. Akupun merasa heran, suhu memiliki ilmu luar biasa kenapa tidak mau menurunkan kepadaku, dan hanya memberikan pelajaran Bu Tong Pay. Setiap kali aku memohon untuk mempelajarinya, ia selalu mengatakan: Sesudah kau mengetahui siapa musuhmu dan sudah menjadi ahli warisku, kau boleh menuntut balas. "Kini segala riwayat hidupku berada di dalam pedang yang tidak bisa kucabut ini. Pek-bu-siang salah kira, pikirnya Kiu Heng sudah mempunyai guru dan tidak mau menjadi muridnya lagi. "Heng-jie, dari sinar matamu dan pedang yang kau soren, pasti sudah pernah beladiar silat. Entah siapa gurumu itu?" tanyanya. "Guruku sudah... sudah meninggalkan dunia ini, lebih baik jangan menceritarakan soal ini! kata Kiu Heng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Manusia hidup harus mati, hanya waktu yang menentukan, perlu apa disedihkan. Yang lalu biar berlalu, yang baru harus ditempuh dengan baik! kata Pek-bu-siang. "Caramu berkelana di dunia Kang Ouw kurasa kurang tepat. Kalau kau tidak mempunyai lain tujuan yang baik, lebih baik kau turut denganku. "Terima kasih banyak atas perhatianmu, tapi aku mempunyai kesukaran untuk menerangkan bahwa aku tidak bisa mengangkat kau sebagai guru. Tapi aku menginginkan kau bisa memberikan pelajaran silat kepadaku, pinta Kiu Heng. Pek-bu-siang menjadi kaget. "Hm! Mungkinkah aku tidak cocok menjadi gurumu? Kau harus yakin inilah hokkiemu, orang lain biar memberi soja kepadaku tidak akan kuterima menjadi murid! Katakan... katakan... apa kekuranganku? Siaucu, jika kau tidak mau akupun tidak memaksa dan jangan 'bebelian' betul, lekas kau enyah dari mukaku! "Lucu! Kau kira dirimu kuperlukan betul? Pergi ya pergi! kata Kiu Heng seraya menjengkat keluar. Pek-bu-siang berpuluh-puluh tahun malang melintang di dunia Kang Ouw, belum pernah mendapat kesukaran seperti sekarang, karena dongkolnya sampai tak bisa bersuara. Setelah lama baru berkata: "Siaucu! Berani betul kau melawan Lohu, bosan hidup barangkali!" Lengannya segera terangkat, tulangnya berkeretek nyaring, ilmu beracun dari Pai-kut-sin-kang segera akan dilancarkan untuk merenggut nyawa Kiu Heng. Dengan gagah dan tidak takut, Kiu Heng berdiri di depan pintu, seolah-olah mati dan hidup tidak dipikirkan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek-bu-siang menjadi urung melihat keadaan ini. Ia merasa heran atas dirinya sendiri. Sejak kukenal urusan, belum pernah berlaku seperti sekarang, kenapa aku bisa ragu2 dan hilang kekerasan hatiku, mungkinkah sebab berjodoh dengan anak ini?" pikirnya. Lengannya segera diturunkan. "Kau pergilah! Tapi awas, kalau kedua kali berjumpa denganku, jiwa kecilmu akan tamat riwayatnya!" Dengan cepat Kiu Heng meninggalkan rumah makan. "Kenapa? Kenapa? demikian hatinya bertanya-tanya, Seorang golongan hitam yang terkenal kejam dan telengas bisa memperlakukan aku demikian baik?" Sebenarnya Pek-bu-siang pun mengalami pertanyaan yang tidak bisa dijawab, kenapa Ia bisa berbuat demikian. Hatinya menjadi ragu. "Mungkinkah dalam pertemuan kedua bisa tega menurunkan tangan jahat kepadanya? pikirnya. Sambil menghela napas panjang ia meninggalkan kursinya. Baru saja sampai di depan pintu, tiba2 dari arah luar datang seorang yang terhuyung-huyung dan tepat berbenturan dengannya. Pek-bu-siang mengira sedang diserang, sehingga menjadi kaget. Tapi sesudah merasakan benturan orang itu demikian lunak tak bertenaga, hatinya menjadi tenang kembali. Diawasinya orang itu yang beralis pendek dan hidung kecil, mulut lebar, badan panjang, usianya lebih kurang empat puluh tahun, matanya saju tak bersinar, dari mulutnya menyembur bau arak. Pikirnya segala pemabukan ini gila betul, lalu tidak memperhatikan lagi, cepat minggir dan pergi keluar. Keledai hitam begitu melihat majikannya keluar segera mendekati, dengan aleman keledai itu menggosok-gosokkan kepalanya ke pinggang tuannya. Pek-bu-siang merasakan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

napas keledainya panas betul. Ia menjadi terkejut, otaknya segera memikir sesuatu, sedangkan tangannya merogoh saku. "Celaka! serunya, karena Sam Cun Giok Cee yang di dalam sakunya sudah hilang tak berbekas. Dengan gusar Ia mencabut senjatanya yang berupa eloan hijau. Di atasnya tertulis delapan huruf yang berbunyi: "Kalau Pek-bu-siang tiba, segala urusan menjadi habis. "Copet jahanam, berani betul menimpa barangku! gumamnya seraja cepat mencari orang mabuk tadi. Tapi orang yang dicari sudah hilang tanpa bayangan. "Tunggulah hukumanmu," katanya di dalam hati. "Sesudah selesai mengurus pertemuanku dengan Thian Lam Sam Cee, biar kau lari ke manapun akan kukejar, tubuhmu akan kuhancurkan!" Cepat2 Ia mencemplak keledainya, kelenengan berbunyi, makin lama makin jauh dan hilang dari pendengaran. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oMalam bulan purnama, keadaan di Cee In Hong di depan Kuan Tee Bio tengah berlangsung pertandingan hebat yang jarang dapat disaksikan di dalam dunia Kang Ouw. Pek-bu-siang yang terkenal kejam tengah dikurung Thian Lam Sam Cee dengan barisan Tiga Bintang Mengitari Rembulan. Dalam perkelahian ini Pek-bu-siang tidak bisa memecahkan barisan musuh, sebaliknya Thian Lam Sam Cee pun dengan tiga tenaga mereka tetap tidak bisa membuat musuhnya luka. Pertarungan sudah berjalan enam jam, di luar tahu siapa pun terlihat sesosok tubuh anak tanggung tengah mengintai jalannya pertandingan dengan penuh perhatian. Anak ini bukan lain dari pada Kiu Heng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sejak Ia berpisah dengan Pek-bu-siang segera mendahului datang ke Oey San dengan harapan dapat mencuri pelajaran Pek-bu-siang dan Thian Lam Sam Cee. Karena Ia datang terlebih dulu dari yang lain, segera mencari tempat bersembunyi di dalam bio, lalu tidur. Tiba2 ia terbangun mendengar percakapan orang. Dengan hati2 ia membalik tubuh dan mendengar percakapan orang2 itu. Yang ber-kata2 itu adalah Thian Lam Sam Cee, mereka memperbincangkan soal Sam Cun Giok Cee, sebelum perkataan mereka dikatakan panjang lebar, dari arah jauh mendatang suara keledai dari Pek-bu-siang. Mereka tidak banyak bicara lagi segera bertarung. Dari perkelahian ini terdengar suara deruan angin. Kiu Heng mengetahui perkelahian berjalan sudah sampai di puncak sengitnya, cepat ia keluar dari tempat persembunyian. Apa yang dilihatnya membuatnya heran, karena cara mereka bertarung itu berjalan lembek, tidak mengadu jiwa dengan sengit, melainkan seperti bergurau. Empat orang berada di sebuah lapangan rumput yang lebih kurang sepuluh meter persegi berputair-putar lalu bergerak, kemudian mengadu tangan dan demikian seterusnya. Perlahan-lahan pertarungan masih tetap berjalan ayalayalan, tapi sudah masuk ke dalam ketegangan. Hal ini nyata dari paras keempat orang; Pek-bu-siang yang pucat beku tidak membayangkan sesuatu tapi kedua alisnya yang sudah dikerutkan menandakan sudah mengeluarkan tenaga penuh. Sedangkan di antara Thian Lam Sam Cee terkecuali Say Lam San, yang dua lagi sudah berwajah merah seperti dibakar. Tiba2 Thian Lam Sam Cee berpekik keras secara berbareng, lalu melakukan serangan bertambah gencar, mereka melancarkan serangan tangan, di balik itu sudah menghunus senjata-senjatanya. Tampaknya Sam Cee Pan Goat Tin baru memperlihatkan kekuatan sejatinya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek-bu-siang pun tidak mau ketinggalan, senjatanya yang berupa eloan segera dihunus, dengan kelincahan tubuhnya tiga serangan senjata musuh kena diegos lalu disingkirkan dengan senjatanya. Pertarungan yang berjalan demikian cepat tidak dapat terlihat tegas oleh Kiu Heng. "Apa yang harus kucuri untuk dipelajari?" gumam Kiu Heng. "Mereka bertarung terlampau cepat, biar seumur hidup kudapat mencuri lihat pun tak mungkin dapat mempelajarinya barang setengah jurus. Sementara keadaannya. itu medan perkelahian sudah berubah

Liok-cee-kong Hok Sam Kong sewaktu membentangkan jurus Kim Tiau Can (garuda emas membentangkan sayap) menarik lengannya terlampau lambat, sehingga lengan kanannya kena kesabet senjata musuh nya, segera Ia merasakan sakit yang pedih. Berbareng dengan itu Siang Siu sendiri pun tidak luput dari senjata Sin Tong Hai, bajunya tergores pecah. "Kekagetan dan kegusaran Pek-bu-siang tidak alang kepalang. Dengan mengerang keras senjatanya berkilat cepat dengan jurus Liu Heng Kan Goat (meteor mengejar rembulan), geraknya lincah. satu jurus menyerang ketiga penjuru. Tampaknya seperti di kanan lalu terlihat pula di kiri, sukar menduga di sebelah mana yang akan diserang. Say Lam San yang bersenjata tongkat berani melawan keras, sedangkan kipas Sin Tong Hai dan Giok jie Ie (senjata yang berupa kumala) Hok Sam Kang, sedikit pun tidak berani melawan keras. Karena itu, mereka terpaksa mundur beberapa langkah menghindarkan beradunya senjata. Hal ini membuat Pek-bu-siang memikir untuk menghancurkan barisan musuh dengan cepat dan kekerasan. Tubuhnya segera merapung ke udara, lalu menyergap turun pada Sin Tong Hai, ia benci kepada si gendut ini karena merobek bajunya. Begitu senjatanya menghajar, musuhnya sudah tidak berdaya lagi,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tapi mendadak ia merasakan suatu tenaga kuat yang memaksanya turun dan kembali ke tempatnya semula. Tenaga yang bersembunyi itu adalah jurus penyelamat dari barisan, barang siapa di antara mereka mendapat gempuran dan tidak bisa menangkis lagi, dua kawannya yang lain meminjam tenaga putaran mereka mendorong dengan bengis, sedangkan seorang lagi menyedot kuat sehingga kawannya yang tengah tergencet dapat pertolongan dan mendapat ketika untuk melancarkan serangan. Pek-bu-siang tidak mengetahui tenaga kuat dari mana datangnya itu merasa tidak boleh bentrok, karena jiwanya akan berada dalam bahaya. Dengan ................. Pek-bu-siang .............. kepandaian ............. merasakan tekanan dari musuhnya lebih hebat dari semula. Senjata tongkat dari Say Lam San ........... kekuatan ............... sedangkan serangan dari Sin Tong Hai. Hok Sam Kang............. bung menjadi................ kan tekanan ............... Pek-bu-siang Siang Siu................ ki senjata eloan ............ lan Pai-kut-sin-kang ............ seketika terdesak dan keteter. Seketika berlalu, wajah pucat dan beku dari Pek-bu-siang mengeluarkan keringat, otaknya berputar keras untuk memecah barisan. Ia tahu bilamana bisa keluar dari kurungan berarti bisa memperoleh kemenangan. "Siang-heng, sebenarnya kita adalah kenalan lama di dunia Bu Lim, untuk apa ma............nya, karena ..............gan mendapat..........tiga musuhnya ............... memperhatikan ............. n2 Ia meng-.............. sehingga berhasil .......... menjadi girang. ...............girangnya selesai .............dengan matanya silau. Karena Giok-jie-ie musuh hampir tiba di perutna. Ia mencoba menangkis dengan senjatanya, apa mau dikata serangan musuh lain sudah berkesiur di belakang tubuhnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan demikian ia tidak berani menangkis, melainkan mengegos secepatnya. Akan tetapi dengan berbuat demikian ia terkena perangkap Sam Cee Pan Goat Tin. Tubuhnya segera terjepit dan terkena hajaran kipas Sin Tong Hai, sehingga membuatnya kesakitan berbareng dengan itu Ia pun membalik tangan dan berhasil membuat Sin Tong Hai terpental beberapa tombak. "Ha ha, Pek-bu-siang Siang-sin menjadi jago golongan hitam dapat menukar jiwanya dengan dua musuh-musuh cukup berharga. Say Lam San apakah kau masih mau pibu? Siang Siu akan melawanmu dengan tenaga yang penghabisan, ba gaimana? Liok-cee-kong Hok Sam Kang sesudah melepaskan Giok-jieienya segera tidak terlihat bergerak lagi, sedangkan Hok-ceekong Sin Tong Hai sesudah terpental tidak merayap bangun. Hal ini membuat Siu-cee-kong Say Lam San menjadi tertegun, ia tahu lebih banyak celakanya dari pada baiknya nasib kedua saudaranya itu. Ia tersenyum meringis. "Siang-heng, hal ini terjadi benar2 di luar dugaanku. Kau... silahkan kau pergi, aku biar bagaimana tidak mau mengadu jiwa habis-habisan!" "Ya, kalau kau tidak mau memukul aku lagi aku akan berlalu tapi aku tidak menerima kebaikanmu ini! jawab Pekbu-siang. Sehabis berkata segera ia berlalu sambil terhuyung-huyung. Perkelahian yang berakhir mengenaskan ini membuat Kiu Heng yang mencuri lihat menjadi terpaku kaget. Dilihatnya Pek-bu-siang dengan susah payah naik ke atas keledainya, lalu berjalan pergi di bawah sinar rembulan. Baru beberapa langkah tampak Pek-bu-siag jatuh tengkurap di atas tunggangannya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Say Lam San tiba2 mendongak ke atas bio, lalu membentak: "Siapa yang bersembunyi di atas, lekas turun!" "Wah, celaka betul, tentu ia mengira aku murid Pek-busiang dan pasti tidak akan memberi ampun," pikirnya. "Ah, masa bodoh, aku yakin nama besar dari Say Lam San tidak akan menganiaya seorang Houpwee semacamku. Sehabis berpikir Kiu Heng segera turun ke depan Siu-ceekong Say Lam San. Kiu Heng baru berusia lima belas tahun, sungguhpun ilmu kepandaiannya tidak seberapa tinggi, tapi sudah memiliki ilmu ginkang yang cukup tinggi. Say Lam San kaget. "Siau-ko-jie (sebutan ramah untuk yang lebih kecil), apakah kau bukan murid dari Pek-bu-siang? Kenapa kau tidak turut pergi? Suhumu luka parah, mungkin tidak bisa melewatkan malam ini ia akan meninggal!" "Aku bukan muridnya!" "Kenapa bukan? Mungkinkah melihat ia sudah mau mati dan tidak mau mengaku sebagai guru? Kau seorang anak yang tidak berbudi, karena itu aku harus menyingkirkan kau dari dunia ini sebagai murid durhaka," semakin berkata Say Lam San semakin gusar, paling akhir Ia menutup perkataan sambil menghajarkan tongkatnya kepada Kiu Heng. "Lo Cianpwee jangan salah paham. Aku pertama kali bertemu dengannya di rumah makan, ia bermaksud mengangkatku menjadi murid tapi aku tidak mau karena sudah mempunyai guru." "Hai bocah berani betul kau membohong di depanku, rasakanlah tongkatku ini! Kiu Heng yang angkuh dan bersifat keras merasa gusar sekali melihat Say Lam San tidak mengerti penjelasannya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Lo Cianpwee, kalau kau tidak percaya jangan sesalkan aku berlaku kurang ajar!" "Bocah, jangan kurang ajar, bentak Say Lam San seraya menyapu dengan tangannya. Kiu Heng melawan dengan gesit. Ia tidak mau mengadu tenaga, sesudah beberapa jurus berlalu, Say Lam San menjadi kaget, segera mundur teratur. "Siaucu, kau pernah apa dengan Cie Yang Cinjin dari Bu Tong Pay? "Beliau adalah guruku, jawab Kiu Heng. Ia tahu lawannya sudah mengenali dirinya sebagai murid Bu Tong Pay. "Kiranya murid dari Cie Yang Cinjin, atas ini kumohon maaf," kata Say Lam San. "Menurut kabar, gurumu itu sudah meninggal dunia?" Kiu Heng menganggukkan kepala. "Ah, umur orang di tangan yang maha kuasa, seperti dua saudaraku, tadi masih segar bugar, kini sudah mati, keluh Say Lam San. "Dapatkah kau membantuku mengubur jenazahnya saudara2ku ini? "Baik," kata Kiu Heng. Mereka segera menggali lubang, dengan cepat dua jenazah sudah dikubur dengan rapi. Hari pun sudah menjadi terang, dua kuburan yang baru ini menemani kesunyian Kuan Tee Bio di Cee In Hong secara menyedihkan. "Kini kita berkumpul sebentar lagi segera berpisah, entah kapan bisa bertemu lagi, atas bantuanmu mengurus dan mengubur jenazah2 dua saudaraku, kuhaturkan banyak terima kasih. Kuserahkan buku ini sebagai tanda mata dan kenang2an. Kalau kau senang boleh mempelajarinya, kalau tidak suka boleh kau serahkan lagi kepada orang lain," kata Say Lam San seraya menyerahkan buku.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tidak menantikan Kiu Heng menjawab ia sudah berlalu. Dengan penuh perhatian buku itu ditatap Kiu Heng, disampulnya tertulis Sam Cee Pan Guat. "Untuk apa Ia menyerahkan buku ini kepadaku? Dari mana aku harus mencari dua kawan untuk mempelajarinya?" pikirnya sambil tersenyum. Tapi ia menjadi girang sesudah mem-balik2 lembaran buku itu, karena di dalamnya tertera dengan jelas inti sari pelajaran penting dari ketiga orang itu. Seluruhnya terdiri dari dua belas jurus, sedangkan Thian Lam Sam Cee setiap orangnya hanya mempelajari empat jurus. Bilamana seorang mau mempelajari dua belas jurus, tidak berarti mengurangi kelihayan dari ilmu itu. Ia menjadi girang dan berjingkrakan, cepat2 Ia masukkan ke dalam sakunya. dan bertindak pergi. Langkahnya menjadi berhenti sewaktu ia melihat senjata Pek-bu-siang mengeletak di atas rumput lalu mengambilnya menoleh kemana keledai hitam berlalu sambil terpekur. Ia merasa kesian dan terharu sewaktu melihat Pek-bu-siang jatuh tengkurap di atas tunggangannya. "Coba kalau kau melulusi permintaanku memberikan pelajaran dan tidak mengusir aku pergi, sudah tentu aku bisa mencarimu dan merawat lukamu itu dan tidak sampai mati tanpa dikubur dan digerogoti binatang buas," pikirnya. Lalu ia ikuti jejaknya keledai. Dua bukit sudah dilalui, di bawah sebuah tebing curam ia melihat keledai hitam. Keledai itu diam menjaga majikannya, aku harus ke sana menengoknya, tapi kalau ia belum mati bisa2 aku dihajarnya dan mati konyol tidak keruan! pikirnya. Ia diam dari kejauhan seketika lamanya, sedikit pun tidak berani mendekati.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 keledai itu meringkik secara mengenaskan membuat Kiu Heng sedih dan pilu. "Dari suaranya keledai yang demikian menggoncangkan perasaan haru, mungkin Siang Siu sudah meninggal dunia, sehabis berpikir ia maju dengan memberanikan hati. Benar saja Pek-bu-siang sudah meninggal dunia sambil menyandarkan tubuh di tebing gunung. Kiu Heng menghampiri memegang lengan orang, ia merasakan dingin. Ia meng-geleng2kan kepala sambil berkata: "Seorang jago utama rimba persilatan, akhirnya menemui ajal secara menyedihkan... Tanpa banyak pikir Kiu Heng menggunakan senjatanya Pek-bu-siang menggali lubang dan meletakkan jenazah orang malang itu ke dalamnya dengan perlahan. "Lo Cianpwee, tenanglah kau mengaso di sini! Ini senjatamu boleh kau bawa, sedangkan keledai hitam bisa kuurus, tenanglah... tenanglah kau mengaso!" Mulailah ia menguruk. Mendadak berkelebat bayangan putih, tahu2 tubuh Pek-busiang mencelat bangun dari dalam lubang. Kiu Heng kaget dan hilang semangatnya. Ia berkata dengan gemetaran: "Lo Cianpwee, aku tidak berbuat salah kepadamu, kenapa sampai sudah meninggal masih mau mengagetkan dan memusuhi diriku?" Pek-bu-siang tersenyum. "Heng-jie, kuyakin aku bakalan mati, tapi sebelum mati aku masih mempunyai beberapa hal yang memberatkan. Aku sedih atas hal ini, kebetulan kau datang. Untuk menguji kebaikan hatimu, aku pura2 mati dengan ilmu menutup jalan napas. Tak kira kau benar2 seorang yang baik, karena itu aku ingin

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memesan satu soal yang belum kuselesaikan kepadamu, yakni carilah seorang pemabukan, ia mencuri Sam Cun Giok Cee." Lalu ia menceritakan potongan si pencuri itu dengan jelas. Mendengar keterangan itu Kiu Heng menjadi berdebardebar. "Untunglah dalam urusan ini aku tidak mengetahuinya terlebih dulu, bilamana tidak diriku bisa2 menemaninya dikubur, dalam belukar sepi, inilah yang dinamai kemujuran di dalam kemalangan, pikirnya. Tak sempat untuknya menjawab, karena melihat Pek-busiang tengah menggigil, ia tahu kematian orang yang dihadapi tak lama lagi. Hanya saja tertunda karena memiliki ilmu dalam yang tinggi. Cepat ia memayang Pek-bu-siang duduk, saat inilah Pek-bu-siang menghembuskan napasnya yang penghabisan dengan memeramkan mata untuk selamalamanya. Ia berjanji di dalam hati untuk memenuhi pesanan Siang Siu. Dari dalam sakunya Pek-bu-siang, Ia mendapatkan kitab pelajaran Pai-kut sin-kang, ia girang sekali, cepat2 jenazah Pek-bu-siang dikebumikan. Lalu berdiam seorang diri dalam kesunyian sambil mem-balik2 lembaran kitab Pai-kut-sin-kang dengan penuh perhatian. Belum selang berapa lama Ia membaca, tiba2 ia mengerutkan alis, lalu dibacanya lembaran demi lembaran dengan ter-gesa2, begitu selesai, buku Pai-kut-sin-kang dibantingnya ke tanah kuat2. "Biar aku mempunyai dendam setinggi langit dan sakit hati sedalam lautan, tak mungkin mempelajari ilmu beracun semacam ini karena harus membunuh seratus manusia untuk berlatih, pikirnya. Tanpa menoleh lagi Ia turun gunung cepat2.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba2 ia berhenti, buku itu akan lebih celaka lagi kalau jatuh di tangan orang jahat, pikirnya, "lebih baik kumusnahkan." Ia balik lagi sambil menyalakan api, diambilnya buku itu dan dibakarnya. Mendadak berkesiur angin keras, api menjadi mati, buku Pai-kut-sin-kang tahu2 hilang dari tangannya. Sebagai gantinya seorang pelajar tua berdiri di mukanya sambil membalik2 kitab Pai-kut-sin-kang. "Kembalikan kepadaku, buku itu tak berguna untuk dibaca!" bentak Kiu Heng seraya menyergap. Dengan sedikit gerakan si orang tua berkelit dan berkata: "Bocah, kau jangan cemas, buku ini aku tak mau, lebih2 mempelajarinya, tapi buku kuno semacam ini terhitung pusaka kaum Bu Lim! Buku ini diciptakan bukan mudah, kenapa kau mau membakarnya seenak hati?" "Itu sih kemauanku, apa hubungannya denganmu?" jawab Kiu Heng. "Bocah, kau jangan berkeras, dari parasmu sudah kubaca kau sudah menyesal untuk membakarnya. Hm, ambillah! Kau harus tahu pelajaran Pai-kut-sin-kang tanpa memakai tulang manusia dapat juga dipelajari asal saja mempunyai kemauan! Tapi kalau kau mau menjadi muridku, segala ilmu semacam Pai-kut-sin-kang tak ada artinya untuk dipelajari! Kiu Heng menjadi terkejut, Ia memandang terlebih lama kepada si orang tua yang berani membuka mulut besar. Tiba2 ia ingat cerita gurunya tentang seorang pendekar tua yang bernama Jiak Hiap Kong Tat. "Cianpwee bukankah Jiak hiap Kong Tat Lo Cianpwee? Maafkan kalau Boanpwee tidak mengenalinya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau bisa mengenali aku sudah terhitung bukan orang sembarangan. Bocah kalau kau mau menjadi muridku, lekaslah tuturkan riwayatmu se-benar2nya! Kiu Heng merasa girang dapat bertemu dengan seorang jago Bu Lim, tapi Ia pun merasa bingung. Ia tidak mau melupakan gurunya yang lalu untuk berguru pada orang lain, di samping itu Ia pun tidak mau melepaskan jago Bu Lim tersebut pergi dengan begitu saja. "Jiak-hiap Cianpwee," katanya sesudah memikir lama juga, "Bukannya aku tak mau mengangkat kau sebagai guru, tapi aku mempunyai musuh yang bukan main lihaynya, karena itu sebelum guruku meninggal menyerahkan sebilah pedang ini, di dalamnya terdapat sesuatu pesanan, boleh apa tidaknya aku berguru lagi, harus melihatnya dulu pesanan itu. Sehabis berkata ia menyerahkan pedang itu. Begitu jiak-hiap Kong Tat, mengawasi pedang itu, ia berseru kaget sambil berkata: "Kiranya kau muridnya Bu Tong Pay! Kudengar kabar Cie Yang Cinjin meninggal dunia sesudah bertanding silat di danau See Ouw. Kini aku baru tahu jelas sesudah menemui kau yang menjadi muridnya." Sedangkan hatinya merasa heran kenapa pedang itu tidak dicabutnya sendiri untuk dilihat? Per-lahan2 ia menarik gagang pedang, pikirnya dengan mudah pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam kena dicabut. Tak kira sedikit bergemingpun tidak, herannya men-jadi2, cepat ia menyalurkan tenaga dan menariknya keras2, pedang itu tetap tidak bergerak dari sarungnya, ia menjadi jengah sendiri. Seluruh gerakannya ini dilihat Kiu Heng dengan tegas, Ia merasa heran pedang itu kenapa tidak tercabut juga? Jiak-hiap Kong Tat merasa penasaran, seluruh tenaganya dikumpulkan, lalu ia berseru keras sambil menggentak pedang dari serangkanya, berbareng dengan itu terdengar bunyi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"njlung" sekali, menyusul tubuh Jiak-hiap jatuh terduduk di tanah. Di dahinya terlihat keluar keringat dingin, sesudah lama baru Ia bangun lagi. "Ko-jie, katanya mengubah sebutan, terlebih halus, "Sekali coba ini membuat aku hilang muka, tapi aku tak menyalahkan dirimu, karena perbuatanku sendiri. Tapi aku tak habis mengerti, mengenai rahasia apa yang tersembunyi pada pedang ini? Mungkinkah seluruh kekuatan dari Cie Yang Cinjin ditinggalkan dalam pedang ini? "Mungkinkah kekuatan itu disalurkan dan ditaruh dalam pedang? tegur Kiu Heng dengan heran. "Ya, sudah pasti bisa, karena itu tak salah lagi kalau kuduga begitu! Aku sudah menariknya dengan sekuat tenaga, tapi kena dilawan tenaga sembunyi yang lebih besar, sehingga aku terpukul sampai jatuh terduduk! Di samping itu sebagian dari tenagaku sudah masuk juga ke dalam pedang, inilah rejekimu yang besar. Kini sudah kepalang tanggung aku ingin menjadikan kau seorang yang lihay! katanya. Sehabis berkata jiak-hiap Kong Tat segera memutarkan pedang berikut dengan serangkanya, lalu menusuk dengan perlahan. Tapi sinar kuning keemasan segera memancar terang dan menyilaukan pandangan mata. Kiu Heng menjadi kaget. Inilah ilmu pedang yang bukan main hebatnya. Dilihatnya terus Jiak-hiap memainkan pedang, tiap jurusnya mengandung ilmu yang rapi dan ber-ubah2 secara menakjubkan. Kiu Heng mengingatnya sejurus demi sejurus apa yang dipertunjukkan itu, sedangkan permainan pedang jiak-hiap sudah berubah dari perlahan menjadi cepat. Waktu sampai pada taraf yang tertingginya. dengan tiba2 jiak-hiap melancarkan perubahan yang tidak di-duga2. Sinar pedang tak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ubahnya dengan lembayung kemilauan memenuhi angkasa.

senja,

memancarkan

sinar

Ilmu pedang jiak-hiap Kong Tat ini meliputi tujuh jurus yang dapat berubah menjadi duapuluh delapan permainan. Tapi sangat aneh dan cermat, lincah tak bertara. Dari jurus perlahan sampai pada jurusnya yang cepat mengandung kedahsyatan yang luar biasa. Dengan napas ter-sengal2 menghentikan permainannya. jiak-hiap Kong Tat

"Ko-jie, bilamana tidak tiga sampai lima tahun berlatih lagi, tenagaku yang dihisap pedang tidak bisa kembali lagi. Ilmu Pedang ini bernama Cit Coat Kiam (tujuh pedang maha hebat). Kau jangan memandang ringan ilmu yang terdiri dari tujuh jurus ini, karena mengandung kekuatan dahsyat yang tidak bertara. Karena itu bernama Cit Cuat Kiam, asal kau bisa memainkan dengan mahir baru bisa menghargai kelihayannya." Kiu Heng menghaturkan banyak terima kasih atas kesudian jiak-hiap memberrikan pelajaran pedang. "Aku sangat heran kekuatan Cie Yang Cinjin demikian hebat, kenapa dalam tiga kali memperebutkan Bu Lim Tiap selalu gagal? Benar2 soal yang aneh!" kata Kong Tat. "Ko-jie, sebaiknya sekarang kau pertunjukkan ilmu yang kumainkan tadi, kuyakin kau bisa mengingatnya, kalau ada yang salah, boleh kubetulkan!" Tanpa diminta dua kali, Kiu Heng mulai memainkan ilmu Cit Coat Kiam yang diingatnya. Begitu ia selesai mempertunjukkannya, Kong Tat menjadi girang. Ia sudah habis tak sangka, si anak sekali lihat bisa memainkan ilmunya. Betul masih terdapat kekurangan2, tapi tidak berarti apa2. Ia membenarkan atas kesalahan kecil itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau kini sudah bisa mengingat dengan baik, tapi kau jangan lupakan Cit Coat Kiam dimainkan berdasarkan ketenangan, ganas, cepat. Kuharap kau dapat mempelajarinya dengan tekun dan mengingat terus kata2ku ini," kata Kong Tat sambil menarik napas. Ini bukan tarikan napas duka, melainkan ia merasa menyesal seorang anak yang demikian berbakat tidak berjodoh menjadi muridnya. "Hari sudah hampir senja, aku harus berlalu, katanya lagi, "Pek-bu-siang sudah meninggal dunia, orang2 kalangan hitam yang menjadi anak buahnya tidak sedikit. Bilamana soal kematiannya tidak teruar masih cukup bagus, bilamana teruar, mungkin kau akan menghadapi banyak kerewelan yang tidak diinginkan. Tapi kau seorang anak yang baik, pasti akan dilindungi oleh yang maha kuasa. Sehabis berkata segera ia berlalu dengan cepat. Dengan pandangan mata simpatik dan terima kasih, Kiu Heng menghantar kepergian jiak-hiap Kong Tat. Malam mendatang, Kiu Heng dalam suasana girang yang tidak terhingga, membuatnya lupa makan dan lupa tidur. Ia memainkan terus ilmu yang baru diperolehnya tanpa jemu2nya. Tengah asyiknya ia mengulangi pelajarannya, datang dua orang tua berbaju hitam, mereka berbadan gemuk dan kate, sehingga lebih surup disebut buntet, pandangan mereka berdua sangat tajam dan ber-api2 seperti mau mencaplok orang saja. Kiu Heng menjadi kaget, cepat2 menghentikan latihannya, pedangnya disimpan di punggung, karena kuatir dirampas dua orang kate itu. Dua orang tua mendesak semakin dekat dengan sikap jahat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kamu manusia macam apa? Untuk apa datang ke sini? tegur Kiu Heng dengan berani. Orang tua yang di sebelah kiri, memandang pada Kiu Heng sambil bersenyum kering. "Hei bocah," katanya. "Namamu siapa?" "Kau tak perlu tahu! "Kau tentu murid Bu Tong Pay bukan?" "Ya bagaimana, tidak bagaimana? Orang tua itu segera menggampar, mendapat jawaban kasar. Kiu Heng berhasil berkelit tapi pipinya merasakan panas yang pedas. Ia kaget dan gusar, segera melancarkan jurus Kua Pou Ten San (melangkah besar mendaki gunung) menghajar dada lawannya dengan kepalan, sedangkan mulutnya turut memaki: "Aku heran di atas dunia ada dua bangsat kejam seperti kamu! Kamu kira aku mudah dihina?" Orang tua yang menyerang Kiu Heng mengegos, lalu terbahak2. "Dari gerakanmu ini kau sudah terang dari Bu Tong Pay, kalau ingin hidup lekas bertekuk lutut dan Koutou (membenturkan kepala ke-tanah) tiga kali, lalu menurut perintahku!" "Bert! bert! bert!" tiga kali Kiu Heng melancarkan kepalannya, sungguh pun tenaganya kecil, cukup membuat pasir dan debu berhamburan. Orang tua itu tergentar mundur dua langkah. Begitu mendapat hasil, keberanian Kiu Heng semakin men-jadi2. "Bocah, kau tidak mengenal gelagat, tahun depan pasti hari ulang tahun kematianmu. Bilamana tidak, jangan sebut kami Ek Lam Siang Sat! serunya si orang tua sambil menyerang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali ini mereka melakukan kurungan dari kiri dan kanan. Menjadikan pertarungan satu lawan dua. Kiu Heng menjadi kaget begitu mendengar julukan kedua orang tua itu, karena ia pernah mendengar ceritera gurunya bahwa Ek Lam Siang Sat adalah dua saudara kembar, bedanya yang tuaan berwajah hitam yang mudaan berwajah merah. Sang kakak Lauw Siong, mempelajari ilmu Tiat Sat Ciang, si adik bernama Lauw Pek mempelajari ilmu Cee Sat Ciang, sehingga kalau ditegasi telapak tangan Lauw Siong hitam, sedangkan telapak tangan Lauw Pek berintilan seperti berpasir. Bilamana seseorang terkena serangan tangan mereka yang beracun segera akan mati. Kini Kiu Heng diserang dengan lengan2 beracun dari dua jurusan kiri dan kanan, tentu saja menjadi repot. Ia seorang beradat angkuh dan keras kepala tidak termakan gertakan, biar ia tahu musuhnya lihay sedikitpun tidak menjadi gentar, de ngan lincah ia melawan terus. Dalam sekejap pertarungan sudah berjalan sepuluh jurus. Kiu Heng dapat mengimbangi kedua musuhnya dengan pukulan2 Bu Tong Pay dan kelincahannya, ia mencelos ke sana ke mari, sebentar ke depan sebentar lagi ke belakang. Dalam ketika ini dua bersaudara Lauw belum bisa apa2 terhadap musuhnya yang masih kecil. Tiba2 Lauw Siong tertawa keras. "Jie-tee kita kena perangkapnya, kita tidak selincah dia, untuk apa ber-putar2 terus. Gunakanlah ketenangan untuk mematikannya. Mereka segera mengganti siasat, membuat Kiu Heng mati jalan. Untung ia ingat pada pedangnya dengan tiba2, cepat2 dihunusnya dengan segera dipergunakan dengan ilmu Cit Coat Kiam, dan menyerang ke muka sambil menangkis ke belakang, menghajar ke kiri mengegos ke kanan, dalam waktu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tak lama kembali Ia berhasil membuat repot kedua musuhnya yang bertangan kosong. Pertarungan mereka berlangsung terus, Kiu Heng mulai merasa letih, pedang di tangannya terasaa semakin berat, timbul rasa laparnya yang tiba2 terus membuanya semakin lelah. Ia ingin kabur, tapi kepungan musuh tidak bisa dipecahkan dengan mendadak. Ia repot dan terdesak, tiba2 mendengar orang berkata dengan garing. "Lauw Siok-siok, taruhlah belas kasihan! Lengan Lauw Siong yang bau amis hampir mengenai Kiu Heng, lalu ditariknya cepat2 setelah mendengar seruan tersebut. Yang datang itu adalah seorang gadis berusia empat-lima belasan tahun, herannya Ek Lam Siang Sat menaruh hormat sekali kepadanya. "In Kouwnio, kenapa malam2 begini meninggalkan lembah dan datang ke puncak ini, ada urusan pentingkah? tanya Lauw Song. Kalian mau mengurus aku?" kata si gadis. "Hai, perlu apakah, kenapa kamu berdua mengerubuti seorang anak kecil?" Dalam keadaan malam, sinar matanya tak ubahnya bagaikan bintang yang berkelip-kelip, menekan dua gembong iblis yang kenamaan yang tak bisa menjawab. "Bagus ya! si gadis membentak lagi, "Kamu tentu tanpa sebab mengganggu rakyat baik2. Awas, sebentar kuadukan kepada ayah, pasti kamu akan dibuat cacat dan diusir dari lembah. Ketakutan Ek Lam Siang Sat men-jadi2, dengan meratap mereka meminta agar si gadis jangan melaporkan tentang kelakuan mereka.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kamu harus berkata terus mengampuni," kata si gadis.

terang,

aku

baru

bisa

"In Kounio, kami terpaksa berkelahi dengannya karena soal sejilid buku." "Buku apa yang demikian berharga sehingga kamu maui sampai berkelahi? Katakan lekas!" "In Kounio, kalau kau mau buku itu aku bisa merampasnya dari bocah ini, tapi jangan kau beri tahu kepada tia-tiamu!" kata Lauw Siong. Kiranya dua saudara Lauw mendengar kabar dari orang2 di rumah makan Cui Hong Lauw bahwa Thian Lam Sam Cee akan mengadu kekuatan dengan Pek-bu-siang, tapi kedatangan mereka sudah terlambat, sehingga apa yang ingin disaksikan tidak pernah dilihatnya. Tengah mereka uring2an, dilihatnya Kiu Heng memegang buku Pai-kut-sin-kang. Segera juga mereka ingin merampas, tapi keburu datang jiak-hiap Kong Tat, sehingga mereka membatalkan dulu niatnya. Begitu Jiak-hiap berlalu, mereka segera datang menyerang kepada Kiu Heng tanpa menyebutkan alasannya, pikir mereka sesudah berhasil menghajar baru merampas buku itu, lalu mengubur si anak muda. "Hei, mereka mengatakan kau mempunyai buku, coba keluarkan untuk kulihat!" kata si gadis seraya mendekati. Kiu Heng merasa kurang senang atas pertanyaan si gadis yanq tidak sopan, matanya menjadi mendelik, alisnya berdiri, ia menatap tanpa menjawab. "Hm, kau anak kurang ajar, jangan harap dapat jawaban dengan sikapmu yang kurang ajar," pikirnya sambil buang muka. Si gadis bertabiat keras kepala, tapi paling menghargai pada orang2 yang bersikap keras juga. Ditatapnya Kiu Heng yang berbaju compang-camping, ia ingin membalik badan,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tapi wajah keren penuh semangat membuatnya tergerak, timbullah rasa sukanya seketika. "Lauw Siok-siok, kamu pergilah sekarang juga! Aku tak akan mengadukan kepada tia-tia! Tapi kau harus memanggil datang Ping Moy! Sebelumnya aku mengucapkan banyak terima kasih," kata si gadis separuh mengusir. "In Kounio, dapatkah buku itu kau miliki?" tegur Lauw Pek. "Jangan banyak rewel, bilamana mungkin pasti aku takkan membuatmu kecewa!" Ek Lam Siang Sat segera membungkukkan tubuh dan berlalu. "Hai! Siapa namamu? tanya si gadis. Kiu Heng menganggap angin berlalu atas pertanyaan si gadis, sampai tiga kali ia ditegur masih tidak menyahut. Agaknya si gadis hilang sabar, segera menghunus pedang yang berupa belati. "Jika kautetap tidak menjawab, jangan sesalkan aku berlaku kurang ajar! "Apa yang harus kau marahi? Kau pirkir aku takut?" kata Kiu Heng sambil memalangkan pedangnya di dada. "Kukira kau seorang gagu, kiranya bisa bicara! Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku sampai nama pun tak mau memperkenalkan?" "Kau sendiri manusia macam apa? Sengaja tidak kujawab pertanyaanmu, lalu mau apa? Kalau jago, mari kita tarung, untuk apa berlagak yang tidak laku?" "Kau tidak menjawab akhirnya toh menjawab juga, perlu apa bersikap keras lagi? Soal tarung adalah soal yang mengherankan, belum pernah ditantang orang! Tapi kau mengatakan tidak takut, akan menghajarmu sampai kau merasa takut kepadaku!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sehabis berkata tubuhnya segera bergerak, belatinya memainkan kembangan ilmu silat, lalu menikam keras hati dengan kecepatan yang sukar dikatakan. Dengan cepat Kiu Heng mengegos seraya menyerang, sehingga perkelahian menjadi seru dengan mendadak, sepuluh jurus berlalu. Tahu2 Kiu Heng terdesak mundur beberapa tombak. Hal ini membuatnya berkeringat dingin. Belum sempat untuknya memperbaiki diri, musuhnya sudah merangsang dengan gencar dari kiri kanan tak ketentuan. Pandangan matanya menjadi kabur, ia kewalahan sekali. Lalu pedangnya pun kena dipukul jatuh. "Menyerah tidak? Kalau tidak mari kita lanjuti lagi!" bentak si gadis. "Tidak nyerah! Boleh berkelahi lagi, aku Kiu Heng adalah manusia yang tidak takut gebukan maupun bacokan! Hm, kau lihatlah nanti, sesudah ilmuku rampung, aku bisa mencarimu. "Kiu Heng! Kiu Heng! Aneh! Suatu nama yang buruk dan beracun! Aku tak senang mendengar nama ini, bagaimana kalau kuubah! kata si gadis. "Eh, apa yang kau katakan barusan? Mau mencariku sesudah rampung dalam pelajaranmu, betulkah kata2 ini? Kiu Heng memungut senjatanya. "Kenapa tidak? Aku akan kembali untuk penghinaan yang kuderita hari ini, apa kau takut? membalas

"Urusan nanti itu perlu apa dibicarakan sekarang, yang penting aku harus menghajarmu sampai tunduk dulu! Tiba2 terdengar suara panggilan. "In In......... In In......... Si gadis kaget, cepat menarik serangannya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ayahku memanggil! Aku harus datang. Kiu Heng sesudah ilmu silatmu rampung, kau boleh datang lagi mencari balas, atau mencari apa kek. Aku menantikan kedatanganmu! Panggilan nama In In semakin gencar terdengarnya. "Aku harus berlalu, kau lekas tinggalkan gunung ini. Ingat kelak di kemudian hari, kunantikan kau di sini........" Sehabis berkata segera ia turun gunung tak terlihat lagi. Kiu Heng merasa aneh menghadapi gadis itu, begitu si gadis hilang dari pandangannya, tanpa terasa mulutnya berkata: "In In... Ia tidak habis pikir kenapa bisa demikian? Bukankah barusan mereka habis tarung dengan sengit, bertengkar mulut dan berpisah secara begitu saja. Sesudah ter-pekur2 ia pun turun dari Oey San pada keesokan harinya. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oSuatu pagi di akhir musim semi, cuaca terang cerah, langit biru tak berawan. Di perbatasan antara Propinsi Ciat Kang dan An Hwee terdapat sebuah bukit yang agak tinggi, bernama Pek Tio Hong. Di situ terdapat batu hijau yang datar dan licin. Pagi ini terlihat seorang anak tanggung tengah duduk di batu itu sambil bersemadi, agaknya tengah menghirup udara pagi yang segar. Sedangkan lengannya pun memegang pedang panjang yang samar2 memancarkan sinar emas. Anak ini bukan lain dari Kiu Heng, ia datang ke bukit ini sudah sepuluh hari. Sejak meninggalkan Oey San pikirannya tidak seberapa cemas seperti Ia turun dari Bu Tong Pay. Ia tahu untuk memperlajari ilmu yang diperolehnya dari jiak-hiap, dan kitab dari Thian Lam Sam Cee harus mempunyai tempat sunyi untuk belajar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di samping itu, sebelum gurunya meninggal pernah memaksa dirinya mempelajari semacam ilmu. Waktu itu dalam pandangan Kiu Heng ilmu itu tidak ada gunanya. Cie Yang Cinjin memakinya bodoh. Hal ini masih teringat terus olehnya, bahwa gurunya memakinya bodoh hanya sekali2nya, kini kalau direnungkan kembali gurunya itu memaki betul. Ilmu itu bernama Lwee Put Kui Cin (dari keaslian menghisap kemurnian) digunakan menyedot isi sesuatu benda untuk menambah kekuatan diri sendiri. Pelajaran Bu Tong Pay sangat terkenal dengan meminjam tenaga memukul musuh, lalu digubah menjadi Lwee Put Kui Cin, sehingga di kalangan kebatinan sangat terkenal. Kiu Heng mempelajari Ilmu Sam-cee-pan-guat dan Cit-coatkiam, di samping itu ia berniat menggunakan Ilmu Lwee Put Kui Cin untuk menyedot kekuatan di atas pedang, untuk menambah kekuatannya sendiri. Dalam hal yang belakangan ini bukan soal mudah yang dapat dijalankan sehari dua hari, tapi harus lama dan tekun. Dalam sepuluh hari yang lalu, setiap pagi Ia belajar Ilmu Lwee Put Kui Cin, lalu mempelajari Cit-cuat-kiam, sorenya memburu binatang untuk menangsel perut, malamnya melatih Sam-cee-pan-goat yang terdiri dari dua belas jurus. Sedangkan buku Pai Kut Sin Kang sedikit pun tidak pernah dipelajarinya. Tanpa disadari lima bulan sudah dilalui dengan cepat! Pada suatu hari, tengah asyiknya suara angin bergedebaran, dari atas bukit tampak berkelebat sesosok tubuh yang cepat dan aneh luar biasa, menandakan ilmu ginkangnya sudah sampai di batas sempurna. Dengan ringan orang itu hinggap di atas batu. Dengan tertawa kering yang menusuk pendengaran, Ia menatap si anak muda.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menjadi kaget, ia mengawasi dengan seksama. Orang itu sudah tua, mukanya merah dan berejulan seperti tumbuh bisul. Alisnya pendek dan mata sipit. Hidungnya lancip dan mulutnya kecil. Di bawah dagunya tumbuh jenggot kambing yang jarang. Wajah yang demikian tak ubahnya seperti daging merah yang masih segar, membuat yang melihat menjadi kaget. Kiu Heng menjadi kaget, hampir-hampir ia berteriak "Aduh!" untung sebelum suara seruannya diucapkan si orang tua sudah mendahului tertawa lagi, sehingga Kiu Heng menggigil dan urung berteriak kaget. Dapat dikatakan suara tertawa si orang tua sudah menolong jiwa Kiu Heng. Jika tidak, tentu Kiu Heng akan berteriak kaget, dengan demikian si orang tua pasti akan mencabut nyawa kecilnya. Karena orang tua itu sejak kecil berparas buruk, sering mendapat penghinaan dan hidup diasingkan, sesudah mempelajari ilmu, Ia menetapkan suatu aturan, barang siapa melihatnya kaget segera akan dibunuh mati. Karena hal ini banyak sekali jumlah orang2 yang mati konyol di bawah tangannya karena tidak mengetahui peraturan si orang tua. Hal ini sudah sepuluh tahun lebih, sudah tentu Kiu Heng tidak mengetahuinya. Si orang tua sengaja mencegah Kiu Heng membatalkan teriakannya, karena memandang si anak muda seorang yang berbakat baik, dan enggan melukainya. "Siapa kau? Siang2 berlagak jadi setan me-nakut2i orang, kau kira aku bocah berusia tiga tahun yang akan lari tunggang langgang?" bentak Kiu Heng. "Bocah, kau bukan anak berumur tiga tahunkah? Mungkinkah sudah tiga puluh tahun? Tampangmu yang masih

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bau susu ibumu, kalau bukan tiga tahun, paling banyak lebih beberapa tahun bukan? Semakin si orang tua berkata, kekagetan Kiu Heng semakin hilang. Ia mengetahui bahwa orang tua itu bukan menggunakan kedudukannya untuk me-nakut2i, tapi memang sewajarnya berparas buruk. "Lo Cianpwee, dapatkah memperkenalkan nama? Boanpwee Kiu Heng memberi hormat pada cianpwee! "Barusan kusebut bocah, kau berlagak tua, kini apa2an memakai Cianpwee, Boanpwee segala, aku tidak menerima hormatmu ini. Aku tidak bernama, untuk kau tahu, akupun tidak mau tahu siapa namamu. Yang paling baik kita tidak berhubungan!" Perkataan si orang tua ini hampir2 membuat Kiu Heng tertawa, tapi si orang tua sudah bersenyum dingin. Sekali ini nadanya lebih dingin dan menusuk, membuat jalan darah Kiu Heng seperti beku. Ia terkejut sambil mundur2. Kenapa selagi berkata baik2 orang tua ini berbuat galak lagi!" pikirnya. "Siapa yang sembarangan naik ke Pek Tio Hong, kalau sudah datang kenapa tidak menunjukkan muka, men-colong2 dan ber-sembunyi2 seperti maling, haruskah kuseret keluar?" Berbareng dengan habisnya Ia berkata, dari balik pohon besar mencelat keluar seorang berumur empat puluh tahun lebih. Dengan hormat sekali ia membungkukkan tubuh pada si orang tua. Kiu Heng sadar bahwa senyum dingin itu bukan ditujukan kepada dirinya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Lo Cianpwee, kata si orang pertengahan umur sambil berlutut, "kuminta kau kecualikan aku dan terimalah aku menjadi muridmu. Aku sudah merasa beruntung! "Lagi2 kau, kau si orang tak berguna, kenapa kau mau menjadi binatang ter-bungkuk2 terus di depanku? Sudah kukutakan, asal kau bisa tahu namaku dan ilmu yang kupelajari segera memberikan pelajaran. Kini kau datang tanpa mengetahui syarat2 yang kuberikan, lekaslah kau enyah dari sini. Bilamana tidak, akan kuhajar! Agaknya laki2 pertengahan umur itu sudah beberapa kali menerima kerugian, buru2 mencelat dan turun ke bawah gunung, gerakannya yang cepat dan lincah ini membuat Kiu Heng heran sekali. "Dari Ginkangnya yang demikian tinggi, ia bisa menggolongkan diri dengan jago2 Kang Ouw kelas satu, kenapa ia me-ratap2 ingin belajar padamu? Aku tak habis mengerti! "Ini namanya perkataan anak umur tiga tahun! Kau sebagai kodok di dalam tempurung yang tidak mengerti luasnya dunia, apa yang kau bisa mengerti? Orang2 Kang Ouw kelas utama, hanya beberapa orang yang memiliki ilmu tinggi, lagi pula dari sudut apa kau menilai orang sebagai jago kelas utama? Bocah, coba kau saksikan Ginkang ini, bagaimana?" Habis berkata orang tua itu tahu2 hilang dari pandangan mata, Kiu Heng yang mendelik pun tidak tahu dengan cara apa si orang tua pergi? Bahkan suara angin pun tidak terdengar. Ia heran dan kagum bercampur aduk. "Bocah, apakah kau ingin belajar ilmu kepandaianku? Kalau benar, lekaslah kau pergi dari sini, aku tidak bisa menerima murid!" kata si orang tua dari jauh sekali, sehingga suara itu terdengar seperti nyamuk meng-iang2. "Oh, ilmunya tinggi betul," pikirnya, tapi ia seorang anak beradat angkuh yang tidak kena dimakan kekeraaan, segera

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menjawab keras: "Kau kira ilmu yang kau pertunjukkan itu sudah luar biasa? Aku datang ke sini untuk belajar sendiri, jangan kuatir diratapi untuk beri pelajaran padaku, sesudah latihan selesai aku bisa berlalu sendiri tanpa diusir!" Kiu Heng tidak mendapat jawaban, waktu ia menoleh tampak orang tua itu sudah duduk di batu yang dipergunakannya melatih ilmu. "Tak heran batu itu demikian licin dan mengkilat seperti kaca, kiranya karya si setan tua ini, kalau begitu batu itu sudah puluhan tahun di-usap2!" pikirnya. Tiba2 dari hidung lancipnya si orang tua keluar dua asap putih, berkumpul tidak buyar, panjangnya beberapa dim, cepat keluar masuk seperti anak kecil memainkan ingusnya. Kiu Heng kaget, Inilah ilmu Bu-siang-kie-kang (pelajaran hawa yang tidak ada tandingannya) yang sudah sampai puncak tertinggi, dapat digunakan membunuh orang sekehendak hati dalam jarak beberapa meter. Ia ingat orang tua ini akan memberikan ilmunya kalau dapat menyebutkan ilmunya dan gelarnya. Kiu Heng ingin sekali mempelajari ilmu itu tapi tidak dapat menyebutkan pelajaran apa yang dinamakan Bu-Siang-kiekang, ia pernah mendengarnya, tapi tidak bisa ingat dalam waktu sekejap. Sesudah sejam, asap putih itu segera berhenti, agaknya si orang tua sudah menghentikan latihannya. Kiu Heng pun tidak mau nonton terus, waktu sangat berharga untuknya, segera Ia berlatih dengan pedangnya. Dalam beberapa hari ini Ia sudah mempelajari Ciat-cuat-kiam dengan mahir, dan dapat memainkannya sesuka hati. Tiba2 tampak bayangan hitam masuk ke dalam sinar pedang, Kiu Heng kaget, tahu2 pedangnya kena dirampas orang. Kiu Heng tahu bayangan itu adalah si orang tua.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampak orang tua itu tengah mengerutkan kening dan mengusap-usap pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam, Ia menjadi girang. "Lo-kui (setan tua), sekali ini kau akan terjebak, asal kau berani mencabut pedang, kau tidak bisa lari lagi! pikirnya. Tiba2 si orang tua membuang pedang ke tanah, seperti kena dipagut ular kagetnya. "Bocah, kiranya kau ingin mengambil Ilmu Im-kangku yang murni, Ha! ha! aku tidak terjebak, aku tidak terjebak!" Padahal siang2 ia sudah terjebak. Sewaktu Kiu Heng melatih ilmu, si orang tua merasa heran kenapa pedang itu digunakan dengan serangkanya, Ia memaki Kiu Heng seorang anak yang malas, sampai pedang pun tidak dicabut dari serangkanya. Semakin dilihatnya semakin tak sedap, karena itu ia mengambil pedang itu dengan tujuan mencabutnya dari dalam serangka. Tak kira sesudah ia mengusap dengan tenaga, pedang itu tak keluar juga, segera Ia sadar di dalamnya tentu mengandung rahasia, cepat2 dibuangnya. Kiu Heng mengambil pedangnya. Ia menyesal si orang tua tidak terjebak. "Kalau kau tidak terjebak. menyatakan dirimu masih merasa takut, dari sini dapat dinilai ilmu yang kau miliki tidak seberapa hebat! Apakah kau masih mau menyombongkan diri? ejek Kiu Heng. Si orang tua menjadi jengah mendapat jawaban demikian, ia mengedipkan mata menghilangkan kejanggalan, lalu terbahak2. "Bocah, kau jangan memanasi hatiku, kubilang tidak terjebak tetap tidak terjebak. Kau jangan menganggap

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pedangmu luar biasa, coba pukulkan kepada batu itu, bilamana bisa membuatnya semplak, aku menyerah padamu! Sekali ini Kiu Heng yang kaget, ia sudah menduduki batu itu ber-bulan2 tapi tidak melihat keanehannya, mungkinkah mengandung sesuatu yang luar biasa? Dengan dua tangan ia memegang dan menghampiri batu itu. "Hal ini kau yang mengatakan, kau jangan ingkar pada janji!" "Bukan saja aku menyerah padamu, bahkan kau mau apapun aku akan memberikannya! Ha ha ha! "Tring!" sekali dengan nyaring, Kiu Heng sudah menghajar batu itu, akibatnya ia merasakan kedua tangannya sakit dan ngilu seperti patah. Pedangnya sendirl terlepas dari tangan, sedangkan batu itu tetap utuh! "Ha ha ha! Anak kecil, anak kecil," kata si orang tua. Kau harus tahu, lima belas tahun yang lalu, aku di atas batu ini melatih diri. Pada suatu hari tengah asyiknya aku mengeluarkan hawa Im sepanjang tiga elo dari lubang hidungku, dari atas puncak datang seorang gadis berbaju merah. Ia melihatku tengah melatih ilmu, segera membuka seluruh bajunja. dan hanya ditutup dengan kain jarang yang tembus ke dalam, ia me-mutar2kan tubuh dengan laku yang menggiurkan. Seumur hidupku belum pernah mendekati wanita, karena itu hatiku menjadi guncang dan lupa daratan sehingga sesat jalan. Untuk menjaga diriku dan anggota tubuhku, ia memaksa aku mengeluarkan seluruh kepandaianku dan disebar di atas batu ini. Kini sudah lima belas tahun, sedikit demi sedikit aku bisa mengambil kembali kekuatanku yang hilang dengan ketekunan yang luar biasa, tapi kalau dibanding

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dengan dulu masih jauh sekali! Aku mencoba mengambil kembali tenagaku dari dalam batu, tapi selalu berhasil nihil!" Sehabis berkata ia menarik napas panjang dan tidak melanjutkan kata2nya, ia berpaling kepada Kiu Heng lalu turun gunung sambil menundukkan kepala. Bersambung ke Jilid II ---ooo00oo---

JILID II Kiu Heng merasa tertarik pada penuturan si orang tua, begitu ia berlalu segera Kiu Heng duduk di atas batu mencoba kekuatan yang terkandung di dalamnya. Tak kira, begitu ia menyalurkan tenaga melakukan tekanan, tubuhnya mental sejauh tiga tombak, bilamana ia tidak mempunyai persiapan terlebih dulu, pasti akan terpental terlebih jauh. Waktu ia duduk lagi kedua kalinya di atas batu, Ia diam tidak berani men-coba2 lagi. Ia melancarkan ilmu Lwee Put Kui Cin pada dua tangannya, lalu meng-usap2 batu itu. Tak selang berapa lama, kedua telapak tangannya terasa panas, tapi hatinya merasa nyaman. hawa panas itu dari telapak tangannya tersalur kepada pusarnya, lalu terpencar ke seluruh anggota tubuhnya. Perjalanan hawa dingin hanya berlangsung sepemakan nasi. Lalu Ia menarik tangan dan melakukan semadi, Ia menyatukan tenaga yang sudah ada di dalam tubuhnya dengan hawa yang diambil dari dalam batu. Demikianlah ia mengerjakan ilmu Lwee Put Kui Cin berbulan2 lamanya pada batu hijau dan pedang yang dimilikinya, sehingga di dalam tubuhnya mempunyai kekuatan Yang yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keras dari pedang Cie Yang Cinjin dan mempunyai kekuatan Im yang murni dari batu itu. Dalam waktu yang dilalui itu, Ia belajar dengan tekun segala ilmu yang sudah pernah dipelajarinya. Sehingga di luar pengetahuannya sendiri, ia sudah memiliki ilmu yang maha tinggi. Sewaktu Ia berlatih seperti sedia kala, orang tua berwajah merah itu kembali datang. "Hai bocah, kau belum pergi? tegurnya. Sedangkan kedua matanya sangat tajam dan penuh rasa heran, Ia melihat terus pada Kiu Heng. "Lima bulan kita tidak bertemu, apakah kau baik2 saja?" tegur Kiu Heng sambil turun dari batu hijau. Orang tua itu seperti tidak mendengar perkataan Kiu Heng, ia menghampiri batu hijau lalu mengusap per-lahan2. Ia menjadi kaget sekali. Mukanya yang merah menjadi pucat pasi. "Kau si bocah jahanam, kau datang bukan belajar ilmu tapi kau mencuri ilmu. Nah, rasakan pukulanku! Sehabis berkata segera Ia menghajar pada Kiu Heng. "Kenapa ia mengatakan aku mencuri ilmu?" pikirnya. Tapi pukulan si orang tua tidak mengijinkannya berpikir lama2. Ia berkelit dan mencelat. Anehnya sekali mengenjot tubuh, Ia bisa merapung lima tombak lebih, padahal pada hari-hari biasa hanya bisa setombak. "Anak tak berguna, baru kucoba saja sudah ketakutan setengah mati. Mari kita mengadu tangan, kuingin tahu kekuatanmu sudah sampai di batas apa?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Lokui, lebih baik kau jangan men-coba2 adatmu yang buruk ini membuat aku tak mengerti. Kalau aku jadi muridmu, barang kali bisa mati dongkol!" makinya di dalam hati. Sebelum si orang tua melakukan percobaannya lagi, dari bawah bukit tampak awan tebal membubung tinggi, diiringi suara peletak peletik yang susul menyusul, burung2 dan binatang2 hutan berserabutan lari, membuat mereka menjadi kaget. "Bangsat, anjing berhati hitam, barusan kulihat kau mengumpat2 di bawah bukit, kukira kau masih ingin berguru kepadaku, dan hatiku menjadi kagum atas ketekunanmu, lalu ingin memberikan tiga jurus pelajaran kepadamu, agar kau merasa puas. Tak kira kau kecewa dan menjadi gila, berani melakukan perbuatan yang biadab! Hm, jika tidak kubunuh, jangan panggil lagi aku Ang Hoa Kek si jago Bu Lim, katanya seraya turun gunung. Kiu Heng mengikuti dari belakang. Sebelum sampai di lereng bukit, asap tebal sudah menyerang mereka, lalu satu sama lain tidak bisa melihat. Kiu Heng menjadi kaget, karena merasakan matanya pedih dan kepalanya pusing sesudah mencium asap itu. Cepat2 ia kembali ke atas bukit, tenaganya sudah hampir habis, ia kecapaian sendiri. "Lekas kau duduk bersemedi, salurkan ilmu memulihkan pernapasan. Kau harus tahu asap itu beracun sekali," kata Ang Hoa Kek yang sudah kembali terlebih dulu. Tanpa ayal lagi, Kiu Heng memeramkan matanya dan memperbaiki jalannya pernapasan. Ia baru kena racun, jadinya tidak parah, begitu berdiam tak berapa lama tenaganya segera pulih kemball. Tapi ia menjadi kaget sekali waktu membuka mata kembali, karena asap beracun itu sudah semakin mendekati mereka. "Celaka!" serunya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hm, bocah kau takut ya?" "Takut? Tiada yang kutakuti di atas dunia ini!" "Asap beracun ini pun kau tidak takuti? Coba kau pikir, adakah jalan untuk turun gunung?" Kiu Heng diam, ia sudah berbulan-bulan tinggal di atas bukit, kemana pun sewaktu mencari kelinci atau ayam hutan ia sudah menjelajahi selebar gunung itu. Ia tahu tak ada jalan lagi untuk keluar, sedangkan asap sudah semakin mendekat. Ang Hoa Kek tahu si bocah tidak mempunyai daya sehingga tidak menjawab, cepat Ia berkata: "Kini tinggal satu jalan yang masih bisa dilalui. Terkecuali aku, tidak ada orang kedua yang mengetahui. Kalau kau mau pergi denganku, kau harus memenuhi dulu syaratku. Terkecuali kau seorang yang boleh masuk, se-lama2nya tidak boleh membawa orang kedua masuk ke situ. Kau sanggupkah? "Bagaimana kalau dalam keadaan seperti sekarang ini, tidak bolehkah membawa orang masuk?" Ang Hoa Kek tersenyum. "Dalam keadaan begini boleh juga kau membawa orang, tapi dalam keadaan 1ain tetap tidak boleh, kau setujukah?" Kiu Heng menganggukkan kepala. "Aku percaya kepadamu," kata Ang Hoa Kek. Lalu ia mengebut pada batu hijau, dengan perlahan batu itu segera menjadi hancur seperti tepung, bertebaran ke empat penjuru. Di bawah batu itu segera tampak sebuah lubang hitam. "Ah, kenapa batu itu bisa pecah?" teriak Kiu Heng. "Jangan berlagak pilon! Aku mengumpulkan seluruh tenagaku menutup lubang ini selama enam puluh tahun, tak kira dalam beberapa bulan tenaga itu sudah kau sedot habis.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini kau sudah memiliki kekuatan lebih tinggi dariku, kenapa kau masih tidak menyadari? Atau pura2 gila? Kiu Heng menjadi girang, Ia tidak menyadari bahwa dirinya sudah merupakan orang berilmu. Ia percaya bahwa kekuatan di batu hijau itu sudah menjadi miliknya dan Ia baru mengerti kenapa sewaktu dihajar pakai pedang batu itu tidak gompal dan kini hancur hanya diusap per-lahan2. Ia pun tidak heran dimaki Ang Hoa Kek sebagai pencuri ilmu, memang sesungguhnya demikian. Tanpa banyak pikir, pedangnya segera dicabut. Ia menjadi terlebih kaget, pedang itu dengan mudah kena dihunusnya. "Lekas kau bantu aku," pinta Ang Hoa Kek. "Pindahkan batu itu ke sini, lalu kita sumbat kembali lubang ini, agar mereka tidak mengetahui kita pergi melalui liang ini. Batu yang ditunjuk terletak di atas puncak, besarnya bukan buatan, pikir Kiu Heng bagaimanapun tak mungkin ia bisa melaksanakan permintaan si orang tua. Ang Hoa Kek memaksa dan mem-buru2, membuat Kiu Heng terpaksa untuk men-cobanya. Mula pertama Ia mendorongnya sebagai pelabi dan jangan dikatakan tidak mau. Tak kira dorongannya itu berhasil benar2. Batu besar segera menggelinding dan tepat menutup lubang tadi, Ang Hoa Kek segera mengangkat sebuah sudut batu sambil berseru: "Bocah, lekas kau masuk ke dalam lubang lalu kau tahan batu ini agar aku bisa masuk. Lekas! Lekas!" Kiu Heng berlaku lambat-lambatan. "Bagaimana kalau kau merasa benci sebab ilmu kepandaianmu yang di dalam batu hijau sudah kuambil, lalu menggunakan cara ini membunuhku? Bisa2 aku menjadi setan penasaran," pikirnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ang Hoa Kek yang mengangkat batu sudah menjadi pucat, ia tidak bisa bicara lagi. Kiu Heng cepat menceplos dengan kecepatan seperti anak panah masuk ke dalam lubang gua. Sementara itu, Ang Hoa Kek belum terlihat masuk, Ia menjadi heran. Tangannya yang menahan batu dari dalam gua semakin letih tambahan asap semakin tebal. Ia menjadi cemas. "Ang Hoa Lo Cianpwe..." serunya, "kau..." Sebelum bisa melanjutkan perkataannya, Ang Hoa Kek sudah dekat ke arahnya lalu jatuh tak bangun lagi, sedangkan batu yang ditahan Kiu Heng sudah semakin turun. Ia menoleh kepada Ang Hoa Kek dengan maksud menyuruhnya cepat2 masuk, tapi ia kaget, karena dari tujuh lubang di tubuh Ang Hoa Kek mengeluarkan darah. Ia sudah meninggalkan dunia yang penuh dosa secara menyedihkan. Batu segera diturunkan, membuat tubuh Ang Hoa Kek tergencet. Kiu Heng merasa sedih, tapi di dalam gua yang lebarnya tiga meter persegi dan gelap ini tidak ada daya untuknya melihat air matanya itu. "Ang Hoa Lo Cianpwee, sungguhpun seorang iblis dunia Bu Lim yang berdosa besar, padaku tetap baik dan berbudi. Ia mati karena tidak kupercaya. Siapakah manusia yang membakar dan melepas asap beracun itu. kelak akan kuhajar, hitung2 menalangi melakukan pembalasan untuk kematian Ang Hoa Kek Lo Cianpwee!" "Oh, aku ingat, orang yang melepaskan asap itu, menurut Ang Hoa Lo Cianpwee seperti laki2 pertengahan tahun yang pernah kulihat beberapa bulan yang lalu. Baik, aku akan mengingatnya terus!" Ia segera bangun, dalam keadaan gelap ia tidak bisa melihat apa2. Begitu tubuhnya bergerak segera jatuh ke bawah, tubuhnya kebanting, membuatnya pening dan pusing.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lama kelamaan, matanya dapat melihat dengan tegas keadaan sekeliling. Karena, di dalam liang yang kecil ini Ia merasakan hawa segar. Ia percaya dengan ilmu kepandaian yang dimilikinya bisa mencari jalan keluar. Segera Ia mencari dari mana hawa segar itu masuk, didapatinya sebuah lubang yang pas2an muat seorang, lubang itu letaknya miring ke bawah dan penuh dengan lumut yang licin. Ia masuk dengan me-rangkak2, malang baginya belum lama kemudian tubuhnya sudah menggeleser turun tanpa berdaya untuk mengendalikannya lagi. "Brukkkk!" Ia jatuh terbanting pada tumpukan rumput yang tebal. Sungguhpun tidak menderita luka, tapi membuatnya pingsan seketika. "Tak... tak...... tak......!" Suara yang halus ini per-lahan2 membangunkan Kiu Heng dari pingsannya. Ia memegangi kepala dan me-nepak2nya perlahan, seolah2 kepusingan kepala yang nyelenot2 mengganggu sekali jalan plkirannya. Akhirnya Ia membuka mata dan memandang keadaan sekeliling. Didapatinya dirinya berada di sebuah gua batu. Ia merayap keluar dari rumput itu. Alangkah tercengangnya, karena kamar itu penuh dengan emas balokan, mutiara dan berbagai macam permata, sehingga ruangan seperti diterangi sinar bulan. "oh! Kiranya banyak harta karun!" serunya. "Tak heran kalau Ang Hoa Kek tidak mengijinkan orang kedua datang ke sini, karena segala benda berharga ini. Ah, ia

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

salah melihat orang, aku Kiu Heng memandang benda2 ini tak ubahnya dengan kotoran manusia! Ia melangkah memeriksa terlebih jauh. Tiba2... "Trang" Pedangnya bentrok dengan sebuah batu kumala Dilihatnya pedang itu segera ia ingat akan rahasia yang tersembunyi di dalamnya. Cepat ia mencabut pedang keluar dari serangkanya dan ditariknya kain yang berada di dalam pedang. Kiu Heng sangat ter-gesa2 dan diliputi napsu untuk segera tahu siapa sebenarnya musuh dari orang tuanya. Lengannya bergemetaran, tanpa banyak tenaga kain itu dibuka. Di dalam itu terkecuali tetesan darah, samar2 terlihat beberapa patah kata yang berbunyi; "Ce-cu-to, Goat Tong (rembulan di timur), wanita baju putih, dan lain2." Dengan demikian kecewa sekali perasaan Kiu Heng. Ia terpekur sambil menundukkan kepala. Dua jam berlalu, Kiu Heng sadar dari lamunannya, segala pengharapannya, kini menjadi hancur! Siapa musuh itu? Tetap merupakan teka-teki untuknya. Kini Kiu Heng menenangkan hati. Ia mencurahkan pikiran untuk mencari jalan keluar. Ia berputar pulang pergi, tapi tidak menemukan apa yang dicari, karena lubang itu merupakan jalan mati. Ia semakin cemas lemas. Untunglah saat ini terdengar "tik tak... tik tak... suara air yang halus dan yang pernah membuatnya siuman dari pingsannya. Ia mengikuti suara air dan tibalah di tempat yang berdinding agak rata. Dari situlah air itu terdengar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia berpikir kenapa air itu bisa menembus dan terdengar, saking ingin tahunya Ia menghajar dengan tangannya. "Dung" bunyinya keras, lalu bergema dengan keras dari empat penjuru, tahu2 ia merasakan sesuatu desakan angin dari atas kepalanya, cepat2 Ia mencelat pergi, "Dung! Suara bahana keras terdengar lagi. Kiu Heng cepat2 menekap telinganya, kiranya pukulannya yang keras membuat geger dinding gua, hingga batu besar yang berada di atas kepalanya berguguran jatuh. Dipandangnya ke atas, masih terdapat sebuah batu besar yang ber-goyang2, bilamana batu ini jatuh kembali, seluruh ruangan gua akan kepercikan petelan dua batu yang saling tumbuk. "Bagaimana baiknya," pikir Kiu Heng. Ia tak berani lagi menggunakan tangannya serampangan, kalau2 membuatnya dalam bahaya? secara

Ia kembali ke dalam gua. Ia merasakan sangat dahaga dan perutnya lapar benar. Ingin sekali bisa meninggalkan gua cepat2. Saat Ia teringat akan pedang pusakanya yang dapat membelah batu maupun benda keras lainnya, tanpa ayal lagi pedang Kim-liong-cee-hwee-kiam dicabut dari serangkanya, lalu dihajarkannya ke dalam dinding gua. Batu2 kerikil berhamburan, pedang menancap masuk sampai di gagangnya. Diputarkannya sekali, sebidang batu dindingnya segera tercungkil keluar. Tapi dinding itu demikian tebal, sampai kapan bisa ditembus? Kiu Heng kembali terpekur bingung! Tapi Ia tidak berputus asa. Di kelilinginya dinding itu sambil di-ketuk2. empat penjuru dan lantai gua sudah diperiksa semua, lalu ia merayap naik sambil me-ngetuk2 terus. Perbuatannya ini membuat kedua

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tangannya menjadi pegal, untuk menunjang dirinya. Ia menggunakan pedangnya yang ditancapkan ke dinding. Sekali ini pedang itu kembali membuat batu2 bertebaran, mau tak mau Kiu Heng harus turun kembali. Sesudah batu2 meluruk jatuh dari atas gua, terlihat sinar sayu. Kiu Heng girang sekali, tak ubahnya sebagai kafilah di padang tandus yang menemukan sumber air. Tanpa mengenal lelah, Ia merapung ke atas dan menggali dinding gua bagian atas itu. Dalam sekejap, liang yang berukuran dua meter persegi selesai dikerjakan. Dengan tangkas tubuhnya menerobos keluar, pikirnya ia berhasil meninggalkan tempat gelap itu. Tak kira, tempat yang baru itu merupakan sebuah kamar batu pula, sedangkan sinar sayu yang dikiranya matahari tadi, merupakan sebutir mutiara yang memancarkan sinar. Di kamar ini terdapat sebuah meja dan kursi batu, seperti peninggalan orang jaman dulu dengan demikian Ia boleh berbesar hati, karena tempat itu pasti mempunyai jalan keluar. Suara tetean air dicarinya terus, berkat keuletannya, Ia berhasil menemuinya. Cepat Ia mencekungkan kedua tangannya, tapi segera ditariknya kembali begitu mengenai air, karena dingin sekali. Ia kembali ke kamar batu mencari sesuatu untuk penadah air. Ia menemui cangkir kumala. Anehnya air yang masuk ke dalam cangkir itu menjadi hangat! Dengan penuh napsu ia menceguk habis, berulang kali ia meminum dengan puas. Di-sela2 batu terdapat pepohonan setinggi rumput yang mengeluarkan hawa harum, Kiu Heng mencoba memotes dan men-cium2nya. Ia tidak berani memakan untuk men-coba2. Ia pernah tinggal di Bu Tong-san, segala macam rumput2nya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yana berupa obat2an pernah dimakannya, tapi belum pernah melihat yang semacam ini. Ia ragu2 sejenak, akhirnya dimakan juga rumput2an itu saking laparnya. Sesudah memakan beberapa batang, Ia tidak merasakan sesuatu keanehan sehingga berbesar hati untuk memakannya sampai kenyang. Ia mengaso sambil duduk di kursi batu, sebuah kotak yang terbuat dari batu kumala, siang2 sudah dilihatnya, tapi tidak menarik perhatiannya. Kini mulai Ia memeriksa. Ia menjadi terkejut tak alang kepalang waktu melihat kotak ini bertulisan huruf2 yang terbuat dari rangkaian permata indah. Hatinya ber-debar2 seperti menghadapi bahaya, Ia menatap terus tiga huruf itu yang berbunyi Bu Lim Tiap! Ia pernah melihat gurunya bersedih hati dan menarik napas panjang pendek karena soal Bu Lim Tiap. Ia pun tahu Pek Tok Thian Kun adalah pemilik Bu Lim Tiap sekarang. Bermimpi pun tidak kalau Bu Lim Tiap yang dianggap pusaka kaum rimba hijau bisa diketemuinya di sini. Ia tidak berani sembarangan menyentuh kotak itu, karena mengetahui bahwa Pek Tok Thian Kun terkenal sebagai manusia pemain racun yang luar biasa. Bajunya maupun barangnya tidak ada yang berani menyentuh bahkan barang yang pernah dipegangnya tidak ada yang berani pegang. Kini Kiu Heng teringat kepada cangkir kumala yang dipakai minum dan rumput2an yang dimakan, hatinya kaget sekali, keringatnya mengucur keluar cepat2 ia duduk bersemadi untuk mengetahui dirinya keracunan atau tidak. Belum selang lama Ia duduk berslla, segera merasakan kepalanya menjadi mabuk... "Celaka!" serunya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia menekap perut sambil ber-guling2an. "Habis! Habis segala pengharapanku!" keluhnya. "Dalam riwayatku ini tidak perlu memikir lagi menjadi seorang pendekar pedang! Tak perlu membalas sakit hati! Semua ini habis dalam sekejap mata!" Ia merasakan matanya ber-kunang2. ber-bayang2 seperti awan indah di depan matanya! Menyusul terlihat bidadaribidadari cantik menarik di depannya sambil meng-ejek2 dirinya. Kini awan dan bidadari berubah menjadi awan merah, lalu berganti lagi menjadi darah merah yang bertetes. Darah...... Darah...... Kiu Heng tidak bisa mengekang amarahnya lagi, ia mengumpulkan kekuatan dirinya, lalu berteriak keras2 melampiaskan kegusarannya. Belum suaranya bergelora habis, suara bahana yang keras menggoncangkan bumi, terdengar keras di dalam kamar! Kiranya batu yang terdapat di gua sebelah kini sudah jatuh turun berbareng dengan suara pekikannya. Kiu Heng menenangkan diri, air matanya entah bagaimana turun sendiri, ia menangis atas nasibnya! Mati itu bisa ringan seperti bulu ayam juga bisa berat seperti gunung! Tapi harus dilihat bagaimana cara matinya! Mati secara berguna tidak ditakuti Kiu Heng. Ia takut mati konyol secara kecewa! Berikut, dengan hilangnya air matanya, kepeningan kepalanya pun menjadi hilang, terkecuali itu pandangan matanya pun menjadi terang. Ia heran, di-kucak2 matanya. Pikirnya bermimpi, tapi kenyataan sesungguhnya demikian, ia girang sekali, sampai

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

alr matanya keluar lagi. Bedanya, sekali ini air mata kegirangan! "Aku berpikir terlampau berat di bagian buruknya!" kata Kiu Heng sambil me-nepak2 kepalanya. Bu Lim Tiap yang terletak di atas meja dicongkelnya dengan pedang dan dibuka selembar. Ia melihat tulisan kecil2 dan rapat2 yang ber-beda2. Di situ tertera nama2 orang yang seperti dikenal tapi tidak dikenal, begitu selesai dilihatnya, Ia pun tidak begitu heran dan kagum lagi atas benda pusaka itu dari pada sebelum melihat. Ia ingin memiliki buku itu tapi tetap takut keracunan, akhirnya ia berpikir juga untuk mengetahui ada atau tidaknya racun di buku Bu Lim Tiap itu. Ia kembali ke gua perak. Dua batu yang sudah turun dari atas menghancurkan benda2 permata yang mahal2 itu, terkecuali dari perak2 balokan yang besar2 sukar mencarinya yang berupa korek kuping atau tusuk gelung. Ia meng-korek2 tumpukan benda2 itu, dilihatnya sepasang singa2an dari kumala, ia merasa suka dan diambilnya. Didapatinya juga sebuah tusuk kondai yang bertatahkan batu2 permata. Sesudah diuji dengan tusuk kondai itu, menyatakan bahwa Bu Lim Tiap tidak beracun, Ia pun menjadi berani. Tanpa banyak pikir dimasukkannya ke dalam sakunya. Dengan pandangan matanya yang menjiadi tajam, Ia mengawasi sekeliling, tampak di dinding kamar itu terlukis gambar2 beraneka ragam, ada yang duduk, ada yang berdiri, dan lain2, tak ubahnya seperti tengah main silat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng semakin melihat semakin suka. Ia men-coba2 beberapa gerakan yang terdapat pada gambar, sesudah memainkannya beberapa kali, membuatnya menjadi letih. Ia mulai tidur dengan nyenyak sebelum keluar dari kamar batu itu! Begitu ia bangun, semangatnya menjadi lebih hebat, segera Ia mencari jalan keluar. Sekali ini tidak sesukar tadi, dari bawah meja yang mendatangkan hawa segar, terlihat sebuah lubang. Ia mencelos masuk, baru berjalan beberapa langkah, tampak batu besar menghadang jalan. Dengan sekali dorong ia berhasil membuat renggangan, dan keluar dari situ dengan girang, lalu ditutupnya kembali seperti sedia kala. Keadaan bukit Pek Tio Hong menjadi gersang termakan api. Pepohonan yang menghijau kini hilang, berganti menjadl warna hitam pekat. Kesunyian yang mati sepi membawa perasaan ke alam berduka dan sedih. Sisa2 api dan asap memenuhi sekeliling bukit gundul, lolongan serigala menyayat sukma pendengarnya, inilah tanda2 sesudah bencana berlalu? -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oSeorang pertengahan umur ber-indap2 di sela2 reruntuhan pohon, memilih jalan. Ia duduk mengaso sesampai di puncak bukit sambil menarik napas panjang. Matanya celingukan nanar ke kiri dan kanan seperti mencari sesuatu dengan penuh harapan. Dari balik bukit yang berlawanan, mendatang pula seseorang pertengahan umur, begitu tiba segera bertanya kepada yang datang duluan. "Kan Giam Lo, sekeliling bukit sebelah barat ini sudah kuputari, tapi tidak terlihat si tua bangka jelek itu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kiong Lou Tauw, mungkinkah usaha kita ini sia2 belaka? Kuyakin andai kata Ia tidak mati terbakar pasti mati kena racun! "Ya, benar. Tapi kenapa tidak terlihat mayat maupun tulang2nya?" kata Kiong Lou Tauw. Kan Giam Lo tidak menjawab, ia terpekur memutar otaknya. Kiranya mereka adalah dua tokoh golongan hitam yang kenamaan di dunia Kang Ouw berilmu tinggi, sehingga bisa malang melintang sekehendak hati di dunia Kang Ouw dengan berbagai kejahatan. "Jangan buang waktu, mari kita periksa sekeliling bukit ini, mungkin juga Ia bersembunyi di dalam gua! desak Kiong Lou Tauw. Dengan tekun mereka berputar ke sana ke mari, akhirnya tibalah di mana Kiu Heng berada. Mereka masuk ke gua dengan obor terang! "Mereka mencari apa? Mungkin aku? Tapi untuk urusan apa? pikir Kiu Heng. Dua orang itu semakin dekat, Kiu Heng kuatir kepergok, Ia jongkok sambil memungut batu. "Siapa?" bentak Kiong Lou Tauw. "Ah, pikir Kiu Heng. Aku hanya memungut batu sudah diketahuinya, pasti dia lihay. Cepat2 ia menerbangkan batunya. Ser, ser dua kali, obor itu susul menyusul menjadi padam. "Kiranya kau bersembunyi di sini! seru Kan Giam Lo. Mereka segera berpencar ke kiri dan ke kanan sambil merapatkan dirinya ke samping gua. Biar di dalam gelap Kiu Heng bisa melihat tegas pada dua orang itu, hatinya menjadi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gusar begitu mengenali salah seorang di antara mereka adalah si orang pertengahan umur yang pernah soja paykui ingin berguru pada Ang Hoa Kek. Karena ditolak lalu membakar gunung. "Jahanam! gumamnya, "karena kebusukan kau, Ang Hoa Kek Lo Cianpwee menjadi mati, aku harus menuntut balas!" Sehabis berpikir, ia memungut batu lagi dan dihajarkan kepada musuhnya. Kan Giam Lo cukup lihay, dari suara samberan angin, Ia bisa mengetahui dirinya sedang diserang, dengan mudah Ia mengegos. "Hai, Lo Kiong! Hati2 kau diserang batu, kata Kan Giam Lo memperingati kawannya. Kiu Heng mengetahui kedua orang itu seperti buta di dalam keadaan gelap, dengan berani ia menghampiri per-lahan2 tanpa menimbulkan suara. Lalu memungut batu dan menerbangkannya, berbareng dengan itu Ia tertawa terbahak2. Keadaan gua menjadi tegang dan menyeramkan. Kiong Lou Tauw dan Kan Giam Lo seperti menemukan hantu kelaparan, masing2 merasa mengkirik. Untung mereka merupakan jago2 Kang Ouw berpengalaman, bilamana orang lain pasti akan lari tunggang langgang. Beberapa batu mengenai tubuhnya, sebelum mereka bisa membuka mulut memaki, merasakan pipinya ditampar bolakbalik. "Kamu berdua si orang jahat, masing2 kupersen dua tamparan sesudah itu akan kucabut nyawa kamu!" maki Kiu Heng. Tamparan yang dikira Kiu Heng tidak seberapa keras, membuat kedua orang itu jatuh duduk, tapi dengan gesit mereka bangun lagi dan lari keluar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng tidak mengira tamparannya demikian ampuh, ia sadar dan percaya bahwa kekuatan yang diperolehnya dari pedang dan batu hijau besar sekali. Dengan girang ia menghajar dinding mencoba kekuatannya, batu bertebaran. Ia puas dan buru2 keluar mengejar dua musuh. Baru saja ia keluar dari gua, berbagai macam senjata rahasia menyerang dirinya, cepat ia menarik tubuhnya kembali lagi ke dalam. Ada juga senjata2 yang mengejar masuk tapi kena dipukul jatuh oleh kekuatan tenaga tangannya. Cepat pedangnya dihunus, lalu diputarkan seperti kitiran derasnya, tubuhnya se-olah2 dibungkus sinar emas, lalu menerjang keluar gua. Senjata2 rahasia yang menyerang dirinya berguguran seperti daun rontok terhempas angin. "Ginkang yang indah," puji Kiong Lou Tauw seraya melepaskan Bwee-hoa-ciam. Anehnya senjata halus yang sukar ditangkis itu tersedot di pedang Kim-liong-cee-hweekiam, waktu pedang digetarkan, senjata2 rahasia itu berterbangan pergi! Dengan berpoksay, Kiu Heng berhasil menyelamatkan dirinya dari kepungan senjata rahasia, ia turun di depan dua musuhnya dengan mata ber-api2. "Siaucu, kiranya kau! Mana si tua bangka jelek itu?" bentak Kiong Lou Tauw. Di mulut Ia berkata demikian padahal hatinya menjadi kaget melihat pemuda kita yang pernah diketemukannya beberapa bulan yang lalu. Pikirnya kalau si pemuda ini tidak mati lebih2 Ang Hoa Kek yang berkepandaian tinggi? "Ha ha ha! Untuk apa kau tanya si orang tua? Mungkinkah hendak ter-bungkuk2 lagi seperti kera tua? Sabarlah, sebentar lagi Ia akan menemukan kalian untuk memberikan pelajaran!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siaucu, kau jangan jumawa, di dalam gelap kau boleh main gila, tapi jangan harap bisa mengulangi lagi keunggulanmu di tempat terang!" kata Kiong Lou Tauw seraya menerjang dengan kecepatan kilat. Sementara itu, kawannya pun tidak tinggal diam segera membantu melakukan kurungan. Kiu Heng mengetahui kedua musuhnya di tempat terang jauh lebih lihay dari di tempat gelap tapi Ia tidak takut, dengan lincah ia mengegosi setiap serangan, lalu membalas menyerang dengan pedangnya secara tenang. Kiong dan Kan tidak mengira musuhnya yang masih kecil ini memiliki ilmu kepandaian demikian tinggi. Segera melancarkan ilmu simpanannya ber-tubi2. Kiu Heng bukan Kiu Heng dulu lagi, setiap hajaran musuh itu biar bagaimana dahsyat tidak membuatnya gugup, malahan menambah semangat tempurnya. Pertarungan berjalan semakin sengit, gerakan mereka menjadi cepat, sehingga sukar dibedakan yang mana Kiu Heng yang mana Kan atau Kiong. Tiba2 Kiu Heng membentak: "Kena! Berbareng dengan bentakan itu tampak Kiong Lou Tauw ter-huyung2 menekap dada, darah mengalir deras, ia terjungkal sambil menarik napas yang penghabisan. Sedangkan Kan Giam Lo melihat kawannya meninggal segera membentangkan ilmu langkah seribu, tapi Ia kalah cepat kakinya kena diserampang dan jatuh nyungsep. Ia kena dibekuk, dan ditotok sehingga tidak berdaya. "Apa maksudmu membakar kami? tegur Kiu Heng. Kan Giam Lo tidak menjawab. "Kau jangan menyesal aku berlaku kejam," ancam Kiu Heng seraya menyodokkan pedangnya ke perut musuh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sebelum pedang ini masuk ke dalam perutmu, kuminta terangkan sebab2nya membakar gunung dan sebab2nya kau ingin berguru dengan Ang Hoa Kek." Kan Giam Lo tetap tidak menjawab. Kiu Heng melaksanakan ancamannya, sehingga musuhnya itu seketika meninggal dunia. Dengan wajah benci Kiu Heng menatap mayat kedua musuhnya, lalu ia menggali lubang untuk mengubur. Saat inilah terdengar bentakan nyaring dari belakang tubuhnya. "Hei! Siluman monyet, kenapa kau berani membunuh di siang hari? Kau kira dunia ini sudah terbalik dan boleh berlaku se-wenang2? Seiring dengan perkataan ini terlihat To Pei Lojin (seorang tua berbadan bungkuk) sudah berada di belakang Kiu Heng. Sejak kecil ia kehilangan kasih sayang orang tuanya, sehingga mempunyai tabiat paling benci dimaki orang. Kini si bungkuk tanpa alasan memakinya siluman monyet, terang menghinanya sebagai orang yang tidak berorang tua seperti Sun Go Kong. Ia merasa tak senang, tapi lupa pada diri sendiri yang berpakaian compang-camping dan penuh dengan debu, tanpa memperdulikan lagi orang yang dihadapi itu siapa, segera Ia membentak: "Bungkuk, kau jangan mencampuri urusan aku. Enyahlah sekarang juga, aku sebal melihatmu!" Orang tua bungkuk itu biasa membahasakan dirinya sebagai To Loko (si kakak bungkuk), tapi Ia sendiri tidak mau dipanggil si bungkuk. Barang siapa berani mengatakannya demikian, pasti membuatnya gusar dan menghajarnya sampai mati!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini begitu Kiu Heng membuka mulut perkataan "bungkuk" keluar paling dulu, sehingga membuat To Loko meluap-luap kegusarannya tapi ia tetap bisa membawa diri dengan ramah tamah. "Hei, Siluman monyet! Mulutmu besar betul! Apakah kau memaki aku? "Bungkuk, kau jangan sembarangan memaki orang, akibatnya berat untukmu! Kau lihat nasibnya kedua orang ini, bagaimana? tegur Kiu Heng sambil bersikap untuk menerjang. "Sabar2, perlu amat ter-gesa2? Aku To Loko sedang kebelet.... ingin kencing, nanti air kencing itu dapat kau gunakan sebagai kaca, atau cuci muka......... Aha, kau persis seperti monyet, berangasan dan tak bisa sabar.. Hai! Siluman monyet, kenapa kau kesusu betul?" "Bert, bert!' Serangan tangan mendesak mundur si bungkuk beberapa tombak. Kiranya sewaktu ia bicara, Kiu Heng sudah tak sabaran lagi dan melakukan serangan enam kali. Empat yang pertama dapat dielakkan, serangan kelima dan keenam mendapat hasil. Si bungkuk menjadi heran. "Hai! Hidung kerbau dari Bu-Tong-san itu biar sudah mampus harus masuk ke dalam neraka, karena mengambil murid seekor monyet siluman!" "Crang!" Suara berbunyi keluarnya Kim-liong-cee-hwee-kiam dari serangkanya. "Hai bungkuk, tutup bacotmu, bilamana tidak, segera kau mati berlumuran darah!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang tua bungkuk itu mana kena digertak, Ia pun segera mengeluarkan senjatanya yang berupa pipa tembakau atau huncwe. "Siluman monyet, kuingin lihat, sampai di mana lihaynya permainan pedang monyetmu! Dengan satu gerangan keras, Kiu Heng menyerang ketiga penjuru dengan ilmu pedang Cit-Coat-kiam. Pedang memancarkan sinar keempat penjuru, bilamana To Pei Lojin tak bergerak cepat mungkin akan termakan pedang yang tidak bermata itu. "Bocah, kau apanya si Kong Tat? tegur To Pei Lojin. Kiu Heng segera mengubah ilmu silatnya begitu diketahui musuhnya. Sekali ini ia mempergunakan ilmu Sam-cee-pan-guat yang terdiri dari dua belas jurus. To Pei Lojin menjadi bingung. "Dari perguruan mana kunyuk ini?" pikirnya. Pada hari2 biasa Ia sering membanggakan diri mengetahui segala ilmu dari berbagai golongan dan menyebutkan ilmunya sendiri tak mungkin diketahui dari pintu perguruan mana. Barang siapa dapat menyebutkan ilmunya ia akan tunduk dan rela menjadi budak orang yang dapat mengenali ilmunya. Kini ia bingung sendiri atas ilmu yang dilancarkan si bocah. Ia tidak mau banyak pikir karena didesak terus, dengan cepat ilmu kepandaiannya yang ampuh dilancarkan secara hebat! Kiu Heng pun segera mengubah ilmu silatnya, pedangnya memutar ke kanan, lengan kirinya melakukan penjagaan, jurus ke jurus bersambung menjadi satu dan kuat bukan main. Tiap kali ia menyerang pasti si orang tua kena dipukul mundur. Begitu si orang tua maju lagi, dengan cepatnya dibikin mundur lagi dengan ilmunya yang cepat dan ganas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

To Pei Lojin menjadi mundur maju. Hal ini berlangsung sepuluh jurus lebih. Si orang tua menjadi kewalahan juga. Akhirnya ia berseru: "Hai kunyuk, hari sudah hampir malam, perkelahian ini sebaiknya kita tunda saja sampai besok!" "Hai, bungkuk, kau takut?" "Kau jangan menghina aku sudah tua! Aku takut? Hm! Kiu Heng melihat orang tua itu kembali menerjang, Ia tersenyum. "Bungkuk, apakah kau tidak takut? Mari kita bertarung lagi!" Kembali sepuluh jurus berlangsung dengan cepat. Semakin berkelahi, kekuatan dan keberanian Kiu Heng semakin hebat. Per-lahan2 hari hampir malam, dalam keadaan demikian, biar To Pei Lojin sudah melatih diri bisa melihat di dalam keadaan gelap, kalau dibanding dengan ketajaman mata Kiu Heng, masih terlalu jauh. To Pei Lojin semakin berada di bawah angin, Ia makin heran dan bingung. "Kenapa kunyuk kecil ini memiliki ilmu dalam maupun ilmu silat demikian tinggi? Terkecuali itu jurus2nya tidak beraturan sekali, se-olah2 pelajarannya itu sebagai hasil curian. Lebih2 matanya yang tajam seperti mata kucing membuatku heran betul," pikirnya. Tiba2 pedang Kiu Heng menyerang dengan keras memapas lengan kanan, lalu beralih dengan tiba2 ke sebelah bawah. Inilah salah satu jurus dari Cit-coat-kiam yang ganas dan beracun. Dalam keadaan begitu, hampir2 si orang tua kena dimakan pedang musuh. Keringat dinginnya mengucur tanpa dirasa. Untung Ia bisa memutarkan tubuh secara lincah. Biar begitu, tak urung sebagian dari celananya kena disobek pedang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hal ini membuat To Pei Lojin kesal dan malu. Ia menggereng keras, suaranya menggetarkan keadaan malam, menyusul terlihat pipa tembakaunya memutar di udara melancarkan jurus yang luar biasa anehnya. Inilah ilmu simpanan yang sudah lama tidak dipergunakan. Bilamana tidak terdesak tak mungkin Ia melancarkannya. Dengan cepat Kiu Heng kena terdesak, sehingga siorang tua berbalik menang angin. Kiu Heng sadar bahwa si orang tua benar2 orang yang berilmu tinggi, kalau terus2-an melayaninya pasti tidak bakalan menang cepat. Ia menangkis serangan si orang tua dan melancarkan serangan balasan. Lalu ia mencelat ke samping beberapa tombak jauhnya, sesudah itu, ia memutarkan tubuh dan merat di dalam keaduan malam yang gelap. "Hai, kunyuk, kenapa kau lari? tegur si orang tua. "Maafkan aku tak bisa mengantar. Hati2lah, jangan sampai jatuh!" Dalam kesunyian malam, Kiu Heng mendengar tegas kata2 To Pei Lojin itu, Ia menjadi gusar dan ingin balik lagi. Tapi sesudah berpikir, bahwa pertarungan yang dilakukan itu tidak berarti, segera Ia berlari terus tanpa meladeni. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oHari sudah mulai terang, Kiu Heng mengaso di lereng gunung, ia sudah berlari semalaman penuh tanpa berhenti. Kini ia sedang melamun. Untuk mencari musuhnya yang membinasakan orang tuanya. Tiba2 Kiu Heng dikejutkan oleh suara garing gadis muda, menyusul terdengar pula suara tertawa gadis itu dengan nyaringnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Buru2 Ia naik ke puncak gunung untuk menyaksikan dan mencari siapa gerangan gadis itu. Anehnya, suara tertawa gadis tadi menjadi hilang tertekan suara gemuruh air terjun di puncak gunung. Ia segera turun lagi ke bawah mengikuti air terjun itu. Air itu berkumpul di bawah dan merupakan sebuah kolam yang berair jernih, air berpercikan dan beruap putih, sehingga indah betul terlihatnya. Ia turun mendekat, di balik air yang biru terlihat olehnya dua wanita tengah mandi dengan girangnya. Ia melompat ke atas pohon dan memandang terus gadis2 yang mandi itu dengan asyiknya. Iapun heran, kenapa pemandangan itu demikian menarik hatinya. Terkecuali itu, kenapa hatinya bak-bik-buk-bek tak karuan. Dua gadis itu berenang ke sana-kemari dengan lincahnya, tak ubahnya seperti ikan duyung di dalam dongengan. Kiu Heng semakin kaget waktu mengenali salah satu dan gadis itu adalah In In yang pernah diketemukannya di Oey San. Tengah ia memandang seenaknya, dari arah belakangnya berkesiur angin dingin menyerang dirinya. Ia tidak dapat mengelak karena tidak dapat membedakan angin serangan itu dengan gemuruh air terjun. Tubuhnya berikut cabang pohon yang dipegang jatuh ke bawah. Untung tidak jatuh terbanting, sebab sebelum mencapai tanah, ia membanting dulu cabang yang dipegang, lalu mencelat pergi dengan tenaga balikan. Begitu Ia berdiri segera menjadi kaget, karena lengan kirinya merasa sakit sampai ke pori2, lengan ini tidak bisa diangkat lagi. Ia menjadi gusar, cepat2 membalik.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di jarak sepuluh tombak, tampak seorang tua pucat dan berjanggut indah, tengah menatap ke arahnya dengan sinar mata ber-api2. Mulutnya kemak kemik tapi tidak terdengar karena suara air terjun lebih keras lagi. Setelah itu si orang tua segera berlalu. Kiu Heng merasa dongkol, tanpa memperdulikan kepada lengannya yang sakit, Ia mengejar sekuat tenaga. Si orang tua berlari terus, begitu melalui pepohonan yang rimbun, Ia menghentikan kaki. Ia menoleh dan melihat Kiu Heng yang tertinggal di belakang dengan perasaan heran, karena ia sudah menyaksikan kehebatan ginkang Kiu Heng sewaktu datang, kini mengejarnya tanpa berhasil. Ia tidak mengetahui. Karena lukanya, Kiu Heng menjadi kurang tangkas seperti semula. Si orang tua menghajar Kiu Heng secara membokong karena menganggap si anak kurang ajar dan sengaja datang untuk mengintip gadis2 yang tengah mandi! "Bangsat tua! Kurang ajar kau, berani membokong dari belakang!" maki Kiu Heng begitu ia datang. "Bagus! Kau boleh memaki aku sepuas hati karena aku berlaku salah. Tapi kau pun tidak boleh mengintip orang yang sedang mandi!" jawab si orang tua. "Kini kita beristirahat dulu baru bicara, kau menderita luka, makan obat dulu, jangan sampai semakin parah dan membuatmu cacat, tambahnya. Ia mengeluarkan peles hijau lalu mengeluarkan beberapa butir dengan hati2 dan melemparkannya kepada Kiu Heng dengan lengan bergetar. Dalam keadaan demikian. orang yang sedang gusar pun bisa menjadi tenang kembali, tapi tidak demikian dengan Kiu Heng, keras kepala! Obat itu dipijaknya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siapa yang mau menerima budimu? berkhasiat atau beracun tidak akan kuterima! Si orang tua berjanggut menjadi gusar.

Biar

obatmu

"Kau si bocah gila, aku merasa menyesal melukakan dirimu secara salah paham sehingga mengeluarkan obat, kini kau pijak2 obat luar biasa yang bernama Kie-hun-kui-goan-tan (obat pengumpul semangat dan hawa sejati) secara kurang ajar! Kau tidak tahu diri, biar bagaimana kau harus mengganti sebutir obatku dengan nyawa!" Sehabis berkata tubuhnya menyergap laksana harimau luka. "Ha ha ha, Kiu Heng tertawa sambil mengegos dengan cepat. "Seorang bangsat tua tak tahu malu, Kiu-hun-kui-goan-tan sebagai pusaka Bu-Tong-pay mana bisa kau miliki! Hm, kau jangan sok2an, aku tak takut padamu!" Padahal di dalam hati Kiu Heng sudah merasa menyesal bukan menginjak obat itu, karena hidungnya mengendus hawa harum yang semerbak dari obat itu dan percaya sebagai obat yang berkhasiat. Serangan keras yang susul menyusul dari si orang tua mendesak terus pada Kiu Heng sehingga jatuh di bawah angin. Tengah sengitnya jalannya pertandingan, terdengar "buk-buk" dua kali, tubuh Kiu Heng ter-huyung2, dari mulutnya menyembur darah, sedangkan si orang tua sendiri terpukul mundur juga. Sesudah menenangkan pikirannya, Kiu Heng menekan perasaan meluapnya, ia mengumpulkan tenaga, lalu menyerang dengan nekad, membuat si orang tua merasa gentar dan tepat pada detik itu terdengar bentakan nyaring: "Lim Siok-siok, siapa bocah gila ini? Tunggulah In In menghadapinya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seiring dengan habisnya perkataan itu, tampak dua sosok tubuh ramping di hadapan mereka. Kiu Heng merasa terkejut, serangannya ditarik kembali. "In In, In In, mungkin Ia tak kenal lagi padaku," pikirnya. "Hei bocah jelek, untuk apa kau datang ke sini berniat ugal2an, nyalimu besar betul! Lekas kau haturkan maaf pada Lim Siok-siok sebelum kuusir dari gunung ini! Kiu Heng menjadi gusar, ia menyerang pada In In. Si gadis tidak menjadi kaget. Ia mengegos ke samping, lalu membarengi dengan satu pukulan. "Plak! sekali. Kiu Heng kena dihajar dan jatuh numprah di tanah, Kembali dari mulutnya memuntahkan darah dan hampir membuatnya pingsan. "Segala manusia tidak berguna begini berani datang ke sini, lekas enyah dari sini. Kalau tidak, bisa mati konyol! bentak In In. Si orang tua dan seorang gadis lain menjadi kaget melihat Kiu Heng menderita luka parah. Sebelum mereka bisa menegur pada si gadis, Kiu Heng sudah menjawab: "Hm aku datang untuk mati, bunuhlah kalau kau suka! Bilamana aku mengedipkan mata, jangan sebut sebagai jantan sejati. Bilamana kau tidak memukul mati padaku, kau lihat saja nanti. Aku bisa menuntut balas," kata Kiu Heng. "Oh," kata In In dengan kaget. "Kau.... kau.... Kiu Heng............" "Kini baru tahu aku Kiu Heng. Yah, aku dibesarkan oleh dendam dan sakit hati. Ingatlah, bilamana kedua perasaan itu sudah bertimbun, aku menagihnya..... ha ha ha ha....." Sambil berkata ia mencoba bangun.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sesosok bayangan kecil mencelat datang kepada Kiu Heng. "Apakah kau Kiu Koko? Aku bernama Ping Ping. Kata Lim Sioksiok, kau menderita luka berat dan menyuruh aku memberikan obat. Nah makanlah buru2! Kata Lim Sioksiok sesudah memakan obat ini, akan segera sembuh!" Kira Kiu Heng yang datang itu adalah In In, ia sudah siap untuk mem-bejak2 obat yang diberikan untuk melampiaskan kegusarannya. Tak kira yang memberikan itu adalah seorang gadis ayu, suaranya demikian merdu, membuat perasaannya menjadi senang, dan mempunyai kekuatan yang tidak dapat dilawan! Kiu Heng menatap pada si gadis yang bernama Ping Ping, hatinya merasakan sesuatu perasaan hangat yang tidak terkira. Ia semakin terpincuk sewaktu mencium wewangian yang semerbak datang dari arah si gadis. Keluwesan dan keayuan keangkuhan Kiu Heng. si gadis membuat gugur

Per-lahan2 ia mengangkat tangan, diasongkan ke jurusan lengan si gadis untuk mengambil obat. Pada saat ini dengan tiba2 terdengar bunyi "tringggg" dari suara kim yang digentak demikian keras dan menusuk perasaan yang membuat Kiu Heng merasakan dadanya sesak. Kegusarannya kembali timbul, lengannya yang dijulurkan dengan tiba-tiba menggampar ke arah Ping Ping dengan keras, sehingga pipi si gadis merah dan tertera lima jari si pemuda. Ping Ping tidak mundur juga tidak gusar, Ia tetap diam di depan Kiu Heng, lengannya masih memegang obat. Ia berkata: "In Cici sudah memukulmu, kini kau memukul aku, hitung2 menjadi impas. Bedanya kau menderita luka dalam sedangkan aku tidak ke-napa2. Kiu Koko, kenapa kau tidak mau menerima kebaikanku? Kiu Koko? Kenapa?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biar bagaimana angkuh dan kukoay adatnya Kiu Heng, mana mungkin bertahan menghadapi seorang gadis yang baru diketemukan demikian ramah dan penyayang. Ia menatap terus pada si gadis yang ditampar, sedikit pun tidak terlihat gusar maupun kesal, hanya dari matanya yang indah mengembang tetesan air mata sedih! Dari kelunakan dan keramahan si gadis membuat tubuh Kiu Heng dan jiwanya terserang runtub, demikian terharu dan menyesalnya. Ia tidak bisa berkata apa2 karena dari mulutnya kembali memuntahkan darah merah! Tiba2 terdengar suara parau dari nenek2 memecah angkasa. "Hai! Siang hari bolong kamu berani mencelakakan orang? Tak sangka orang2 Lian Hoa Hong kerjanya mencelakakan yang lemah dengan se-wenang2! Aku si nenek2 merasa tak senang!" "Perempuan gila, kenapa kau menjerit2 dan ber-teriak2 tak keruan? Kapan kau pernah menyaksikan kami melakukan pengeroyokan pada musuh? Dan kapan kami menghina dan mencelakakan orang lemah dengan se-wenang2? Kami bukan mencelakakannya tapi sedang memberikan obat!" "Kebaikan yang di-bikin2! Tidak kau katakan tidak mengapa, sesudah kau katakan membuat benakku semakin sebal, jawab Si nenek. "Aku melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan kalian yang demikian rendah, sesudah mencelakakan baru memberi obat. Apa artinya berbuat demikian dan siapa yang akan memakan obatmu? Saat ini Kiu Heng sudah dipayang oleh Ping Ping, mulutnya dibuka dan obat itu dimasukkan Ping Ping. Kiu Heng menolak sambil mendorong lengan si gadis.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siapa yang menginginkan obatmu?" kata Kiu Heng. Ia berbuat demikian karena mendengar perkataan si nenek. Lalu Ia bangun dengan gagah, matanya menatap, dilihatnya wajah yang buruk dari si nenek dengan heran, tapi tidak membuatnya takut, malahan ia menghampiri. "Adik kecil, kenapa mukamu demikian kotor dan banyak debu tidak di-cuci2?" "Ah," kata Kiu Heng, karena ia baru sadar dan ingat kenapa si orang tua mengatakannya sebagai monyet, In In tidak mengenalinya, kiranya mukanya sudah dekil dan kotor. Ia menggosok mukanya dengan tangan, debu yang sudah bercampur keringat melekat demikian keras dan tidak mudah tergosok lagi. In In yang mendengar perkataan si nenek menjadi gusar dengan membentak keras ia mendatangi. "Hei perempuan iblis, kau jangan menganggap dirimu luar biasa. Aku sudah lama ingin mengadu kekuatan denganmu, tapi selalu dicegah tia-tiaku. Kini kau berani merusak perhubungan kita, menyatakan bernyali besar. Sekarang, jangan banyak bicara lagi, mari kita bertarung!" Sehabis berkata, ia mencabut pedangnya dan memainkan beberapa kembangan silat. "Ah, aku si nenek sudah tua, mana berani lompat2an seperti kau yang masih muda. Karena itu, kuminta kau jangan galak2 dan me-nakut2i aku............ Sebelum si nenek melanjutkan perkataannya, si orang tua berjanggut indah sudah menghadang perjalanan In In. "In In, semakin lama kelakuanmu semakin tidak keruan! Lekas mundur!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sioksiok, dapatkah kau mengalah sekali ini? Lain kali aku akan menurut perkataanmu! Nenek ini terlalu ugal-ugalan dan menjemukan, aku harus menghajarnya!" "In In, kau berani membantah perkataan Sioksiok? In In terpaksa mundur dua langkah. "Aku bukan membangkang atas perkataan Sioksiok, soalnya aku tidak mengerti, kenapa harus menakuti si nenek Iblis ini, kata In In. "Lagi pula, kenapa sampai Tia-tia pun seperti menakuti sepasang cakar iblisnya! Seluruh orang2 Lian Hoa Hong menakutinya, bisanya memaki di belakang tapi tidak berani menghantamnya secara berdepan! Orang tua berjanggut mendengar perkataan In In. sudah tidak menjadi gusar

"Betul! Kita menakutinya, sampai ayahmu, engkongmu menakutinya. Kenapa kau tidak takut?" "Hm, aku tidak takut! Tampangnya yang setengah gila itu perlu amat ditakuti. Ia pun belum tentu berani menggunakan tangan, melulu mulutnya yang dipakai!" "Ini pun betul, karena Ia pun serupa dengan kita, yakni takut! "Apa? Mungkinkah ia pun menakuti kita? Aku tidak percaya. Kenapa di seluruh Lian Hong Hong Ia bisa berkeluyuran sesuka hati dan boleh mengganggu kita seenaknya. Sebaliknya Tian Tou Hong tidak boleh kita injak dengan sebelah kaki, apa alasannya? Sehabis berkata, In In menatap kepada Siok-sioknya dengan sinar mata aneh menanti jawaban. "Dalam hal ini kau akan mengerti sendiri. Kalau ingin mengetahui sekarang, kau boleh bertanya kepada Tia-tiamu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

atau ibumu! Mereka bisa menerangkan kepadamu, kenapa harus demikian!" "Siang2 sudah kutanyakan, mereka tidak mau menerangkan, hanya menyuruh aku menantikan tiga tahun lagi. Sesudah itu baru mau memberi tahu. Tiga tahun! Ah, waktu yang terlalu lama. Aku tak sabar menantikannya." Tiba2 si nenek yang jelek turut ber-kata2. "Tiga tahun terhitung panjangkah? Aku sudah menantikan tiga kali sembilan tahun, kini harus menantikan tiga tahun yang terakhir. Mungkinkah tiga tahun yang terachir ini lebih panjang dari yang lalu? Mungkin terlalu lama dan panjang, membuat si nenek merasa tak sabaran, karena itu kuharus pergi lebih dulu.....! Tidak! Aku tak bisa mencuci tangan dengan demikian, biar bagaimana capai lelahku yang berpuluh2 tahun tidak boleh hilang secara percuma." Sehabis berkata, si nenek segera memutarkan tubuh, lengannya mencekal pergelangan tangan Kiu Heng. "Adik kecil! Mari kita berlalu! Tiba2 berkelebat bayangan In In yang cepat laksana kilat menghadang perjalanan mereka. Ia memalangkan pedang dan berkata dengan tajam: "Tidak boleh berlalu, boleh pergi tapi harus meninggalkan Kiu Heng!" Kiu Heng merasa dongkol mendengar teguran yang demikian kasar. "Urusanku tak berhak kau campuri!" "Kiu Koko, bolehkah kau tak pergi?" tanya Ping Ping dengan lemah lembut. Perkataan ini lebih berhasil dari pada In In.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menjadi lunak dibuatnya, berpaling, dan seperti ingin mengatakan sesuatu. Tapi menjadi urung begitu merasakan lengan si nenek yang memegang pergelangannya terasa sangat halus dan hangat. Aliran itu menembus sampai di lubuk hatinya. Ia terkejut dan tidak bisa habis pikir lengan seorang nenek yang keriput bisa demikian hangat dan lunak. Tiba-tiba terdengar bunyi: "cring" dua kali dari suara Kim. Si orang tua berjanggut indah begitu mendengar suara ini segera memegang lengan In In dan Ping Ping. "Lo Sianseng sedang memanggil kalian, hayo lekas pulang! In In berontak-rontak. "Lepaskan lenganku! Lepaskan! Aku tak maupergi!" Ping Ping tidak merontak-rontak, Ia menatap Kiu Heng sambil berkata: "Kiu Koko, kuharap kau tidak turut dengannya, ia adalah musuh dari kami, sedangkan Kiu Koko adalah kawan kami. Karena itu, kuharap jangan turut dengannya! "Cring! Cring!" kembali terdengar bunyi Kim. "Lo Sianseng sudah memanggil kalian, kalau masih membandel jangan sesalkan tindakanku!" In In tidak berani merontak-rontak lagi, Ia memandang pada Kiu Heng. "Kalau kau ikut si nenek iblis, aku akan membencimu seumur hidup!" Sedangkan Ping Plng masih tetap berlaku lemah lembut. "Kiu Koko, kuharap kau jangan ikut dengannya, bolehkah? Sebelum suara dua gadis habis dari pendengaran, orang tua berjanggut indah sudah membawanya pergi, layap2 masih terdengar suara mereka yang mengatakan:

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kiu Koko, kuharap jangan ikut dengannya!" "Kalau kau ikut dengannya, aku akan membencimu seumur hidup!" Kalimat2 ini seperti me-ngiang2 di dalam telinga Kiu Heng, di dalam hatinya merasakan seperti manis dan pahit, seperti kawan dan musuh, ia tidak dapat membedakan, ia mabuk tak keruan! Tiba2, ia menatap pada si nenek yang tengah tersenyum. Senyum kemenangan atau senyum apa, Kiu Heng tidak bisa membedakan, karena otaknya sudah gelap dan mabok. "Adik kecil, mari kita berlalu." Sebelum Kiu Heng bisa berkata baik, terlebih dulu sudah berteriak : "Aduh!" Kembali ia muntah darah dan jadi pingsan Ia tidak mengetahui berapa lama sudah berlalu, tiba2 Kiu Heng merasakan semacam cairan harum yang manis perlahan2 masuk ke kerongkongannya. Ia menelannya dan merasakan nyaman sekali, waktu Ia membuka mata, tampak sebuah lengan halus yang putih tengah memegang gelas memberikan obat padanya. Sesudah minum obat, Kiu Heng merasakan dadanya menjadi lapang, lengannya pun menjadi baikan Sesudah Kiu Heng menceguk habis, lengan putih yang halus itu pun bergeser pergi. Ditatapnya lengan itu dengan penuh perhatian, kiranya adalah lengan seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahun. Si gadis berambut hitam, cantiknya luar biasa, tapi bersifat dingin dan tidak menarik seperti gadis kebanyakan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menatap kepergian si gadis. Setelah itu Ia mendengar percakapan dari kamar sebelah yang gelap. "Suhu! Ia sudah siuman!" "Siuman? Kalau begitu lekaslah suruh dia berlalu! Kita tidak bisa menahannya lama2!" jawab seseorang dengan suara parau. Kiu Heng mengetahui yang berkata dengan suara parau itu, adalah seorang berilmu dalam yang tinggi, karena suaranya me-ngiang2 di dalam telinganya. Ia kaget, karena mengenali suara itu adalah suara si nenek yang jelek. Oh, kiranya ini rumahmu, dan kau membawaku kemari!" pikirnya. Kembali terdengar lagi suara si nenek. "Tak perlu berkata demikian di depan mukaku, sekali kubilang tidak tetap tidak. Ia sudah ditolong, boleh merasa beruntung besar! Karena itu, lekas suruh Ia pergi kalau sudah siuman! Se-kali2 jangan membuat aku gusar..... Perkataan ini tak ubahnya seperti parang yang tajam menusuk ke hati Kiu Heng membuatnya menjadi gusar. "Aku tidak meminta datang kemari, kau sendiri yang membawaku! Aku tidak meminta kau obati, kau sendiri yang mengobati. Aku tak membutuhkan rasa kasihan orang. Kau ingin kuberlalu, segera aku bisa pergi, karena akupun tidak berpikir untuk tinggal di sini selamanya! Tak heran In In dan Ping Ping mencegah aku kemari, kiranya kau adalah nenek jahat! Kau menolongku karena takut hilang muka di depan orang2 Lian Hoa Hong. Hm! Kau kira aku bisa meratap? Kau jangan bermimpi, aku tidak membutuhkan belas kasihanmu...." pikirnya. Ia berpikir dan berpikir, lalu turun dari pembaringan yang beralasan rumput kering, suara dari kamar sebelah masih terdengar tapi tidak setegas semula, karena telinga Kiu Heng seperti menjadi tuli disebabkan gelora kemendongkolan yang berkobar di dalam hati.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia masih merasakan lengan kirinya sakit, menyatakan sakitnya belum sembuh betul, tapi ia tidak memperdulikan ini. Dengan mengertekkan gigi, Ia turun terus, tiba2 ia mendengar lagi perkataan dari sebelah. "Suhu, kau harus berpikir sedikit, aku bukan mencegah agar ia tak berlalu, tapi karena hal yang tiga tahun ini disebut panjang ya panjang, disebut pendek sekejap mata bisa berlalu. Tapi, bagaimana dengan kaki suhu, dapatkah sembuh seperti sedia kala? Merupakan hal yang tidak bisa diramalkan, tapi kalau tidak sembuh, kita harus bagaimana?" "Cui-jie, kau bernyali besar berani memakiku?" "Bruk!" sekali. Kiu Heng tahu si gadis berlutut sambil menjatuhkan diri. Kini ia menjadi bingung, dirinya tak perlu dikasihani orang, tapi si gadis itu membuatnya kasihan. Ia heran kenapa si gadis mau meratap dan meminta kasihan pada suhunya untuk dirinya? "Suhu, biar Cui-jie bernyali besar pasti tidak berani menjumpai kau si orang tua! Suhu harus berpikir dengan cermat, bagaimana baiknya kalau kaki itu tidak sembuh juga? "Biar bagaimana, aku tidak mau menahannya, lebih2 mengandalkan seorang anak kecil! "Suhu, kau belum melihatnya bukan?" Kiu Heng merasa heran, kenapa Cui-jie mengatakan suhunya belum pernah melihat dirinya? Bukankah Ia membawanya kemari? Kalau begini lebih baik kupergi saja dari sini, tak perlu mengucapkan segala terima kasih! Per-lahan2 Ia menarik pintu, baru saja akan keluar dari kamar, tlba2 di depan pintu menghadang seseorang yang bukan lain dari pada Cui-jie.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kiu Heng, percakapan kami mungkin kau sudah dengar semua bukan? Dapatkah kau menerima sedikit penjelasan? Kini guruku ingin melihatmu barang sekali, karena itu kau jangan gusar dulu, sesudah suhuku melihatmu, aku dapat menjelaskan per-lahan2! Kiu Heng bertabiat angkuh dan keras, tapi terhadap kelunakan ia tidak berdaya. Segala kegusarannya seperti hilang begitu mendengar perkataan halus si gadis. "Baik! kulihat si nenek jelek itu, apa yang akan dikatakan padaku, bilamana mendongkolkan, aku segera berlalu. Bilamana ia memohon dengan halus, aku bisa bertindak melihat suasana!" pikirnya. Cui-jie segera menuntun Kiu Heng ke dalam kamar. Lengan si gadis yang lembut mengalirkan hawa hangat merembes ke dalam hatinya, ia pernah merasakan kehangatan yang demikian unik, tapi ia lupa dimana mengalaminya. Tanpa terasa lagi Ia menatap dengan penuh perhatian pada wajah Cui-jie. Begitu mereka masuk ke kamar, si nenek menatap pada Kiu Heng dengan sinar mata yang tajam, tak henti2nya dari atas ke bawah silih berganti. Si nenek menarik napas, lalu memeramkan kedua matanya dan berkata seorang diri: "Aneh! Aneh! Kenapa bisa terjadi hal ini? Kenapa bisa begini?" Perkataannya ini diucapkan demikian halus, tapi Kiu Heng dapat mendengarnya dengan tegas. Ia menjadi heran kenapa si nenek bisa mengucapkan kata2 yang demikian, agaknya seperti belum pernah melihat dirinya saja. Ia heran dan tidak habis mengerti apa yang dikandung hati si nenek. Apa yang aneh apa yang tak mungkin? "Cui-jie," kata si nenek, "ajaklah ke depan untuk beristirahat! Segala urusan boleh kau sampaikan sesudah hari terang!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cui-jie mengajak Kiu Heng keluar gua, lalu masuk ke sebuah gubuk. "Kau tiduran sejenak, tak lama lagi aku datang! sehabis berkata Cui-jie segera berlalu. Sambil menatap kepergian si gadis, di dalam hati Kiu Heng timbul berbagai pertanyaan. Ia heran kenapa di Thian Tou Hong maupun Lian Hua Hong berdiam orang yang aneh2. Si orang tua berjanggut indah, In In dan Ping Ping, si nenek yang berparas buruk dan Cui-jie, apa sangkutan antara mereka? Semuanya sukar ditebak dan diraba, semakin diingat semakin kusut otaknya. Tak selang berapa lama, sesosok bayangan hitam menghampiri dirinya, pikirnya Cui-jie yang datang, tapi ia menjadi kaget, karena yang datang sesungguhnya adalah si nenek berparas buruk. "Untuk apa kau datang?" pikirnya heran. "Adik kecil, kau kira aku siapa? tanya si nenek dengan suara parau. "Kau belum pernah mengatakan dirimu siapa? Mana kutahu!?" "Benar2kah kau tidak tahu? Adik kecil, aku akan memberi tahu! "Siapa dirimu? Apa hubungannya denganku, mau kasih tahu atau tidak, terserah padamu sendiri," pikir Kiu Heng. "Adik kecil, kalau kau tidak tahu aku siapa, kenapa kau tidak menjawab? "Apa yang harus kuucapkan, aku sudah mengatakan tidak tahu? Apa hubunganmu denganku, sampai mendesak berulang2! "Tolol, kau jangan berpikir yang bukan2!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara ini berubah dari parau menjadi girang. "Oh, kiranya Cui-jie!" teriak Kiu Heng dengan kaget. Karena saat ini si nenek sudah mencopot kedoknya dan berubah menjadi Cui-jie. "Kau berani memanggilku Cui-jie?" "Ah! Tidak! Tidak! Cui Cici, Heng-jie salah sebut karena kaget!" Cui-jie tidak menjawab tapi dari parasnya yang beku dan dingin berbayang sebuah senyum, tapi dalam seketika menjadi hilang, dan tampak kembali wajah bekunya yang tidak menarik. Cui-jie membuka kedok dan penyamarannya serta sarung tangannya. seluruh pakaian

Kini Kiu Heng mengerti, suhunya Cui-jie tidak mengenalinya, karena yang membawa dirinya bukan lain dari Cui-jie sendiri. Tapi ia tidak mengerti kenapa Cui-jie melakukan penyamaran sebagai gurunya. "Sekarang aku tak perlu menjelaskan lagi bukan? Tapi kuyakin kau ingin tahu kenapa aku berlaku demikian. Dalam hal ini aku bisa menerangkan tapi kau harus meluluskan permintaanku, yakni jangan menceriterakan hal ini kepada orang ketiga, karena hal ini merupakan kelemahan dari Thian Tou Hong!" Kiu Heng mengangguk-anggukkan kepala. "Baik, kau sudah manggut2, aku boleh merasa puas," kata Cui-jie. "Sepuluh tahun berselang, antara Thian Tou Hong dan Lian Hoa Hong terjadi perselisihan dari soal kecil ini mengakibatkan urusan besar, masing2 bersumpah tidak mau sama2 berdiri di kolong langit ini. Mereka segera bertarung hebat. Sesudah berkelahi beberapa kali, tidak tampak yang menang maupun yang kalah. Mereka berjanji lagi sesudah sepuluh tahun akan bertarung lagi untuk menyelesaikan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ganjelan ini. Saatnya tinggal tiga tahun lagi, hal ini suhu yang mengatakan kepadaku. Ia mengatakan dengan serampangan sehingga aku tidak mengetahui dengan terang soal ini sampai se-dalam2nya. Lima tahun yang lalu, guruku selalu diganggu impian buruk. Tengah nyenyaknya tidur sering men-jerit2. Bilamana menilai kepandaian guruku, pasti tidak ada yang ditakuti, tapi kenyataannya bukan saja Ia terjaga dari tidurnya, bahkan setiap kali seperti kaget dan ketakutan. Karena itulah mengakibatkan guruku terganggu dari latihannya dan masuk ke jalan sesat, sehingga kedua kakinya tidak bisa digunakan. Berbareng dengan itu, ia pun tidak suka bermimpi buruk dan ketakutan. Guruku menjadi cacat disebabkan penyakit jiwa. Kalau ingin mengandalkan obat biasa untuk menyembuhkan sudah tak bisa lagi. Menurut guruku, kedua kakinya akan sembuh sendiri sesudah tiga tahun lagi." Berkata sampai di sini, Cui-jie menarik napas, kedua matanya mengawasi kepada Kiu Heng, lalu melanjutkan lagi perkataannya. "Karena Thian Tou Hong dan Lian Hoa Hong mempunyai sangkutan berat, dalam pertemuan yang terakhir guruku hanya seorang diri, karena itu dibolehkan kemana saja Ia hendak pergi, sedangkan orang2 dari Lian Hoa Hong dilarang datang ke Thian Tou Hong. Tapi ada satu larangan, yakni tidak boleh sembarangan melukai orang bilamana tidak diperlukan, hal ini disebutkan guruku sewaktu pertama kali aku menyamar sebagai dirinya. Ia berkata: Kesatu, sesudah kau menyamar, boleh pergi kemana saja tanpa mendapat gangguan dari siapa pun. Kedua, sesudah menyamar, aku disuruh sering2 datang ke Lian Hoa Hong, agar mereka mengetahui bahwa guruku masih dalam keadaan sehat, sehingga bisa merahasiakan cacat guruku.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Karena disuruh menyamar, sejak kecil aku dilatih ilmu Ginkang dengan keras, di samping itu aku pun harus mempelajari gerak-gerik dan segala kelakuannya. Cara melatih diriku mendekati kekejaman, tapi aku tidak menjadi benci, karena kutahu kesukaran guruku. Aku menaruh simpati padanya. Kuingat pada suatu ketika, aku pernah membuat guruku gusar, Ia mengatakan tentang diriku. Katanya aku adalah anak malang yang sudah tak mempunyai orang tua, sewaktu berusia tiga tahun diketemukan guruku. Karena menganggap aku berbakat untuk mempelajari ilmu silat, dibawanya ke Thian Tou Hong. Sesudah memaki panjang lebar dan menuturkan riwayatku, kegusarannya masih me-luap2. Aku diusir turun gunung. Hal ini adalah kejadian beberapa tahun berselang. Tapi aku tidak pergi karena kutahu guruku tengah sakit dan terganggu sewaktu tidur, aku berdiam di dekat rumah gubuk tanpa berlalu. Pada tengah malam bulan purnama, guruku men-jerit2 dari mimpinya, begitu ia bangun, tidak terdengar lagi suaranya, cepat2 aku hampiri gubuk itu, tapi tidak berani langsung masuk, saat inilah kudengar guruku tengah me-nyebut2 namaku, karena itu tanpa memperdulikan sesuatu, aku menerobos masuk. Guruku pun menjadi kaget, kulihat ia pertama kali mengucurkan air mata, akupun merebahkan diri dalam pelukannya dan menangis ter-sedu2. Ku mendapatkan kami seperti juga seorang ibu dan anaknya yang tengah dirundung malang. Aku tak bisa pergi lagi dari sampingnya, guruku pun tidak pernah menegur atau memaki lagi sejak hari itu. Bukan saja demikian, diriku dianggap seperti anaknya, aku pun memperlakukannya seperti ibu, saling sayang dan mengasihi dengan hati ikhlas. Sayang waktu yang demikian manis itu berjalan terlalu singkat. Guruku memasuki jalan sesat sewaktu berlatih karena terganggu impian2 buruk. Ia menderita dan tak ada waktu lagi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghiraukan aku, sebaliknya aku berlebih telaten merawat dan mengurusnya. Di samping bertambah giat belajar silat. Demikianlah kisahku yang sudah lampau!" Kiu Heng mendengari ceritera Cui-jie dengan terharu, sebaliknya yang ceritera tetap dengan wajah beku tak berubah. "Mungkinkah sampai wajah beku yang demikian dingin ini dipelajari juga dari gurunya?" pikir Kiu Heng. Pada hari itu aku tengah berada di dekat air terjun, kulihat kau berlalu dengan ginkang yang luar biasa, belakangan kulihat kau dicelakakan si orang tua berjanggut indah. Karena itu kutolong dirimu, tak kira sesudah kucuci wajahmu, mendapatkan di mukamu bersemu hijau yang samar2. Menurut guruku, bilamana seseorang sudah memiliki ilmu dalam yang luar biasa baru bisa berwajah demikian. Aku heran dan tidak mengerti, benar2kah kau memiliki ilmu yang tinggi? Kenapa kau bisa dilukakan mereka? Bahkan terhadap pukulan si gadis saja kau seperti tak tahan?" Ia menjadi girang mendengar keterangan Cui-jie bahwa dirinya memiliki ilmu yang tinggi, tapi ia tidak menjawab pertanyaau Cui-jie. "Cui Cici, bagaimana ilmuku? Aku sendiri tidak tahu, tapi kuyakin tak bisa seperti yang Cui Cici sebutkan. Karena itu, kumohon di hari2 kemudian mendapat bantuan Cui Cici dalam ilmu silat ini!" Cui-jie menjadi heran, menurut apa yang dikatakan gurunya maupun pengetahuannya bahwa Kiu Heng memang memiliki ilmu yang tinggi. Tapi kalau dilihat wajah Kiu Heng yang demikian wajar, sedikitpun tidak berdusta. Karena inilah ia tidak mau banyak ber-kata2. "Kau lekas2lah tidur, lukamu akan menjadi sembuh sesudah tiga hari. Sesudah itu, mungkin kami akan memohon sesuatu kepadamu!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sehabis berkata Cui-jie masuk ke kamarnya, sedangkan Kiu Heng menatap dari belakang dengan berpikir: "Apa yang hendak kau minta dariku? Mungkinkah soal Lian Hoa Hong? Mereka melihatmu sudah ketakutan, perlu apa meminta pertolonganku? Dalam perkelahian menghadapi mereka, tak perlu diminta pun aku bisa menghajar mereka. Si orang tua berjanggut indah hutang pukulan! In In juga jahat, hanya Ping Ping si gadis lembut, yang baik hati." Memikir dirinya Ping Ping, Ia merasa jengah dan menyesal menggamparnya. Hal ini akan diingatnya seumur hidup sebagai penyesalan terbesar di dalam jiwanya. Ber-hari2 turun hujan, Kiu Keng tidur nyenyak di atas rumput. Ia sering bangun dari tempat tidurnya, tapi tidak pergi ke-mana2 karena gangguan hujan. Saat ini Kiu Hepg bukan merupakan jembel yang kotor dan dekil, tapi ia sudah mengenakan pakaian seorang petani pegunungan yang sederhana. Baju ini adalah pemberian Cuijie yang didapatnya di desa, sungguhpun tidak pas, cukup pantas dipakainya. Ia merasa berterima kasih pada si gadis. "Sejak kecil aku berlatih silat dan tidak bisa membuat baju. Karena itu kau pasti memaafkan diriku," kata Cui-jie sewaktu menyerahkan baju itu. "Cici, hujan2 kau pergi membelikan aku baju, aku merasa berterima kasih sekali. Aku mengerti dan mengucapkan syukur di dalam hati. Kenapa kau harus mengucapkan perkataan yang demikian? Aku yang menjadi adik mengharapkan kau jangan mengatakan demikian untuk kedua kalinya, bolehkah? Wajah Cui-jie menjadi merah, sedangkan matanya menjadi hidup, tapi dalam seketika menjadi hilang kembali. Kiu Heng ingin bertanya tentang wajah si gadis yang bisa berubah dengan cepat dan selalu beku dan dingin, tapi ia tidak berani mengetahui persoalan diri si gadis, hanya di dalam hati, ia ingin bertanya, sedangkan di mulut tak berani berkata-kata!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Beberapa hari kembali berlalu, cuaca cerah, tak hujan tak berawan, sinar surya yang ke-merah2an menerangi jagat dari ufuk timur. Kiu Heng mengikuti Cui-jie dari belakang mendekati sebuah bukit. Dari sini mereka memandang jauh ke muka. Rumput dan pepohonan yang hijau dan batu yang berserakan menarik perhatian mereka. Di sebuah bukit yang rata Cui-jie berhenti. Sewaktu ia menoleh ke belakang tak alang kepalang kagetnya. Pikirnya Kiu Heng yang ditinggalkannya itu pasti berada jauh di belakang, tak kira tetap berada di sampingnya. "Adik, kau memiliki ilmu ginkang yang demikian tinggi, kenapa bisa dilukai si gadis dari Lian Hoa Hong? Andaikata kau tidak memiliki ilmu yang tinggi toh bisa mengegos menyelamatkan diri, bukan?" "Cici jangan menertawakan aku, bilamana Cici tidak sengaja memperlambat kaki tak mungkin aku menyandak. Sedangkan aku kena dilukai si gadis, karena berkepandaian lebih rendah darinya. "Apakah kau berkata secara sungguh2 atau main2? "Oh, sesungguhnya ilmu In In tidak seberapa, aku kalah karena sedang terluka!" "Dalam beberapa hari lukamu sudah sembuh seperti sedia kala karena itu aku ingin mencobamu beberapa jurus, dalam hal ini kau tidak boleh menggunakan segala kepandaianmu. Bilamana kutahu kau tidak mengeluarkannya semua, berarti tidak menghargai diriku. Karena itu, akibatnya lebih banyak buruknya daripada baiknya. Kau mengertikah maksudku?" "Cici, kalau begitu kau ingin menyaksikan kepandaianku, dari mana aku harus mulai?" "Dari manapun baik!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng tertegun sejenak. "Kenapa kau ragu2, mungkinkah tidak mau bertanding denganku?" "Bukan tidak mau tapi bagaimana jadinya andaikata keterlepasan tangan, mungkin bisa....." "Mungkin melukai diriku?" potong Cui-jie. "Kau legakan hatimu, jika kau bisa berbuat demikian, aku merasa girang dan tidak akan membencimu. Lagi pula suhu mempunyai obat mujarab yang luar biasa!" Begitu selesai berkata, tubunnya segera menyergap keras dan cepat. Kiu Heng memutar mengegoskan serangan baru ia berbalik kembali serangan sudah menghajar datang, jurus ini membuat Kiu Heng serba susah. "Plok!" sekali bahu kanannya terkena pukulan. Sungguh pun tidak berat tapi terasa sangat sakit. Kiu Heng menjadi sengit, tubuhnya maju melancarkan serangan tangan, tiga jurus berlalu. "Adikku, kiranya kau adalah murid dari Bu Tong San tapi ilmu kepandaian semacam ini se-kali2 jangan dipertunjukkan di atas Oey San, hal ini bukan disebabkan aku memandang rendah......." Kiu Heng merasa tersinggung, ia menggereng keras memutuskan perkataan Cui-jie. Ia tidak memperdulikan bisa membuat Cui-jie luka berat, tenaganya disalurkan di kedua telapak tangannya. "Bert! Bert!" Dua kali, segera menyerang! Cui-jie tidak mengira kekuatan Kiu Heng, ia terhempas beberapa tombak. Dari pada gusar, Cui-jie menjadi girang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Adikku, awas atas serangan balasanku!" Tubuhnya menggeliat di udara lalu meluncur turun dengan kecepatan kilat di-sela2 tenaga pukulan Kiu Heng. Ringan sebagai walet lincah sebagai ular, ia mencelos dalam sekejap mata lalu menepak per-lahan2 di tangan Kiu Heng, lalu melejit lagi sejauh beberapa tombak. Gerakan tubuhnya, jurusnya yang dipertunjukkan membuat kagum Kiu Heng yang beradat tinggi. Tapi Ia tidak mau mengalah, Ia pun mengubah gerakan, tubuhnya mengejar, lengan kirinya memukul dengan telapak tangan, lengan kanannya menotok dengan jari2nya, gerakannya sangat aneh dan indah, dikata cepat tidak seperti kilat, dikata lambat tidak lambat. Sukar diegos dan dihindarkan, lebih sukar pula ditangkisnya. jurusnya yang sederhana ini membuat Cui-jie pucat pasi, keringatnya mengucur, cepat Ia membentangkan ilmu Walet Menerjang Angkasa Luas, semacam ilmu menolong diri dalam keadaan bahaya. Gerakan yang Kiu Heng pergunakan adalah salah satu jurus dari pelajaran di dalam gua yang ditemukan di Pek Tio Hong. Dengan cepat ia pun mengikuti tubuh Cui-jie, dengan perlahan dan pasti Kiu Heng berhasil membayangi si gadis, lalu menotoknya secara ringan. Cui-jie terpaksa turun dari udara dengan heran, ia menatap pada Kiu Heng, hatinya berpikir bolak-balik, ia merasa heran Kiu Heng bisa melancarkan ilmu yang maha luar biasa dan indah! Kiu Heng menjadi heran melihat Cui-jie tidak ber-kata2, kiranya ia sudah melukainya dan membuat si gadis menjadi gusar, cepat2 ia minta maaf. "Dalam seketika aku kurang cepat menarik serangan, sehingga mengenai Cici, harap jangan gusar."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cui-jie menarik napas sambil meng-geleng2kan kepala, lalu berkata. "Aku tidak bisa menyalahkan dirimu, tapi kuminta kau mengeluarkan jurus yang indah semacam ini se-banyak2nya! Agar kubisa membuka mata mengenal dunia!" "Tapi sayang sekali, jurus ini hanya sejurus dan kuperoleh kepandaian ini dengan tak sengaja sampai namanyapun aku tak tahu, mana bisa kuperlihatkan lagi yang lainnya? "Aku bukan anak kecil berusia tiga tahun yang mudah dibohongi orang. Caramu yang demikian cupat, menyembunyikan pelajaran tak mau mempertunjukkan membuat hatiku merasa kesal tapi tak ada lain perkataan yang dapat kuucapkan. Mari kita pulang!" kata Cui-jie. "Kau tidak mengetahui namanya ilmu yang kau pergunakan, sedangkan aku pun tidak tahu, sebaiknya pulang saja menanyakan kepada suhu, pasti Ia akan mengetahuinya! Cui-jie segera berlalu begitu selesai berkata. Kiu Heng merasa girang kalau gurunya Cui-jie bisa mengenali Ilmu yang dipergunakannya ini, cepat2 ia mengikuti kembali ke gubuk. Lalu ia mondar-mandir di luar gua dimana si nenek tinggal. Dinantikannya Cui-jie keluar dengan tak sabaran, ia ingin mengetahui selekasnya ilmu yang diperoleh dari dinding batu itu termasuk, dari perguruan mana. Cui-jie keluar juga sesudah lama. Ia mengajak Kiu Heng ke dalam gua tanpa ber-kata2. Kiu Heng kedua kali masuk ke dalam gua. Sekali ini Ia merasakan jauh berbeda dengan pertama kali ia pergi. Di dalam gua tampak sangat terang. Dengan penuh perhatian Kiu Heng mencari dari mana datangnya sinar itu, ia dongak ke sekeliling, dilihatnya dua butir mutiara bersinar tergantung di pojok ruangan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mungkin mereka ingin melihat ilmu kepandaianku, sengaja menggantungkan mutiara bersinar, baiklah! Kamu boleh melihat, dengan tegas!" pikir Kiu Heng. "Kiu Heng sudah datang," kata Cui-jie. "Kau boleh mulai dengan ilmumu, jangan mencoba menyembunyikan, seluruhnya kau keluarkan!" Kiu Heng segera memasang kuda2 dan mempertunjukkan ilmu yang dipakainya menghadapi Cui-jie tadi, lalu menambahnya dua jurus ilmu yang diperolehnya dari dinding gua. Tiga jurus ini tidak bisa dirangkaikannya menjadi satu seri yang indah, sehingga ia merasa tak enak dan tidak meneruskan jurus2 yang lain. "Bocah! Siapa yang menyuruh kau datang ke sini? Lekas katakan, bilamana kau tidak mengatakan dengan jujur jangan salahkan aku tak mengenal kasihan!" bentak si nenek, begitu selesai menyaksikan Kiu Heng memainkan ilmunya. Perkataan si nenek membuat Kiu Heng dan Cui-jie menjadi kaget. "Lo Cianpwee jangan salah paham! Heng-jie datang ke sini tidak diperintah orang lain, melainkan diajak Cui-cici. Karena itu kuharap Lo Cianpwee bisa mengetahuinya." "Hm." kata si nenek, "kau mempergunakan jurus pertama yang bernama Keng Liong Cin Kouw (Naga Terkejut binatang Kouw Terpental), jurus kedua bernama Hoo Lui Wan Tie (Bangau Menangis Kera menjerit), jurus ketiga bernama Siong Ma In Coan (Sepasang Kuda Minum di Mata Air). Ketiga jurus ini adalah peninggalan orang2 berilmu di dunia Kang Ouw yang terkenal, kini kusudah memberi tahu kepadamu, mungkinkah kau masih berniat untuk membohong? Kiu Heng seperti pernah mendengar nama ketiga jurus itu tapi Ia lupa dimana mengetahuinya. Ia terpekur memikir,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

matanya ber-kilat2 memancarkan sinar aneh bahna asyiknya, sampai lupa menjawab pertanyaan si nenek. Tiba2 deruan angin keras mendesak dirinya, berbareng dengan itu terdengar Cui-jie berseru keras, Kiu Heng tidak berdaya menyingkirkan diri, terpaksa mengangkat lengannya melakukan tangkisan dengan Ilmu lunak dan keras seenaknya. Si nenek yang melihat Kiu Heng menangkis secara demikian, memaki di dalam hati: Ah, si binatang kecil tak tahu mati, berani betul menyambut seranganku secara demikian. Biar kau lihaypun akan terluka dan mati!" Tapi begitu dua tenaga tangan beradu, serangan si nenek menjadi pudar! Si nenek menjadi kaget. Ia tak habis pikir seorang muda yang sederhana bisa mempunyai kepandaian yang demikian tinggi. Ia berputus asa. "Sret, sekali, lengannya dengan mendadak mengusap mukanya, selembar kedok segera copot dan memperlihatkan parasnya yang sesungguhnya. Ia merupakan seorang wanita pertengahan umur yang berparas cantik. Berbareng dengan itu, tubuhnya segera bertiarap di atas tanah, lalu menangis dengan sedih. "Ilmu kepandaian Siau-ko sangat tinggi, Na Wan Hoa mengaku bersalah dan menerima untuk dihukum!" katanya. Sekali ini membuat Kiu Heng menjadi heran dan tak mengerti. Cui-jie berseru dengan tiba2, Ia mencelat memayang gurunya sambil berkata: "Suhu! Suhu! Kenapa kau bisa begini?" Saat ini, air mata sudah membasahi pipi Na Wan Hoa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cui-jie, sejak hari ini habis sudah perhubungan dan perjodohan antara kau dan aku! Siauko ini diutus oleh musuh kita! Kau tentu masih ingat apa yang pernah kuucapkan pada tahun yang lalu! Yakni, orang2 dari Lian Hoa Hong tidak diperkenankan memijakkan kakinya di daerah Thian Tou Hong, tapi asal mereka bisa mendidik seorang murid yang lihay dan pasti bisa mengalahkan aku, boleh datang ke sini. Kini aku sudah menyerah kalah, segala sesuatu mengenai kau dan aku berarti habis pula, karena aku harus menerima segala syarat yang dikehendaki musuh!" Mendengar keterangan ini, Cui-jie memandang kepada Kiu Heng dengan sinar mata tajam. "Adikku, apakah benar2 kau diutus oleh orang2 dari Lian Hoa Hong? Kiu Heng sudah terkejut dan terpesona oleh kejadian yang mendadak ini. Dilihatnya Cui-jie menatap dengan air mata berlinang-linang. Cepat ia berlutut. "Cici, mungkinkah sampai kau sendiri tidak percaya kepadaku? Aku hanya bisa bersumpah kepada yang maha kuasa, aku tidak mempunyai hubungan dengan orang2 dari Lian Hoa Hong. Bilamana aku berkata salah sepatah pun, boleh menyuruh aku .......... Tiba2 Cui-jie menjerit keras, lengannya membekap mulut Kiu Heng, sedangkan Na Wan Hoa sudah bangun dan duduk di hadapan Kiu Heng, ia me-nepak2 pundak pemuda kita sambil bertanya: "Haicu, duduklah, mari kita mengobrol! Jika bukan utusan dari musuh2ku, darimana kau memperoleh pelajaran silat itu? jika bisa menerangkan, kupersilahkan. Kalau tidak bisa, aku tidak memaksa. Percayalah bahwa aku sudah percaya betul kepadamu, dan tak mungkin untuk menegur serta menyalahkan dirimu lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng enggan menerangkan pengalamannya. Ia hanya menggelengkan kepala tanpa menjawab pertanyaan Na Wan Hoa. Malam mendatang Kiu Heng bolak-balik di atas pembaringannya tidak bisa tidur. Di otaknya mengingat terus tiga jurus ilmu yang bernama Keng Liong Cin Kau, Hoo Lui Wan Tie, Siang Ma In Coan, yang dipertunjukkan tadi. Ia tidak bisa melupakan nama2 itu sebab pernah mengetahuinya, tapi lupa dimana dan kapan melihat atau mendengarnya? Mulai dari Cit-coat-kiam lalu ke Sam Cee Pan Goat sejurus demi sejurus ia mengusut, tiba2 ia teringat buku Pai-kut-sinkang dari Siang Siu. Cepat2 buku itu dikeluarkannya. Dengan kedua matanya yang bisa melihat di dalam keadaan gelap, ia membaca dari kepala sampai di akhir dengan cermat dan teliti, tapi tidak menemui nama2 dari ilmu silat itu. Lalu Ia teringat kepada Bu Lim Tiap, cepat ia mengeluarkan buku yang merupakan pusaka rimba hijau itu. Ah! Benar di sini! Aku ingat, disinilah tertera beberapa kalimat yang terputus2 dan tidak kumengerti! Cepat2 ia membalik lembaran demi lembaran. "Ah, di sini! serunya. Kiranya di setiap nama orang2 yang pernah memiliki Bu Lim Tiap tertera nama dari ilmu2 silat yang dimiliki orang itu. Di samping itu, masih terdapat penjelasan2 yang membikin Kiu Heng mengerti dengan mudah! Ia mengakuri gambar2 yang pernah dipelajarinya dari dinding gua dengan perkataan2 yang tertera di bawah nama orang itu. Dengan cepat ia menghapal perkataan2 itu! Berbareng dengan itu ia mendengar suara "Cring" dari .suara kim. dan menyusul suara orang tua bersuara parau. "Na Kounio, Tiong-mo minta bertemu untuk merundingkan soal penting!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sungguh pun suara ini datang dari arah jauh, Kiu Heng dapat menangkapnya dengan tegas, cepat2 ia menyembunyikan Bu Lim Tiap, dan merebahkan dirinya di atas pembaringan. Karena ia mengingat, malam2 datang, tamu pasti akan merundingkan soal penting dengan tuan rumah. Sedangkan dirinya merupakan orang luar, biar bagaimana pun tidak boleh mencuri dengar. Karena itu satu2nya jalan yang terbaik, lekas2 menjadi pulas! Tepat di saat Ia akan pulas, mendadak berkesiur angin yang diiringi berkelebatnya sesosok tubuh di samping tempat tidurnya. Ia melihat orang itu adalah Cui-jie yang mengenakan kedok buruk keluar rumah. "Kedok itu hanya sebuah, mereka menggunakan secara bergilir, untuk mengelabui orang luar tentang keadaan jasmaniahnya. Na Wan Hoa yang sudah cacat. Entah siapa yang datang ini? Ah, mendengar suara Kim sudah dapat dipastikan orang itu adalah ayahnya In In! Mungkinkah ayahnya In In yang sudah tua sebaya dengan Na Wan Hoa yang masih tampak muda dan cantik? Mungkinkah ia awet muda? .....Sebelum ia bisa berpikir terlebih banyak, telinganya mendengar suara bentakan keras yang menggelegat seperti petir di dalam ribut, membuat dirinya kaget dan membalik tubuh. Tiba2 ia mendengar suara Na Wan Hoa. "Haicu, pergilah kau lihat Cicimu, jangan sampai orang luar menghinanya!" Kiu Heng cepat bangun, pedangnya dibawa. "Lo Cianpwee tenangkan hatimu, barang siapa berani mengganggu Cui Cici tidak akan kuampuni! Dengan kecepatan luar biasa Kiu Heng sudah sampai di mulut lembah, dilihatnya Cui-jie tengah berhadapan dengan seorang tua yang sudah berjanggut putih. Mereka saling tatap tanpa ber-kata2.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang tua itu memegang Cit Hian Kouw Kim (alat musik kuno yang berkawat tujuh), tiba-tiba berkata : "Hm, siapa kau? Berani betul menyamar sebagai Na Kouwnio mempermainkan Lohu! Kau harus tahu, sudah berapa tahun aku tidak membunuh, karena itu sadarlah terlebih dahulu, jangan sampai salah paham! Panggil secepatnya Na Kouw Nio datang!" Perkataan ini membuat Cui-jie terkesiap, Ia mengira bisa berlaku seperti biasa, mengelabui orang tanpa ketahuan. Tak kira begitu ketemu musuh besar gurunya segera diketahui. Mana berani lagi Ia membuka mulut, ia berlagak gagu dan tidak menjawab pertanyaan itu. "Na Kouwnio!" teriak si orang tua yang memegang kim. "Wan Hoa..... hari ini bahaya mengancam di depan matamu, biar bagaimana aku harus turun tangan. Apakah kau tahu budak kecil yang bernama Kiu Heng itu siapa? Ia adalah orangnya Gui Sam Seng dari Pek Tok Bun: Ia diutus datang untuk mencelakakan dirimu! Peringatan ini membuat Cui-jie yang menyamar menjadi kaget, sedangkan Na Wan Hoa yang berada di kamar pun tidak kurang kagetnya. Hanya Kiu Heng sendiri yang merasa heran. "Kenapa di Oey San ini dtinggali manusia2 aneh, yang dikerjakan maupun yang dikatakan selalu perkataan yang tidak melalui otak, seperti lelucon besar saja..." pikirnya. Ia tidak bisa berpikir terlalu lama, karena kesiuran angin keras, lewat di sampingnya dengan kecepatan kilat, Ia melirik dengan tajam. Orang itu bukan lain dari pada Na Wan Hou yang keluar dengan tongkat di tangan. "Wah celaka! Angin keributan bisa timbul karena salah paham. Bagaimana aku harus menerangkan diriku?" pikir Kiu Heng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tiong Peng Hoan, Tiong Ngo-ko. betulkah kata2 yang kau ucapkan?" tegur Na Wan Hoa. "Kau mempunyai bukti apa? Ih! Kemana dia? Aku melihat ia sudah keluar!" Orang tua yang memegang kim dan dipanggil Tiong Peng Hoan, me-mentil2 alat musiknya, memperdengarkan irama lembut yang menyedihkan, sehingga membuat orang mengucurkan air mata. "Wan Moay, hari ini Ek Lam Siang Sat, Lauw Siong dan Lauw Pek tanpa sengaja memasuki Thian Tou Hong, dan mereka melihat Kiu Heng berada di dalam gubuk tengah memegang Bu Lim Tiap sambil memeramkan mata. Sedangkan Bu Lim Tiap itu kini berada di tangan Gui Sam Seng, tapi mendadak bisa dilihat di tempat kediaman Wan Moay, keruan saja hatiku menjadi cemas! Sedangkan dua saudara Lauw yang memasuki daerahmu yang terlarang sudah kuhukum, masing2 kubuntungi sebuah lengannya dan kuusir dari Lian Hoa Hong! Mengingat bahaya yang mengancam Wan Moay, aku tak memperperdulikan larangan dan segala akibat yang mengancam diriku, kuperlukan datang kemari memberi kabar!" Pek Tok Thian Kun dan keluarga Tiong serta Na dari Oey San mempunyai permusuhan yang dalam sebagai lautan, kumohon Wan Moay bisa menghilangkan ganjelan antara kita, untuk menghadapi bahaya ber-sama2 yang datang dari luar! Ah! Wan Moay! Kau........... Kau........ kenapa memakai tongkat? Bagaimana dengan kedua kakimu? Mungkinkah sudah dicelakakan tangan jahat?" Sambil herkata ia datang menghampiri untuk melihat, tak kira baru saja Ia mendekat, sebuah tongkat Na Wan Hoa melayang dan menghantam, memaksa si orang tua kembali ke tempatnya lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tak perlu kau pura-pura baik, urusanku jangan kau campuri, bentak Na Wan Hoa. Yang kuingin tahu adalah soal Kiu Heng..... Ia...... Ia apakah benar2 dari Pek Tuk Bun?" "Siapa yang mengatakan aku dari Pek Tok Bun? kata Kiu Heng dengan tiba2 sambil menampakkan diri di antara mereka. Sekalian orang yang berada di situ menjadi kaget, masing2 mundur beberapa langkah, agaknya mereka sangat jeri pada Kiu Heng. Selanjutnya keadaan menjadi sunyi sepi, sesudah lama baru terdengar Tiong Peng Hoan berkata: "Tak perduli kau orang dari Pek Tok Bun atau bukan, Oey San melarangmu tinggal terlebih lama lagi! Bu Lim Tiap boleh memerintahkan seluruh orang2 Bu Lim, tapi keluarga Tiong dan Na tidak pernah melanggar peraturan maupun mencelakakan jiwa orang2, karena itu Bu Lim Tiap tidak bisa digunakan untuk menundukkan kami!" Kiu Heng menjadi gusar, matanya mendelik. "Siaucu harap kau mengerti, biar Gui Sam Seng si bangsat busuk yang datang sendiri, tidak mungkin berani membentak2 sembarangan dengan Tiong Peng Hoan. Kau jangan mengira memiliki Bu Lim Tiap, lalu merasa aman dan tidak boleh dicelakakan. Kau harus berpikir dirimu berada di Oey San, bilamana melakukan kesalahan, pasti akan menyukarkan dirimu sendiri, kupikir jalan yang terbaik untukmu, lekas2 meninggalkan Oey San! Kiu Heng mengetahui mereka salah paham karena dirinya memiliki Bu Lim Tiap, tapi ia tidak bisa menjelaskan dan menghilangkan kecurigaan orang, melainkan menjadi dongkol. "Co Lotau (orang tua celaka) untuk apa kau galak2? Pergi ya pergi, berapa susahnya!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Asal kau mau meninggalkan Oey San, biar dimaki pun aku tidak menjadi gusar. Lekaslah kau berlalu, jangan menimbulkan soal yang tidak diinginkan. Sepulangnya ke rumah, kau tanyakan siapa sebenarnya Tiong Peng Hoan ini, Gui Sam Seng pasti bisa menerangkan dengan jelas kepadamu!" "Kau jangan banyak bicara, aku tak perduli kau siapa, kini aku berbalik pikir tidak mau berlalu dari Oey San, aku mau lihat, kau bisa berbuat apa pada diriku?" bentak Kiu Heng dengan aseran Tiong Peng Hoan merasa heran atas sikap Kiu Heng yang mudah berubah, ia diam tidak menjawab. Kiu Heng merasa geli. "Mereka mengetahui aku memiliki Bu Lim Tiap, sehingga tidak berani menghajar diriku, dapat dilihat bahwa Bu Lim Tiap mempunyai pengaruh besar sekali," pikirnya. "Baiklah, aku pergi juga! Tapi kuminta kalian jangan mengatakan lagi aku muridnya Gui Sam Seng si jahanam, bilamana bertemu lagi di hari kemudian!" Belum makian Kiu Heng hilang dari pendengaran, mendadak terdengar suara siulan halus yang panjang dan terdengar nyata seperti keras seperti lunak seperti dekat seperti jauh. Tiba2 berubah di timur, lalu ke barat, berpindah2 tidak teratur, tapi suara itu membuat pendengaran orang menjadi kacau menusuk hati dan membuat jalan darah tak teratur ber-golak2 seperti ber-debar2. Sekalian yang mendengar menjadi pucat, mereka mengetahui kedatangan seorang berilmu tinggi, tapi tidak mengetahui siapa manusianya. Seiring dengan suara itu berkelebat sesosok tubuh dari udara ke hadapan orang2 di situ. Pendatang itu merupakan pelajar berusia empat puluhan, cakap dan keren, bilamana

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

matanya tidak ber-kilat2 siapa pun tidak mengira memiliki ilmu yang demikian tinggi. Tiong Peng Hoan, tanpa terasa mengejek dengan mengeluarkan suara dari hidung. "Hm, kukira siapa tidak tahunya Gui Sianseng dari Pek Tok Bun, pantasan memiliki Ilmu demikian mengejutkan orang!" Gui Sam Seng ter-bahak2. "Tiong Cianpwee, duapuluh tahun kita tidak bertemu, kau masih sehat2 saja membuat aku girang juga melihatnya, entah bagaimana dengan Na Toa Kouwnio masih sehat2kah? Jika Na Kouwnio mengalami sesuatu yang tidak baik, bisa2 Gui Sam Seng merasa tak enak seumur hidup. Na Wan Hoa yang sudah duduk bersila di atas tanah, begitu mendengar Gui Sam Seng me-nyinggung2 namanya segera tertawa. "Tak kukira kedua mata anjingmu tidak mengenal Kouwnio! Bagaimana? Murid dan guru berdatangan susul menyusul, apakah akan mempergunakan Bu Lim Tiap untuk memutuskan peristiwa duapuluh tahun yang lalu?" Gui Sam Seng tersenyum. "Biarpun Bu Lim Tiap merupakan pusaka rimba hijau, Gui Sam Seng tidak perlu menggunakannya! Tapi kuminta penjelasan, apa artinya guru dan murid? Gui Sam Seng malang melintang selamanya seorang diri dan belum pernah me-nuntun2 murid!" Sekalian orang memandang kepada Kiu Heng dengan sinar tajam. Kiu Heng seperti menang angin, ia ter-senyum2 dilihat orang, ia tidak mengetahui bahaya besar tengah mengancam dirinya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Adik kecil, apakah benar2 kaupun memiliki Bu Lim Tiap?" tegur Cui-jie. Pertanyaan ini membuat sekalian orang menjadi kaget dan berubah parasnya, sedangkan Gui Sam Seng sendiri merasa heran juga. Ia meng-usap2 sakunya, Bu Lim Tiap masih tetap berada di tempatnya, sehingga hatinya menjadi lega. "Bu Lim Tiap di dalam rimba persilatan hanya satu, mana mungkin ada Bu Lim Tiap yang kedua?" katanya. "Apa anehnya dengan segala. Bu Lim Tiap, kau lihat ini apa?" kata Kiu Heng. Sekalian mata yang menyaksikan menjadi silau, di atas sebuah kotak kumala putih tertulis Bu Lim Tiap dengan batu2 permata biru. Sebelum Kiu Heng bisa mengangkat tinggi2 kotak Bu Lim Tiap, ada angin serangan menyambar keras, cepat Ia memutar langkah dan mencelat beberapa tombak, lalu memasukkan kotak kumala itu ke dalam sakunya, sedangkan matanya menatap tajam dengan siap sedia. Tiba2 angin serangan datang lagi, untuk menjaga diri, Ia tidak memperdulikan siapa yang menyerang, segera mengangkat tangan membalas menyerang. "Bung!" dua kekuatan saling tumbuk menimbulkan suara keras. Yang menyerang kena didesak mundur beberapa langkah. Kiu Heng menegasi, kiranya penyerang itu bukan lain dari Gui Sam Seng. Gui Sam Seng tidak menduga sama sekali, seorang bocah muda memiliki kotak Bu Lim Tiap yang ber-sinar2, pikirnya dengan kepandaiannya bisa merampas kotak itu dengan mudah, tak kira kejadian berjalan di luar perhitungannya, bukan saja benda itu tidak dapat dirampas ia sendiri kena 'digempur mundur, Hal ini terjadi karena Ia memandang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terlalu enteng pada Kiu Heng sehingga mendapat malu di depan banyak orang. Ia gusar tak alang kepalang. "Tak kukira di dunia Bu Lim terdapat seorang bocah busuk yang berani memalsu Bu Lim Tiap dan berani mengaku sebagai murid Pek Tok Bun. Hm, bocah, lekaslah kau keluarkan Bu Lim Tiap, bilamana tidak, jangan sesalkan aku menurunkan tangan jahat!" Kiu Heng tidak menjadi kaget atau gugup, dengan tenang Ia menjawab. "Pek Tok Thian Kun, kau mengatakan aku memalsu Bu Lim Tiap, kalau begitu yang kau miliki masih ada dan belum hilang, bukan?" "Siapa yang tidak mengetahui bahwa Bu Lim Tiap itu berada di tanganku. dan siapa pula yang berani berlaku gegabah berani menyamber Bu Lim Tiap dari tangan Pek Tok Thian Kun. Mungkin juga ada orang berani berbuat demikian karena sudah bosan hidup?" Mendengar keterangan itu hati Kiu Heng menjadi lega. "Asal kau bisa membuktikan bahwa Bu Lim Tiap ini bukan milikmu, menyatakan aku bukan mencuri darimu, sehingga hatiku menjadi lega. Aku tidak menginginkan orang2 menghargai diriku karena memiliki Bu Lim Tiap, dan tidak menginginkan menjadi ketua Bu Lim karena memiliki Bu Lim Tiap, karena itu kau pun tak perlu mengurus atau mengetahui Bu Lim Tiap yang kumiliki palsu dan dari mana kudapat, bukankah dengan demikian jadi beres!?" Perkataan ini membuat Gui Sam Seng bingung. "Bocah ini tidak memandang mata pada Bu Lim Tiap, membunuh mati pun tidak ada salahnya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu Ia berpikir segera ia menjerit panjang. Tubuhnya menerjang angkasa menyergap datang, tapi ia membatalkan serangannya di tengah jalan. "Bagus, apa yang kau katakan tidak salah! Tapi kutanya, apakah kau terhitung orang Bu Lim bukan? Kau harus mempunyai nama. Nah, terangkanlah padaku sejujurnya!" Kiu Heng sudah siap siaga begitu melihat gerakan musuh, tapi ia tidak mengira serangan itu bisa dibatalkan dengan mendadak. Ia menjawab dengan cepat: "Aku adalah laki2 sejati, aku she Kiu nama Heng! Sudah pernah berguru dan menerjunkan diri dalam dunia Kang Ouw, karena itu sudah tentu sebagai orang Bu Lim!" Gui Sam Sang ter-senyum2, tiba2 Ia mengeluarkan dan mengangkat tinggi2 Bu Lim Tiap sambil membentak keras: "Kiu Heng! Kau lihat ini apa?" Kiu Heng siang2 sudah melihat Bu Lim Tiap yang hampir serupa dengan yang dimilikinya, matanya menatap terus kepada Gui Sam Seng yang menjunjung tinggi Bu Lim Tiap dengan kedua tangannya. "Buku itu bertuliskan Bu Lim Tiap tiga huruf. kenapa Ia bertanya lagi kepadaku? Mungkinkah ada soal di balik ini? pikirnya. Gui Sam Seng tidak memperdulikan Kiu Heng yang tengah ragu2, ia membentak lagi: "Kiu Heng, kau bernyali besar, kenapa sesudah melihat Bu Lim Tiap tidak bertekuk lutut? Kiu Heng terkejut, ia tidak mengetahui ada peraturan demikian. "Bu Lim Tiap buku yang terbuat dari kulit kambing, sudah mencelakakan guruku, untuk apa kubertekuk lutut padanya?" jawab Kiu Heng dengan cepat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekalian yang menyaksikan menjadi pucat mukanya mendengar jawaban yang di luar dugaan. Karena mereka mengetahui, Barang siapa berani membangkang atas perintah pemegang Bu Lim Tiap berarti kematian. "Bocah, terhitung kau berani! Kau berani menghina Bu Lim Tiap dan tidak menghormati, berarti sama juga menghina Cousumu sendiri. Sejak hari ini kau menjadi musuh sekalian orang2 Bulim, masing2 orang boleh membunuhmu!" Kiu Heng tidak mengira perkataannya itu sama dengan durhaka besar, ia merasa menyesal berlaku gegabah, sehingga terpekur diam. "Bangsat, apakah kau mengaku berdosa? Kau masih muda, tidak mengetahui peraturan Bu Lim Tiap, tambahan pertama kali kau melanggarnya, karena itu dosamu bisa dientengkan. Lekaslah kau keluarkan kotak Bu Lim Tiap!" Kiu Heng yang agak menyesal menjadi gusar mendengar perkataan itu. "Kiranya kau berlaku galak, untuk merampas kotak Bu Lim Tiap yang kumiliki, aku tidak mau tertipu.... aku tidak mau menyerahkannya, biar aku mendapat nama busuk dan menjadi musuh setiap orang Bu Lim, pada suatu ketika aku bisa menerangkan dan memperbaiki namaku sendiri!" pikirnya. "Bocah, apakah kau sudah berpikir dengan baik. Lekas kau berlutut dan serahkan kotak Bu Lim Tiap!" desak Gui Sam Seng tak sabaran. Kiu Heng sudah mengambil ketetapan. "Tidak! jawabnya ketus. "Kiu Heng hidup di atas dunia tanpa sanak tanpa kadang, juga tidak mengharapkan bantuan orang lain! Dunia Bu Lim gelap dan kotor, karena itu tidak kuharapkan bantuannya. Kini kau boleh menganggap aku menghina guru atau dijadikan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

musuh bersama, aku tak takut, pendeknya Bu Lim Tiap tetap tidak kuserahkan! Terkecuali kepalaku sudah berpisah dengan leher, kau boleh miliki yang kau kehendaki itu! Mari maju, terhadap mati aku tidak takut, apalagi terhadap kamu!" Perkataan ini diucapkan dengan santer, membuat sekalian orang di situ merasa bergetar jiwa sukmanya. Mereka memuji bocah yang berumur belasan ini demikian besar nyalinya, di balik itu mereka menguatirkan pula jiwa Kiu Heng yang terancam kematian. Gui Sam Seng ter-tawa2 beberapa kali mendengar jawaban Kiu Heng, dari suara tawanya itu seperti juga benang halus yang tajam menusuk telinga membuat yang mendengar merasa gentar sendiri! Kiu Heng dapat dibilang sudah memiliki Ilmu kepandaian yang sudah tinggi, sayang belum mengalami latihan lagi, sehingga belum sempurna, Sungguhpun demikian, ia mempunyai tenaga yang kuat untuk mempertahankan diri. "Aku sudah dijadikan musuh kaum Bu Lim, untuk apa terus2an diam di sini? Lebih baik cepat2 berlalu?" pikirnya. Sewaktu sekalian orang bingung mendengar suara tertawa Gui Sam Seng, Ia menotolkan kakinya mencelat pergi dengan cepat. Berbareng dengan itu, Cui-jie pun berseru keras dan memburu pada Kiu Heng. Mereka berlari ber-sama2 dan satu jurusan pula. Kenapa terjadi demikian? Kiranya sewaktu Gui Sam Seng tertawa ia melancarkan ilmu Lie-seng-toan hun-im yang lihay! Ketiga orang tua yang mendengar segera bersemedi melawan suara itu, sedangkan Cui-jie yang tidak memiliki ilmu dalam dari suhunya merasakan darahnya seperti mau membeku, bilamana tidak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lari segera bisa mati seketika juga, karena itu ia berseru dan merat mengikuti Kiu Heng. Gui Sam Seng tidak mengejar, pikirnya Ia bisa membuat anak muda itu tunduk dengan mudah, ia terlalu percaya kepada ilmu Lie-seng-toan-hun-im yang bisa melukai orang dalam jarak puluhan tombak. Ia tertawa terlebih hebat dari semula! Apa mau dikata, suara tertawanya yang mengandung kehebatan itu tidak berguna sama sekali pada diri Kiu Heng! Sebaliknya Cui-jie segera jatuh ambruk, mukanya menjadi pucat pasi, keringat dingin mengucur se-besar2 kacang kedelai dari keningnya. Kiu Heng yang mengira sedang dikejar Cui-jie segera menoleh, ia menjadi kaget melihat keadaan CuiCicinya menderita luka parah demikian macam. Cepat2 Ia mengempit Cui-jie dan berlari lagi ke atas puncak dengan kecepatan kilat, ia menuju ke suatu gua yang pernah diketahuinya dari Cui-jie. Sewaktu Cui-jie diserang suara Gui Sam Seng, dadanya menjadi sesak. Karena itu men-cakar2 diri sendiri, tak heran bajunya menjadi cabik2! Sesudah meletakkan tubuh Cui-jie Kiu Heng memandang dengan cemas di samping itu, hatinya pun menjadi berdebar melihat dua bukit kecil yang putih laksana salju. Mukanya menjadl panas. cepat dipelengoskan ke lain jurusan. Ia mengetahui kalau Cui-jie bangun dan mengetahui dirinya dalam keadaan demikian, pasti akan menjadi malu, cepat2 ia membuka bajunya sendiri dan menutupi tubuh si gadis. Tak selang berapa lama, Cui-jie siuman dari pingsannya. Ia merasa aneh berada di dalam gua. "Adik, kenapa aku bisa berada di sini? "Cici, mungkinkah kau menjadikan aku sebagai musuh juga?" Kiu Heng berbalik menanya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Legakan hatimu! Aku bukan manusia rendah demikian macam. Aku tetap akan memperlakukan kau sebagai adik kandungku sendiri!" kata Cui-jie. Tiba2 ia menjadi kaget melihat keadaan dirinya, sehingga menjadi gusar. "Aku..... kau..... si manusia rendah, kenapa berani berbuat demikian kotor? Aku buta tak mengenal orang!" Sehabis berkata Cui-jie mendorong dengan tangan diiringi jeritan kerasnya. Akan tetapi sebelum suara itu keluar dari mulut, lengan Kiu Heng terlebih cepat membekapnya. Ia kuatir suara itu didengar musuh dan mendatangkan bencana yang tidak diinginkan. Tak kira Cui-jie yang tengah gusar tak dapat dilampiaskan, napasnya menjadi sesak, Ia pingsan lagi. "Cici......... Cici, panggil Kiu Heng. Cui-jie tetap tak bangun. Ia mengetahui untuk menyadarkan si gadis harus memencet sepasang jalan darah yang terletak di bawah buah dada. Tanpa ragu2 lagi, apa yang dipikir segera dikerjakan. Lengannya segera dimasukkan ke bawah baju, lalu menekan dan mengurut agar Cui-jie siuman. Disebabkan Kiu Heng terlalu cemas dan ter-gesa2, Ia salah tekan! Bukan jalan darah yang kena dijamah, melainkan bukit salju si gadis! "Benda" itu demikian bulat dan segar, sehingga licin dan sukar terpegang! Kiu Heng seorang anak muda yang baru berangkat dewasa, mana mengerti soal orang dewasa? Tadi ia sudah ber-debar2 melihat sepasang gunung salju, hal itu disebabkan keanehan alam. Kini lengannya menyentuh sepasang benda yang mengandung keanehan itu. sehingga merasa heran tak habis2nya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Atas desakan keanehan yang ingin diketahuinya, ia menekan2, alhasil lengannya itu seperti terkena aliran listerik yang maha dahsyat! Sekujur tubuhnya menjadi gemetar, ia menjadi terkesiap dan kaget. Cepat2 menarik lengannya, tapi sudah terlambat, sesuatu kenikmatan yang sebelumnya tak pernah dirasakan mengalir ke seluruh perasaannya, unik dan segar! Sesudah menenangkan pikiran dengan bersemadi, mulai lagi Ia me-nekan2 jalan darah, sekali ini ia tidak menyeleweng seperti tadi, sesudah mengurut seketika lamanya. Cui-jie mulai siuman, sedangkan Kiu Heng sudah mandi keringat. Sewaktu Cui-jie menarik napas yang pertama, Kiu Heng sudah menarik lengannya. Ia bukan letih dan lelah sewajarnya, melainkan lengannya itu mengenai kulit dan daging yang lunak dan licin seperti mengalirkan hawa hangat dan wangi. Di samping itu sering2 lengannya itu salah jalan meraba ke tempat lain sehingga hatinya ber-debar2, untuk menahan perasaan yang aneh ini membuatnya lebih berkeringat. Per-lahan2 Cui-jie membuka matanya, padahal siang2 ia sudah siuman, tapi tidak mau lekas bersuara, karena merasakan dirinya tengah diurut secara mengasyikkan. Ia menggunakan kesempatan ini membiarkan diurut terus, achirnya ia mengetahui kesalah-pahaman tadi, ia merasa tak enak pada Kiu Heng. Ia berpikir pulang pergi harus bagaimana menghilangkan perasaan salah paham ini? Sementara itu urutan Kiu Heng tetap berjalan, ia sadar menderita luka dan lukanya itu tak mungkin baik di-urut2 demikian, karena itu Ia membuka suara. Sewaktu matanya dibuka, tampak tubuh Kiu Heng yang mandi keringat, Ia merasa berterima kasih, lengannya tanpa

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

disadari diangkat mengusap keringat2 yang berada di dahi Kiu Heng. "Adikku, menyusahkan kau saja," kata Cui-jie. "Lukaku terlampau berat dan tak mungkin sembuh dengan diurut! Mungkin juga bila tidak mendapat obat yang mujarab dalam beberapa hari lagi akan meninggal dunia? Entah bagaimana dengan guruku? Ia mempunyai obat yang bernama Kie-hun-kui-goan-tan yang pernah kau makan juga. Dengan obat itu umurku baru bisa bertambah panjang! Kutahu bisa demikian karena, merasakan seluruh isi perutku seperti bergeser dan pindah tempat, dan tak mungkin sembuh dengan obat biasa! "Cici, legakan hatimu! Sebentar malam aku akan mencari gurumu," jawab Kiu Heng. Tapi kukuatir ia menganggap aku sebagai musuh pula! Kalau sampai demikian, terpaksa aku harus mencurinya. Pendeknya aku harus berdaya sekuat mungkin menolong cici! Di samping itu, kuyakin pula Na Lo Cianpwee pasti akan memberikan obat itu kepadamu, karena ia sangat menyayang kepadamu seperti menyayang seorang anak kandungnya. Kau rebahanlah dengan tenang!" "Ah, tidak boleh begitu! Perbuatanmu sangat berbahaya, kau harus sadar Pek Tok Thian Kun tak mungkin melepaskanmu begitu saja. mungkin ia masih berada di sekeliling gunung ini mencarimu!" "Cici, kau tak perlu kuatir. Aku tak akan berbuat bodoh, Aku bisa berlaku hati2 dan cermat menjalankan pekerjaan ini," Cui-jie memandang pada Kiu Heng dengan sinar mata tajam, membuat pemuda kita merasa heran, ia terkejut sejenak, menantikan perkataan Cui-jie. "Siapa yang pernah mengatakan kau bodoh, hanya mengatakan keadaan sangat berbahaya!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menjadi lega, mendengar keterangan itu! Mereka sudah berkumpul lama juga, tapi untuk pertama kali Cui-jie menatap demikian macam. Di samping itu, pertama kali pula Ia melihat wajah Cui-jie yang tadinya beku dan dingin berubah menjadi terang dan manis. Kesemua ini membuat Kiu Heng girang, tak terasa lagi Ia memegang lengan si gadis dan dikepalnya erat2. Kelakuannya ini sangat wajar, sedikit pun tidak mempergunakan kekerasan. Cui-jie merasa heran, tapi Ia melihat wajah Kiu Heng yang tenang dan demikian wajar, membiarkan saja tangannya di-kepal2, hanya wajahnya menjadi merah seperti kepiting direbus! Kiu Heng berdiam diri di dalam gua, karena mereka mengetahui musuh2 masih menjaga di luar. Malam pertama dilalui menyusul malam kedua. Orang2 yang mencari mereka masih terdengar suaranya di luar gua. Kini malam yang ketiga, Cui-jie sudah tiga kali pingsan, Kiu Heng selalu menolongnya dengan cara memijit jalan darah. Setiap kali Cui-jie terbangun, selalu Ia menyebutkan dengan suaranya yang lemah. "Air, air air....... Tiga hari tidak keluar gua, tanpa memakan barang sedikit makanan maupun air, masing2 merasa kering dan haus yang luar biasa. Atas ini Kiu Heng sedih dan duka, ia bertekad pada malam ini akan keluar gua untuk mencari makanan dan air, yakni untuk menolong Cui-jie dan dirinya sendiri. Sebelum meninggalkan gua, Kiu Heng merasakan dadanya sangat dingin. Ia ingat kepada kotak Bu Lim Tiap, lalu dikeluarkan. Di samping itu, ia pun memegang singa2-an kumala yang didapatnya sewaktu di gua Pek Tio Hong. Pikirnya dengan batu kumala yang adem bisa menghilangkan haus, lekas2 ia memasukkan singa2an itu ke dalam mulut, benar saja mulutnya yang kering menjadi adem, seperti juga terkena air yang sejuk.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia memberikan yang satu lagi kepada Cui-jie. Dengan demikian mereka bisa menahan rasa dahaga dari kasiat singa2an itu. Sungguhpun demikian rasa lapar tetap tak kunjung hilang, orang yang sakit tidak tahu apa2 dan bisa menahan lapar, tapi tidak demikian dengan orang sehat. Kiu Heng merasakan lapar yang tidak alang kepalang. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oRembulan per-lahan2 bergeser ke tengah2 langit yang terang, binatang2 hutan memperdengarkan suara mereka beraneka macam, sedangkan bumi terasa sunyi dan sepi. Saat inilah dari atas gunung melayang sesosok tubuh yang demikian lincah dan ringan menuju ke dalam lembah. Bayangan ini bukan lain dari Kiu Heng adanya. Ia berhenti sebentar di atas sebatang pohon Siong, telinganya dipasang, sesudah memastikan tiada musuh lagi di sekitarnya, baru turun ke tanah dan langsung pergi ke rumah gubuk di mana Ia pernah tinggal. Ia menjadi terkejut karena rumah gubuk sudah tidak terlihat lagi, berganti menjadi satu tumpukan puing dan abu, demikian pula gua di depannya sudah hangus terbakar! Kiu Heng tertegun sekian lamanya. Ia tidak bisa berpikir kemana perginya Na Wan Hoa dan harus kemana mencari obat untuk Cui-jie? Sesudah menenangkan pikiran, ia berlalu dari tempat yang membangkitkan kedukaan untuk mencari sedikit makanan. Dalam keadaan malam ia bisa melihat tegas seperti di siang hari. Sungguhpun demikian terkecuali buah2an gunung, tidak ada makanan lain. Akhirnya ia menggunakan cara yang paling bodoh untuk mendapatkan binatang hutan, diambilnya batu dan dilemparkan ke semak2 yang rimbun. Dalam sekejap caranya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang tolol ini berhasil membuat seekor menjangan terkejut keluar dari sarangnya. Tanpa ayal lagi Ia mengejar sambil menyambit dengan batu. Tak kira menjangan itu bisa berlari dengan gesit, ia menghindarkan diri dari batu dan menuju ke atas gunung lalu hilang tak terlihat. Ia mengejar terus dengan penuh harapan. Sesampainya di atas, terlihat tebing, di situ terdapat tikungan, sedangkan menjangan yang sudah tak tertampak menjadi hilang benar2. Kiu Heng berjalan terus di sebelah tikungan tebing itu terdapat sebuah gua yang besar. "Ah, kukira ia sudah kabur, tak tahunya pasti bersembunyi di sini?" pikir Kiu Heng. Dengan cepat ia masuk ke dalam, benar saja menjangan itu terdapat di dalam, ia tengah menekuk kakinya menatap pada Kiu Heng dengan sinar mata bening dan takut, ia diam tak berani bergerak. Tiba2 Kiu Heng merasa tak tega untuk mencelakakan menjangan itU. "Jika aku terjun lagi ke dunia Bu Lim, mungkin bisa seperti menjangan ini. Di-kejar2 dan dimusuhi untuk dibunuh!" Menjangan itu dengan tiba2 mendengking, menyusul terdengar bunyi bergemuruh yang ramai, membuat Kiu Heng kaget dan melompat. "Mungkinkah blnatang ini pun pintar, sehingga bisa menjebak aku? pikirnya. Tengah Ia ragu2, tahu2 ratusan ekor binatang yang bergemuruh atau lebah menyambar dirinya. Ia tidak berani berlaku ayal2an lagi, cepat2 sipat kuping.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng berlari cepat, lebah2 itu bisa terbang lebih cepat pula, sehingga beberapa antukan lebah itu bersarang di atas jidat dan kepalanya. Sehingga ia benjol dan babak belur. Dengan dongkol Ia kembali ke gua sebelum itu ia memetik buah2an gunung lagi dan mengisi kotak Bu Lim Tiapnya dengan air. Cui-jie merasa girang melihat Kiu Heng kembali tak kurang suatu apa. "Adikku, apakah Pek Tok Thian Kun sudah pergi?" tegumya. "Sudah!" jawab Kiu Heng, lalu ia membuka kotaknya, dan memberikan Cui-jie minum. Buah2an itu dikupas disuapi si gadis sedikit2. Keadaan malam di dalam gua luar biasa gelapnya, tapi Kiu Heng bisa melihat seperti di dalam siang. Sinar surya masuk ke dalam gua dari celah2 pepohonan, Cui-jie sudah tak sabaran membuka mata untuk menatap Kiu Heng, karena ia mempunyai firasat buruk tadi malam. Benar saja Ia melihat jidat Kiu Heng dan pipi yang benjol dan bengkak2, segera Ia menegur. "Adikku, tadi malam kau tidak menemukan guruku bukan?" Kiu Heng tidak berani mendusta, tapi ia kuatir Cui-jie menjadi 'berduka. "Cici, lebih baik kau merawat dirimu baik2 dan jangan terlalu berduka! Na Lo Cianpwee tidak kutemukan, dan rumah gubuk yang bekas kita tinggali telah....." "Telah dibakar!" potong Cui-jie. Ia tidak menjadi duka mendengar kabar buruk itu malahan menjadi girang. "Suhu pernah mengatakan kepadaku, bilamana ia mendapat kesempatan berkelana di Sungai Telaga kembali rumah gubuk itu akan dibakarnya, dengan demikian ia bisa menghilangkan kekesalan dan kedukaan hatinya!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia tertegun sejenak sambil memandang kepada Kiu Heng, lalu melanjutkan perkataannya: "Adikku, kau pasti tersengat lebah hitam. betulkah? Bolehkah kau membawaku ke tempat lebah2 itu? Lebah2 itu bisa menolong diriku! "Cici, kau jangan mengaco, lebah-lebah itu mana mungkin menolongmu?" "Adikku, kau lupakah pada madu yang pernah kau minum? Madu itu bisa menambah semangat dan kekuatan, merupakan obat yang mujarab. Madu itu didapat dari lebah2 hitam, Bawalah aku kesana, kau tak perlu kuatir, sebab lebah2 itu peliharaan guruku." Kiu Heng girang mendengar keterangan ini, tapi ia tidak segera berangkat. "Cici dapatkah kau menderita seharian lagi? Sekarang sudah siang, aku kuatir dipergoki musuh!" Cui-jie mengangguk. Pada malam harinya Kiu Heng menggendong Cui-jie ke gua di mana terdapat lebah2. Ia merasa takut dan tidak berani masuk, Ia terpaku di luar gua, Cui-jie yang digendong membunyikan suara aneh yang terdengar "sing... sing... sing..." Lebah2 segera mengaung2 datang, binatang2 itu mengitari di atas kepala Cui-jie, sedangkan si gadis semakin seru membunyikan suara gaibnya. Lebah2 itu ber-putar2 secara teratur, sedikitpun tidak mengeluarkan tanda2 untuk menyengat. Melihat keadaan ini, Kiu Heng menjadi berbesar hati, cepat2 ia masuk ke dalam. Di bawah petunjuk Cui-jie, Ia masuk terus ke dalam gua. Di slni terdapat dinding batu yang mengelilingi empat penjuru, di situ terletak belasan cangkir yang penuh madu, harumnya semerbak menusuk hidung.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cui-jie mengajari Kiu Heng harus bagaimana membunyikan suara gaib dan bagaimana mengambil madu2 itu. Kiu Heng yang cerdas dalam sekejap sudah mengerti. Dengan petunjuk2 Cui-jie, Ia bisa mengambil madu2 dengan mudah, lalu memberikan pada Cui-jie untuk menghirupnya. Sesudah menghirup dua cangkir, Cui-jie merasakan semangatnya terbangun, hatinya pun menjadi tenang. Disuruhnya Kiu Heng membawa dirinya masuk terus ke dalam, di situ terdapat kamar batu. "Kamar batu ini adalah tampat yang dipergunakan suhuku melatih ilmu pada mula pertama, ilmu yang dipelajari itu bernama "Ban-hong-cie atau puluhan ribu jari lebah. Ia membunyikan suara gaib, lebah2 keluar dari liang2, pertama suhu hanya melepaskan sepuluh ekor, yang lain liangnya ditutup. Dikeluarkannya lagi suara aneh, berbeda dari yang semula, sehingga lebah2 itu berputar dan menyerang dirinya sekaligus. Ia menggerakkan lengannya menotok lebah2 yang datang. Lebah2 berjatuhan dan mati, ia sendiri terkena antukannya. Tapi pada latihan yang belakangan ia bisa mengatasi keadaan, sehingga ilmunya menjadi sempurna. "Adikku, kau mempunyai ilmu dalam yang sudah tinggi, tapi ilmu pukulanmu masih terlalu buruk, kau pergunakanlah kesempatan ini untuk melatih diri! Kujamln kau akan memperoleh banyak kemajuan. Bilamana jarimu bisa menjatuhkan seratus lima puluh ekor lebah dengan cepat dan sekaligus, berarti kekuatan dan kecepatan jarimu sudah tidak ada tandingannya lagi di dunia Bu Lim!" "Baik ya baik, tapi kalau kena diantup sakitnya luar biasa....... Ih? kenapa sakitnya hilang dan jadi sembuh? kata Kiu Heng. Ia mendapatkan tempat yang bekas diantup sudah sembuh sama sekali, benjol maupun bengkaknya hilang tak tertampak.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau sangat tolol, itulah berkat madu lebah itu sendiri, karena itu kau tak perlu takut, kena diantup lagi, bukan?" Kiu Heng menjadi girang, segera ia minta diberi petunjuk2 cara melatih Ilmu Ban Hong Cie. Kiu Heng baru pertama kali melatih diri, Ia mempergunakan duapuluh ekor lebah. Begitu ia membunyikan suara aneh, lebah2 itu seperti menghadapi musuh, dengan garang mereka me-raug2, lalu meluruk pada kepala pemuda kita. Dalam sekejap Kiu Heng dibikinnya kalang kabut, kepalanya segera terasa sakit kena antupan2 berbisa, sedangkan lebah itu satu pun tidak ada yang binasa. Cui-jie yang menyaksikan dari samping segera membunyikan suara "sing... sing... sing..." Yang gaib, lebah2 segera berserabutan ke atas kepalanya tanpa menyengat lagi. Kiu Heng sangat penasaran. Ia rajin berlatih terus menerus, sesudah tiga hari, baru ia berhasil memperoleh kemajuan. Dua puluh lebah kena dltotok mati sedangkan ia sendiri tidak kena diantup. Berbareng dengan itu, madu2 sudah beberapa cangkir diminum Kiu Heng, sehingga otaknya bertambah cerdas. Kegirangannya tak dapat dilukiskan dengan kata2. Ia bertambah rajin dalam latihannya. Pada hari keempat, Kiu Heng mempergunakan empat puluh lebah untuk melatih diri. sekali ini pun ia berhasil membinasakan seluruh lebah2 itu tanpa menderita luka. Keesokannya Ia menambah lagi dengan dua puluh ekor. Sungguh pun Ia tidak menderita luka, tapi harus menggunakan seluruh tenaga dan pikirannya baru berhasil membinasakan enam puluh ekor itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu, Cui-jie yang minum madu biar sudah baikan, belum sehat seperti sedia kala, ia bisa bangun dan duduk. Ia pun turut bergirang atas kemajuan yang diperoleh Kiu Heng. Hari ini ia berdiam diri di dalam goa seorang diri karena Kiu Heng sedang keluar mencari makanan. Inilah untuk pertama kalinya Kiu Heng keluar gua di waktu siang, karena memikir Pek Tok Thian Kun sudah berlalu. Kiu Heng yang tengah berjalan dan ber-indap2 dengan hati2 menjadi terkejut mendengar gedebaran dari baju orang, agaknya bukan seorang saja, tengah menuju ke tempa ia berada. Cepat2 Ia berjongkok di samping batu besar, telinganya dipasang lebar2, sedangkan matanya pun mengawasi ke jurusan suara tadi. Ah, sungguh kebetulan sekali, karena yang datang itu adalah In In, Ping Ping dan si orang tua berjanggut indah. "Hari ini Tia-tia menghapuskan pantangan dan larangan menginjak Thian Tou Hong, sehingga keinginanku datang bermain ke sini dari tahun2 yang lalu terkabul juga. Tapi sesudah, bermain dan ber-jalan2 di sini sejenak, yang terlihat hanya gunung dan pepohonan yang serupa dengan Lian Hoa Hong, sedikit pun tiada yang aneh. Pepatah mengatakan barang yang tidak didapat harum dan manis, sesudah didapat keharuman dan kemanisannya menjadi pudar!" kata In In menggerutu. Tiba2 terdengar suara rintihan, membuat ketiga orang ini terkesiap, mereka memasang telinga dengan tajam ke empat penjuru. "Sioksiok. kau mengatakan di sini sudah tak ada orang lagi, baru memberi ijin kami bermain bukan? Kenapa kini terdengar suara orang merintih seperti menderita luka berat. Mari kita lihat!" kata Ping Ping.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik," jawab si orang tua berjanggut indah, "menolong jiwa orang lebih berjasa dari pada membuat menara bertingkat tujuh..." Tiba2 suara rintihan kembali terdengar dengan nyata, seperti juga tengah menderita sakit berat Mereka segera dalang ke belakang batu. Alangkah terkejut mereka, sewaktu melihat yang merintih itu bukan lain dari Kiu Heng adanya. Kiu Heng memperlihatkan wajah kesakitan yang tidak alang kepalang. Gigi atasnya menggigit bibir bawah dengan erat, seperti mau menggigit masuk saja, kedua matanya agak meram, keringat mengucur dari keningnya. In In dan Ping Ping dengan cepat menghampiri, yang seorang di sebelah kanan yang seorang lagi dri sebelah kiri. Yang seorang berteriak: "Kiu Koko!" Yang seorang berteriak: "Kiu Heng!" "Kiu Koko, kau..... kau.... kenapa? Kau katakanlah!" kata Ping Ping sambil meng-goyang2 tubuh Kiu Heng. "In In, Ping Ping," kata si orang tua berjanggut indah, "kau jangan ber-teriak2, bocah ini mungkin minum air gunung. Menurut kata Tia-tiamu, sebelum Gui Sam Seng berlalu, Ia menyebarkan racun di dalam air. Barang siapa meminumnya pasti akan mati. Bocah ini bisa menghindarkan diri dari tangan Gui Sam Seng, tapi tidak bisa meloloskan diri dari racunnya." "Siok-siok, bukankah kau masih mempunyai pel Kie-hunkui-goan-tan? Kau berikan sebutir! Kasihan dia!" pinta Ping Ping sambil mengucurkan air mata. "Memang obat itu bisa memunahkan segala racun, tapi belum tentu bisa menawarkan racun Pek Tok Thian Kun, tambahan ia sudah terkena lama dan terlambat untuk ditolong!" "Tidak terlambat!" bantah Ping Ping. "Kau lihat ia masih merintih terus menerus! Berikanlah sebutir!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

In In yang diam saja pun meminta agar si orang tua memberikan obat pada Kiu Heng sehingga si orang tua mengalah juga didesak dari kiri dan kanan. "Baiklah," katanya. "Hitung2 bocah ini berhokkie besar. bilamana hari ini Tiatiamu tidak mengatakan Ia seorang yang baik, pasti tidak kutolong!" Sehabis berkata segera Ia mengeluarkan peles obat, dengan hati2 dikeluarkannya sebutir dan diberikan ke tangan Ping Ping. Ia sendiri mengangkat pelesnya dan menutup obatnya yang masih bersisa sebutir. "Tinggal sebutir lagi! Ah, tinggal sebutir lagi," katanya. Tiba2 terdengar suara kaget dari In In dan Ping Ping, membuat si orang tua terkejut dan melompat setombak lebih. Berbareng dengan itu ia mendengar suara ter-gelak2. "Terima kasih banyak! Lo Sianseng, pendeknya obatmu ini sama saja dipergunakan menolong orang! Pada jiwie Kounio pun aku menghaturkan banyak terima kasih juga. Aku tidak mempunyai waktu terlalu lama, karena lebih penting menolong jiwa orang. Sampai ketemu lagi!" Berbareng dengan habisnya Kiu Heng berkata, ia mencelat pergi dengan cepat, ketiga orang bahna terkejut lupa untuk mengejar. Sewaktu melihat Kiu Heng sudah pergi jauh, In In baru sadar, dan cepat mengejar. "Kiu Heng, kurang ajar kau, berani betul menipu kami, selamanya tidak akan kuberi ampun!" Ping Ping pun sudah mengejar. Begitu ia mendengar In In memaki segera menasehatkan: "Cici tak perlu memakinya, maafkanlah perbuatannya itu! Kuyakin obat itu akan dipergunakan menolong orang juga!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Obat itu terlalu mahal dan sukar didapat, untuk mendapatkannya ia menipu kita, kalau tidak demikian pasti tidak akan didapat bukan?" "Bocah gila, kau bernyali besar betul berani menipuku, bilamana tidak kuhajar jangan panggil aku Lim Peng Sian si berjanggut indah..........." "Siok-siok, Kiu koko dalam keadaan terpaksa baru berbuat demikian, maafkanlah! Untuk apa bergusar demikian!?" kata Ping Ping. Mereka mengejar terus, tapi tidak berhasil. Sewaktu Kiu Heng bersembunji dan melihat datangnya si orang tua berjanggut indah, segera teringat kepada obat Kiehun-kui-goan-tan yang dimiliki si orang tua. Ia sangat ingin memperoleh obat itu untuk menyembuhkan penyakit Cui-jie, karena itu ia ber-pura2 sakit untuk mengelabui si orang tua. Sesudah memperoleh obat segera berlari dengan kencang ke dalam gua untuk menemui Cui-jie. Begitu ia masuk segera menyumpalkan obat itu ke dalam mulut Si gadis tanpa berkata putih atau hitam. Cui-jie sangat girang melihat obat itu, tanpa sungkan2 membuka mulutnya. Wewangian yang harum bertebaran. Cuijie merasakan nyaman, cepat2 ia bersemadi, dengan bantuan obat yang mujarab, dalam sekejap penyakitnya menjadi sembuh. "Adikku, apakah kau menemukan suhuku? Kini ia berada dimana?" kata Cui-jie sambil mengucurkan air mata haru. Kiu Heng merasa tak mengerti. "Cici! Kau kenapa menangis? Mungkinkah obat itu palsu? Mungkinkah kau merasa tidak enak minum obat itu? Cici! Kau katakanlah, aku bisa segera mencari mereka untuk berhitungan!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Adikku, mereka itu siapa? Mungkin si orang tua berjanggut indah dan dua gadis dari Lian Hoa Hong bukan? Mereka bisa menipu kau tapi mana mungkin menipuku? Aku mengenali obat itu adalah yang sesungguhnya, hanya saja sesudah meminum obat itu aku merasakan waktu untuk berpisah antara kita sudah dekat sekali........" Berkata sampai di sini, dipeluknya Kiu Heng erat2, sedangkan air mata terlebih banyak lagi dialirkan. "Sejak kecil aku menemani suhu, aku mempelajari kehidupannya yang beku dan dingin, sebegitu lama aku tidak mengenal apa namanya menangis, dan tidak tahu pula apa yang dinamai tertawa. Tapi kedua perasaan yang berlawanan itu sudah kucicipinya kini; aku menangis di hati dan tertawa! Aku akan menangis dengan perasaan, dan tertawa dengan perasaan pula. Kutahu perpisahan hari ini teramat berat untukmu maupun untukku, entah kapan kita bisa bertemu kembali untuk merasakan kehangatan sebagai sekarang......." Tiba2 Kiu Heng berdongak dari pelukan si gadis. "Cici, Cici, apakah kau akan pergi? Kau harus ingat kau baru sembuh dari luka parah....." "Karena aku sudah sembuh segera akan pergi, aku harus mencari guruku, aku tidak bisa meninggalkan guruku yang sudah cacat, aku harus merawatnya sampai guruku meninggalkan dunia yang fana ini. Dengan demikian aku baru bisa membalas budi kebaikannya yang dilimpahkan atas diriku." Kiu Heng tidak menyangka begitu sembuh Cui-jie segera akan berlalu. Bilamana tahu demikian, tak mungkin ia melakukan penipuan untuk mendapatkan obat itu. Andaikata mendapat obat memberikannya. Ia berpikir kepentingan peribadinya. pun tidak semudah itu demikian karena untuk

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mungkinkah sebab di lubuk hatinya sudah mengenal cinta? Memang cinta itu selalu mementingkan diri sendiri? Memang dalam beberapa hari sesudah berkumpul di dalam satu gua, Ia merasakan sesuatu yang sukar dilukiskan dengan kata2, ia terjerat di kancah pergolakan batin usia remaja yang menginjak dewasa. Ia merasa sayang dan enggan berpisah dari tubuh si gadis. Hal demikian meresap di jiwanya, mungkin Ia akan membantah kalau ditanya orang lain, tapi ia tidak akan membantah bilamana dirinya sendiri yang bertanya! "Bilamana Cici ingin mencari Na Lo Cianpwee, bolehkah aku menemani pergi? Cui-jie mendorong mendelik. Kiu Heng dari rangkulannya, Ia

"Kau tidak boleh pergi denganku! Ilmu yang kau pelajari belum sempurna, karena itu kularang mempelajarinya sampai di tengah jalan dan berhenti! Di samping itu, kau harus mengerti kesukaran hatiku." Hampir2 Kiu Heng menangis. "Aku mengerti kandungan hatimu. Kau takut berjalan sama2 dengan seorang yang dianggap musuh sekalian kaum Bu Lim, bukan? Karena... "Ah! Thian!" seru Cui-jie, "kau anggap aku sebagai manusia macam apa? Aku sudah mengatakan semuanya kepadamu! Di depanmu aku mengatakan jiwaku dari beku bisa mempunyai perasaan antara sedih dan duka, ini sudah cukup menerangkan perasaan dan jiwa hatiku. Tapi budi kebaikan guruku tinggi seperti gunung dalam sebagai lautan. Aku harus mengenal budi, baru bisa hidup tenteram! Mengertikah apa yang kukatakan? Sesudah kuketemukan guruku, aku akan mendampinginya sampai ia meninggalkan dunia ini. Sesudah itu aku bisa turun gunung mencarimu!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng merasa sedih dan kecewa, Ia mengucurkan air mata haru sambil menganggukkan kepala. "Jika cici berlalu aku pun akan berlalu. Aku tidak mau tinggal di dalam gua ini barang sejenak pun!" Perkataannya diucapkan demikian tegas. Cui-jie goncang mendengar ketetapan si pemuda. "Balklah, aku menemanimu beberapa saat lagi, sesudah kau beres mempelajari ilmu di sini baru kita berlalu. Sebelum itu aku harus berterang dulu padamu; se-kali2 tidak boleh mencegah diriku mencari suhuku. Di balik itu kau sendiri harus tahu diri sendiri pula, sakit hatimu yang dalam, harus kau selesaikan dengan memuaskan. Bilamana tidak, sama dengan kau seorang yang tidak berbakti pada orang tuamu! Tiga hari kembali berlalu. Kiu Heng sudah bisa menotok mati seratus duapuluh lebah2, boleh dikatakan ilmunya sudah setarap dengan Na Wan Hoa. Hanya saja kepalanya tidak urung terkena tiga kali antupan, hal ini disebabkan kerisauan hatinya juga. Malam harinya bulan terang benderang, pemandangan gunung indah sekali. Kiu Heng dan Cui-jie duduk di mulut gua menikmati pemandangan alam yang romantis. Malam semakin larut, tapi tidak terpikir oleh mereka untuk beristirahat. "Pemandangan bulan yang romantis ini membuat orang mabuk! Entah tahun kapan, bulan kapan kita bisa bergembira lagi seperti sekarang? kata Cui-jie. Belum sempat Kiu Heng menjawab dari udara terdengar suara. "Kiu koko! Kiu koko! Kau dimana? Kau dimana? "Adikku, suara ini sudah tiga malam terdengar terus! Kenapa kau tidak mau menemuinya? Mungkin ia mempunyai

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

urusan yang penting dan luar biasa untuk disampaikan kepadamu, lekaslah kau menemuinya !" Kiu Heng mengenali suara panggilan itu tak lain dari Ping Ping. Ia heran kenapa di malam hari gadis itu mencarinya dan sudah tiga malam me-manggil2 terus. "Ping Ping adalah gadis yang baik, mari kita ketemukan ber-sama2, kata Kiu Heng. "Kau lihat dandananku semacam ini, mana kotor mana buruk, bagaimana enak menemui dia? Kiu Heng menatap pada Cui-jie, tanpa terasa jadi bersenyum. "Lekaslah, kau ketemui Ping Ping," desak Cui-jie. Kiu Heng terpaksa keluar dari dalam gua. "Ping Ping Kounio, aku di sini! teriaknya. Berbareng dengan habisnya perkataan, tampak Ping Ping datang ke arahnya dengan cepat. "Kiu Koko! Setengah mati aku mencarimu! serunya seraya menangis tersedu-sedu. Kiu Heng merasa Ping Ping seorang gadis yang lucu, Ia tersenyum dan me-nepak2 pundaknya. "Ping Kounio jangan menangis! Soal apa membuatmu bersedih hati? Katakanlah padaku! Ping Ping semakin sedih, ia menangis meng-gerung2, lalu memeluk Kiu Heng erat2, membuat Kiu Heng semakin tak mengerti. Pemuda kita yang belum pernah berkenalan dengan sifat perempuan, tidak bisa mengucapkan sepatah katapun untuk menghibur. Ia pun turut berdiam diri seperti patung melihati Ping Ping yang bersedu sedan. "Untuk kau Kiu koko, aku tak mempunyai rumah untuk ditinggali lagi!" kata Ping Ping sambil ber-isak2.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng terpekur kaget. "Kenapa menyangkut aku? Kenapa ia tidak bisa pulang lagi? Mungkinkah dikarenakan sebutir pel Kie-hun-kui-goan-tan. Ia diusir Tiong Peng Hoan? Ah tak mungkin!" pikirnya berbantahan di dalam diri sendiri. "Ping Kounio, menangis tidak bisa menyelesaikan urusan. Mari duduk, kau tuturkan apa yang menyebabkan kau bersedih hati! Dengan cepat Ping Ping berhenti menangis. "Kiu koko, aku tidak menyalahkan padamu, semuanya ini terjadi terlalu mendadak dan di luar dugaan, karena terdorong emosi aku tak bisa ber-kata2 begitu bertemu. Dalam hal ini kuminta kau memaafkan aku!" Kembali Ia menangis. Aku paling sebal menghadapi orang yang suka menangis, kalau kau menangis terus, aku tak suka meladeni maka itu diamlah dan teruskan ceriteramu!" "Baik, aku tak menangis lagi, kata Ping Ping, "Pek Tok Thian Kun dua hari tiga malam mencarimu di Thian Tou Hong dengan hasil hampa. Lalu Ia datang ke Lian Hoa Hong, dan menuduh ayahku menyembunyikan kau, sehingga terjadi peristiwa yang mengerikan! Kiu Heng mengerutkan kening. "Sesungguhnya aku tidak berada di Lian Hoa Hong, kenapa Pek Tok Thian Kun begitu kurang ajar sekali membuat onar, mentang2 memiliki Bu Lim Tiap! "Ya, sebab Bu Lim Tiap dipandang sebagai pusaka rimba hijau yang harus dipatuhi segenap orang Bu Lim makanya ia bertingkah ugal-ugalan. Tanpa alasan ia mendesak ayahku. Katanya Lian Hoa Hong dan Thian Tou Hong di bawah kekuasaan ayahku, membataskan jangka semalaman, untuk menyerahkan kau padanya, bilamana tidak ia bisa menggunakan Bu Lim Tiap mengumpulkan golongan putih maupun hitam untuk menghukum ayahku. Hal ini membuat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ayahku sengit, segera ia menghajar Pek Tok Thian Kun, pertarungan seru berkobar seketika juga. Dalam hal ini ayahku hanya ingin memberikan pelajaran saja atas sifatnya yang gila2an. sehingga turun tangan tidak terlampau keras, sebaliknya Pek Tok Thian Kun secara ganas dan kejam menghantam ayahku. Ping Ping tak meneruskan perkataannya, karena tersedak sedu-sedannya. "Lalu bagaimana?" tanya Kiu Heng tak sabaran. "Dalam keadaan terpaksa ayahku melancarkan serangan dahsyat, membuat Pek Tok Thian Kun terkejut dan merat sambil terbahak-bahak! "Dengan demikian, bukan bereskah soal itu? "Baru saja Pek Tok Thian Kun berlalu, tak seberapa lama, ayahku gemetar sekujur badan, matanya mendelik, sepatah katapun tak bisa diucapkannya lagi, ia..... ia.... segera meninggal dengan mengenaskan! "Apa? Meninggal? "Seluruh Lian Hoa Hong menjadi gempar karena kematian ayahku," kata Ping Ping. "Aku pernah mendengar ceritera ayahku, di Lian Hoa Hong terdapat empang teratai, bilamana airnya kering, menandakan Lian Hoa Hong akan mengalami bencana. Berbareng dengan kejadian matinya ayahku, aku teringat kata2nya itu, aku mencari In In untuk melihat empang itu, tapi tidak menemuinya, terpaksa kudatang sendiri. Apa yang dikatakan ayahku sedikitpun tidak salah, nyatanya empang itu airnya kering. Tengah kumerasa heran, tiba2 dari atas Lian Hoa Hong terdengar jeritan2 yang memilukan hati. Aku terkejut, cepat2 kembali ke atas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kembali terdengar bunyi "beng" yang luar biasa kerasnya, lalu terlihat api menjulang ke langit, sehingga aku terkejut tak alang kepalang, sukmaku seperti hilang, sedangkan hatiku hancur luluh tak kepuguhan. Kala kusampai di atas puncak, yang terlihat hanya api. Sedangkan ibu, In In, Lim Siok-siok dan jenazah ayahku sudah hilang..... saat inilah kumendengar suara yang menggila, tertawa Pek Tok Thian Kun dan dekat berpindah semakin jauh, lalu hilang tak terdengar..." Selesai mendengar, Kiu Heng mengerutkan keningnya, matanya bersinar tajam dongkol dan geregetan. menatap pada sebatang pohon besar yang dianggapnya seperti Pek Tok Thian Kun. "Ping Kounio, kejadian sudah demikian maunya menangis teruspun tidak berguna. Kuatkanlah hatimu dan busungkanlah dadamu menghadapi kenyataan yang getir ini. Aku sendiri sejak kecil kehilangan kasih sayang orang tua dan sanak saudara, karena itu kusudah merasakan penderitaan dan kesengsaraan menjadi anak yatim piatu. Legakan hatimu, hari kemudian aku bisa turut membantu dirimu!" "Kiu koko! Disebabkan mencarimu, tiga hari tiga malam aku tidak pernah makan, kini aku merasa lapar betul! "Ah, kau terlalu bodoh tiga hari tidak makan bukan soal main2, lekas ikut denganku!" Mereka segera menuju ke gua, jauh2 Cui-jie sudah memandang kedatangan mereka. "Belum terang tanah, kenapa sudah kembali lagi?" tegurnya dengan ter-gesa2. Cui-jie menguatirkan Kiu Heng ketemu Pek Tok Thian Kun, kini dilihatnya si pemuda kembali sambil bertuntun tangan dengan Ping Ping, hatinya merasa kecut. Sesudah mengatakan perkataan gurau untuk menghilangkan perasaan hatinya, ia terdiam bengong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng mengerti apa yang menyebabkan Cui-jie demikian. Ia tersenyum saja. Lalu dengan Ping-Ping mukanya menjadi merah kemaluan. Ketiga orang itu masuk ke dalam gua, lalu duduk di tempat masing2. Dengan sungguh2, Kiu Heng berkata: "Cui Cici, kini bukan saatnya bergurau, kau harus tahu dalam beberapa hari ini Lian Hoa Hong mengalami malapetaka hebat, hal ini akan kuterangkan dengan teliti. Sekarang, kau berikanlah dulu secangkir madu pada Ping Kouwnio, karena sudah tiga hari Ia tidak makan." Cui-jie mengerti keadaan sesungguhnya sangat berat, tanpa banyak tanya ia masuk mengambil madu dan menyerahkan pada Ping Ping. "Eh, lekaslah kau makan!" Ping Ping menyambut, lalu mengatakan dengan perlahan dan hampir tidak terdengar. Kiu Heng menyaksikannya menjadi geli. "Ah, kamu sebagai juga anak kecil, kenapa jadi uring2an? Sejak hari ini, kamu harus akur satu sama lain!" kata Kiu Heng di dalam hati. Sesudah Kiu Heng melihat Ping Ping selesai menghirup madu lalu menceriterakan kejadian di Lian Hoa Hong dengan panjang lebar dan teliti pada Cui-jie. Hal ini membangkitkan lagi kesedihan Ping Ping, sehingga ia menangis. Terkecuali itu Cui-jie pun turut berduka. "Tian Tou Hong dan Lian Hoa Hong, didiami keluarga Na dan keluarga Tiong yang tadinya serumah, dikarenakan soal salah paham, sepuluh tahun lebih tidak berhubungan satu sama lain. sehingga kini rnengalami bencana yang tidak diinginkan. Ping-moy, legakan hatimu, kau boleh turut denganku untuk melewatkan hari yang akan datang! Aku lebih tua darimu beberapa tahun, sejak hari ini kau boleh membahasakan aku Cici!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Cui-Cici, atas kemurahan hatimu banyak terima kasih!" kata Ping Ping. "Untuk kebaktianmu mencegah," katanya. pada gurumu,

aku

mengucapkan

Kiu Heng tersenyum simpul penuh kemenangan. aku tidak bisa

"Kau sudah menjanjikan Ping Kounio turut denganmu, kau bawalah dan ajaklah menemui suhumu, agar ia bisa mempelajari ilmu silat terlebih dalam, untuk keperluan di kemudian hari!" "Aku sudah menyanggupi kamu berdua," kata Cui-jie, "tapi perpisahan ini sampai kapan bisa bertemu lagi, sebelum itu kita berjanji, tiga tahun kemudian, kita berkumpul lagi di See Ouw pada malaman Tiong Ciu. Adikku, kau pikir bagaimana?" "Bagus, tiga tahun kemudian kita berjumpa, bilamana tidak bertemu tidak akan berlalu!" kata Kiu Heng memastikan. Hari kedua, ketiga orang itu sudah bangun. "Ping-moy, kau minum lagi madu ini, kata Cui-jie. "Di pegunungan ini sukar mendapatkan makanan. "Mungkinkah kita akan berpisah secara demikian?" tegur Kiu Heng. "Ya, jawab Cui-jie dengan sedih. "Aku lupa," kata Kiu Heng "kamu pergi, apakah mempunyai uang? Cui-jie dan Ping Ping saling menatap. "Kami selamanya hidup di pegunungan, untuk mempergunakan uang? kata mereka hampir berbareng. apa

"Tapi sesudah meninggalkan gunung dan masuk ke kota, segalanya harus memakai uang? Lebih2 kamu kaum perempuan. Tidak ada uang akan lebih sengsara! Mari ikut

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

denganku mencari uang, sekalian menghantarkan kamu berangkat!" "Ikut mencari uang? Di dalam gunung yang sambung menyambung ini, dari mana uang bisa didapat? tegur Cui-jie. "Aku mernpunyai daya!" kata Kiu Heng dengan yakin. Mereka segera meninggalkan gua dengan ilmu meringankan tubuh, puncak demi puncak dilalui mereka. Kala matahari condong ke barat, dan angin senja bertiup nyaman, keadaan di gunung terasa semakin dingin, Kiu Heng mengajak kedua gadis berlari terus dan tiba di Pek Tio Hong. Pek Tio Hong yang sudah terbakar hangus, masih gundul, tidak ada rumput maupun pohon. Kiu Heng berdiri di atas puncak, ia mengenang kembali pada Ang Hoa Kek, ia menarik napas panjang tanda berduka. Cui-jie dan Ping Ping merasa heran. "Kenapa baik2 menarik napas duka? tegur mereka serentak. "Aku pernah mengalami bahaya kebakaran dan keracunan di bukit ini, bilamana tidak ada seorang Lo Cianpwee yang menolong jiwaku, siang2 sudah melayang. Aku selamat dan kematian berbalik Lo Cianpwee itu yang binasa. Ia binasa secara menyedihkan sekali, sampai pun tulangnya pun tidak bisa dikubur. Keadaan lalu berbayang membawa kesedihan, hatiku sesak dan menarik napas." "Kau bersedih karena beralasan, menandakan hatimu yang suci, kata Cui-jie, tapi hari sudah mendekati malam, bagaimanapun kita harus mencari tempat bermalam. Dan tidak boleh mematung terus di bukit gundul ini sambil menarik napas !" "Kau percayalah, aku mengajakmu pasti bisa memberikan makanan, untuk bermalam tempat sudah tersedia. Nah, di bawah selokan gunung itulah kita bermalam. Di situ sering2

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

terlihat binatang hutan minum air, kamu boleh menangkapnya barang dua ekor untuk menangsel perut. Sedangkan aku akan mencari tempat beristirahat di tempat lain, tak lama lagi segera datang! Habis berkata Kiu Heng berlalu, Cui-jie dan Ping Ping menurut kata Kiu Heng turun ke dekat selokan. Dalam sekejap Kiu Heng sudah tiba di dalam gua tempo hari, ia menggeser batu besar. Keadaan di dalam masih tetap seperti sedia kala, menandakan sejak ditinggalkan, gua itu belum ada orang kedua yang memasukinya. Sesudah Ia mengambil segala benda berharga, segera meninggalkan gua dengan cepat. Cui-jie dan Ping Ping sudah memanggang seekor rusa kecil. Mereka terbahak2 melihat Kiu Heng. Kiranya kantong berikut bajunya sudah dipenuhi emas dan segala benda berharga lainnya sehingga berenggulan tidak rata dan aneh kelihatannya. Benda2 itu dikeluarkan satu persatu, Cui-jie terkesiap melihat semua itu tak henti2nya Ia memegang dan me-lihat2 dengan girang. Sedangkan Ping Ping seperti tidak tertarik, ia tersenyum saja. Begitu terang tanah, mereka segera berpisah dengan bersedih hati. Sejak saat itu, Kiu Heng tinggal di dalam gua. Ia melatih diri memperdalam ilmunya. Ia mempelajari gambar2 di atas tembok dengan tekun di samping melihat keterangan yang tertera di Bu Lim Tiap. Di samping itu, ilmu Cit-Cuat-kiam dan Sam-cee-pan-goat dimatangkan pula, sehingga Ia memiliki ilmu lebih sempurna dari sebelumnya. Waktu berlalu dengan cepat, setengah tahun dilalui tanpa terasa. Kiu Heng sudah bosan tinggal di dalam gua, Ia meninggalkannya untuk berkelana lagi di dunia Kang Ouw.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

-o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oMusim gugur telah tiba, telaga See Ouw banyak dikunjungi para pelancong dari berbagai tempat. Kupel2 dan restoran2 di pesisir pantai penuh sesak para pengunjung. Seorang muda tampak di kupel yang terletak di tengah2 danau. Pakaiannya sangat mentereng, Ia menghadapi berbagai hidangan, sambil menundukkan kepala, pemuda itu bukan lain dari Kiu Heng adanya. Ia tidak memperhatikan para tamu lain yang asyik mengobrol ke barat ke timur sambil menikmati pemandangan alam yang maha indah. Tiba2 tampak sesosok tubuh berkelebat ke meja Kiu Heng, gerakannya sangat cepat. Kiu Heng kagum melihatnya. Sebelum Ia berkata, orang yang datang itu sudah membuka mulut. "Ha... siluman monyet, rupanya kau sudah kaya! Setengah tahun tidak bertemu, sudah mentereng betul. Kau pasti dipungut anak seorang hartawan, yah! Kiu Heng mengenali orang itu bukan lain dari si bungkuk atau To Pei Lojin yang diketemukan di Pek Tio Hong. Ia merasa tersinggung mendengar ejekan itu, dengan gusar ia membentak: "Tak perlu kau usilan!" "Oh, kau malu mengatakannya? Mungkin juga mendapat rejeki tak halal dengan jalan menimpah! kau

Kiu Heng menatap keempat penjuru, untung keadaan sangat gaduh sehingga perkataan si orang tua tidak ada yang dengar. "Oh, yang jadi maling selalu ketakutan dan tak tenteram, sehingga takut didengar orang!" ejek To Pei Lojin. "Hei Bungkuk! Kita tidak bermusuhan apa2, kenapa kau mengganggu terus padaku?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ini yang dinamai karena karma, dalam penitisan dulu kita berjodoh, arwah kita menitis kembali sehingga bertemu lagi! Siapa suruh kau memanggil aku si bungkuk! Kau harus tahu yang memaki aku si bungkuk seumur hidup akan kulibat terus, terkecuali ia sadar dan menghaturkan maaf sambil soja dan paykui, aku baru membebaskannya. Siluman monyet, kalau kau merasa takut, lekas2lah soja paykui!" "Siapa yang takut padamu? Mau berkelahi?" "Bagus! Itu yang kucari! Siapa yang kalah harus menjadi murid, yang menang menjadi guru! Sebentar malam kita bertemu di Hong Hong San, bagaimana? kata si orang tua. sehabis berkata segera berlalu. Malam harinya, Kiu Heng mengenakan pakaian malam, dengan cepat ia berlari ke atas gunung, keadaan sangat, sunyi dan sepi. Ia merasa heran kenapa si bungkuk belum juga datang. Sebelum ia bisa menggerutu, tampak pepohonan bergoyang menyusul terdengar bunyi aneh, tahu2 si orang tua merosot jatuh dan hinggap di atas batu. Dengan ter-senyum2, Ia berkata: "Siluman monyet, kau bisa tepat datang di sini. Aku mengucapkan syukur!" "Memang kau kira aku takut dan tidak datang? jawab Kiu Heng, seraya maju menyerang. "Sabar, sabar. Kau jangan seperti kunyuk yang tidak sabaran. Kita harus berjanji terlebih dulu, dalam pertandingan ini asal kena kena towel sudah cukup, aku tak mau mengadu jiwa dengan seekor siluman monyet, tahu? Kiu Heng tidak menjawab. "Siluman monyet, mari maju!" tantang si orang tua, "Tempo hari aku kalah, sekali ini kau jangan harap menang!" bentak Kiu Heng, seraya mengebut dengan lengan kanan, semacam tenaga tersembunyi yang keras menyambar datang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si orang tua cepat2 mengangkat lengan kirinya dan didorongkan dengan mendadak, sehingga pukulan keras dilawan keras. "Blang! Angin pukulan yang bentrok berbunyi keras. Masing2 tidak ada yang terpukul mundur. Satu sama lain maju merangsak tak mau mengalah, kepandaian yang luar biasa dikeluarkan, keadaan mereka berimbang, semakin bertarung kekuatan mereka semakin hebat. Dalam setengah tahun Kiu Heng sudah mempelajari matang sekalian ilmu silat yang terdapat di dinding gua, tapi belum pernah dipergunakan untuk melawan musuh. Kini Ia bertemu To Pei Lojin yang tangguh, dan merasa tidak terdesak, hatinya girang. Bagaikan ikan yang dapat air, ia semakin bersemangat menghadapi musuhnya jurus demi jurus. Sejak menerjunkan diri ke sungai telaga, si orang tua belum pernah mendapat tandingan yang setimpal, kini ia heran betul menghadapi si pemuda yang bisa maju pesat dalam jangka setengah tahun; lebih2 pukulan2 yang dilancarkan Kiu Heng membuatnya heran dan tak mengerti. Tiba2 Kiu Heng mengundurkan diri sewaktu perkelahian berjalan sedang seru2nya. "To Cianpwee, katanya mengubah sebutan, "dalam tangan kosong kita seri, bagaimana kalau memakai senjata?" "Bagus, kenapa sekarang kau tidak memaki aku lagi?" kata si orang tua. "Siau-ko memain senjata bukan soal yang gampang, bisa2 kita mati tak keruan! "Biar mati pun aku tidak menyesal!" jawab Kiu Heng dengan getas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ha! Kau masih muda, belum kawin sudah mati, sayang bukan?" "Jangan ngelantur! Hunuslah senjatamu! bentaknya. "Crang sekali, serangkanya. Kim-liong-cee-hwee-kiam keluar dari

"Ya, tapi baik2lah sekali ini!" Pertarungan mengadu senjata melanjuti pertarungan bertangan kosong, lebih hebat dan berbahaya sepuluh kali. Pedang Kiu Heng memutar bulat memancarkan sinar berkilauan, sedangkan si orang tua memainkan huncwenya dengan gapah. Sewaktu Kiu Heng melancarkan jurus Sin Liong Cut Hay (naga sakti keluar dari laut), si orang tua membalas dengan jurus Tui Cong Bong Goat (mendorong jendela menatap rembulan), dengan demikian, serangan Kiu Heng kandas tak berbekas. Menyusul terlihat si orang tua mengebutkan huncwenya menotok ke timur, membabat ke barat, tampaknya seperti sedang mabuk arak, dan kesurupan pula yang sering disebut kelakuan orang yang angin2an, gerak lengannya tidak tampak terlalu cepat tapi gaya kekuatannya bukan main kerasnya, membuat orang kaget dan bergidik. Menghadapi ilmu lawan yang luar biasa aneh ini, Kiu Heng tidak menjadi gentar, dengan cepat lengan kirinya mengebut, si orang tua berjingkrak2an seperti kelabakan. Tapi setiap jepitan jarinya dapat memecahkan serangan si orang tua sehingga luput dari bahaya. Tu Pei Lojin merasa kagum dan heran, tapi tidak bisa berpikir terlalu lama karena serangan Kiu Heng kembali datang. Pertarungan berlangsung terus penuh kehebatan dan mendebarkan jantung. Tiga ratus jurus berlalu tanpa dirasai mereka.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau begitu terus, aku tidak bisa menang!" pikir Kiu Heng, "aku harus menggunakan llmu yang terlihay dari pelajaran yang terdapat di Bu Lim Tiap!" Begitu habis berpikir, segera ia berseru: "To Cianpwee, awas!" seiring dengan peringatan nya, jurusnya segera berubah, tubuhnya merapung ke udara, lalu menukik turun dengan deras, lengan kiri dan lengan kanan yang berpedang dipergunakan berbareng dengan jurus Siang-ma-in-coan (sepasang kuda minum di mata air), langsung menikam dan mengeprak si orang tua. Tanpa ragu si orang tua melancarkan keahliannya dengan jurus Hoo Hui Wan Tie (burung Hoo menangis, orang hutan menjerit), memecahkan serangan dahsyat lawannya. Kiu Heng membarengi lagi dengan serangan Keng Liong Cin Kau yang ampuh, memaksa si orang tua mundur beberapa langkah, dengan demikian ia menang di atas angin, sampai To Pei Lojin hanya bisa menangkis tanpa bisa menyerang lagi. Sungguhpun demikian, benteng pertahanan To Pei Lojin luar biasa ampuhnya, huncwenya diputar demikian macam, niscaya setitik air pun tidak bisa tembus. Serangan ber-tubi2 yang ampuh maupun yang ganas dari Kiu Heng tak berdaya menjebolkan benteng pertahanan musuh, sehingga berkutet terus menerus tanpa sudah-sudahnya. Beberapa jam kembali berlalu, parkelahian berubah dari gencar dan seru menjadi lambat dan ayal, tak ubahnya seperti hujan ribut yang sudah reda. To Pei Lojin melawan terus dengan alot dan gerakan lambat seperti kecapaian. Sebaliknya Kiu Heng yang sudah menerima tenaga luar biasa dari pedang peninggalan Cie Yang Cinjin, dan separuh tenaga Kong Tat serta tenaga Ang Hou Kek dari batu hijau, ditambah sering meminum madu lebah hitam yang berkasiat, tenaganya tetap kuat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mungkinkah bocah ini terbuat dari besi dan baja? Kenapa ia kuat betul dan tidak terlihat letih? pikir To Pei Lojin dengan heran. "To Cianpwee, terimalah serangan ini!"seru Kiu Heng. Suara tiba pedang sampai, menjurus lurus ke arah dada dengan kecepatan kilat. To Pei Lojin tidak berani menangkis dengan kekerasan, tubuhnya miring menghindarkan ujung pedang. Begitu serangannya mengenai angin, Kiu Heng mengubahnya dengan cepat, Kim-liong-cee-hwee-kiam tidak ditarik, melainkan dipakai menyerang terus, seperti bayangan mengikuti tubuh si orang tua. Dengan cepat To Pei Lojin menangkis, lalu mencelat pergi beberapa tambak dengan gerak ayal2an. Tiba2 si orang tua merasakan di bawah ketiaknya hawa yang dingin, sewaktu menundukkan kepala menegasi, bajunya sudah pecah tergores pedang. "To Locianpwee, bagaimana? Apakah mengaku kalah? Kalau masih penasaran mari kita lanjutkan lagi! tantang Kiu Heng sambil ber-gelak2. "Siau-ko mempunyai tenaga yang sakti sekali, aku menyerah kalah! Pepatah mengatakan, gelombang Sungai Tiang Kang yang belakang mendorong yang di depan, yang baru menggantikan yang tua, aku menyerah kalah!" "Benar2kah kau mengaku kalah atau pura-pura kalah?" tanya Kiu Heng sambil menyimpan pedangnya ke dalam serangka. "Kecil2 sudah mengetahui banyak istilah, aku tidak mengerti apa yang dinamai benar2 menyerah dan apa yang dinamai pura2 menyerah!" kata To Pei Lojin. "Lagipula kalau benar2 menyerah bagaimana? Sebaliknya bagaimana?

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau pura2 menyerah perkelahian ini cukup sampai di sini, kemudian hari siapa pun tidak boleh mencoba merintangi atau mengganggu satu sama lain, lagi pula aku tidak ingin menerima seorang murid setua dirimu," kata Kiu Heng. Sebaliknya, kalau kau benar2 menyerah kalah, aku bisa menuturkan asal usulmu, dan sejak hari ini kau harus mendengar kataku bagaimana?" Kiranya To Pei Lojin sejak bertemu dengan Kiu Heng sudah mengandung niatan menjadikan si anak muda sebagai muridnya, karena itu dalam pertarungan ia tidak menggunakan tenaga sepenuhnya, karena ia tahu pemuda yang dihadapi berhati keras, bilamana tidak menang tidak akan mengerti, sengaja Ia memberikan lowongan dan pura2 kalah. Kini Ia mendengar Kiu Heng ingin menyebutkan asal usulnya, sehingga membuatnya ketarik, karena Ia tahu pasti tiada orang kedua di atas dunia ini terkecuali suhunya yang mengetahui pelajaran silat apa yang dipelajarinja. "Ya, coba kau katakan!" katanya. "Orang lain tidak mengetahui dirimu dari golongan mana, tapi aku bisa mengetahui dengan jelas. Kau adalah murid dari Hui Hui Ho-siang dari Pek Tok Bun. Disebabkan Hui Hui Hosiang melihat sepak terjang Pek Tok Bun tidak senonoh, Ia meninggalkan pintu perguruan itu dan berdiam di atas gunung empat puluh tahun lamanya. Ia mengumpulkan berbagai macam ilmu dari perguruan silat dan mengubahnya menjadi satu gabungan silat yang luar biasa, lalu diturunkan kepadamu, sehingga merasa sombong dan menganggap paling pintar mengenali ilmu silat dari golongan manapun. Ya atau tidak?" "Aku benar2 tunduk! Apa yang kau katakan benar semua, aku tidak menyangka dan mengira di otak monyet seperti

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dirimu bisa menyimpan pengetahuan yang maha tinggi!" kata To Pei Lojin sambil ter-bahak2. Bersambung ke Jilid III ---ooo00oo---

JILID III "Nah, sejak hari ini kau harus turut denganku dan mendengar kata2ku, kuyakin kau akan memperoleh banyak kemajuan," kata Kiu Heng. "Bagus! Aku berusia tujuh puluh tahun mengangkat guru seorang bocah yang masih ingusan dan berbulu seperti monyet. bukankah hal ini akan menjadi berita yang menggemparkan dunia Bu Lim. Siluman monyet, kau jangan mengimpi, kau..... Ia tidak melanjutkan kata2nya, tangannya keluar dan ditotokkan dengan perlahan, inilah ilmu yang luar biasa dari dunia persilatan yang bernama Pit Kiang Tiam Hiat (menotok terhalang tembok), tahu2 Kiu Heng kena tertotok urat gagunya, sehingga diam saja tidak bisa menjawab ejekan si orang tua. To Pei Lojin sengaja mempertunjukkan kepandaiannya ini dengan tujuan mematikan kecongkakan dan keangkuhan Kiu Heng, agar di kemudian hari tidak menderita kerugian dari sifat buruknya itu. Kiu Heng merasa gusar tak alang kepalang, pedangnya dihunus untuk mengadu jiwa mati2an. To Pei Lojin tetap duduk tak bergerak begitu ia melihat si pemuda menghampiri, lengannya kembali menotok, membuat Kiu Heng seperti patung, tinggal matanya melarak-lirik dengan gusar tanpa bisa berbuat sesuatu apa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kepandaianku sudah cukup sempurna, kenapa kena totok tidak berdaya untuk memecahkannya?" pikir Kiu Heng, "Kalau si bungkuk ini tidak bermain sihir pasti menggunakan ilmu menotok Pit Kiang Tiam Hiat yang lihay luar biasa. Ilmu ini menurut suhu sudah hilang dari dunia persilatan, kenapa bisa dimiliki si bungkuk ini?" Dengan wajah serius To Pei Lojin berkata: "Bocah, kau harus tahu dunia ini luas dan mengandung berbagai keanehan, orang2 berilmu tinggi tidak terhitung jumlahnya, dengan kepandaianmu yang tidak seberapa, segera menganggap diri sangat lihay, akibatnya bisa mencari binasa sendiri. Sadarlah, gunung yang tinggi masih ada yang tinggi! Ilmu dan pelajaran tidak habis untuk dipelajari! Sudah beberapa kali aku mencoba kepandaianmu dan tabiatmu, dan yakin kau adalah bibit yang baik untuk dipupuk! Aku sudah tua dan mengharap mencari seorang murid guna mewariskan kepandaianku. Bocah, kalau kau mendengar kata2ku yang kuucapkan sejujurnya ini, kau bisa menjadi seorang yang berguna di kemudian hari." Sehabis berkata si orang tua menggoyangkan lengannya, Kiu Heng terbebas dari totokan, cepat ia bertekuk lutut di hadapan To Pei Lojin, kedua matanya berlinang air mata haru, kepalanya tunduk, seperti menyesal sekali. "Anak yang baik, kutahu kau seorang murid yang berbakti pada gurumu yang terdahulu. Karena itu akupun tidak mau mempersukar dirimu. Kalau kau tidak memandang hina kepadaku, boleh kau memanggil Giehu atau Kan-tia (ayah angkat) pada diriku !" Kiu Heng terharu, tanpa disuruh kedua kali Ia berkata: Gihu! terima hormat anakmu!" "Kiu Heng menghormat pada diriku dan mengakui aku sebagai Giehu, kata si orang tua sambil memimpin bangun,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"tapi aku belum mengetahui namamu, bukankah hal yang lucu? Kan jie-cu (anak angkat) sebutkanlah namamu! "Kiu Heng!" "Bagus," jawab To Pei Lojin, "sedangkan kau pun harus tahu, aku she Siauw nama Siong, bergelar Tohiap (pendekar bungkuk). Kini aku berusia berapa, aku sendiri lupa menghitungnya, ya kira2 tujuh puluh tahun lebih!" Siauw Siong tertegun sejenak sambil ber-batuk2, parasnya menunjukkan tengah terpekur, per-lahan2 Ia bertanya: "Menurut namamu yang demikian ganjil, mungkin kau hidup mempunyai sakit hati yang hebat, kuharap kau bisa menuturkan, agar kubisa membantumu memecahkan kesulitan ini!" Kiu Heng ragu2 sejenak, achirnya menceriterakan kejadian waktu kecilnya, dengan jujur dan jelas. "Baiklah! Nanti aku men-dengar2 siapa pembunuh diri ayahmu dan keluargamu itu!' kata Siauw Siong. "Atas bantuan Giehu, aku mengucapkan terima kasih, tapi biar musuh itu berkepala tiga dan bertangan enam, harus beres di tanganku sendiri! "Oh, sudah pasti!" jawab Siauw Siong. Lengannya merogo saku mengeluarkan semacam benda yang bercahaya dan diserahkan kepada Kiu Heng. "Kini kau sudah menjadi anak angkatku, terimalah pemberianku ini sebagai tanda mata. "Ah!" seru Kiu Heng terkejut karena ia mengenali benda itu. "Bukankah ini yang dinamakan Sam-cun-giok-cee? Dari mana Giehu mendapatkannya? "Kau tentu ingat kejadian di Pek Tio Hong, dari salah seorang yang kau binasakan, aku mendapatkan benda ini! jawab Siauw Siong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng terdiam meng-ingat2. "Kalau begitu, salah seorang di antara mereka adalah pencuri Sam-cun-giok-cee dari Pek-bu-siang Siang Siu, kini ia sudah binasa, bebanku menjadi ringan!" kata Kiu Heng seraya menuturkan pesan2 dari Pek-bu-siang. "Aku mengenal Pek-bu-siang maupun Ang Hoa Kek," kata Siauw Siong, "mereka merupakan tokoh2 Kang Ouw yang aneh dan sudah lama mengasingkan diri, tak kira kedua2nya sudah meninggal dunia!" Mereka tertegun sejenak, keadaan menjadi sunyi: "Fajar hampir menyingsing, kau masih memakai pakaian malam, mari kita pulang, kata Siauw Siong. Dengan secepat kilat mereka turun dari atas gunung, Kiu Heng bermalam di sebuah hotel yang bernama Huay Yang Lauw, sedangkan Siauw Siong baru beberapa hari datang di Hang Ciu, ia belum mempunyai tempat tinggal yang tetap, kini ia mengikuti ke tempat, bermalamnya si anak. Malam berganti siang, mereka tidak tidur lagi, melainkan duduk bersemadi menjalankan pernapasan untuk menghilangkan seluruh kelelahannya. Tengah hari Kiu Heng dan Siauw Siong pergi belanja, mereka membeli baju2 yang indah dan menanggalkan bajunya yang buruk, sehingga ayah dan anak angkat seperti seorang saudagar kaya raya saja. Dengan pakaian yang ganteng, mereka pesiar beberapa hari di telaga See Ouw dan aksi2an, sambil makan dan minum sepuas2nya. Malamnya mereka tidur sekamar. Sewaktu kentongan berbunyi tiga kali, tiba2 Siauw Siong berbalik badan dan turun dari ranjang, Kiu Heng pun mengguling tubuh mengikuti turun. "Ha, ada apa?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Di genteng ada orang," bisik Siauw Siong dengan perlahan. "Kenapa aku tidak mengetahuinya? kata Kiu Heng dengan heran. "Karena kurang pengalaman dan latihan, semalaman suntuk kau tak tidur, sampai ada orang di atas genteng tidak mengetahuinya! Bagaimana jadinya kalau pendatang itu untuk menuntut balas, bukankah kau akan dicelakakan dengan mudah? Kiu Hong merasa jengah, wajahnya merah, untung waktu malam, sehingga tidak terlihat Siauw Siong. "Yang datang hanya seorang!" kata Siauw Siong. Kiu Heng manggut menyusul kakinya menotol bumi dan mencelat keluar melalui jendela. Sesampainya di atas, ia tidak melihat bayangan maupun sesuatu yang mencurigakan. "Jangan2 Giehu sudah pikun, pendengarannya tak tajam lagi!' pikir Kiu Heng. Sebelum ia turun, berkelebat sesosok bayangan hitam yang cepat sebagai meteor! Tahu2 di depan mukanya berdiri seorang pemuda ganteng. "Kau menyusahkan diriku saja, lekas kau keluarkan barangmu!" kata si pemuda dengan aseran. "Aku tidak berhutang maupun meminjam barangmu, apa yang harus kukeluarkan?" "Apakah kau tidak mengerti?" "Bertanya pada dirikukah? "Ya, kalau tidak pada siapa?" "Aku tak mengerti!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau jangan berlagak pilon! Lekas kau keluarkan kotak Bu Lim Tiap, perkara menjadi beres. Bilamana tidak jangan sesalkan aku berlaku kurang ajar! Kiu Heng baru sadar pemuda itu mencari Bu Lim Tiap. "Kenapa ia bisa tahu, aku memiliki Bu Lim Tiap?" pikirnya. "Apakah kau tetap bersikap keras tak mau menyerahkan?" desak si pemuda. "Di dunia hanya ada perampok yang memaui barang orang dengan kekerasan, kau manusia macam apa berani berlaku keras padaku?" "Aku Gui Wie, putera dari Pek-tok-thian-kun bagaimana?" jawab si pemuda. "Ku kira siapa, kiranya puteranya binatang beracun!" "Kau sudah dijadikan musuh seluruh kaum Bu Lim, berani betul memaki pemegang Bu Lim Tiap, sudah bosan hidupkah?" "Segala binatang beracun, dimaki apa salahnya, bilamana kau masih gila2an, aku pun bisa memakimu!" Pemuda itu menjadi gusar dengan cepat, Ia mengebut kepada mata Kiu Heng memakai jurus Tek Cee Kie Goat (memetik bintang meraih bulan). Dikata cepat memang cepat, begitu Kiu Heng mengegos, serangan Gui Wie mengenai angin. Ia penasaran, tapi sebelum bisa memberikan serangan susulan, punggungnya merasakan angin dingin, sehingga menjadi terkejut. Untung ia bukan manusia biasa, kakinya menotok genteng dan mencelat beberapa tombak dengan ilmu Goan Yau Ca Liu (membungkukkan tubuh menancapkan pohon liu). Gui Wie yang muda berpenyakit memandang ringan kepada musuh, akibatnya hampir menderita kerugian besar. Kini Ia tak berani ber-lambat2an lagi begitu turun, lengan bajunya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengebut lagi, tahu2 ia sudah menghunus pedangnya. Dengan cepat melakukan penyerangan deras ke arah dada musuhnya. Kiu Heng pun menghunus pedangnya, dengan cepat diputarkan, sehingga serangan musuhnya kembali kandas! Gui Wie menjadi cemas atas serangan2nya yang gagal, keringatnya mengucur deras, ia sadar bukan menjadi tandingan si pemuda cepat2 mencelat keluar gelanggang. "Jangan bertarung sudah, aku mengaku kalah! serunya. Kiu Heng merasa heran kepada pemuda itu. "Kau yang mengajak berkelahi, kini kau pula yang mengajak sudahan," pikirnya. "Aku memukulmu dan menggertakmu dengan aseran, tak lain untuk me-nakut2i saja, sekadar mencoba ketabahan dan ilmu kepandaianmu!" kata Gui Wie. "Aku tak menginginkan kotak Bu Lim Tiap milikmu, tapi menginginkan persahabatan denganmu!" Kiu Heng diam tidak menjawab seketika lamanya. "Apakah kau sudah memakan obat bisu sehingga tidak mau bicara? "Aku heran atas kelakuanmu yang tidak keruan. Kau harus tahu, ayahmu adalah musuhku dan kubenci dengannya, kenapa kau ingin bersahabat denganku?" "Lain bapak lain anak!" jawab Gui Wie dengan tegas. Aku menghormati mendiang gurumu yang jujur dan baik budi. Di samping itu aku tidak senang atas kelakuan ayahku yang tidak patut, karena itulah aku meninggalkan rumah secara menggelap untuk mengabarkan kepadamu soal bahaya yang mengancam jiwamu! Kau harus tahu ayahku sudah membagikan selebaran ke seluruh dunia persilatan dan menitahkan mereka mencarimu dan membunuhmu, sebab kau

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sudah dijadikan musuh bersama kaum Bu tindakanmu yang tidak menghargai Bu Lim Tiap. Kiu Heng meng-angguk2kan kepala.

Lim

atas

"Pedangmu itu terlalu menyolok dan mudah dikenali, sebaiknya kau simpan saja terlebih rapi!" "Terima kasih atas kebaikanmu, lain kali kita bertemu pula!" kata Kiu Heng. Sambil merangkapkan kedua tangannya, Gui Wie segera berlalu dengan cepat. Begitu Kiu Heng kembali ke kamar, Siauw Siong segera berkata: "Apa yang kamu ucapkan sudah kudengar, sesungguhnya kota Hang Ciu terlalu ramai dan bukan merupakan tempat yang baik untuk ditinggali terus! "Tia, mengandalkan kepandaianmu dan kepandaianku, mungkinkah takut pada Pek Tok Thian Kun?" "Bukan soal takut pada Pek Tok Thian Kun, tapi ia sudah menyebarkan undangan pada berbagai golongan Bu Lim untuk memusuhi dirimu! Kau boleh merasa tak takut tapi harus ingat, di luar langit masih terdapat langit. Dapatkah kau menghadapi mereka yang berjumlah banyak? Barusan kumendengar soal Bu Lim Tiap, benar2kah kau memilikinya? "Ah, ini kesalahanku, sampai lupa memberi tahu pada Giehu, kata Kiu Heng sambil mengeluarkan Bu Lim Tiap dari dalam sakunya. "Ah, ini adalah Bu Lim Tiap yang sesungguhnya. Sewaktu kukecil, pernah melihat Sucou memegang Bu Lim Tiap ini. Dari mana kau dapat?" Kiu Heng menuturkan bagaimana didapatnya pusaka rimba hijau itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Heng-jie, dengan kepandaianmu yang sekarang ini belum cukup kuat untuk melindungi Bu Lim Tiap dari rongrongan kaum Bu Lim yang menghendakinya!" "Habis harus bagaimana? "Untuk sementara kita harus menyingkir dari dunia yang ramai dan harus mengumpet dulu. Bukan berarti takut, tapi untuk melatih diri terlebih lihay! Kau mungkin tahu Kay-hiap sedang dihukum di Tay San, tak halangannya kita ke sana! Bagaimana? Apa kau setuju?" "Aku menurut pada Giehu! jawab Kiu Heng. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oSementara itu kita menengok kepada Cui-jie dan Ping Ping yang meninggalkan Pek Tio Hong. Sepanjang jalan mereka bergurau dan mengobrol dengan asyik, sehingga tidak merasa sepi. Pada suatu hari, Cui-jie mengingat gurunya pernah mengatakan, bilamana ada waktu ia akan merantau lagi di dunia Kang Ouw, tempat pertama yang akan dikunjungi adalah Bu Kong San di Kiang Say. Karena itulah mereka menuju ke sana untuk menemukan Na Wan Hoa. Beberapa bulan kemudian mereka tiba di Tie-cui di Propinsi An Hui, lalu melanjutkan perjalanan dengan perahu menuju Kiang Say. Perahu yang mereka pakai tidak terlalu besar, tapi cukup menyenangkan, se-olah2 mereka tengah piknik di atas air untuk menikmati pemandangan alam. Beberapa hari kemudian tiba di sebuah pelabuhan kecil yang bernama Tang Liu Sian. Sebelum perahu bisa melanjutkan perjalanan, angin besar dan keras menghalangi perjalanan. Mereka terpaksa berdiam beberapa hari menantikan angin reda. Penumpang2 banyak yang mendarat untuk mencari hiburan dan jalan2.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Adik Ping, kenapa kau tampaknya lesu dan lemas?" tanya Cui-jie. "Angin sangat besar, perahu ber-goyang2, entah bagaimana kepalaku menjadi pening dan ingin muntah2!" jawab Ping Ping. "Sebaiknya kita mendarat beristirahat sambil membeli obat, bagaimana?" "Aku tak peningnya." bisa berjalan lagi, kepalaku bukan main

"Baiklah, kau tunggu sebentar, aku akan mencari obat untukmu," kata Cui-jie seraya mendarat, sehingga di atas perahu tertinggal jurumudi dan Ping Ping berdua. Belum lama Cui-jie pergi, angin keras tiba2 menyampok, air bergelombang dahsyat, tali pengikat perahu menjadi putus dikoyak2 angin yang menggila. Si pengemudi perahu mencoba sekuat tenaga mempertahankan perahunya, tapi kekuatannya sangat terbatas, ia kena disampok ombak dan jatuh ke air, sehingga perahu terombang-ambing. Sedangkan Ping Ping yang tengah mabuk kapal dan pening menjadi pingsan lupa daratan. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oMenurut tukang2 perahu yang sering melintasi pulau Ce Cu To, menganggap sebagai pulau iblis yang menakutkan. Setiap kali kapal atau perahu yang terkena angin ribut pasti tersampok ke pulau itu. Se-olah2 pulau itu sebagai juga kawa2 yang berjaring kuat, sedangkan perahu2 dan kapal2 merupakan korban2 dari kawa2 itu. Karena itulah pulau ini bernama Cee Cu To. Di atas pulau itu terdapat gunung yang indah dan permai. Anehnya, setiap kali hujan lebat dan angin dahsyat bergelombang tinggi, dari puncak gunung itu sering terdengar irama merdu yang menawan hati.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam anggapan tukang2 perahu yang sederhana, suara itu dianggapnya sebagai nyanyian dewa. Banyak juga di antara tukang2 perahu yang bernyali besar datang ke atas pulau sewaktu terjadi malapetaka atas diri kawan2nya dan sanak saudaranya, guna menolong. Sayang sekali, setiap yang pergi belum pernah terlihat pulang, lama kelamaan penduduk yang mencari nafkah sebagai nelayan atau tukang perahu, menganggap dewa yang berdiam di gunung itu sangat gusar dan sengaja menghukum orang-orang ini, sebagai peringatan jangan berlaku gegabah lagi berani datang menyatroni tempat kediamannya. Kini Ping Ping yang malang berada di dalam perahu dan terhempas ke atas pulau itu. Sewaktu siuman, ia merasa heran berada di atas perahu yang kandas di tepi pulau. Ia merasakan peningnya sudah hilang. Tanpa mengenal takut ia turun dari perahu itu sambil memandankan matanya keempat penljuru. Saat ini ia baru ingat pada Cui-jie, dan mengingat dirinya yang malang, sehingga air matanya bercucuran. Saat ini hari hampir malam, Ping Ping kembali ke perahunya mencari sisa makanan Kala malam mendatang, angin ribut men-jadi2 lagi, kilat meng-gelugur2, perahu tergoyang2 dibuatnya. Ping Ping takut kalau2 angin ribut itu membawa lagi perahunya ke tengah lautan, cepat2 ia naik ke darat. Lalu berlari-larian ke atas gunung. Ia dibesarkan di atas gunung, dengan sendirinya sudah merasa biasa berjalan di tempat yang sukar untuk orang biasa. Tiba2 ia terhenti sejenak, karena mendengar irama seruling yang tajam dan merdu. "Untung terdapat orang, aku bisa bermalam juga," pikirnya tanpa curiga barang sedikit pun.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia menelusuri jalanan yang ber-liku2 menuju ke atas. Untung hujan sudah berhenti sehingga sinar bulan yang terang keluar menerangi jagat, atas bantuan sinar yang redup ini, Ping Ping melanjutkan perjalanan terus. Semakin lama jalanan semakin lebar, di kiri kanan terlihat tengkorak2 manusia berserakan. Ia terkesiap ketakutan. Tubuhnya menggigil, kakinya menjadi lemas. Ia jatuh duduk sambil memeramkan mata. Keadaan menjadi sunyi, keresekan pohon dan air berkerucukan terdengar tegas, waktu berlalu tanpa terjadi apa2. Ping Ping memberanikan diri membuka mata, dengan hati ber-debar2 Ia mengawasi tengkorak2 yang berjumlah besar itu. Anehnya, di samping tengkorak2 itu terdapat juga emas2 balokan yang besar2. Tengkorak2 itu setiap tangannya memegang harta itu erat2 sampai matinya. Ping Ping seorang gadis yang tidak tertarik kepada segala emas intan, melihat harta yang berserakan itu, sedikitpun tidak menggoncangkan hatinya. "Emas2 ini diambil orang tapi tidak bisa dibawa pergi, pasti mengandung racun yang maha dahsyat! Agar orang2 yang berani datang kemari dan kemaruk harta2 menjadi mati konyol," pikirnya. Lalu Ia berdiri menyeramkan itu. dan meninggalkan tempat yang

Tiba2 dari balik batu terlihat seorang yang tengah borjongkok, kedua lengannya memegang kepalanya yang sudah berambut putih, ia tengah menangis dengan menyedihkan. Ping Ping tergerak, ia menghampiri kepada orang tua itu. "Popo (nenek), kenapa kau menangis di malam hari, siapa yang mengganggumu? tegurnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Agaknya si orang tua sangat tajam pendengarannya. Begitu kaki Ping Ping mendekati, Ia sudah bangun, matanya memancarkan sinar tajam. Orang tua itu seperti gusar. Ping Ping tidak kenal gelagat. Ia tersenyum manis pada si nenek. "Kau datang dari mana?" tegur si nenek dengan galak. "Aku mendapat nasib malang, naik perahu terkena topan dan terdampar kemari! "Kau murid siapa, menghantarkan kematian ke sini?" "Kenapa kau mengatakan demikian, aku adalah orang malang. mati hidup tidak kupikirkan. Mengenai siapa aku, tak perlu kau tahu! Ping Ping mengatakan demikian karena berpikir tengah menghadapi orang jahat. "Dilihat dari parasmu belum terlihat tanda mati, kenapa datang kemari. Apakah kau tidak melihat tengkorak2 yang berserakan itu?" kata si nenek terlebih lunak. "Sudah kukatakan aku datang karena mengalami kecelakaan, bila tidak aku pun tidak mau datang kemari! Kini hari sudah malam, begitu siang tanah dan ada perahu yang lewat, aku akan pergi meninggalkan pulau yang menyeramkan ini!" "Aku tak percaya, kau pasti menghendaki emas dan harta2 dari pulau ini!" "Harta2 itu di pandangan mataku tak ubahnya dengan kotoran yang menjijikkan. Percayalah padaku, aku datang karena menderita kesialan! "Kini kau sudah datang kemari, kematian berada di depan mata, karena itu sebelum kau mati, kau harus mengerti agar mati dengan puas!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sehabis berkata, si nenek tua segera mengajak Ping Ping menuju sebuah terowongan tanah yang lebarnya beberapa tombak. "Hai, anak gadis, apa yang kau lihat tak perlu merasa heran dan jangan berkata. Jika tidak, dirimu segera mati seketika juga. Ping Ping merasa heran, tapi Ia sebal dan tidak mau banyak bicara, sesudah menjawab "Ya" segera mengikuti si nenek. Per-lahan2 dari dalam terowongan itu terdengar bunyi air yang berkerucuk, lalu terdengar pula suara angin yang masuk, disusul suara tajam seruling. Sebenarnya bukan seruling, tapi lubang2 terowongan yang berliang terkena tiupan angin sehingga bersuara seperti seruling. Suaranya demikian keras dan terdengar jauh. Segala yang dialami ini membuat Ping Ping heran, tapi Ia tidak mau bertanya, karena sudah dipesan si nenek. Sesudah melalui terowongan yang aneh, di depan terlihat sebuah kolam yang bening dan jernih, di tepian kolam penuh dengan pohon teratai yang berbunga lebat. Wewangian harum semerbak menerjang hidung, keindahan alam luar biasa, seumur hidupnya Ping Ping belum pernah melihat keadaan yang demikian mempesona, tanpa terasa ia diam sejenak menikmati keindahan ini. Tengah asyiknya ia menikmati keindahan itu, tiba2 mendengar suara seorang perempuan yang halus dan merdu. "Hei anak gadis, kau datang dari mana?" Ping Ping celingukan, Ia tidak melihat siapa2 terkecuali si nenek yang cuci kaki di tepian kolam. Ia heran dan bingung, tahu2 di tepian telinganya mendengar lagi suara tadi. "Hei anak gadis, kau datang dari mana?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ping Ping kaget dan bertambah bingung, pikirnya kini bukan berada di dunia lagi, pasti di suatu tempat dewa atau bangsa roh2 berada. Karena ada suara tanpa terlihat wujud merupakan hal yang terlalu gaib untuknya. "Mungkinkah yang bicara itu setan?" pikirnya. Tapi ia tidak menjawab pertanyaan itu hanya mengangguk2an kepala. "Anak gadis, kau jangan takut, aku menggunakan suara Cian Li Toan Im (berkata dan terdengar ribuan li). Kau tentu tak akan melihat aku, sebaliknya aku dapat melihatmu dengan tegas. Ping Ping hampir2 berkata, Tapi keburu dicegah si nenek tua. "Kau tidak boleh berkata-kata, sebab bisa dipagut ular2 berbisa dan mati seketika." Ping Ping menarik lagi kata2nya yang sudah sampai dikerongkongannya. Si nenek cepat menarik lengan Ping Ping dan dibawa lari dengan cepat. Ping Ping hanya mendengar suara angin keras berkesiur di telinganya dan terasa pedih mukanya. Sebelum Ia bisa membuka mulut, si nenek sudah berkata: "Sudah tiba!' Tampak sinar terang berkilas di depan mata, Ping Ping tahu tadi masih malam dan terlihat bulan, kenapa tahu2 sudah menjadi siang? Sewaktu matanya mengawasi sekeliling, kembali ia terpesona oleh keindahan alam. Pohon2 bunga banyjak terlihat di sekelliing lereng gunung. Pohon2 besar yang sudah berusia tua penuh meneduhi sekeliling. Daunnya yang hijau bergoyang tertiup angin, sedangkan wewangian terendus lebih harum lagi dari yang pernah dilihatnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat ini Ping Ping merasakan otaknya menjadi bening dan segar, napasnya lapang, sesuatu kerisauan seperti tersapu bersih dari kalbunya melihat taman indah yang seperti di kahyangan adanya. Di tengah2 pohon2 bunga yang menebarkan harum terlihat sebuah gedung indah serupa mahligai. Pintunya terbentang lebar, di dalam ruangan terlihat perabotan yang indah2. Dinding2 bersinar terang dan berkilauan karena bertatahkan mutu manikam. Tiang2 rumah yang terbuat dari emas murni berkelerep-kelerep dengan angkernya. Ping Ping menggigit jarinya. Ia ingin mengetahui benar2 masih hidupkah atau sudah berada di alam baka? Ia merasakan sakit dan percaja masih hidup di dunia yang fana ini. Si nenek dengan laku hormat, membungkuk ke hadapan mahligai, sesudah itu membisiki telinga Ping Ping: "Di hadapan majikanku, kau jangan banyak bicara, sebab beliau sedang risau terus2an. Asal kau tidak menyenangkan dirinya pasti akan dibunuh mati." Setelah itu ia membuka mulut ke dalam. "Cujin, ada tamu dari tempat jauh!" "Aku sudah tahu!" jawab dari dalam. "Silahkan bawa masuk! Ping Ping mengenali suara itu adalah yang tadi bertanya. Si nenek segera membawa Ping Ping ke dalam mahligai yang mentereng. Di tengah ruangan terdapat kursi yang mengkilap, di situ duduk seorang wanita pertengahan umur yang berpakaian putih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ping Ping membungkukkan tubuh memberi hormat. Begitu ia mendongak memandang menjadi terpesona sekali, karena wajah wanita yang sudah setengah tua itu masih tetap cantik dan manis, hingga seperti juga seluruh kecantikan dari yang terdapat di dunia ini berkumpul di parasnya, tak ubahnya seperti gadis kahyangan yang hanya bisa dijumpai dalam impian. Di samping wanita cantik itu terdapat pula seorang gadis yang cantik. Raut wajahnya sangat mirip satu sama lain, bedanya yang satu berusia setengah umur. yang satu lagi gadis belasan tahun. Si nenek masuk ke dalam, dan kembali lagi membawa air teh yang mengepul dan harum. "Kau datang dari mana, nak? tegur wanita cantik berbaju putih. Ping Ping mengatakan hal yang dialaminya dengan jujur. Agaknya si wanita sangat sayang pada Ping Ping, dipersilahkan duduk sambil disuruhnya minum teh dan tak lupa ia memperkenalkan dara manis yang bukan lain dari anaknya. "Ini adalah puteriku namanya Soat jie," katanya. Ping Ping pun memperkenalkan dirinya tanpa segan2. "Oh, kalau begitu kau pun terhitung sebagai orang Kang Ouw," kata wanita berbaju putih. "Dapatkah kau menceriterakan sesuatu kejadian di Tionggoan setahun belakangan ini? Terus terang aku sudah setahun lebih menyekap diri di dalam gunung yang sunyi ini. Kini kau datang, membuat aku terkenang lagi pada masa mudaku.... ah, katanya sambil menghela napas. "Sungguhpun aku dibesarkan dalam keluarga Kang Ouw, tapi sebegitu lama belum pernah menerjunkan diri dan hidup

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sebagai orang Kang Ouw. Karena itu, maafkanlah jika aku hanya bisa menceriterakan sekelumit apu yang pernah kualami, kata Ping Ping, seraya menuturkan kejadian di Oey San dan bagaimana keluarganya mengalami malapetaka hebat, dan bagaimana ia meninggalkan gunung dan berpisah dengan Kiu Heng serta Cui-jie. Si wanita baju putlih merasa tertarik pada penuturan Ping Ping yang sederhana. Sedangkan Ping Ping sendiri menjadi berlinang-linang sesudah menuturkan nasib malangnya. "Kau tak perlu bersedih hati nak, kini rumah kau sudah tidak punya, saudara pun tidak, sebaiknya tinggallah di sini. Di samping menemani aku dan Soat-jie, aku pun bisa membantumu dalam ilmu pelajaran silat. Ping Ping seorang gadis yang pintar, cepat2 Ia bertekuk lutut menghaturkan terima kasih. Sejak itulah Ia hidup di pulau Cee Cu To menuntut pelajaran silat sebagai murid si wanita cantik. Pada suatu hari sewaktu Ping Ping dan Soat-jie ber-main2 di sekeliling gunung, dikejutkan suara keras dari udara. Ping Ping merasa kaget, Ia dongak ke atas, tampak seekor bangau putih menukik turun dan hinggap di dekat Soat-jie. Dengan aleman, burung itu meng-gosok2an kepalanya di tubuh Soat-jie. "Cici Ping, apakah kau senang dengan bangau ini? tegur Soat-jie. "Ya, jawab Ping Ping. "Ia mengerti memeliharanya? betul, apakah kau sendiri yang

"Bukan! Tapi kutahu, sejak aku ingat, bangau ini sudah ada, entah ibuku atau nenekku yang memelihara."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bangau itu seperti mengerti perkataan majikannya, Ia diam saja mendengari. Sewaktu Soat-jie menyuruhnya mendekati Ping Ping, bangau itu dengan patuh melompat dan menghampiri. Ping Ping sangat girang dan tak henti2nya meng-usap2 dengan kasih sayang. "Cici Ping, kau belum pernah terbang barang kali? "Sudah tentu, orang mana bisa terbang? "Mari ikut denganku!" Soat-jie segera menumplak bangau itu, dan diajaknya Ping Ping duduk dibelakangnya, dengan cepat bangau itu menerjang angkasa dan ber-putar2 sambil memperdengarkan suaranya yang tajam. Suara bangau ini membuat Sian Popo kaget, cepat2 Ia keluar dari dalam rumah dan segera memperdengarkan siulan panjang. Bangau yang tengah ber-putar2 itu segera turun begitu mendengar suara panggilan. Ping Ping dan Soat-jie berlompatan turun menghampiri si nenek. "Sian Popo, kata Soat-jie, "kenapa kau panggil turun bangau ini sehingga mengganggu kesenangan kami? Dan aku heran, kenapa setiap kali naik bangau ini, kau panggil turun? Sebenarnya Sian Popo adalah bekas budaknya neneknya Soat-jie, tapi sejak nenek itu meninggal, Soat-jie memanggilnya Sian popo. "Sudah kularang kau naik bangau terbang ke sebelah timur, kenapa kau membandel terus? Nanti kalau Ibumu tahu, aku yang kena maki. Kau jangan menanyakan sebabnya itu kepadaku, aku hanya menurut perintah yang diberikan ibumu!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sehabis berkata, Sian Popo segera masuk ke dalam rumah. Dari parasnya tampak benar ia sangat berduka. Hal ini dibenarkan oleh suara tangisannya yang kedengaran kemudian. "Soat-jie, pertama kali aku datang, kulihat Sian Popo tengah nangis seorang diri di bawah rembulan," kata Ping Ping. "Ya, akupun heran, setiap bulan purnama Ibuku menangis. Sian popo pun menangis, hal ini terjadi setahun lebih. Setiap kali aku bertanya selalu tak mendapat jawaban yang memuaskan," kata Soat-jie sambil terpekur. Kejadian ini merupakan hal yang aneh untuk Ping Ping, ia pun turut berpikir apa sebabnya mereka berlaku demikian, walaupun tidak pernah mengetahui sebab2nya. Dengan uring2an Soat-jie menemukan ibunya. Didapatkan Ibunya dan Sian Popo di dalam kamar tengah bertangistangisan. Karuan saja ia menjadi terlebih heran, sehingga turut2an menangis. Sedangkan Ping Ping yang cetek air matanya turut pula menangis, sehingga keadaan kamar yang mewah dan mentereng itu banjir air mata. Mereka nangis secara ber-sama2 dengan se-puas2nya Sedangkan burung bangau di luar rumah pun men-jerit2 keras, tak ubahnya sedang menangis pula. Saking asyiknya menangis, satu persatu jatuh tertidur. Sedangkan waktu yang tidak menantikan orang berjalan terus, tahu2 siang sudah berganti malam Per-lahan2 rembulan yang bulat naik ke cakrawala. Wanita berbaju putih bangun terlebih dulu menyusul yang lainnya. Dengan lemah lembut ia menyuruh Sian Popo menyediakan meja di pelataran.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Si nenek agaknya sudah mengerti kehendak majikannya, dengan cepat meja sudah tersedia. Di situ terletak barang sesajian. Begitu wanita baju putih memasang hio bersembahyang, disusul oleh si nenek dan Soat-jie. Ping Ping mengawasi heran "Nak, kalau kau tidak keberatan, tak halangannya bersembahyang juga. Kami bersembahyang pada orang yang dicintai, sedangkan kau hitung2 bersembahyang kepada seorang jago bulim yang luar biasa." Ping Ping menurut, Ia melakukan sembahyang tapi hatinya ber-tanya2, siapakah yang disembahyangi itu? Tampak wanita berbaju putih mengajak pelayan dan anak serta Ping Ping menuju ke gunung sebelah timur. Soat-jie merasa girang karena sudah setahun lebih tidak diijinkan ke sana, padahal ia tahu di situlah letak makam neneknya. Perjalanan mereka tidak terlalu lama, tempat yang dituju sudah dekat. Dari jauh terlihat sebuah kuburan indah. Di samping itu terdapat pula kuburan lain. Soat-jie merasa heran, karena ia tahu, di samping kuburan neneknya tidak pernah ada kuburan lagi. Ia ber-lari2 ke depan diikuti Ping Ping dari belakang. Di kuburan yang pertama terlihat, tulisan: Di sinilah tempat beristirahatnya Lie Siu Lan. Sedangkan di kuburan yang baru itu tertulis: Di sinilah mengaso dengan tenang Cie Yang Tojin dari Bu Tong Pay. Ping Ping menjadi kaget melihat nama itu, karena ia sering mendengar nama besar Cie Yang Tojin, dan iapun mengetahui betul bahwa nama itu adalah nama gurunya Kiu Heng. Cepat2

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia berlutut memberi hormat di hadapan batu nisan itu, lalu memberi hormat pula pada kuburan neneknya Soat-jie. "Soat-jie, berlututlah di hadapan nisan nenekmu dan ayahmu!" kata wanita berbaju putih. Dengan heran Soat-jie memandang ibunya, karena baru pertama kali ini ia mendengar tentang ayahnya. Kakinya tertekuk dengan patuh, diikuti ibunya dan Sian Popo. Sesudah mereka menghaturkan hormat, kepada orang2 yang sudah meninggal, segera duduk di tepian nisan itu. "Kini kau sudah dewasa, kau sudah boleh mengetahui semua yang ku ketahui, kata wanita berbaju putih. "Kejadian dan peristiwa ini sudah berselang puluhan tahun. Saat itu, aku masih muda remaja sebaya dengan dirimu. Penuh angan2 dan cita2, tanpa memperdulikan larangan nenekmu, aku men-colong2 menunggangi burung bangau. Aku menyeberangi lautan berkeliling se-puas2nya menikmati tanah Tiong Goan yang kaya raya. Hal ini sering2 kulakukan di luar tahu nenekmu, dan sebegitu jauh hanya Siau Popo ini yang mengetahui, tapi ia sangat sayang kepadaku, dan membiarkan aku pergi. Akupun bertambah berani karena sebegitu jauh belum pernah mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi karma seseorang itu rupanya sudah ditentukan oleh alam yang maha kuasa. Aku masih ingat sewaktu pulang ber-jalan2 menemukan seorang pemuda yang terkapar di dalam terowongan tanah. Ia terluka digigit ular berbisa yang dipelihara nenekmu. Untung aku membawa obat dan menyembuhkan penderitaannya. Nenekmu mengetahui kejadian ini, dan merasa heran kenapa seorang muda bisa datang ke tempat kediamannya tanpa tertarik barang berharga yang berserakkan di sekitar pulau ini. Atas dasar inilah ayahmu diterima berdiam di sini. Akibat dari perhubungan yang erat di antara kami, timbullah benih cinta

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang tidak dapat dirintangi segala kekuatan apa pun. Memang sudah dasarnya bahwa ayahmu itu memiliki sifat kejantanan yang luar biasa. Pendeknya mempesonakan kaum gadis, lebih2 aku seorang yang dibesarkan di dalam pegunungan sunyi, sebegitu jauh belum pernah berhubungan dengan laki2. Sebentar saja hatiku sudah goncang dan jatuh cinta. Kami saling cinta mencintai satu sama lain, tahu2 darah muda yang kurang pikir mengakibatkan soal yang memalukan. Aku hamil sebelum kawin. Nenekmu mengetahui ini merasa gusar, segera me-maki2 aku dan ayahmu. Yang paling hebat, aku dilarang melakukan pertemuan lagi. Ayahmu yang bukan lain dari Cie Yang Cinjin mengetahui perbuatannya salah, lalu meninggalkan Cee Cu To. Ia bertobat atas kelakuannya terdorong oleh napsu itu, lalu menjadi tojin di Bu Tong Pay. Dengan men-colong2 aku sering datang ke Bu Tong Pay dengan burung bangau itu. Pertemuan kami ini mengharukan sekali, ayahmu tetap dengan pendiriannya, yakni mencuci bersih dulu keburukannya yang dikeram di dalam hatinya, hitung2 mencuci noda yang pernah dilakukannya. Aku menjelaskan bahwa perbuatannya itu sudah menghasilkan seorang anak yang bukan lain dari kau adanya. Ia tetap membisu. Dan akupun pulang kembali lagi ke sini. Belakangan aku mendatangi lagi ayahmu, ia mengatakan akan merebut dulu Bu Lim Tiap, sesudah itu baru mau pulang lagi berkumpul denganku. Jika tidak demikian, ia tidak akan menemui aku lagi. Aku sedih dan berputus asa, tahun demi tahun kulalui merawatmu sambil menanti kedatangannya yang tak kunjung tiba. Tahu2 pertandingan untuk merebut Bu Lim Tiap tiba, inilah yang pertama kali, ayahmu gagal, berikutnya Ia mengikuti lagi pertandingan yang kedua, kembali gagal, demikian pula dengan pertandingan yang ketiga kembali ia mengalami kegagalan. Padahal kalau ia mau dengan mudah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bisa mengalahkan lawan2nya, tapi nenekmu sewaktu menurunkan ilmu kepandaian kepadanya, sudah berjanji tidak boleh dipergunakan untuk menjatuhkan lawan bilamana tidak terpaksa. Ia mematuhi larangan nenekmu. Aku datang terlambat, sewaktu terjadi pertarungan yang ketiga kali, ayahmu sudah dilukai Gui Sam Seng. Padahal lukanya tidak berat, tapi, begitu aku datang ia membunuh diri dengan menggigit lidahnya sendiri. Ia malu menemui aku lagi dan membunuh diri. Aku menjadi kalap dan bersedih hati. jenasahnya kubawa pulang dan kukubur di samping makam nenekmu yang sudah terlebih dulu meninggalkan dunia ini." Sehabis menuturkan riwayatnya wanita baju putih itu bersedu-sedan. "Suhu, kata Ping Ping. "akupun cukup mengenal Cie Yang Cinjin, karena beliau adalah gurunya kawanku yang bernama Kiu Heng. "Di mana kini anak itu berada?" tanya si wanita. "Entahlah. Cepat2 wanita cantik berbaju putih itu mengeluarkan seikat kain dari dalam pinggangnya. "Kutahu memang ia mempunyai seorang murid, tapi sudah lupa akan namanya. Bahkan Ia pernah berpesan sebelum melakukan pertandingan merebut Bu Lim Tiap tentang muridnya itu. Saat itu aku tengah gusar dan tidak mengambil perhatian. Kini kejadian sudah demikian maunya, aku terkenang lagi pemberiannya yang pernah kubuka ini. Di dalam kain ini, suamiku mengatakan bahwa muridnya seorang anak piatu menderita kecelakaan kematian serumah tangga, akibat perbuatan jahat Yo Guat Tiong, si piansu bangsat. Nah, anak Ping, bilamana nanti kau bertemu lagi dengannya, serahkanlah tulisan ini kepadanya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ping Ping menyambut dengan hormat dan menyimpan dengan hati2. Hari berganti malam. Seterusnya, Ping Ping dan Soat-jie dengan tekun menuntut pelajaran pada wanita berbaju putih. Sedangkan Sian Popo di waktu senggang pun suka membantu mereka memberikan pelajaran yang luar biasa dari pulau Cee Cu To. "Aku ingat kepada ayahmu sewaktu datang kemari, ia seorang pemuda yang gagah dan keren. Akupun suka kepadanya, tapi akibat dari perasaanku memberikan banyak kelonggaran kepadanya sehingga terjadi hal yang tidak diinginkan. Aku ditegur nenekmu, sehingga merasa sedih, sewaktu beliau meninggal masih tetap menyalahkan aku, sehingga aku menangis setiap bulan terang benderang. Demikian pula dengan ibumu, akan menangis kalau bulan terang benderang, karena pada malam yang indah inilah ayahmu meninggal dunia." Kesedihan Soat-jie maupun Ping Ping lama kelamaan hilang juga, mereka terus berlatih ilmu dengan giat. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0oKiu Heng dan Tohiap siang hari malam melakukan perjalanan menuju Thai San. Akhirnya mereka tiba pula di Giok Hong Hong, dan bertemu pula dengan Kay Hiap Bu Tie. Pertemuan ini bukan main menyenangkan mereka. Di bawah didikan Tohiap dan di bawah bantuan Bu Tie, Kiu Heng memperdalam ilmunya dengan pesat, sehingga merupakan seorang Kang Ouw muda yang berilmu luar biasa. Pepatah mengatakan, waktu itu tidak menantikan seseorangpun. Tanpa terasa tiga tahun telah dilalui. -o0!Dwkz~lunjuk~eds!0o-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Gie-hu, kata Kiu Heng pada suatu malam. Tak lama lagi bulan delapan akan tiba, aku mempunyai janji dengan kawan2ku untuk bertemu dan berkumpul di telaga See Ouw. Bolehkah aku ke sana?" "Seorang jantan harus mematuhi perkataannya, sudah tentu kau harus pergi ke sana. Aku pun sudah bosan tinggal di gunung sepi ini terlalu lama. Sedangkan Bu Lo Cianpwee sudah habis menjalankan hukumannya. Ia pun pasti ingin keluar dari sini. Nah, hari esoklah kita turun gunung bersama2." Begitu pagi mendatang, mereka meninggalkan Thay San ber-sama2. Setibanya di kaki gunung, tampak mendatang lima orang dari depan ke arah mereka. Seorang tua yang berjanggut indah maju menghampiri sambil memberi hormat kepada Kay Hiap dan Tohiap. "Jie-wie Tayhiap sudah lama tidak bertemu, kuyakin selama itu kamu dalam keadaan baik2 saja. Pagi ini beruntung aku bertemu dengan kamu di sini, hitung2 perjalanan jauh yang kutempuh tidak sia2 belaka! Tapi kumohon Jie-wie, jangan salah paham karena itu aku harus menerangkan dulu dengan jelas...." "Oh, kiranya Ciok Cung-cu," kata Tohiap dan Kay-hiap secara berbareng. Mereka segera menghaturkan hormatnya. Hanya Kiu Heng tetap berdiam diri tanpa bergerak. Adapun Ciok Cungcu seorang rimba hijau yang kenamaan, ia bernama Ciok It Hong dan bergelar Tok Hiat-cu (kalajengking beracun). "Sesungguhnya kedatangan Lohu ke sini untuk meminjam semacam barang, dapatkah jie-wie mengabulkannya?" kata Ciok It Hong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ciok Cungcu, kenapa berkata demikian She-jie, katakanlah apa yang dikehendaki. Kalau kubisa pasti akan membantumu. Nah, benda apa yang Cungcu inginkan? kata Tohiap. "Sebenarnya aku tidak berani mengganggu jie-wie. Ada pun benda yang kuingin pinjam itu berada di tangan Siauw-ko ini! Begitu mendengar perkataan ini, Kiu Heng menjadi kaget. "Aku tidak mengenal dirimu, kenapa bisa meminjam barang padaku? Benar-benar aneh!" pikirnya. Tiba2 Tohiap ter-bahak2. "Ah, Cungcu jangan mabuk di pagi buta! Budak ini mempunyai benda apa yang Cungcu kehendaki? Coba terangkan!" Kiu Heng pun menghampiri sambil memberi hormat. "Yang Cianpwee maksud sebenarnya Dapatkah menerangkan dengan jelas?" barang apa?

Tiba2 wajah Ciok It Hong berubah, ia berpaling kepada kawan2nya. Di antara mereka itu terlihat dua orang menghampiri. Satu berwajah merah, satu lagi berwajah hitam, masing2 lengannya telah hilang sebelah. Mereka ini bukan lain dari Lauw Siong dan Lauw Pek yang sudah diusir Tiong Peng Hoan dari Thian Tou Hong. Sejak kejadian di atas, ia merasa dongkol dan datang ke Ciok It Hong untuk melaporkan bahwa buku Pai Kut Sin Kang sudah dimiliki Kiu Heng. Tepat keledai tunggangan Siang Siu sudah pulang tapi tidak membawa majikannya, keruan saja Ciok Cuncu merasa kuatir Siang Siu mendapat celaka. Sesudah mendapat keterangan dua saudara Lauw, Ia baru sadar bahwa Siang Siu sudah mati. Tanpa mengenal lelah ia mengajak dua saudara Lauw dan dua muridnya yang lihay mencari Kiu Heng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ia mendapat kabar bahwa Gui Sam Seng mengumpulkan orang2 Kang Ouw untuk mengerpuk Kiu Heng, sehingga bocah itu hilang dari dunia Kang Ouw. Pada belakangan, ia mendapat kabar juga sesungguhnya Kiu Heng tengah bersembunyi di Thai San. Ia datang ke situ dan tepat bertemu dengan mudah. "Kutanya, siapa yang pura2 mengangkat guru pada Pek Bu Siang di Cee In Hong di depan Kuan Tee Bio? Kau kenapa berlaku tak tahu malu, mengambil Pai Kut Sin Kang sewaktu ia dalam luka parah?" Kiu Heng mengetahui kedatangan mereka bukan lain untuk Pai Kut Sin Kang, lebih2 sesudah mengenali kepada dua saudara Lauw yang menjadi cekcok jalan. Hatinya gusar, tapi tidak berani berbuat apa2, sebab ada ayah angkatnya di samping. "Cianpwee jangan salah paham. Aku Kiu Heng sebagai laki2 sejati dan sudah berguru kepada Cie Yang Cinjin dari Bu Tong Pay, tak mungkin mengangkat guru lagi pada orang lain. Lebih2 fitnahan yang mengatakan aku mencelakakan orang dalam bahaya, adalah perkataan ngawur! "Aku hanya bertanya, kaukah yang mengambil Pai Kut Sin Kang?" "Lo Cianpwee, kita saling tak mengenal, tapi aku memanggilmu Lo Cianpwee sebab memandang muka ayah angkatku, karena itu kau pun harus sopanlah sedikit di hadapan orang tuaku!" "Siauwko," kata Clok It Hong mengubah sebutan lagi sambil ter-senjum2. "Karena sudah tua gampang lupa, sehingga kebiasaan memperlakukan murid sendiri secara demikian, sampai kaupun tidak dikecualikan. Atas ini kuminta Siauwko jangan gusar! Kini kuyakin betul bahwa Pai Kut Sin Kang ada di tangan Siauwko bukan?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Lo Cianpwee, sepatah dua patah selalu tidak ketinggalan Pai Kut Sin Kang. Mungkinkah Lo Cianpwee dengan Siang Locianpwee itu sebagai saudara? "Bukan saudara bukan teman tapi hanya sekampung! Ia penduduk desa, aku kepala desa sehingga sudah wajib mengambil sesuatu barang dari penduduk desaku, bilamana ia mengalami kecelakaan! "Ya, buku itu memang berada di tanganku, tapi kudapat bukan seperti yang Cianpwee katakan, buku itu diserahkan Siang Locianpwee dengan kedua tangannya secara ridlah kepadaku!" Ciok It Hong tiba2 ter-bahak2. "Sesudah Pek Bu Siang mati... Pai Kut Sin Kang harus kumiliki, sesudah itu kudapat meyakinkannya, dan dalam beberapa tahun, diriku bisa menjadi jago kelas utama yang tidak mempunyai bandingannya bukan? ha... ha... ha..." "Mungkinkah Pai Kut Sin Kang itu jatuh ke tanganmu?" ejek Kiu Heng. "Mungkinkah kau akan menolak permintaanku? Lagi pula kutahu benar kaum Bu Tong Pay sebagai partai yang jujur dan bersih, sudah pasti tidak akan mempelajari ilmu Pai Kut Sin Kang yang keji, karena itu kuyakin kau tidak mempergunakannya bukan? "Bagaimana jadinya kalau buku itu kuhancurkan dan tidak mau menyerahkan kepadamu? "Siauwko harus tahu, Ciok It Hong adalah manusia keji yang tidak segan2 membunuh orang, bilamana maksudnya tidak tercapai!" "Oh begitu, tapi kaupun harus tahu, Kiu Heng seorang beradat angkuh yang membenci kejahatan sampai ke tulang sumsumnya!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tohiap yang diam saja, mengetahui gelagat buruk di depan mata. "Ah, Tok Hiat-cu keterlaluan sekali, pikirnya, "sampai akupun tidak dipandang sama sekali. Kalau kutetap diam, lagaknya semakin men-jadi2! Cepat ia menghampiri sambil tersenyum: "Cungcu, kau jangan mendesak anakku dengan keterlaluan sebab disampingnya masih ada aku. Pendeknya, kuharap kalau Cungcu tidak keberatan, boleh menimpakan kedongkolan itu pada pundakku! Kalau kau menang, Pai Kut Sin Kang boleh kau miliki, sebaliknya kalau kau kalah, sejak hari ini harus mengasingkan diri dari dunia Kang Ouw, bagaimana?" "Bagus, kata Ciok It Hong. Ia memberi tanda kepada muridnya yang bernama Tie Houw dan Tie Liong. Sesudah itu mereka membuat, satu lingkaran segi tiga yang merupakan barisan aneh. Sedangkan Lauw Siong dan Lauw Pek turut mengambil bagian dari kiri kanan. Begitu barisan selesai, Ciok It Hong memberikan tanda. Seketika kedua muridnya dan dua saudara Lauw serta dirinya sendiri mengebutkan lengannya. Segera terlihat benda2 halus, yang serupa jarum berterbangan sambil mendengarkan bunyi berkesiuran. Serentak senjata2 rahasia itu menuju pada To Hiap. Senjata2 rahasia dari Ciok It Hong ini luar biasa sekali, bentuknya tidak seperti jarum maupun seperti piau, tapi seperti panah mainan anak2. Kepalanya berbentuk dua, tak ubahnya seperti jepitan kalajengking. Begitu mengenai daging segera menjepit dan menyalurkan bisa. Tohiap diserang dari segala penjuru sudah tak mungkin melarikan diri. Untunglah dalam keadaan bahaya, Kiu Heng sudah mencabut pedang wasiatnya, dan memutarkan dengan keras, sehingga senjata2 rahasia musuh itu tersampok bersih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ciok It Hong merasa heran, cara melepas senjata rahasia berlima yang menurut barisan Ngo Hiat Lian Hoan Kie kena dipecahkan Kiu Heng dengan mudah. Di balik itu Ia pun merasa kagum pada lawannya yang masih muda sudah memiliki ilmu yang tinggi. Tapi dalam keadaan yang demikian, pikiran damai tidak terdapat di otaknya. Sekali lagi ia memberi tanda, dua muridnya dan saudara2 Lauw segera menyerang ke arah Kiu Heng dengan membabi buta. Sedangkan ia sendiri menghadapi To Hiap. Perkelahian menjadi kalut. Kay Hiap Bu Tie sedari tadi berdiam diri, kini dilihatnya Kiu Heng dikerubuti berempat, hatinya menjadi tak senang, dengan cepat ia maju membantu. Perkelahian menjadi tiga rombongan, Tohiap melawan Ciok It Hong sedangkan Kiu Heng menghadapi Tie Houw dan Tie Liong, yang terakhir adalah Kayhiap melawan dua saudara Lauw. Dengan cepat Kiu Heng melancarkan serangan pedang, ia menggores dari kiri ke kanan, lalu membalik arah dari kanan ke kiri, disusul rangsakan2 yang meluncur dari bawah ke atas. Sehingga dua lawannya menjadi repot dibuatnya. Sedangkan Tohiap dan Ciok It Hong merupakan tandingan yang setimpal, mereka bergumul secara seru, dalam jurus2 yang penuh ketegangan dan bahaya, satu sama lain tidak mau mengalah. Inilah pertandingan antara naga dan harimau yang sukar disaksikan di dalam rimba persilatan. Ciok It Hong tengah gusar, ia ingin menyudahkan perkelahian dengan cepat, senjata rahasianya tahu2 dilepaskan dengan mendadak sebanyak tiga buah. Untuk menghindarkan diri, To Hiap mundur tiga langkah, seolah-olah sudah menduga bahwa musuhnya bisa berlaku

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

demikian. Sehingga sewaktu senjata rahasia mendekat, Ia melompat ke atas dan selamat dari bahaya. Sesudah itu Ia menukik turun dengan kecepatan kilat menerjang musuhnya dari atas. Lengannya mengebut pulang pergi ketiga jurusan. Ciok It Hong tengah heran atas kelincahan musuh. Tahu2 ia sudah merasakan serangan tiba2. Tanpa banyak pikir lagi ia menggelindingkan tubuh. Saat inilah dengan tiba2 Ia mendengar jeritan mengerikan dari dua saudara Lauw. Begitu Ia berpaling, tampak Lauw Pek sudah tak berkutik lagi di atas tanah, sedangkan Lauw Siong sudah luka parah. Ia merasa sengit melihat kematian kawannya yang mengerikan. Tanpa memperdulikan serangan kepada Kayhiap. lagi Tohiap, Ia mengalihkan

Kay Hiap Bu Tie mengetahui bahwa musuhnya tengah mengamuk seperti harimau luka, Ia tidak mau menyambut serangan dari depan, cepat Ia melancarkan ilmu Cui Hong Put Eng (mengejar angin menangkap bayangan), tubuhnya memutar ke belakang Ciok It Hong. Begitu ilmu meringankan tubuh yang luar biasa ini dilancarkan, angin keras segera timbul dan dirinya Kayhiap melejit laksana bayangan, me-mutar2 sebanyak dua kali mengelilingi musuh dengan kecepatan kilat. Kegesitan yang luar biasa ini membuat Tohiap yang berilmu tinggi merasa kagum. Ciok It Hong mengetahui kepandaian Ginkangnya tidak memadai musuh, karena itu ia tidak mau dikekang musuh karena kelemahannya ini. Ia memantapkan hatinya, mengikuti bayangan musuhnya, ber-putar2. Dalam sekejap Kayhiap sudah membuat delapan lingkaran pulang pergi, dalam waktu sebegitu lama, lengan Kayhiap

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tidak tinggal diam, beberapa kali totokan ampuhnya hampir bersarang di tubuh musuh. Ciok It Hong gusar sekali, dengan cepat, ia menghunus senjata pendek yang berupa belati. Tanpa menunggu waktu lagi Ia menikamkan belatinya ke arah musuh. Sudah puluhan tahun Ciok It Hong tidak mempergunakan senjatanya, kini ia menghunusnya, menandakan kedongkolannya sudah sampai d batas tinggi. Sementara itu Tohiap sudah membuat Lauw Siong pulang ke alam baqa dalam beberapa jurus, kini ia menyaksikan Ciok It Hong menghunus senjata, ia berlaku waspada, menjaga keselamatan kawannya. Dugaannya tidak salah, senjata musuh yang berupa belati itu sangat lunak dan bisa dipergunakan sebagai pecut. Agaknya Kayhiap mengetahui sukar memperoleh kemenangan dengan tangan kosong, tapi ia tidak mempunjai senjata. Karena itu terpaksa meninggalkan gelanggang perkelahian. Ciok It Hong memburu terus tanpa mengenal capai tapi Ia kena dirintangi Tohiap. Kini pertarungan antara dua jago ini masing2 menggunakan senjata, Ciok It Hong memakai belati istimewa sedangkan Tohiap menggunakan Huncwe. Tampak dua bayangan seperti me-nari2 ke atas dan ke bawah, memutar ke kiri dan beralih ke kanan. saling gempur dengan sengit dan cepat. Tiba2 terlihat Ciok It Hong menggempur dahsyat lalu mengubah melakukan pertahanan, perubahan antara menyerang dan menangkis sangat cepat sekali, menandakan ilmu kepandaiannya sudah cukup sempurna.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi Tohiap melayani dengan mantap. Pertahanannya cukup kokoh. Di balik itu, serangannya pun sangat dahsyat. Dalam sekejap tiga puluh jurus sudah dilalui, tapi belum terlihat siapa yang kalah maupun yang menang. Selama jurus2 yang dilalui Tohiap berlaku hati2, kini ia sudah meraba sampai dimana kepandaian musuh, karena itu sewaktu memasuki jurus ketiga puluh satu segera melancarkan serangan maut yang luar biasa sehingga diri tuanya yang agak bungkuk itu seperti seekor harimau bersayap yang ganas dan tangguh. Dalam sekejap Ciok It Hong terdesak di dalam bahaya. Sementara itu, Kiu Heng yang menghadapi Tie Houw dan Tie Liong sudah memperoleh kemenangan, dua orang she Tie itu sudah mandi darah dan tidak berkutik lagi. Hal ini diketahui pula oleh Ciok It Hong, sehingga dirinya yang tengah kejepit bertambah gentar lagi. Dengan cepat dan nekad Ia meloloskan diri dari serangan, tangannya pun tidak tinggal diam. Senjata rahasianya yang ampuh dihamburkan ke jurusan Tohiap sehingga ia bisa melepaskan diri. Sesudah itu Ia pun menyerang dengan senjata rahasianya secara membabi buta dan keji pada Kiu Heng dan Kayhiap lalu lari sipat kuping ke jurusan timur. Kejadian ini berjalan dengan cepat, sehingga Ciok It Hong bisa merat. Di samping itu Kiu Heng yang berlaku alpa terkena senjata rahasia musuh yang beracun. Begitu Tohiap mengetahui anaknya mendapat celaka, segera mengejar musuhnya untuk merebut obat pemunahnya. "Kau jangan bergerak, kata Kay hiap pada Kiu Heng. "Bu Locianpwee, sebetulnya aku tidak terluka, tapi hanya lecet sedikit, kata Kiu Heng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tapi senjata itu mengandung racun. Kiu Heng mengawasi jempolnya yang leljet, benar saja sudah menjadi bengkak, lalu iapun merasakan lengannya mulai ba-al. Kayhiap menyobek bajunya dan mengikat pergelangan Kiu Heng keras2, di samping itu ia pun memberikan sebutir pel anti racun. Cepat2 dipondongnya Kiu Heng kembali ke Thai San, menantikan kedatangannya Tohiap Siauw Siong. Sementara itu, Siauw Siong yang mengejar musuhnya, merasa kuatir atas keselamatan anak angkatnya, ia ingin mendapatkan obat pemunah, disamping itu harus membuang waktu dulu me-ngejar2. Karena pikirannya kusut, Ciok It Hong dapat melarikan diri semakin jauh dan hilanglah dari pandangan mata. Dengan kesal dan gemas, Tohiap terpaksa kembali ke Thai San. Di sana sudah menantikan Kayhiap Bu Tie. "Eh, bagaimana? Apakah penyakitnya hebat? "Kuyakin tidak membahayakan jiwanya, karena sudah kuberi obat sepesial memunahkan racun! jawab Kayhiap. Kini ia tengah tidur nyenyak." Tohiap merasa lega, Ia memperhatikan luka anaknya secara seksama, jalan darah diraba dan diurut. Sesudah mendapat kenyataan bahwa Kiu Heng tidur nyenyak dan tidak pingsan, baru menghentikan urutan. "Sungguhpun demikian, lukanya belum sembuh betul, obatmu itu hanya bisa menahan jalan racun seketika, lamakelamaan racun itu akan menyerang ke ulu hatinya, bilamana sampai demikian, biar ada obat dewa pun jiwanya pasti tidak tertolong lagi! "Menurut kau, harus memakai obat apa?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Obatnya ada, tapi sukar didapat. Tahukah kau akan obat yang bernama Coa Tie Tau? "Oh, yang begitu, hanya terdapat di sini, kenapa kau cemas betul! Sehabis berkata, Kay Hiap segera berlalu. Sejenak kemudian Ia sudah kembali membawakan obat yang diperlukan. "Obat semacam inikah?" tanya Kay Hiap sambil memperlihatkan sejenis tumbuh2an yang berbentuk ular. "Ya betul, jawab Tohiap, seraya mengambilnya dan menumbuk, lalu dicampur dengan arak dan diberikan kepada Kiu Heng. Sungguh luar biasa kasiat obat itu, dalam waktu sejenak saja Kiu Heng dibikin bangun dari tidurnya. "Heng-jie untung ada Kay Hiap sehingga kau tertolong, haturkanlah terima kasihmu kepadanya." Dengan memaksakan diri, Kiu Heng mencoba bangun, tapi keburu dicegah oleh Kayhiap. "Kau harus istirahat, tak perlu sejie2 menghaturkan terima kasih yang tidak perlu. Lekaslah bersemadi menenangkan pikiran." Sambil menyandarkan diri, Kiu Heng menatap dengan sinar mata berterima kasih kepada Kayhiap . Sesudah itu mulailah ia menenangkan pikiran, melancarkan Nuikang agar racun yang berada di tubuhnya keluar semua. Apa mau dikata, begitu matanya rapat, segera ter-bayang2 kejadian2 yang pernah dialaminya. Pertama2 muncul wajah Cui-jie, lalu terlihat pula wajah Ping Ping. Ia ingat dua wanita yang manis2 akan ditemuinya di malaman Tiong-ciu. Kini sudah tanggal sepuluh bulan delapan, hanya tinggal beberapa

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hari lagi. Bagaimana jadinya kalau sampai ia tidak bisa datang karena masih sakit? Di samping itu, otaknya pun mengingat sakit hatinya yang belum terbalas, dan pesan gurunya pergi ke Cee Cu To yang belum dijalankan. Otaknya menjadi mabuk, kekusutan ini membuatnya berkeringat dingin. "Heng-jie," kata Tohiap, yang selalu mengawasi dari samping. "Hilangkan seluruh pikiran kusut itu, ingatlah akan sakitmu. Kiu Heng seperti kena disiram air dingin, ia kaget dan ingat kembali tengah menjalankan semadi. Cepat ia memusatkan pikirannya. Sekali ini ia berhasil menyingkirkan pikiran2 yang mengganggu. Sehingga merasa otaknya jernih, dan dadanya lapang. Sebentar kemudian, ia pun sampai di batas melupakan diri. Waktu berlalu terus, sewaktu Ia sadar dari semadinya merasakan kesehatan tubuhnya sudah demikian maju. Sewaktu ia bangun tidak merasakan sesuatu yang mengganggu. Tohiap dan Kayhiap menjadi girang, mereka cepat2 menyediakan lagi obat. Atas rawatan mereka yang tidak mengenal letih, Kiu Heng menjadi sembuh seperti sedia kala dalam empat hari. Hari raya Tiongciu sudah di depan mata, Kiu Heng menjadi cemas dan risau. Ia bukan cemas karena berjanji dengan Ping Ping dan Cui-jie tapi mengenang dirinya yang baru sembuh dari sakit. Empat hari yang lalu ia masih bersemangat sekali datang dari Thai San ke See Ouw. Sesudah tiba hatinya menjadi demikian hampa, tak napsu makan dan tak tidur nyenyak, kecuali melatih diri di pagi hari, segala sesuatu tidak membangkitkan napsunya lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sewaktu malam mendatang dan bulan menggeserkan tubuhnya dari ufuk timur ke tengah2 cakrawala, Kiu Heng masih merebahkan dirinya di tempat tidur. Tiba2 ia menggigit lidahnya dengan kaget. "Perjanjian tiga tahun yang diucapkan di Pek Tio Hong sekilas mata sudah tiba, wajah rembulan yang mempesonakan alam demiklan terang benderang, memancarkan penuh kegembiraan dan harapan, aku harus lekas2 menuju ke See Ouw!" Keadaan telaga See Ouw tetap indah sebagai tahun2 yang selain pengunjung malam yang menikmati rembulan bulat ramai sekali. Lebih2 pasangan muda-mudi berdua2 dan berpasang2 menjauhkan diri rombongan ramai. Kiu Heng menuju Hong Hong San. Di situ tidak terlihat gadis2 yang ingin diketemukan. Ia dongak memandang rembulan. "Berdongak melihat rembulan, menunduk melihat kekasih, di mana kini kekasihku, hanya rembulan yang tahu........." Ia menyanyi dengan perlahan. Belum Ia bernyanyi habis, tiba2 terlihat seorang gadis menghampirinya. Orang itu bukan lain adalah Cui-jie. "Cui Cici," teriak Kiu Heng sambil merangkul. Sedih dan girang bercampur haru meliputi jiwa Kiu Heng. Lama dan lama sekali, sampai Ia pun lupa berapa lama kekasihnya itu dirangkul, tahu2 Cui-jie melepaskan dirinya sambil berkata: "Adikku, perjalananku ini tidak sia2, dan bisa bertemu lagi denganmu. Tapi kumohon dengan sangat, agar peristiwa dan kejadian yang pernah kita alami bersama, anggaplah impian di siang hari. "Kenapa? Kenapa?" "Kau masih muda dan tidak mengetahui di dalam dunia ini sering terjadi sesuatu yang di luar dugaan," kata Cui-jie.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tahukah sejak perpisahan denganmu di Pek Tio Hong. Karena angin ribut aku dan Ping Ping menjadi berpisah, sehingga melakukan perjalanan seorang diri untuk mencari guruku. Mula pertama aku ke Kiang Say. Di situ aku mencari dan mendengarkan dengan guruku. Sesungguhnya aku mendapat kabar dari penduduk situ bahwa guruku sewaktu mudanya sering datang ke situ. Di samping keterangan2 yang kuperoleh, akupun mendapatkan tempat2 bekas guruku di Bu Kong San. Karena mendapatkan kenyataan demikian, aku menetap beberapa hari menantikan kedatangan beliau. Tapi aku menunggu dengan sia2, karena beliau tak kunjung datang... Tiga bulan sudah berlalu, aku masih menunggu dengan hampa. Aku berpikir, cara yang demikian itu kurang baik. Dan kuingat pula guruku sudah cacat, tentu tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Karena itu kuambil kesimpulan, beliau masih berada di sekitar Oey San. Tanpa banyak pertimbangan lagi, aku meninggalkan Bu Kong San menuju Oey San. Singkatnya aku tiba kembali Thian Tou Hong tempat yang dulu pernah kutinggal berubah betul dengan dulu. Dimana aku berlatih silat dimana aku bermain, kini seperti mati dan mendatangkan kesedihan saja. Guruku yang tercinta tidak terdapat di situ. Aku mencari ke gua di mana terdapat lebah2, di situ pun hanya kekosongan yang mencekam jiwa. Beliau tiada, kau pun tiada, kesan beberapa saat sewaktu berdua denganmu itu membuat aku menangis ter-sedu2 tapi apa mau dikata takdir berjalan lain dari apa yang dikehendaki. Aku tidak berputus asa. Sesudah beberapa hari mencari beliau dengan ninil, aku menduga guruku mungkin ditawan Gui Sam Seng. Dengan memberanikan diri, aku mencoba2 mencari Gui Sam Seng untuk meminta keterangan tentang dimana rimbanya guruku.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Entah bagaimana sewaktu aku melintasi Thian Bok San, tiba-tiba mendengar suara tertawa aneh yang tajam, semakin lama semakin dekat. Darahku menjadi bergolak tak keruan, menyusul hati menjadi gatal. Aku terkejut dan sadar bahwa, suara itu adalah ilmu Pek Tok Thian Kun yang lihay dan pernah kualami. Aku menyalurkan ilmu dalam melakukan perlawanan, tapi sebelum aku menderita, Pek Tok Thian Kun sudah berhenti tertawa. Sebagai gantinya jahanam itu sudah berada di depan mataku sambil ter-senyum2. Sedikitpun tidak menunjukkan paras bermusuhan atau mengandung niatan jahat. Aku menjadi terlebih tenang. "Cui Kounio tak kusangka sesudah menderita luka terkena ilmuku, kau masih bisa hidup sampai sekarang. Siapa yang menolong dirimu?" tegur Gui Sam Seng. Aku menjadi naik darah begitu mendengar perkataannya itu. Dengan gusar aku menjawab: "Kau jangan menganggap dirimu lihay, kau harus tahu di luar langit masih ada langit lagi, sampai kematian di depan mata masih belum sadar !" "Mungkinkah kekasih kecilmu itu datang juga bersamamu? Bagus!" kata Pek Tok Thian Kun. "Sebagai seorang gadis sangat memalukan sekali, meninggalkan suhu yang tengah sakit untuk mengikuti bocah itu! Kini kuminta kau unjukkan di mana bersembunjinya bocah itu. Kalau tidak, jangan sesalkan aku berlaku telengas!" Aku menjadi gusar tak alang kepalang mendapat makian yang demikian keji dengan lenganku melayang mengirimkan serangan tanpa mengenal takut barang sedikitpun. "Hm, kau si budak tidak tahu malu yang membuang guru sendiri demi untuk kekasih, biar bagaimana harus kumampusi,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hitung2 mencuci noda kotor di dunia Kang Ouw," kata Pek Tok Thian Kun sambil berkelit. "Tak perlu kau urus diriku, kau tak berhak!" bentakku seraya merangsek dengan nekad. "Bilamana tidak memandang kepada gurumu, siang2 sudah kubikin mampus!" bentak Pek Tok Thian Kun. "Kini jalan yang terbaik tunjukkanlah dimana bersembunyinya bocah itu sehingga aku bisa mengampuni jiwamu dari kematian." Aku tidak mau meladeni lagi ocehannya, lenganku menyerang terus. Perbuatanku ini menimbulkan dongkolnya musuh dengan keras ia tertawa lalu mencelat pergi menghindarkan seranganku, Dari udara Ia menukik turun sambil mencabut kipasnya diputar2kan dengan keras melingkari diriku. Sepuluh jurus berlalu, aku bermandi keringat dan bernapas empas-empis. Begitu Ia merangsak lagi, aku kena ditendang pergi sejauh beberapa tombak. Sebelum aku bisa berbuat apa2, Ia sudah datang dan memberilkan beberapa totokan di tubuhku sehingga membuatku tak berdaya. Aku berpikir, mungkinkah ia tidak membunuhku karena menghormati guruku? Biarlah kalau sampai diriku dicemarkan binatang ini, sampai mati pun tak akan kuampuni. Pek Tok Thian Kun adalah seorang kejam yang luar biasa, mana mungkin ia mengampuni diriku karena memandang guruku? Sebenarnya kutahu diriku akan dihabiskan seketika itu juga, tapi ia mengubah pikirannya begitu mengingat bahwa aku adalah kawan baikmu. Ia ingin menjadikan aku sebagai umpan untuk memancingmu datang. Tubuhku dikempit dan dibawa pulang ke rumahnya. Untunglah sewaktu aku dikurung dalam tahanan mendapat pertolongan seorang anak muda. Pemuda itu bukan lain dari

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pada anaknya Gui Sam Seng sendiri yang baru pulang merantau. Tanpa memperdulikan akibat perbuatannya aku dilepas pergi. Sewaktu kubertanya kenapa ia mau menolongku, ia hanya tersenyum saja. Aku menghaturkan terima kasih kepadanya lalu meninggalkan sarang yang penuh bahaya itu untuk melanjutkan usahaku mencari guruku. Tak kira, belum selang lama aku meninggalkan tempat ce1aka itu, pemuda yang bernama Gui Wie mengikuti terus. Aku sudah menerima budi kebaikannya, sehingga tidak bisa berlaku garang atau menolak permintaannya untuk mengantar aku dalam perjalanan. Apa mau dikata takdir itu sukar diketahui orang terlebih dulu, aku berhasil menemui guruku di Bu Kong San, ia sudah sembuh dari sakitnya. Pertemuan ini mengharukan dan menggirangkan. Kuceriterakan tentang nasib yang kualami dengan panjang lebar, lalu menceriterakan pula tentang Gui Wie. Setahun berlalu, aku dan Gui Wie tinggal sama2 di Bu Kong San, dua tahun berlalu, aku masih tetap bersama Gui Wie, tiga tahun berlalu. Gui Wie masih tetap di samping diriku Sedangkan kau sendiri tidak terdengar lagi kabar beritanya. Dalam kusedih dan kesal, Gui Wie lah yang selalu menghibur. Entah sudah jodoh entah bagaimana, ketekunan dan kesabaran Gui Wie membuatku iba dan kasihan, sehingga menurut saja sewaktu ia mengajukan lamarannya. Padahal kutahu hatiku sangat cinta kepadamu, hanya kaulah yang bisa menghidupkan lagi perasaanku dari beku sehingga wajar! Tapi perasaan kasihan yang berkecamuk di otakku. Biar bagaimana tidak bisa menolak kebaikan Gui Wie, karena itu aku sudah mengikat jodoh dengannya, dan kuminta kau melupakan saja kejadian yang pernah kita alami."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng menjadi linglung. Perkataan itu seperti juga petir di siang hari, ia tidak bisa menjawab apa2, hanya air matanya berlinang-linang. Inilah air mata jantan yang turun karena cinta? Ia terpekur sambil melamun, sehingga tidak mengetahui lagi bahwa Cui-jie sudah meninggalkan dirinya. Malam semakin larut, keadaan di sekeliling telaga See Ouw sudah menjadi sepi dan sunyi, tinggal Kiu Heng masih terpekur mengenangkan nasibnya yang malang. Tiba2 ia tersentak dari lamunannya sewaktu mendengar bunyi burung bangau dari atas udara. Seperti dalam impian, burung bangau putih melayang turun dari udara dan hinggap di hadapannya, dari punggung bangau berlompatan dua gadis yang cantik seperti bidadari. Kiu Heng meng-ucak2 matanya, se-olah2 tidak percaya lagi pada pandangannya. "Kiu Koko, kata Salah seorang gadis sambil lari menubruk dan merangkul Kiu Heng seperti seorang mati yang hidup lagi. Sambil bercucuran air mata ia memekap si gadis terlebih erat. "Ping Ping...." katanya se-begitu2nya. Lama dan lama sekali mereka saling peluk dengan mesra, sedangkan si gadis yang satu lagi yang bukan lain dari Soat Jie menjadi bengong terpekur menyaksikan kejadian yang baru pertama kali dilihatnya. Mukanya menjadi merah. Ia mencoba berpaling tidak mau melihatnya, tapi tenaga gaib selalu berusaha membuat kepalanya menoleh lagi kepada dua muda-mudi yang tengah asyik terbenam dalam cinta yang sudah lama dirindukan dan baru sempat dilampiaskan ! Sesudah lebih tenang, Ping Ping baru sadar bahwa ia datang bersama Soat-jie, cepat2 Ia memperkenalkan saudara seperguruannya kepada Kiu Heng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kecantikan yang luar biasa dari Soat-jie mempersonakan Kiu Heng, sehingga si gadis menjadi likat ditatap terus2-an. Ping Ping tersenyum kecil menyaksikan mereka terpaku demikian lama. Dengan cepat ia berkata. "Adik Soat-jie inilah Kiu Koko yang sering ku-sebut2!" "Oh," kata Soat-jie, sedangkan htinya menjadi ber-debar2 tak keruan. Ping Ping mengajak Kiu Heng dan Soat-jie duduk di sebuah batu untuk menikmati rembulan purnama. "Akhirnya kita bisa bertemu lagi, sayang Cui-cici belum juga datang," keluh Ping Ping. "Cui Cici sudah datang tapi sudah berlalu lagi," jawab Kiu Heng dengun singkat seraya menuturkan pertemuan dan kisah yang diceriterakan Cui Jie. "Sedangkan kau sendiri sesudah mengalami kecelakaan di kapal itu achirnya bagaimana?" "Aku terdampar di sebuah pulau yang bernama Cee Cu To, pulau itu demikian indah dan aneh, di sana aku bertemu dengan Sian Popo, guruku yang sekarang dan adik Soat-jie, kata Ping Ping seraya menuturkan terus pengalamannya. Sehabis mendengar ceritera Ping Ping. Kiu Heng menjadi terpaku diam, karena Ia terkenang kepada gurunya dan pesan gurunya. "Kiu koko. kutahu kau terkenang akan pulau Cee Cu To bukan? tanya Ping Ping. "Kuberi tahu bahwa gurumu sendiri dikubur di pulau itu! "Betulkah? Kenapa sedari tadi tidak kau ceritakan?" "Tahukah bahwa adik Soat-jie ini sebagai anak dari mendiang gurumu?" Kiu Heng menjadi kaget. Sebegitu lama gurunya belum pernah menceriterakan hal-hal itu kepadanya, pantasan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sewaktu mendekati ajalnya, sang guru meninggalkan pesanan untuknya ke Cee Cu To. "Sedangkan guruku sendiri adalah ibunya adik Soat-jie! "Oh, kenapa mengherankan betul? kata Kiu Heng. "Ping Ping dapatkah kau menuturkan dengan cermat sesuatu yang kau pernah dengar atau yang pernah kau ketahui tentang guruku dan diriku sendiri." Ping Ping mengeluarkan sebuah kain yang penuh tulisan. "Ini adalah peninggalan gurumu sendiri yang dititipkan pada guruku, kau boleh lihat sendiri. Tapi kuharap jangan sekarang melihatnya, karena bisa menghilangkan malam baik yang indah dan romantis Ini!" "Tapi aku sudah tidak bergembira lagi untuk menikmati pemandangan ini, karena itu lebih baik kita pulang saja, kata Kiu Heng. "Kau pulanglah dulu, beberapa hari lagi aku pasti datang mengunjungi tempat tinggalmu," kata Ping Ping. "Bolehkah aku ikut ke Cee Cu To?" "Menurut ibuku, seorang laki2 tidak diperkenankan menginjakkan kakinya di Pulau Cee Cu To," kata Soat-jie yang sedari tadi berdiam diri. Ping Ping sebetulnya enggan berpisah, tapi ia malu mengutarakannya. Sedangkan Kiu Heng lebih cenderung untuk mengetahui apa yang ditulis di dalam kain itu. Sesudah memberikan alamat, Kiu Heng segera berpisah dari dua gadis, dan lari ter-birit2 menuju penginapannya. Ping Ping dengan lemas2an menuntun Soat-jie dan naik ke atas bangau kembali lagi ke pulau Cee Cu To. Tohiap dan Kayhiap belum pulang, Kiu Heng segera membuka tulisan di kain dan membacanya dengan asyik.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dari dalam tulisan itu ia mengetahui tentang kisah gurunya dan dirinya sendiri. Kiranya perusahaan Wie Bu Piaukiok yang dibuka ayahnya sangat laku dan terkenal, hal ini membuat salah satu perusahaan piau lain yang bernama Hian An Piaukok, merasa iri. Akibatnya terjadi main saing2an. Sungguhpun demikian Wie Bu Piaukiok tetap menang di atas angin. Pengusaha Hian An Piaukok yang bernama Yo Goat Tong mengetahui dengan jalan bersaing tidak bisa menjatuhkan lawan. Dinantikan kesempatan guna menjatuhkan lawan dengan jalan keji. Pada suatu ketika Kiu Heng merayakan ulang tahun yang keempat, ayahnya mengadakan perjamuan, dan mengundang para langganan dan handai toulan. sedangkan Yo Goat Tong pun turut hadir dengan orang bawaannya yang bernama Lie Keng. Sewaktu orang2 Wie Bu Piaukok mabuk, ia menurunkan tangan keji, sehingga keluarga Kiu dibasmi habis2an dan hanya tertinggal Kiu Heng seorang yang tertolong Cie Yang Cinjin. Sesudah membaca dan mengetahui soal gurunya dan dirinya sendiri, tanpa terasa air matanya ber-linang2, inilah tangisannya yang keempat. Ia terpekur dan bengong membayangkan sewaktu dirinya belajar silat di Bu Tong San, bagaimana gurunya memperlakukan dirinya, kesemua ini hanya membangkitkan kenangan getir saja. "Heng-jie sedang apa kau?" Kiu Heng menjadi kaget, ia tidak mengetahui bahwa Tohiap, Kayhiap sudah pulang. Di samping mereka turut pula seorang nikoh. Cepat2 ia menghampiri memberi hormat. "Heng-jie, inilah Liau Tim Sutay yang kenamaan di dunia Kang Ouw," kata Tohiap sambil memperkenalkan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar-2 tak dinyana, Kiu Siecu sungguhpun masih muda merupakan seorang yang sudah matang di dalam ilmu maupun pergaulan!" puji Liauw Tim Sutay. "Aku mengharapkan petunjuk2 dan didikan dari Sutay," kata Tohiap dengan merendah. Kiu Heng tahu Liauw Tim Sutay adalah salah seorang yang turut merebutkan Bu Lim Tiap di telaga See Ouw ber-sama2 gurunya. Tanpa banyak pikir ia menanyakan kejadian masa silam itu dengan hormat. Dengan didahulukan tarikan napas panjang, Liauw Tim berkata: "Sesunggulnya dalam ilmu gurumu tidak kalah oleh Gui Sam Seng, sedangkan aku sendiri pun tak mungkin kalah di tangan Gui Sam Seng, sedangkan Hui Kong Taysupun tak mungkin kalah! "Maksud Sutay kepandaian Gui Sam Seng adalah yang paling rendah?" tanya Tohiap. "Sesungguhnya demikian! Tapi aneh ia yang mendapatkan Bu Lim Tiap." kata Liauw Tim Sutay sambil melirik ke arah Kayhiap. "Sayang saat itu saudara Bu datang terlambat, merebut Bu Lim Tiap, di balik itu terlalu ter-gesa2 pula meninggalkan medan pertarungan, sehingga kejadian curang dan keji yang diperbuat Gui Sam Seng tidak kau saksikan! "Ah. semua gara2 si Hui Kong botak yang menghukum aku, kalau tidak, kuyakin tidak sampai Gui Sam Seng memperoleh Bu Lim Tiap, jawab Bu Tie. "Kejadian sudah demikian maunya, kata Liauw Tim Sutay seraya menuturkan kecurangan yang dilakukan Gui Sam Seng, saking dongkolnya Ia pun meninggalkan gelanggang pertandingan. "Tapi aku tidak terus kabur, ku lihat bagaimana hebatnya Cie Yang Tojin menghajar Gui Sam Seng sampai buntung,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sedangkan ia sendiri hanya menderita luka ringan. Dalam pada inilah kulihat datang seorang wanita berbaju putih yang menunggang burung bangau, tahu2 Cie Yang Cinjin dipeluknya dan ditangisi. Kutahu Cie Yang Toyu yang menderita luka ringan tak mungkin menjadi meninggal. Sampai sekarang kejadian itu masih merupakan teka-teki untuk diriku." "Guruku meninggal dunia karena membunuh diri dengan jalan menggigit lidahnya sendirl," kata Kiu Heng. "Bagimana kau tahu? tanya Tohiap. "Karena ada yang memberi tahu kepadaku? kata Kiu Heng. "Siapa? "Puterinya wanita baju putih yang menangisi kematian guruku di telaga See Ouw," jawab Kiu Heng sambil menuturkan dengan singkat apa yang diketahuinya. "Kini ada keperluan apa Sutay ke See Ouw? Mungkinkah untuk menikmati rembulan, atau ada maksud lain?" tanya Kayhiap Bu Tie. "Mungkinkah kau tidak mengetahui bahwa Gui Sam Seng sudah mengumpulkan orang2 Bulim dengan Bu Lim Tiap untuk menghadapi kalian? "Kami baru saja turun dari Thai San, kenapa sudah diketahuinya?" kata Tohiap dengan heran. "Kudengar kabar, Ciok It Hong bertemu dengan kalian dan kena dikalahkan, achirnya Ia merat dan menemui Gui Sam Seng. Hal ini memang sangat di-nanti2kan, cepat2 ia mengumpulkan orang dari berbagai penjuru, sedangkan aku yang selalu berkelana, kebetulan sekali bertemu kalian di See Ouw.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ah, kalau begitu kita harus siap sedia menghadapinya!" kata Tohiap. "Mungkinkah kau akan melawan pemegang Bu Lim Tiap yang diakui kekuasaannya di seluruh dunia persilatan?" tanya Liauw Tim Sutay. "Coba kau tanya bagaimana rasanya seseorang yang pernah mengganggu Bu Lim Tiap dan pernah dihukum oleh karena perbuatannya itu." "Sebenarnya akupun tolol mau mematuhi peraturan Bu Lim Tiap," kata Bu Tie. "Kini aku masih mau melanggarnya! Lebih2 Bu Lim Tiap yang dikuasai Gui Sam Seng itu adalah yang palsu!" "Ha? ada yang palsu?" kata Liauw Tim Sutay kaget. "Ya, jawab Tohiap Siau Siong. "Kau nantikan saja tanggal mainnya." Mereka ter-tawa2 dengan puas, sedangkan mulut mereka tak hentinya mengunyah Tiong Ciu Pieh dan buah2an serta teh harum. Malam semakin larut, Liauw Tim berpisah. Sebelum itu mereka berjanjl akan bertemu lagi keesokan harinya. Pada suatu hari tengah ramai2nya, Kiu Heng, Tohiap, Kay Hiap dan Liauw Tim Sutay mengobrol, tahu2 ada jongos hotel mengabarkan kedatangan dua nona yang ingin bertemu dengan Kiu Heng. Kabar ini keruan saja menggirangkan diri si pemuda. Dengan cepat ia melompat keluar pintu. Sedangkan ketiga orang tua yang menyaksikan tersenyum lucu. Benar saja dugaan Kiu Heng, karena yang datang itu bukan lain dari Ping Ping dan Soat-jie. Diajaknya masuk kedua gadis itu dan diperkenalkan pada yang lain.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja mereka duduk2 lagi belum lama, kembali datang jongos yang mengatakan datang tamu, seraya menyodorkan kartu nama. Tohiap menyambut dan membacanya. "Pek Tok Sin Kuay Mu Kun! "Ha?" kata Bu Tie, "bukankah Ia Suheng seperguruan Gui Sam Seng?" "Ya, jawab berbareng. Tohiap dan Liauw Tim Taysu hampir

Sesungguhnya Pek Tok Sin Kuay adalah saudara seperguruan dari Pek Tok Thian Kun, hanya saja sudah lama sekali tidak menampilkan diri di dunia Kang Ouw sehingga untuk golongan yang lebih muda tidak mengenalnya. Tempo dulu sewaktu terjadi pertandingan silat, ia kena dikalahkan Siang Siu dengan Ilmu Pai Kut Sin Kang, sehingga menyembunyikan diri puluhan tahun untuk melatih ilmu Han Peng Im Hong Ciang (pukulan angin negatif yang dingin). Kini sesudah rampung mempelajari ilmunya itu, kembali Ia terjun ke Sungai Telaga untuk mencari Pek Bu Siang. Sayang musuhnya itu sudah meninggal dunia, tapi ia mendapat tahu dari Ciok It Hong buku Pai Kut Sin Kang yang pernah mengalahkan dirinya itu berada di tangan Kiu Heng. Bertepatan dengan itu, Gui Sam Seng sudah mengirimkan undangan, memanggil seluruh kaum Bu Lim berkumpul, untuk menyeterukan Kiu Heng dan To Hiap. Berkat penyelidikan mereka yang seksama, tempat kediaman Kiu Heng diketahuinya, Pek Tok Sin Kuay mencapaikan diri untuk memanggil penghianat Bu Lim Tiap itu ke suatu tempat, di mana berkumpul kaum2 Kang Ouw. Begitu Tohiap keluar pintu, Pek Tok Sin Kuay memberi hormat dengan angkuh. "Aku Pek Tok Sin Kuay," katanya, "dan siapa Cunhe ?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Oh, kukira siapa tidak tahunya pecundang Pek Bu Siang, ha... ha... ha... Mengenai aku sendiri adalah seorang penangkap Sin Kuay (Iblis sakti) Tohiap, Siauw Siong! "Oh, kau si penghianat perguruan Pek Tok Bun! Orang lain tak tahu riwayat busukmu, tapi mana mungkin mengelabui aku!?" Tohiap mempunyai pantangan, Ia paling gusar bilamana diungkat2 bekas murid Pek Tok Bun. Dengan gusar dan mata mendelik ber-api2 ia menyerang dengan tiba2. Pek Tok Sin Kuay mengetahui musuhnya lihay, dengan cepat berkelit, tapi serangan susulan dari Tohiap kembali datang. Sekali ini dengan terpaksa ia menggulingkan tubuh ke belakang, tapi serangan susulan Tohiap lagi2 datang, ia benci dan tidak memberikan kesempatan pada musuhnya untuk memperbaiki diri. Pek Tok Sin Kuay tahu dengan berkelit terus bukan jalan yang terbaik, lengannya yang mengandung racun diangkat untuk menangkis dengan keras. Tak kira begitu dua lengan saling bentrok, Ia merasakan lengannya menjadi kaku, sehingga tidak dapat digunakan sekehendak hati lagi. Tohiap berpikir untuk menghabiskan riwayat musuhnya seketika juga. Tapi musuhnya sudah melakukan serangan membabi buta dengan nekat sekali. Diseruduknya Tohiap sekuat tenaga. Demi dilihat jurus mengadu jiwa yang ganas, Tohiap menjadi kaget, dengan tangkas ia melompat pergi. Pek Tok Sin Kuay tidak mau mengerti, Ia merangsang terlebih gila. Saking jengkelnya, Tohiap sambil melompat sambil mengebutkan lengannya menghajar ke pundak musuh dengan ilmu menotok yang ampuh. Pek Tok Sin Kuay sudah tak memikirkan lagi dirinya, serangan musuh yang lihay dibiarkan terus, Ia menyergap dengan penuh harapan luka bersama, mati berdua!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Gila kau, mana mau aku mampus bersamamu?" pikir Tohiap seraya menarik serangan dan melompat keluar gelanggang. Pek Tok Sin Kuay gagal dalam serangan, tubuhnya berputar cepat, tahu2 iapun sudah keluar gelanggang dan merat terbirit2. Tohiap tidak mau mengejar, ia membiarkan musuhnya kabur. Sebaliknya Kiu Heng yang sudah berada di depan pintu beserta yang lain2 merasa gusar melihat musuh kabur. Dengan ginkangnya yang luar biasa ia melakukan pengejaran. Saling kejar ini berlaku seru sekali, karena dua2nya mempunyai ilmu ginkang yang lihay. Sementara itu Tohiap, Kayhiap, Liauw Tim Sutay dan kedua gadis pun turut mengejar dari belakang, karena mereka takut kalau2 Kiu Heng mengalami kecelakaan seorang diri. Keadaan kota yang ramai sudah dilewati, mereka memasuki daerah luar kota yang agak sepi, achirnya tibalah di tepian sungai Ngo Tian yang sunyi sepi. Pek Tok Sin Kuay menuju ke sebuah rumah, Kiu Heng mengejar terus sebelum musuhnya masuk ke rumah, berhasil Ia mencandaknya. "Siapa kau!" bentak Pek Tok Sin Kuay sambil berbalik badan. "Aku Kiu Heng!" "Oh, kau si penghianat kaum Bu Lim, kebetulan sekali menghantarkan diri ke sini. lekas bertekuk lutut untuk menghadap kepada pemegang Bu Lim Tiap! "Apa katamu?" tanya Kiu Heng, sedangkan pedang Kimliong-cee-hwee-kiam sudah dihunus.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Tok Sin Kuay pun merasa gusar, cepat menghunus senjatanya. Dengan cepat perkelahian berlangsung dengan serunya. Kiu Heng melancarkan ilmu Kie-hwee-liau-tian (Mengangkat sauh menerangkann jagat), pedangnya menyerosot keras ke bawah mengarah sepasang kaki musuhnya. Pek Tok Sin Kuay mula pertama tidak memandang mata pada musuhnya yang masih muda, cepat ia mencelat ke atas, lalu kembali turun dengan ilmu Hui-lim-to-niau (burung terbang hinggap di pohon). Pedang berikut dirinya menukik keras dari udara sambil menikam musuh. Untuk menghindarkan serangan maut ini, Kiu Heng mengangkat pedangnya ke atas, Pek Tok Sin Kuay terkejut heran mendapat tangkisan lihay, cepat serangannya ditarik, dirinya membalik ke kiri dan turun ke bumi, lalu menjerosot keras menyerang dengan mendadak. Kiu Heng mengetahui musuh bisa menyerang lagi, cepat2 melancarkan ilmu silatnya yang dipelajari di gua dan dimatangi di Thaisan. Tubuhnya mencelat ke kiri dan ke kanan, pedangnya ke-atas ke bawah, tak ubahnya dengan seekor harimau gagah yang tengah jongkok bangun mempermainkan mangsanya. Biarpun Pek Tok Sin Kuay seorang Kang Ouw yang berpengalaman luas, belum pernah menyaksikan ilmu kepandaian yang demikian aneh dan tak teraba jalannya. kedudukan dirinya perlahan-lahan terdesak dan berada di bawah angin, sedangkan Kiu Heng semakin galak dan bersemangat. Pek Tok Sin Kuay yang sudah menderita cedera sewaktu menghadapi Tohiap tak berdaya lagi menghadapi tekanan2 maut. ilmu kepandaiannya tak kuasa dikembangkan lagi. Keringatnya mengucur memenuhi tubuhnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mampus kau! bentak Kiu Heng seraya menyepak keras. Pek Tok Sin Kuay berikut pedangnya terpental ke udara dan jatuh terbanting di halaman rumah batu. Kiu Heng mengejar untuk menghabiskan jiwa musuh. Sebelum pedangnya ditabaskan dengan cepat ia merasakan angin sambaran, tahu2 pedangnya kena ditangkis. Ia berbalik badan, kaki-kakinya mundur2 saking kaget, lalu maju lagi ke depan sambil bertekuk lutut ! Air sungai bergelombang tinggi dan men-deru2, pasir2 berterbangan tinggi, Kiu Heng tetap bertekuk lutut di hadapan seseorang dengan patuhnya. Sementara itu, Tohiap dan kawan2 sudah tiba juga di rumah batu itu. Mereka menjadi heran menyaksikan Kiu Heng yang bertekuk lutut, cepat2 menghampiri. Keheranan mereka bertambah karena orang itu bukan lain dari pada Suhengnya Cie Yang Cinjin yang bernama Cee Sie Tojin! Kenapa Cee Sie Tojin bisa berada di rumah yang sunyi itu dan tidak di Bu Tong San? Kiranya Pek Tok Thian Kun sudah memanggilnya datang dengan kekuatan Bu Lim Tiap!! Sebegitu jauh Cee Sie Tojin sangat sayang kepada Kiu Heng, ia tahu kepergiannya bisa menimbulkan kerugian pada Kiu Heng, tapi Bu Lim Tiap yang diakui sebagai pusaka rimba hijau itu biar bagaimana harus dipatuhinya juga. "Heng-jie, kenapa kau tidak mematuhi peraturan Bu Lim Tiap? Mungkinkah kau tidak mengetahui buku itu sebagai pusaka rimba hijau yang harus dipatuhi seluruh kaum Bu Lim?" kata Cee Sie Tojin dengan lembah lembut, seraya memasukkan pedangnya lagi ke dalam serangka. Perkataan dari Cee Sie Tojin, mengandung makna yang membela kepada si anak, se-olah2 mengatakan bahwa Kiu Heng masih muda dan tidak mengetahui apa2, sehingga melanggar Bu Lim Tiap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tengah mereka bicara dari dalam rumah terdengar suara memanggil. "Kuminta Totiang bicara di dalam!" Cee Sie Totiang mengenali suara itu bukan lain dari pada Pek Tok Thian Kun. Dengan wajah keren ia berkata: "Siauheng, Buheng, Sutay dan jiwie Kouwnio, Ikutlah aku ke dalam!" Yang turut masuk hanya Tohiap dan Kiu Heng, sedang yang lain menjaga di luar. Rumah batu yang sepi itu sangat luas dan besar, pekarangan bunga di kiri kanan sangat indahnya. ruangan2 di dalam rumah pun sangat Iuas2, sesudah melalui beberapa ruangan, akhirnya tibalah mereka di ruangan tengah yang besar. Di situ sudah banyak orang dari berbagai golongan, mereka datang atas panggilan Bu Lim Tiap. Di tengah ruangan terdapat sebuah meja, yang berlilin besar, di tengah2 meja tampak Bu Lim Tiap disandarkan miring. Di kiri meja tampak Gui Sam Seng, di samping kanan terlihat seorang tojin yang memakai jubah panjang, mukanya demikian kering dan hijau, alisnya keren dan panjang, sekali lihatpun dapat mengetahui tojin itu berilmu tinggi. Di sebelah depan jago2 Bu Lim lainnya, Taysu dari Siauw Lim Lam San yang sudah dikenal Kiu Heng. mereka tampak berbaris dengan rata antaranya terlihat Ciok It Hong, Cun Cu Sie, juhiap Kong Tat, Siu-cee-kong Say mengasingkan diri. Kesemua ini sudah

Antaranya tampak seorang pertengahan umur yang berjanggut Indah dan keren, di sisinya berdiri pula seorang yang gagah, kedua orang ini Kiu Heng tidak mengenalnya. Tampak Pek Tok Thian Kun seperti tertawa seperti bukan, dengan angkuh dan congkaknya berkata per-lahan2: "Bangsat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang bernyali besar, sewaktu di Oey San berani betul kau menghina Bu Lim Tiap, dan barusan kau membunuh saudara seperguruanku Pek Tok Sin Kuay, kebandelanmu kini masih tetap tegas, lekas kau bertekuk lutut menerima hukuman!" Kiu Heng sudah gatal untuk membalas memaki, tapi kurang leluasa, karena Supeknya berada di situ, tapi untuknya menerima dosa tanpa beralasan sudah tentu tidak mau pula. Dengan gusar Ia diam saja, dan tidak mengetahui harus berbuat apa. Saking cemasnya, mukanya menjadi merah sendiri. Dalam suasana yang gawat ini, tiba2 Tohiap membuka mulut: "Gui Sam Seng, kau jangan mengandalkan Bu Lim Tiap dengan se-wenang2 demi kepentingan diri sendiri. Ketahuilah soal Bu Lim Tiap adalah satu urusan, sedangkan soal kematian Pek Tok Sin Kuay pun satu urusan lain, kenapa kau jadikan dua urusan menjadi satu secara kacau balau?" Begitu perkataan ini keluar, sekalian hadirin menatap ke arah Tohiap dengan heran. "Kau tahukah bahwa saudara seperguruanmu melatih llmu Han Peng Im Hong Ciang yang beracun? Kau tahu sendiri ilmu itu diyakininya harus memakai tubuh gadis2 cilik yang dibeset kulitnya. Karena itu perbuatannya yang jahat ini harus mendapat hukuman yang setimpal. Kenapa dosanya dijatuhkan kepada Kiu Heng?" Pek Tok Thian Kun mengetahui salah omong, seketika diam saja. Tampak parasnya menjadi jengah sendiri, cepat Ia melirik kepada kawannya yang memakai jubah, agaknya ia meminta pendapat Tojin itu, agar kedudukannya yang kejepit ini menjadi terbebas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tojin itu yang bernama Tiang Bie Cinjin agaknya mengetahui maksud kawannya, segera berkata: "Di sini bukan tempatmu untuk bicara, yang diperiksa adalah Kiu Heng, ada urusan apa denganmu?" Gui Sam Seng seperti mendapat angin. "Kami rnengadakan rapat kaum Bu Lim ini untuk mengadili seorang pendurhaka Bu Lim Tiap, karena itu kau jangan banyak bicara. Kalau kau melanggar peraturan, aku berhak menjatuhkan hukuman! Kiu Heng jadi berani melihat ayah angkatnya membela dirinya, dengan bertolak pinggang ia menunjuk kepada si tojin: "Kau manusia apa? Berani betul mencampuri urusan orang?" Cee Sie Cinjin, kuatir timbul onar yang tidak diinginkan, lekas ia mencegah: "Heng-jie, kau harus patuh dan jangan berlaku kurang sopan !" Si tojin yang kena maki Kiu Heng mukanya berubah pucat, sambil bersenyum dingin ia berkata: "Bilamana Pinto tidak menerangkan kau pasti tidak mengetahui, aku adalah tuan rumah dari gedung ini yang bergelar Siang Bie Cinjin!" Tiang Bie Cinjin sepatah demi sepatah menyebutkan namanya dengan tegas, dengan tujuan melunakkan kegarangan orang dan menghargai dirinya. Tohiap Siauw Siong tiba2 bergelak-gelak. "Kukira siapa, tidak tahunya Tiang Bie Cinjin yang sudah mengasingkan diri dari puluhan tahun, tak heran aku tak mengenalnya. Tiang Bie Cinjin, kuyakin ilmu kepandaianmu yang diyakini selama bersembunyi puluhan tahun pasti sudah maju dengan pesat! Ilmu apa yang kau sudah yakini, dapatkah kau perlihatkan kepadaku?" Sesungguhnya Tohiap bukan tidak kenal kepada Tiang Bie Cinjin, tapi Ia pura2 tidak mengenalnya, sewaktu melihat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cinjin itu duduk di bagian atas dengan angkuh dan congkaknya, kini mendapat kesempatan untuk "ngeledek" dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Gui Sam Seng tahu bahwa Tohiap sengaja memancing keributan, bilamana tidak lekas2 dicegahnya, urusan bisa meluas dan rnenyimpang dari tujuan pokok pembicaraan. Cepat ia bangun. "Cuwie kuminta menghentikan kata2! Dan Kiu Heng lekas2 bertekuk lutut menerima hukuman ! Begitu kata2 ini keluar, keadaan di dalam ruangan menjadi sunyi sepi. Kiu Heng menjadi mendelik saking gusarnya. "Apa yang kau andalkan menyuruh aku bertekuk lutut dengan sesuka hatimu? Dan apa dosaku pula harus menerima hukuman?" "Anakku, kau tidak berdosa! jangan mau berlutut!" empos Tohiap dari samping, "Heng-jie, kau jangan berlaku kurang ajar, kenapa tidak lekas berlutut! bentak Cee Sie Tojin dengan cepat. "Bukannya aku tak dengar kata, tapi aku tak mengetahui harus berlutut pada siapa?" jawab Kiu Heng. Wajah Pek Tok Thian Kun menjadi hijau saking gusarnya, lengannya menunjuk ke atas. meja. "Berlutut ke arah meja! "Kenapa harus berlutut pada meja? Ini permainan apa?" kata Kiu Heng. "Buku itu mempunyai khasiat apa harus dihormati?" sambung Tohiap. Cee Sie Tojin berjiwa jujur, Ia mengira Kiu Heng sesungguhnya tidak mengetahui benda yang harus dihormati itu adalah Bu Lim Tiap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Heng-jie! Yang harus kau hormati itu adalah Bu Lim Tiap, lekaslah kau lakukan!" suruhnya. Kiu Heng mempermainkan perasaan curiga. matanya, menunjukkan

"Tapi aku tidak mengetahui bahwa, Bu Lim Tiap itu yang palsu atau yang tulen? Bilamana kena yang palsu, bukankah sia-sia dan sayang kehormatan yang kuberikan dengan percuma ini?" Agaknya Tiang Bie Cinjin sudah tak sabaran lagi. "Bu Lim Tiap di dunia ini hanya satu, kenapa ada yang palsu dan yang tulen Kalau begitu, terang kau yang bersalah dan berkeras kepala, tanpa mempunyai alasan!" "jatuhkan saja hukuman yang setimpal, kalau Ia membangkang, kita hajar! kata si orang pertengahan umur yang berjanggut indah. Akur! Aku setuju pendapat saudara Yo Goat Tong!" kata Ciok It Hong. "Diam!" bentak Kiu Heng, "kalian tidak berhak untuk bicara." Sedangkan hatinya menjadi ber-debar2 sewaktu mendengar nama Yo Goat Tiong, tapi ia masih bisa mengendalikan hatinya. "Sungguhpun aku belum pernah melihat Bu Lim Tiap, tapi kau tidak berhak menjatuhkan hukuman dengan se-wenang2, sedikitpun kau harus memanggil datang tiga orang Ciang Bun jin dari tiga partai untuk mengadili diriku!" Kiu Heng mempunyai Bu Lim Tiap dan pernah membacanya berulang kali, sehingga mengerti betul peraturan2 yang berada di dalamnya. Kini Ia meminta agar Pek Tok Thian Kun memanggil datang tiga Ciang-bun-jin untuk mengadili dirinya, se-mata2

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengingatkan pada musuh, bahwa ia pun mengerti peraturan yang terdapat di Bu Lim Tiap. Sekaitan yang mendengar menjadi kaget atas permintaan Kiu Heng. Mereka tidak menyangka anak muda itu dapat menimbulkan pertanyaan yang demikian tepat dan sempurna. Orang2 di dalam ruangan sudah mulai ber-bisik2 satu sama lain, ada yang girang ada juga yang kesal. Yang bergirang adalah Cee-Sie Tof.jin, Kong Tat, Say Lam San dan Cun-cu Taysu. Sebaliknya Tohiap Siauw Siong mempunyai pikiran lain; bagaimanapun Bu Lim Tiap yang tulen harus diperlihatkan. Kalau tidak, kegawatan yang meruncing ini tak mungkin dapat diatasi, sehingga pikirannya terbenam di dalam keraguan. "Sudah terang berdurhaka pada Bu Lim Tiap, masih tetap berani menggoyang lidah untuk membela kesalahan," bentak Pek Tok Thian Kun. "Gui-heng, kata Cee Sie Tojin kesempatan untuk membela Kiu Heng. yang mempunyai

"Dalam hal ini kau yang salah, Pinto mengakui belum pernah memegang Bu Lim Tiap, tapi sudah terang mengetahui peraturan yang terdapat di dalamnya! Apa yang dikatakan Kiu Heng memang betul, setiap orang yang berbuat salah harus diadili ber-sama2 tiga orang Ciang-bun-jin dari tiga partai yang dikehendaki si terdakwa! Sedangkan kau kini berlaku menurut kehendak sendiri, sehingga membuat aku pusing dan melupakan peraturan yang tertera di dalam Bu Lim Tiap. Kini aku sudah sadar, bilamana kau tetap melaksanakan kekerasan kepada Kiu Heng, jangan sesalkan tindakanku yang kurang sopan!" "Apa yang dikatakan Cee Sie Toyu memang benar." kata Cuncu Taysu membenarkan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pek Tok Thian Kun terdiam sejenak lalu tertawa bergelakgelak. "Kau boleh mengatakan demikian, tapi apa yang dilakukan Hui Kong Taysu terhadap Kayhiap Bu Tie? Bukankah ia menjatuhkan hukuman dengan seorang diri, padahal di situ terdapat Cie Yang Cinjin, Liauw Tim Sutay, dan aku sendiri, tapi sedikit pendapat pun tidak dimintanya! "Kalau begini sudah terang Cee Sie Totiang, membela murid durhakanya tanpa mengindahkan lagi Bu Lim Tiap, aku sebagai pemilik rumah ini mana mungkin membiarkan kau berlaku gila di sini?" kata Tiang Bie Cinjin. "Hei, orang tua, kau jangan bicara sekehendak hati, bilamana kau berani lagi menghina Supekku, aku tak segan2 menghajar dirimu!" kata Kiu Heng. Seumur hidupnya Tiang Bie Cinjin belum pernah mendapat dampratan yang demikian keras di muka umum, matanya mendelik lebar. "Sudah tiga puluh tahun lebih aku belum pernah menggerakkan kaki tanganku, kini kau menantang aku? Baiklah, aku bisa mengirim kau dan Supekmu menemui Giam Lo Ong! Tohiap tidak bicara lagi, ia maju dua langkah, mulutnya mesem2 geli: "Hei Lo-tau, rupanya kau sudah tak sabar lagi hidup di dunia ini. Inginkah mati dengan cepat? ejeknya. "Kuyakin ilmu yang kau pelajari puluhan tahun itu tidak bisa menunda kematianmu terlebih lama lagi! Semoga kau bisa tinggal di alam baka dengan senang dan gembira!" "Hai, bungkuk, kau jangan berkata sembarangan, kata Pek Tok Thian Kun. Sehabis berkata ia bersiap untuk menerjang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kiu Heng tidak tinggal diam dengan tangkas ia melangkah maju. Tahu2 Pek Tok Thian Kun melangkah miring dan menjamberet Bu Lim Tiap dari atas meja, dimasukkannya ke dalam sakunya, perubahan dari gerakannya yang di luar perkiraan ini membuat Kiu Heng tersenyum simpul. Keadaan tegang yang memenuhi isi ruangan menjadi gelak tertawa riuh atas kelakuan Pek Tok Thian Kun yang kesusu. "Kau si manusia berhati cupet, mengaku sebagai seorang Kuncu, tak tahunya orang rendah yang tidak tahu malu. Kau kira aku kepengen segala buku itukah?" bentak Kiu Heng. "Lihat apa ini?" "Bu Lim Tiap!" seru sekalian yang hadir dengan terkejut. Agaknya Tiang Bie Cinjin yang paling tak sabaran, kembali ia bicara: "Kita adalah golongan persilatan, untuk menyelesaikan persoalan gawat takkan selesai dengan lidah, dan takkan beres dengan Bu Lim Tiap. sejujurnya adalah: kekuatan senjata adalah cara terbaik memecahkan persoalan! "Kau jangan banyak bicara! bentak Tohiap mencabut huncwenya dan menyerang kepada musuh. seraya

"Bagus," kata Tiang Bie Cinjin, tubuhnya mundur berkelit, lalu menghunus pedangnya. Tohiap jadi gusar begitu sadar serangannya tidak membawa hasil. Serangannya berubah dengan cepat, senjatanya tak ubahnya merupakan titik2 air hujan yang deras, mengurung kepala musuhnya! Tak malu Tiang Bin Cinjin meyakinkan ilmu puluhan tahun lamanya, karena pedangnya pun bisa berubah dengan cepat, menghalau seluruh serangan2 musuhnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menghadapi musuh yang lihay, Tohiap menjadi girang. Dengan tertawa mengejek ia mencoba membuyarkan perhatian musuh. "Tiang Bie Cinjin, sudah puluhan tahun kau belajar silat, mungkinkah hanya belajar menangkis melulu dan berkelit?" Tanpa menjawab Tiang Bie Cinjin, membentangkan pedangnya, jurusnya kembali berubah, dari bertahan menjadi menyerang. Gerakannya yang lincah dan matang luar biasa cepatnya, sehingga tubuhnya seperti hilang di dalam lingkungan sinar putih yang ber-kilat2 dari pedangnya. Dalam beberapa jurus ia berhasil mendesak musuhnya terus2an. Hal ini membuat keberaniannya semakin menjadi2. Seluruh kepandaianya yang diyakini dari puluhan tahun dipergunakan dengan ganas mencecar terus musuhnya, sehingga pertarungan benar2 hebat dan rnenggidikkan. Kepandaian silat Tohiap sesungguhnya tidak berada di sebelah bawah musuhnya, sayang senjatanya tidak sebaik pedang musuh yang lebih panjang. Di samping itu, iapun harus mengakui ilmu rangsakan musuhnya yang sudah terlatih matang. Perhatiannya dicurahkan seratus persen melawan musuh. tak berani untuknya mengganggu atau mengejek lagi. Cee Sie Tojin dan Kiu Heng mengucurkan keringat dingin untuk keselamatan Tohiap. Tiba2 terdengar bentrokan senjata yang nyaring, disusul lelatu api membujar ke empat penjuru, sinar pedang segera sirna, apa yang tampak ialah pedang Tiang Bie Cinjin, tengah menikam ke depan dan tepat mengarah kerongkongan musuhnya. "Celaka! teriak Kiu Heng tanpa disadari.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sebelum kata2nya keluar dari mulut, perubahan di medan pertarungan sudah berubah. Kiranya Tohiap yang tengah mundur2 terangsak lawan, tiba2 kesandung sesuatu benda, sehingga keseimbangan tubuhnya tak baik lagi. Kesempatan ini dipergunakan musuhnya, sehingga ujung pedang hampir menembus kerongkongan musuhnya. Tapi Tohiap bukan seorang yang lemah, sungguhpun dalam keadaan bahaya, pertahanannya masih tetap tak kalut. Tubuhnya dengan cepat kembali seperti sedia kala, sedangkan kakinya ditendangkannya ke muka, sehingga ia berjungkir balik ke belakang, pedang Tiang Bie Cinjin dengan ganas lewat dari sasaran beberapa senti. "Celaka! pikir Tohiap di dalam hati. Tubuhnya begitu berdiri tetap, langsung menyerobot ke depan, huncwenya seperti kilat menyerampang. Tiang Bie Cinjin melompat, membiarkan senjata musuh lewat dari bawah sepatunya. Sementara itu, Pek Tok Thian Kun sudah mengeluarkan perintah untuk menghajar Kiu Heng. Akan tetapi anjuran yang berupa perintah ini hanya menarik sebagian orang, sedangkan Cuncu Taysu dan Cee Sie Tojin serta Kong Tat membela pihak Kiu Heng. Say Lam San sendiri mengambil jalan tengah, ia menonton tanpa mengeluarkan pendapat, Ciok It Hong, Yo Goat Hong dan seorang lagi yang bukan lain dari Lie Keng, tanpa menunggu perintah dua kali sudah menghunus senjatanya. Hal ini diikuti orang2 Bu Lim lain yang kurang kenamaan tapi sealiran dengan Pek Tok Thian Kun.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pertarungan kalang kabut berkobar dengan cepat. Kiu Heng menghadapi Yo Goat Tiong, Ia ingin melampiaskan sakit hatinya pada musuhnya yang membasmi keluarganya. "Apakah kau yang bernama Yo Goat Tiong?" tegurnya. "Memang aku Yo Goat Tiong seorang Piausu yang kenamaan.... "Tutup mulutmu, apakah kau ingat nama Wie Bu Piaukiok? Ingatkah perbuatan terkutukmu itu? Aku adalah sisa dari keluarga Kiu itu yang tertinggal hidup dan kini berhadapan denganmu untuk menagih hutang!" Yo Goat Tiong tahu banyak cakap tidak ada gunanya, cepat menangkis serangan Kiu Heng yang sudah datang. Lalu melancarkan ilmu kepandaiannya dari puluhan tahun, pedangnya lincah dan tangkas, ber-putar2 seperti seekor walet mengitari gunung. Sepuluh jurus Kiu Heng merangsek keras, tapi tidak membawa hasil, karena dalam perkelahian ini Ia terlalu napsu. Hampir2 kecerobohannya mendatangkan luka. Kiu Heng semakin bernapsu dan gusar, pedangnya dibulang-baling tiga kali membabat musuh dengan telengas. Tapi sedikitpun tidak membawa hasil, karena musuhnya cukup berpengalaman dan tangguh. Sesudah melihat musuh dalam keadaan kalap, Yo Goat Tiong menyerang dengan cepat, ujung pedangnya bergetar, ilmu Ban-hong Cut-cau atau sepuluh ribu tawon keluar sarang, dilancarkan dengan hebat, ujung pedang se-olah2 berubah menjadi banyak, kekuatannya luar biasa dan mengejutkan yang menyaksikan. Kiu Heng kesal serangannya dipatahkan terus, kini dilihatnya musuh menyerang dengan llmu yang indah dan luar biasa, hatinya merasa heran.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketenangan dirinya pun terkendalikan lagi, dengan cepat. Ia melancarkan ilmu pedang Cit-cuat-kiam dari Kong Tat, pedangnya menggulung seperti pelangi, mengurung jurus Ban-hong-cut-cau musuhnya, sedangkan lengan kirinya mendorong keras dengan jurus Geledek Membelah Gunung. Yo Goat Tiong tak mengira serangannya kena dibendung. di samping itu serangan lengan lawan pun memberikan ancaman keras. Ia mundur sambil menarik pedangnya. Tak kira Kiu Heng membarengi dengan serangan lain, pedangnya menikam tajam ke pergelangan musuhnya sedangkan kakinya menyepak pula ke arah ke mana lengan yang berpedang itu mengegos. Inilah jurus dari Bu Lim Tiap yang dilancarkan. Yo Goat Tiong tak menduga perubahan musuhnya berjalan dengan cepat dan di luar dugaan, ia tak bisa melakukan egosan lagi, tahu2 lengannya tertusuk pedang dan lemas. Senjatanya jatuh, berbareng dengan itu tendangan musuh berkelebat di samping tubuhnya. Pertahanannya berantakan seketika. "Hutang darah bayar darah, dosa tidak berampun!" teriak Kiu Heng sambil mengerjakan pedangnya. Yo Goat Tiong menjerit keras, ia mandi darah dan mati seketika juga. Akibat dari kematian Yo Goat Tiong mempengaruhi medan pertarungan. Ciok It Hong yang berhadapan dengan Cuncu Taysu dari Siauw Lim Sie, segera merat keluar, karena ia tahu bahwa Pek Tok Thian Kun tidak bisa membela dirinya lagi. "Jangan kasih lolos! teriak Kiu Heng, karena ia sangat benci pada Ciok It Hong yang pernah mencelakakan dirinya. Atas seruan ini, Cuncu Taysu mencoba mengejar, tapi kena dihalangi beberapa orang2 lain. Lie Keng menghadapi Cee Sie Tojin, tapi Ia bukan lawan dari si jago Bu Tong, dalam sekejap sudah berada di bawah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

angin. Sungguhpun demikian, Ia tidak mau merat seperti Ciok It Hong yang licik. Kiu Heng yang sudah berhasil paling pagi membereskan musuhnya, kini dihadang empat orang Bu Lim lainnya, sehingga tidak bisa mengejar Ciok It Hong. Pek Tok Thian Kun sendiri tengah sengit melawan Kong Tat, menilik dari ilmu mereka masing2 sama2 kuat, tapi Kong Tat menang di hati. Sedangkan Pek Tok Thian Kun sudah bimbang menghadapi keadaan yang gawat ini. Tak heran begitu Ia mendapatkan kesempatan segera menerjang jendela dan kabur. Ia ber-lari2, pikirannya sudah aman. Tak kira baru keluar dari rumah dari depannya mendatang seorang nikoh. dan dua gadis. "O Mi To Hud, tak diduga kita bertemu lagi di sini!" kata nikoh itu yang bukan lain dari Liauw Tim Sutay. "Sesudah berpisah dari See Ouw, Sutay baik2kah? tegur Pek Tok Thian Kun. Ia merasa heran si nikoh yang tidak mempunyai ganjelan dengannya bisa mengeluarkan perkataan yang mengandung tantangan, tapi ia tenang dan tidak mengentarakan di wajahnya. "Aku tidak bersangkutan denganmu, karena itu tak perlu kuatir atas diriku ini. Sedangkan yang akan meminta berurusan adalah kedua Kounio ini," kata Liauw Tim Sutay. Ping Ping dengan mata berlinang menatap musuhnya dengan gusar, sedangkan Soat-jie pun mengetahui orang yang mencelakakan ayahnya adalah Pek Tok Thian Kun juga. "Gui Sam Seng, masih ingatkah kau kejadian di Oey San, dimana keluargaku habis kau bantai?" tegur Ping Ping. "Oh, kau si bocah, kukira sudah mati menjadi setan!" kata Gui Sam Seng dengan heran.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ping Cici, untuk apa banyak bicara dengan manusia iblis yang kejam, kata Soat-jie. "Siapakah kau? "Aku puteri dari Cie Yang Cinjin!" "Ha? Gui Sam Seng heran, "jadinya kau ingin melawan aku?" "Ya," jawab kedua gadis itu hampir berbareng. "Tahukah bahwa kau berhadapan dengan pemilik Bu Lim Tiap? Liauw Tim Sutay menjadi tertawa mendengar keterangan itu. Gui Sam Seng, kau tak perlu menimbulkan Bu Lim Tiap yang kau peroleh secara licik! Hadapilah kedua Kounio ini dengan jantan, aku pasti tidak campur tangan!" Perkataan ini memang yang diinginkan Gui Sam Seng karena Ia takut si nikoh melawannya. Tapi ia pura2 bersikap lain: "Biar siapapun aku tak takuti, apa lagi cuma dua bocah ini, katanya. Ping Ping menghadapi musuhnya di depan mata, dan saatnya untuk turun tangan sudah tiba, hatlnya menjadi berdebar2. Pada saat inilah kesiuran angin keras tiba menyerang dirinya, cepat ia menggeser kaki dan memutar tubuh menghindarkan serangan lewat. Lalu Ia mencurahkan 'perhatian pada musuhnya sambil menantikan serangan selanjutnya. Pek Tok Thian Kun melakukan serangan sewaktu musuh tak bersiaga, tapi kena diegoskan Ping Ping dengan mudah, tanpa berkata lagi Ia maju mendekat dan mengayunkan lengannya menabas, kelihayan dari pukulannya ini tak ubahnya dengan kekuatan badai di laut.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ping Ping tahu kekuatan lengan musuh yang sebelah itu cukup berbahaja, Ia menggeserkan kakinya dan mundur perlahan2. Pek Tok Thian Kun merasa heran melihat musuhnya yang mundur2 terus, segera mengubah pukulannya dari membabat menjadi mendorong, seiring dengan itu tubuhnya pun seperti angin topan cepatnya menyergap ke muka. Ping Ping seperti sudah menduga musuhnya akan berbuat demikian, begitu musuh mendekat segera memutarkan tubuh di atas sebuah kakinya, keadaan sangat berbahaya, hampir Ia tertotok jari musuh. Tapi perhitungannya cukup matang, sewaktu ia memutar tubuh, jurus yang dilancarkan bukan main indahnya, inilah pelajaran rahasia yang diperolehnya selama tiga tahun di pulau Cee Cu To. Pek Tok Thian Kun tahu jurus dan gerakan musuh sangat dahsyat, tapi Ia menang pengalaman, sebelum serangan datang sudah menduga lebih dulu, tak heran sewaktu Ping Ping melancarkan tangan kena dipatahkan secara mudah. Kedua tubuh mereka dari merapat tiba2 berpisah, lalu saling tatap dan bersiaga, sesudah itu saling serang lagi, kembali dari berpisah bergumul lagi menjadi satu. Tubuh Pek Tok Thian Kun di bawah baju hitamnya yang besar ber-putar2 seperti gulungan asap yang luar biasa lincah. Ping Ping didesak terus, sehingga gugup dan kalang kabut, maklumlah seumur hidupnya Ia pertama kali menghadapi musuh, lagi pula musuhnya sangat tangguh. Segala kepandaiannya yang diperoleh dalam tiga tahun agaknya belum bisa mengimbangi daya kekuatan musuh yang diyakini puluhan tahun. Biar pun demikian Ia melakukan terus perlawanan dengan gigih. Soat-jie mengetahui saudara seperguruannya berada di bawah angin, maka itu ia mengambil sikap siap sedia, begitu dilihatnya Ping Ping terdesak terus, Ia menghampiri.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sewaktu perkelahian berpisah dengan cepat. tubuhnya menggantikan kedudukan Ping Ping. Pek Tok Thian Kun merasa heran atas gerakan si gadis yang lincah dan cepat. Di samping itu ia tidak habis mengerti kenapa Ping Ping sudah demikian lihay sekali, ia merasa penasaran tidak bisa menjatuhkan seorang gadis dalam waktu singkat. Kini dilihatnya Soat-jie menggantikan Ping Ping. sehingga kegusaran Gui Sam Seng ditumplakkan pada si gadis. Biarpun digenjot pulang pergi dengan tekanan2 keras, Soat-jie tidak menunjukkan paras gusar, ia memusatkan seluruh perhatiannya pada gerakan2 musuh. Lalu menghindarkan diri dengan indahnya, tubuhnya yang ramping dengan gerakannya yang lincah, ber-putar2 mengimbangi musuh, sehingga seperti uap putih dan asap hitam tengah ber-putar2. Bukan saja kecepatannya luar biasa dan mengagumkan juga sangat indah di pandangan mata yang menyaksikan. Seorang Ciang-bun-jin dari Pek Tok Bun melawan seorang gadis dari Cee Cu To, dua2 sama2 kuat, masing2 ia memamerkan ilmu golongan atas yang jarang dilihat di dunia persilatan. Mereka seperti mempertaruhkan jiwa masing2 yang satu merasa penasaran tidak berdaya menghancurkan seorang gadis, sedangkan si gadis merasa benci dan ingin membalas dendam. Ilmu kekuatan Pek Tok Thian Kun sudah lihay, sedangkan Soat-jie yang masih mudapun cukup lihay, dan kalau dinilai ilmu kepandaiannya tidak berada di bawah kekuatan Cie Yang Cinjin sewaktu merebut Bu Lim Tiap yang ketiga kali. Sesudah perkelahian berjalan satu jam, Pek Tok Thian Kun masih belum berhasil menjatuhkan puterinya Cie Yang Cinjin, keadaan tetap berimbang. Sehingga Pek Tok Thian Kun membentak2 dengan nyaring, tegas ia merasa cemas belum

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memperoleh kemenangan sesudah bertarung demikian lama. Di samping itu iapun kuatir kalau kawan2-nya di dalam rumah kalah dan datang ke tempat mereka bertarung, dirinya pasti akan terkurung dan mati di bawah kepungan musuh. Tengah hebatnya mereka bertarung, tiba2 tendengar jeritan keras dari jarak beberapa tombak. Pek Tok Thian Kun berkesempatan melihat juga ke arah suara. Di sana ia melihat sesosok tubuh jatuh bermandikan darah dan berkerejetan lalu mati. Di samping mayat itu berdiri seorang pengemis yang bukan lain dari Kayhiap Bu Tie. Kiranya sewaktu Ciok It Hong sipat kuping melarikan diri, kena dihadang Bu Tie, sehingga pertarungan seru tak dapat dihindarkan. Mereka bertarung ber-puluh2 jurus, tapi kemenangan akhir diperoleh Bu Tie juga. Sesudah menyelesaikan perkelahian berat, Bu Tie mendekat pada Liauw Tim Sutay sambil menyaksikan perkelahian antara Soatjie dan Pek Tok Thian Kun. Sementara itu keadaan di dalam rumah batu masih tetap ramai, pertarungan berjalan semakin seru. Masing2 ingin menjatuhkan musuh dalam waktu sesingkat mungkin. Sedangkan Tohiap yang saling hantam dengan Tiang Bie Cinjin, sudah melancarkan ilmu simpanannya yang terdiri dari dua puluh empat jurus dengan gencar, tampak huncwenya ke atas menyangsot enam kali, lalu ke bawah menotok enam kali, kiri kanan enam kali, seluruhnya dua puluh empat serangan dilancarkan dalam waktu singkat. Tiang Bie Cinjin sesudah menghadapi dua puluh empat serangan hatinya merasa gentar, sehingga tertekan habis2an, tak heran senjatanya begitu beradu segera terpental, dirinya sendiri tergempur mundur beberapa langkah dengan terhuyung. Sebelum sempat memperbaiki dirinya serangan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

susulan dari Tohiap membuatnya terkapar di lantai dan mati seketika. Kekuatan musuh sudah berkurang, banyak yang sudah lari sipat kuping, hanya Lie Keng tetap melakukan perlawanan, tapi dalam waktu tak seberapa lama Ia pun menyusul Tiang Bie Cinjin di bawah tekanan maut Cee Sie Tojin. Tempat perkelahian yang seram dan menegangkan urat saraf kini menjadi sunji sepi, di samping yang terbunuh mati terdapat pula yang terluka parah sambil merintih kesakitan. Yang tidak sempat melarikan diri dilucuti senjatanya dan disuruh mengurus jenazah2, sesudah itu rumah itu dibakar. Tohiap dan kawan2 segera meninggalkannya, mereka menjadi terkesiap sewaktu menyaksikan perkelahian yang masih berlangsung antara Soat-jie dengan Pek Tok Thian Kun. Tapi sebagai jago2 mereka tidak mau turun tangan mengerubuti musuhnya yang tinggal seorang diri. Dua manusia bertarung terus, seperti me-nari2 agaknya, membuat pandangan mata kabur. Tiba2 Soat-jie berteriak keras dan garing, tubuhnya merapung ke atas, lalu bergeliat sejenak dan menukik dengan kecepatan kilat, kaki dan tangannya dibentangkan demikian macam, seperti seekor elang menyergap anak ayam, langsung menghajar ubun2 musuhnya. Inilah salah satu jurus dari Cee Cu To yang bernama Elang Saktl Menerkam Ayam. Saat ini Pek Tok Thian Kun tengah risau, sebab melihat api berkobar dan datangnya kawan2 pihak musuh. Sehingga tak ampun lagi Ia terkena serangan tangan si gadis, tubuhnya terhuyung2, untung Ia masih bisa berlaku tangkas kalau tidak jiwanya pasti mati seketika juga. Kekalahan agaknya sudah terbayang di depan mata Pek Tok Thian Kun, serangan2 musuh yang semakin lama semakin aneh dan belum pernah dilihatnya membuatnya semakin repot. Untuk menyelamatkan jiwa ia mencoba "modalnya"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang ampuh yakni ilmu tertawa yang bernama Li-seng-tuanhun-im. Begitu mendengar suara tertawa yang dahsyat ini sekalian jago menjadi bergolak hatinya, untunglah mereka terhitung ahli2 kelas satu. Sesudah menenangkan hati seketika sudah tak terganggu lagi suara aneh itu. Sedangkan Soat-jie mula pertama merasa tak kuat mendengar suara itu, tapi sesudah menyalurkan Lui-kangnya ia bisa menahannya, dan per-lahan2 suara tertawa musuh yang bisa melukakan orang di dalam jarak beberapa ratus meter itu, tak ubahnya seperti tertawa biasa. Saat inilah Ia melancarkan ilmunya yang terlihay. Tampak tangannya mencabut belati lalu melontarkan keras. Pek Tok Thian Kun melihat sinar putih yang berkilauan, ia kaget dan mengingat lagi sewaktu serangan Cie Yang Cinjin di See Ouw, kipasnya cepat dicabut dan dipakai menangkis. Pisau itu berkekuatan luar biasa, kipas ditembus langsung menikam ke depan. Dengan jeritan keras yang memilukan, Pek Tok Thian Kun rebah di bumi. Tubuhnya berkelejetan sejenak, lalu tampak sepasang kakinya menjadi lurus, seorang jago tamat riwajatnya secara demikian. Tiba2 tampak berkelebat seseorang muda yang langsung menubruk mayat Gui Sam Seng sambil ter-sedu2. Sekalian yang menyaksikan merasa kasihan juga melihat nasib Gui Sam Seng, tapi kalau mengingat kejahatannya, semua merasa gusar dan ingin menelannya hidup-hidup. Pemuda itu bukan lain dari pada Gui Wie, sesudah menangis seketika diangkatnya tubuh ayahnya dan dibawa pergi. "Saudara Gui! kata Kiu Heng sambil mengejar. "Kau tentu merasa benci pada kami bukan?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ayahku berlaku jahat dan sudah seharusnya menerima ganjaran serupa ini, tapi untukku ia tetap seorang ayah. Karena itu aku harus mengurus jenazahnya sebaik mungkin!" "Bagaimana dengan Cui-cici?" tanya Kiu Heng. "Ia baik2 saja, dan kalau kau sempat di kelak kemudian hari mampirlah di Bu Kong San, kami hidup di sana mendampingi suhunya yang sudah tua!" jawab Gui Wie sambil pergi dan tidak menoleh lagi. Sesudah berkumpul sejenak, Say Lam San pun mohon pamit untuk bertapa lagi, sedangkan Kayhiap dan Tohiap yang sudah ada umur ingin melewatkan hari dengan tenang jauh di pegunungan. "Heng-jie kau masih muda, masih penuh cita2 untuk menempuh hidup, sedangkan aku sudah tua, karena itu ingin mengasingkan diri. Kuharap kalau sempat kunjungilah aku di Thai San," kata Tohiap. "Giehu, kata Kiu Heng dengan terharu. Kong Tat datang menepak-nepak pundak Kiu Heng. "Kau anak yang baik, bagaimana dengan Pai-kut-sin kang, apakah kau tidak pelajari?" kata Kong Tat. Kiu Heng tersenyum. "Hai, pengemis dan orang bungkuk, kau pergi masa berdua saja, akupun sudah jemu luntang lantung di dunia Kang Ouw, karena itu ajaklah aku bersama2, kata Kong Tat. Sekalian yang mendengar tersenyum. "Heng-jie, kalau sempat datanglah ke Bu Tong San," pesan Cee Sie Tojin. "Baik," jawab Kiu Heng Tohiap, Kayhiap, juhiap pergi serombongan ke Thai San, Liauw Tim Sutay kembali ke Hoa

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

San, Cee Sie Tojin seiring dengan Cuncu Taysu meninggalkan medan pertarungan yang sudah menjadi mati. Kiu Heng berlinang air matanya, sedangkan Ping Ping dan Soat-jie memegang lengan kanan dan kiri si pemuda sambil menatap kepergian jago2 Bu Lim. "Kiu Koko, sejak hari ini kita, harus pergi kemana?" tegur Ping Ping. "Tidak tahu, aku tak akan berpisah darimu lagi!" "Kiu Koko," kata Soat-jie dengan likat. "Aku sudah meminta pada ibu untuk membawamu ke Cee Cu To. Mula pertama ia tidak mengizinkan, sesudah kudesak pulang pergi, kau dibolehkan juga datang ke sana." Kiu Heng menganggukkan kepala tanda setuju. Mereka segera meninggalkan tempat itu dan pulang Cee Cu To. Sejak itu, Kiu Heng hidup bahagia di pulau kecil yang aneh didampingi dua gadis cantik. TAMAT

Anda mungkin juga menyukai