Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Menurut Germplasm Resources Information Network America tanaman Mucuna bracteata memiliki Taksonomi sebagai berikut: Kingdom: Divisio: Subdivisio: Ordo: Famili: Genus: Species: Plantae Spermatophyta Angiospermae Fabales Fabaceae Mucuna Mucuna bracteata D.C.

(http//www.wikipedia, 2007). Mucuna bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat banyak, pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin yaitu hemeprotein monomerik yang terdapat pada bintil akar leguminosae yang terinfeksi oleh bakteri Rhizobium. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur di atas tiga tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter ke dalam tanah (Harahap dan Subronto, 2004). Batang tanaman ini berwarna hijau kecoklatan umumnya batang tumbuh menjalar, merambat dan membelit. Diameter batang dewasa dapat mencapai 0,4 - 1,5 cm dan pada umumnya memiliki buku-buku dengan panjang dapat mencapai 25 - 35 cm. Batang Mucuna bracteata pada umumnya tidak berbulu,

Universitas Sumatera Utara

bertekstur

cukup

lunak,

lentur

dan

mengandung

serat

dan

berair.

(Mugnisjah dan Setiawan, 1991). Daun berbentuk oval berwarna hijau dan muncul di setiap ruas batang. Jika suhu meningkat maka helaian daun dapat menutup sehingga mengurangi respirasi pada permukaan daun (Harahap et al., 2001). Bunga tanaman Mucuna bracteata berbentuk tandan menyerupai anggur. Panjang tangkai bunga dapat mencapai 20 - 35 cm dan termasuk ke dalam jenis monoceous. Bunga berwarna biru terong dan dapat mengeluarkan bau yang menyengat sehingga dapat menarik perhatian kumbang penyerbuk

(Harahap dan Subronto, 2004). Polong Mucuna pada awalnya berwarna hijau dengan bulu-bulu kecoklatan yang dapat menyebabkan gatal pada kulit, polong yang siap di panen adalah polong yang sudah berubah menjadi coklat tua. Polong siap dipanen sekitar 50 hari setelah terbentuk dari bakal polong (Edy et al., 2007). Biji berbentuk bulat oval berwarna hitam dan pada umumya memiliki kulit biji yang tebal sehingga perbanyakan melalui biji dapat dilakukan dengan perlakuan benih melalui skarifikasi dan penggunaan larutan kimia. Bobot biji dapat mencapai 0,5 - 1 g/biji (Purwanto, 2007). Syarat Tumbuh Iklim Tanaman Mucuna bracteata dapat tumbuh di berbagai daerah baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Tetapi untuk dapat melakukan pertumbuhan generatif atau berbunga tanaman ini memerlukan ketinggian di atas 1000 m dpl,

Universitas Sumatera Utara

jika berada di bawah 1000 m dpl maka pertumbuhan akan jagur tetapi tidak dapat terjadi pembentukan bunga (Harahap dan Subronto, 2004). Untuk dapat melakukan pembungaan tanaman ini memerlukan suhu harian berkisar antara 120C - 180C. Apabila suhu berada diatas 180C maka pembungaan akan sulit terjadi (Mugnisjah dan Setiawan, 1991). Curah hujan yang dibutuhkan agar pertumbuhan tanaman

Mucuna bracteata dapat tumbuh dengan baik berkisar antara 1000 - 2500 mm/tahun dan 3 - 10 merupakan hari hujan setiap bulannya dengan kelembaban tanaman ini adalah 80%. Jika kelembaban terlalu tinggi akan berakibat bunga menjadi busuk. Untuk panjang penyinaran, Mucuna membutuhkan lama penyinaran antara 6 - 7 jam/hari (Harahap dan Subronto, 2004). Tanah Tanaman Mucuna dapat tumbuh baik hampir setiap jenis tanah, pertumbuhan akan lebih baik apabila tanah mengandung bahan organik yang cukup tinggi, gembur dan tidak jenuh. Apabila Mucuna ditanam pada tanah yang tergenang akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif terganggu. Untuk pertumbuhan Mucuna bracteata secara umum dapat tumbuh baik pada kisaran pH 4,5 - 6,5 (Harahap dan Subronto, 2004). Tanaman Mucuna mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tanah asam (pH 5) sampai basa (pH 8), dengan kondisi tanah yang miskin hara tanaman ini mampu menghasilkan bahan organik dari sisa-sisa tanaman sebesar 1,75 ton/ha (Setiawan, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Perbanyakan Mucuna bracteata Mucuna bracteata dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif dan perbanyakan vegetatif. Perbanyakan dengan cara vegetatif dapat dilakuakan dengan stek dan penyusuan. Perbanyakan vegetatif melalui stek berdasarkan hasil penelitian di kebun Tinjoan memiliki kelemahan yaitu perbanyakan ini sangat rentan terhadap kematian (tingkat kematian di atas 90%). Kegagalannya disebabkan sulitnya mendapatkan bahan stek yang baik, berupa ruas yang bulu akarnya mulai muncul, kurangnya penyesuaian aklimatisasi setelah stek dipotong dari tanaman induknya untuk dipindahkan ke lapangan (Sebayang et al., 2002). Perbanyakan secara generatif pada Mucuna bracteata memiliki

keunggulan antara lain perbanyakan dengan cara ini dapat dilakukan pada awal atau akhir musim hujan, sehingga perbanyakan ini dapat dilakukan tanpa menyesuaikan waktu tanam. Hasil perbanyakan generatif ini memiliki perakaran yang cukup baik sehingga pada saat pemindahan bibit di lapangan dapat tumbuh dengan baik (Harahap dan Subronto, 2004). Hasil penelitian tahun 2007 menunjukkan bahwa peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia) telah berhasil mengembangkan teknologi perbanyakan generatif Mucuna bracteata melalui penelitian yang dilakukan di Berastagi, Kabupaten Tanah Karo dan di Sibosur, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Jumlah polong yang mampu menghasilkan biji berkisar 3 - 15 polong per tangkai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produksi biji di Sibosur secara umum lebih rendah daripada di Berastagi, namun viabilitasnya

Universitas Sumatera Utara

lebih baik yaitu 90% untuk biji Mucuna bracteata dari Sibosur dan 80% untuk biji Mucuna bracteata dari Berastagi. Perbanyakan generatif memiliki kelemahan antara lain perbanyakan melalui biji menghasilkan persentase daya kecambah sangat rendah, dikarenakan biji Mucuna bracteata memiliki kulit yang keras sehingga dalam perbanyakan melalui biji memerlukan perlakuan khusus seperti pengguntingan kulit biji (skarifikasi), perendaman dengan air panas dan perendaman dengan asam sulfat pekat dengan konsentrasi 85% selama 30 menit (Sebayang et al., 2002). Perkecambahan Biji Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponenkomponen biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. Komponen biji tersebut adalah bagian kecambah yang terdapat di dalam biji, misalnya radikula dan plumula (Sudjadi, 2006). Perkecambahan merupakan suatu proses di mana radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis

(Salisbury dan Ross, 1995). Proses perkecambahan biji merupakan rangkaian kompleks dari

perubahan-perubahan morfologi dan biokimia. Tahap pertama perkecambahan benih dimulai dari proses penyerapan air oleh benih diikuti melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Setelah biji menyerap air, maka biji akan menghasilkan hormon tumbuh yaitu giberallic acid (GA) yang berfungsi untuk menstimulir kegiatan enzim-enzim di dalam biji. Tahap kedua dimulai dengan

Universitas Sumatera Utara

kegiatan sel-sel dan enzim serta naiknya respirasi benih. Tahap ketiga terjadinya peruraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentukbentuk terlarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat merupakan asimilasi dari bahan yang telah diuraikan dari karbohidart, lemak dan protein ke daerah meristematik untuk menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan selsel baru. Tahap kelima merupakan pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel pada titik tumbuh tunas (Utomo, 2002). Proses perkecambahan dipengaruhi oleh oksigen, suhu, dan cahaya. Oksigen dipakai dalam proses oksidasi sel untuk menghasilkan energi. Perkecambahan memerlukan suhu yang tepat untuk aktivasi enzim.

Perkecambahan tidak dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat merusak enzim. Pertumbuhan umumnya berlangsung baik dalam keadaan gelap. Perkecambahan memerlukan hormon auksin dan hormon ini mudah mengalami kerusakan pada intensitas cahaya yang tinggi. Karena itu di tempat gelap kecambah tumbuh lebih panjang daripada di tempat terang. (Syamsuri, 2004). Faktor-faktor penghambat perkecambahan benih dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terdiri dari tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih, zat penghambat perkecambahan misalnya larutan NaCl, herbisida dll. Faktor luar yang menghambat

perkecambahan benih terdiri dari air, temperatur, cahaya, nutrisi, oksigen, dan media tumbuh (Sutopo, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Salah satu faktor penghambat perkecambahan adalah dormansi benih. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh kulit benih yang keras dan keadaan fisiologis embrio. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan, misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati (Saenong et al., 1989). Tanaman leguminosae adalah salah satu jenis tanaman yang mempunyai dormansi benih yang disebabkan oleh faktor fisik benih karena memiliki kulit biji yang keras. Dormansi dari jenis leguminosae sangat beragam, untuk jenis mucuna masa dormansi benih berkisar antara satu sampai dua bulan (Purwanto, 2007). Pretreatment atau perawatan awal pada benih, merupakan salah satu upaya yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (http://elisa. ugm. ac. id, 2007). Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai