Anda di halaman 1dari 21

BAB I PENDAHULUAN A.

DEFINISI Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru-paru yang umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit, akan tetapi dapat pula disebabkan iritan bahan kimia atau benda asing yang teraspirasi. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada. Pneumonia dapat mengenai bayi, anak-anak, remaja, maupun orangtua. Angka kejadian pneumonia sekitar 15-20%. Pneumonia lebih banyak ditemukan pada anak-anak dengan insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Pneumonia dapat di klasifikasikan berdasarkan klinis dimana atau bagaimana peradangan ini didapat, penyebab dan berdasarkan anatomi atau penampakan patologi dari paru-paru yang terlibat. Pneumonia menurut Ackerman (2011) terbagi dalam Acute interstitial pneumonia (AIP), Organizing pneumonia, Lipoid pneumonia, Aspiration pneumonia, Eosinophilic pneumonia, Pneumocystis pneumonia dan pneumonia lain, sedangkan menurut Robbins (2010) terbagi dalam Community-acquired acute pneumonia, Community-acquired atypical pneumonia, Hospital-acquired pneumonia, Aspiration pneumonia, dan pneumonia kronis. Gambaran histopatologi akan tampak reaksi peradangan pada parenkim paru, disekitar bronkiolus dan alveoli. Septum antar alveoli biasanya mengandung sel radang yang terdiri atas sel limfosit, histiosit, dan kadang-kadang sel plasma, dan dapat juga tampak pembentukan membrane hialin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus. Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil, segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen. Darah yang akan dideoksigenasi dibawa oleh arteri pulmonalis. Jaringan paru-paru mendapat nutrisi dan oksigen dari arteri Bronchiales kiri dan kanan. Vena bronchiales membawa darah veous dari paru ke vena azygos, vena hemiazygos, atau vena intercostalis posterior. Plexus pulmonalis anterior dan posterior di depan dan belakang radix pulmonalis dibentuk oleh cabang-cabang nervus vagus yang terdiri dari serabut-serabut parasimpatis dan truncus sympathetis. Serabut-serabut eferen simpatis bersifat bronchodilator dan vasodilator, demikian pula serbut-serabut eferen parasimpatis disamping bekerja juga sebagai pemacu sekresi kelenjar. Serabut aferen berasal dari mukosa bronchus dan baroreseptor dinding alveoli. Serabut-serabut ini berjalan didalam syaraf simpatis dan parasimpatis menuju alveoli sistem syaraf pusat. Percabangan bronkus dimulai dari bronkus primer yang akan masuk ke paru melalui hilus yang akan bercabang menjadi bronkus sekunder (lobar), bercabang menjadi bronkus tersier (segmental), bercabang menjadi bronkiolus terminalis. Ke arah distal bronkiolus terminalis, yang akan bercabang menjadi 2 atau lebih bronkiolus respiratorius, semakin ke

distal akan membentuk duktus alveolaris yang akan berakhir di sakus alveolaris yang akan berisi kumpulan alveoli. Trakea hingga bronkiolus dilapisi oleh epitel kolumnar berlapis semu, bersilia, dan bersel goblet yang semakin ke distal semakin memendek seperti sel kuboid dengan silia dan sel goblet yang semakin sedikit. Pada dinding bronkus terdapat tulang rawan hialin dan kelenjar seromukosa, sedangkan pada bronkiolus hingga alveoli tidak terdapat lagi tulang rawan dan kelenjar pada dinding mukosanya. Lapisan otot polos terdapat pada dinding bronkus, lebih menonjol pada bronkiolus, dan tidak dijumpai lagi pada alveoli. Duktus alveolaris sampai alveoli dilapisi sel alveolar gepeng yang sangat tipis Alveoli merupakan tempat terjadi pertukaran gas. Pada dinding alveoli terdapat sel endotel yang melapisi kapiler, sel alveolar gepeng (sel pneumosit tipe I) yang berfungsi untuk melindungi permeabilitas pertukaran gas. Sel pneumosit tipe II yang akan berfungsi untuk regenerasi sel pneumosit dan penghasil surfaktan.

B. KLASIFIKASI Pneumonia di klasifikasikan dalam beberapa kelompok; menurut penyakit bawaan; menurut tempat asal terjadinya infeksi; menurut hasil rontgen, dan menurut gambaran klinis. 1. Menurut penyakit bawaan, yatu: Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 2. Menurut tempat asal terjadinya infeksi, yaitu:

Community acquired pneumonia (CAP; pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah), juga termasuk Pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. Kuman penyebab sama seperti pada pneumonia primer( liat atas). Nosokomial pneumonia atau hospital acquired pneumonia (HAP, pneumonia yang terjadi di rumah sakit), infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau

bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP. 3. Menurut gambaran klinis, yaitu:

Typical pneumonia, infeksi radang paru dengan gejala yang khas. Gejala yang khas (typical) dari pneumonia yaitu munculnya secara tiba-tiba di ikuti dengan batuk berdahak, demam dalam waktu singkat dan menggigil, dan sesak napas(dyspnea). Sekitar 30% hanya merasakan sakit dada yang hebat (pleura) sebagai gejala utama tanpa di ikuti simptom khas pneumonia. Selain itu penderita cepat lelah, tidak nafsu makan, berkeringat dan rasa mual. Atypical pneumonia sebagai kebalikannya Pneumonia lobaris. Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan. Bronkopneumonia. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Pneumonia interstitial. Dapat dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral.

4. Menurut predileksi infeksi

C. EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Di Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2 tahun. UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis pada musim hujan. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan ( morbiditas ) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%. D. ETIOLOGI Etiologi pneumonia sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme ( virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia/benda asing yang teraspirasi atau bahkan tidak diketahui. Umumnya mikroorganisme dapat sampai ke paruparu melalui saluran nafas atas, akan tetapi penyebaran hematogen dari organ lain dapat pula terjadi. Pneumonia dapat terjadi jika mekanisme pertahanan pada saluran pernafasan bawah terganggu atau jika resistensi pejamu menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi mencakup adanya penyakit kronik, defisiensi immunologik dan pengobatan immunosupresif. Beberapa hal yang dapat menyebabkan mekanisme pertahanan terganggu adalah hilangnya atau tertekannya reflek batuk, cedera pada perangkat mukosilia, gangguan pada fungsi fagositik makrofag alveolus, kongesti dan edema paru serta adanya akumulasi sekresi.

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya infeksi. Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.

Umur

Penyebab yang sering

Penyebab yang jarang

Lahir-20 hari

Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenes

Bakteria Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus Bakteria Bordetella pertusis Haemophillusinfluenza type B & non typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum Virus Cytomegalovirus Bakteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcus aureus Virus Varicella zoster virus

3 minggu-3 bulan 4 bulan-5 tahun 5 tahun- remaja

Bakteria Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus 1,2 and 3 Adenovirus Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles Bakteria Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae

Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureus Virus Adenovirus Epstein barr virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis terjadinya infeksi


Communityy-acquired acute pneumonia Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae Moraxella catarrhalis Staphylococcus aureus Legionella pneumophila Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp. Community-acquired atypical pneumonia Mycoplasma pneumonia Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis) Coxiella burnetii (Q fever) Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children); influenza A and B (adults); adenovirus (military recruits); SARS virus Hospital-acquired pneumonia Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia marcescens, Escherichia coli) and Pseudomonas spp. Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant) Pneumonia kronis

Nocardia Actinomyces Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

E. PATOGENESIS Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paruparu. Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan

cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya) Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi) Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium akhir (resolusi) Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.

F. DIAGNOSIS Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

1. Gambaran Klinis Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: Gejala Mayor: 1.batuk 2.sputum produktif 3.demam (suhu>37,80c) Gejala Minor: 1. sesak napas 2. nyeri dada 3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik 4. jumlah leukosit >12.000/L Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadangkadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut 2. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 3. Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:

Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis. Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler. Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus). Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya

merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus

1.Pneumonia Lobaris Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.
1. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

Merupakan Pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer. 2. Pneumonia Interstisial Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitial pada seorang pria berusia 19 tahun. (A) Menunjukkan area konsolidasi di prcabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow upselama 2 tahun menunjukkan area komsolidasi yang 4. Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. G. PENATALAKSANAAN Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah. Penderita yang tidak dirawat di RS

irreguler

tersebut

berkembang

menjadi

bronkiektasis

atau

bronkiolektasis (tanda panah).

Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres Minum banyak Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran Antibiotika

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 : Penatalaksanaan Umum Pemberian Oksigen

Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung. Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO (Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan: Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi. Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan. Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita. Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang.
Kategori Kategori 1 Keterangan - Usia penderita < 65 tahun - Peny.Penyerta (-) - Dapat berobat jalan Kuman Penyebab -S.pneumonia -M.pneumonia -C.pneumonia -H.influenzae -Legionale sp -S.aureus -M,tuberculosis -Batang Gram (-) -Azitromisin 1x500mg -Rositromisin 2x150 mg 1x300 mg Obat Pilihan I -Klaritromisin 2x250 mg Obat Pilihan II - Siprofloksasin 2x500mg Ofloksasin 2x400mg -Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg -Doksisiklin atau atau

2x100mg Kategori 2 - Usia penderita > 65 tahun - Peny.Penyerta (+) - Dapat berobat jalan - S.pneumonia - Virus - H.influenzae - Batang gram (-) - Aerob - S.aures - M.catarrhalis Kategori 3 - Pneumonia berat. - Legionalle sp - S.pneumoniae - Betalaktam - Sefalosporin Generasi 2 atau - Betalaktam + Penghambat Betalaktamase makrolid + - Piperasilin + Tazobaktam - Sulferason - Trimetroprim +Kotrimoksazol - Sepalosporin generasi 2 - Makrolid - Levofloksasin - Gatifloksasin - Moxyfloksasin

-Perlu dirawat di RS, - H.influenzae tapi tidak perlu di - Polimikroba ICU termasuk Aerob - Batang Gram (-) - Legionalla sp - S.aureus - Virus - C.pneumoniae Kategori 4 - Pneumonia berat ICU - M.pneumoniae - S.pneumonia - Batang Gram (-) aerob - M.pneumonia - Virus - H.influenzae - M.tuberculosis Jamur endemic

- Perlu dirawat di - Legionella sp

- Sefalosporin - Carbapenem/ Generasi 3 meropenem (antipseudomonas) - Vankomicin + makrolid - Sefalosporin generasi 4 - Sefalosporin Generasi kuinolon 3 + - Linesolid - Teikoplanin

Penyebab tersering pada usia muda : Streptokokus (Str) pneumonia Penyebab tersering pada Lansia : Str.pneumoniae, H.influenzae, Stafilokokus (St) aureus, batang Gr (-) H. DIAGNOSIS BANDING Differential Diagnosis dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut: A.Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PA B. Atelektasis Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA C. Efusi Pleura Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign, tanda khas pada efusi pleura.

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Terutama apabila dari pemeriksaan fisik

memang menunjukan kelainan di paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto thorax. Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat menunjang penegakan diagnosis yang tepat. Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium. Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura dilihat dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan mediastinum ke arah yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai