Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, tidak menjadi pengalaman operasi yang buruk bagi pasien dan dokter bedah. Sebagai tambahan pasien yang tenang akan sangat mambantu bagi seorang dokter gigi. Operasi dentoalveolar dan prosedur operasi gigi minor lainnya yang dilakukan pada pasien rawat jalan sangat tergantung pada anestesi lokal yang baik.(1) Menurut istilah, anastesi local (anastesi regional) adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa desertai dengan hilangnya kesadaran. Anastesi local merupakan aplikasi atau injeksi obat anestesi pada daerah spesifik tubuh, kebalikan dari anastesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Local anastesi memblok secara reversible pada system konduksi saraf pada daerah tertentu sehingga terjadi kehilangan sensasi dan aktivitas motorik. Anastesi lokal juga berfungsi sebagai terapi, salah satunya yaitu gigi geligi yang harus dilakukan eksodonsi. Eksodonsi hanya dilakukan pada kondisi gigi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan perawatan lanjutan dan sudah tidak dapat dipertahankan posisinya dalam lengkung rahang. Beberapa teknik eksodonsi gigi dapat dilakukan sesuai dengan kondisi gigi dan kondisi umum setiap pasien. Kondisi umum pasien dapat dilihat dari keadaan vital yang menjadi salah satu acuan penting indikasi atau kontraindikasi dilakukannya eksodonsi. 1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan anastesi lokal :
a. Jenis obat anastesi lokal b. Farmakologi dan farmakokinetik obat anastesi lokal c. Teknik anastesi lokal d. Teknik anastesi pada maksila dan mandibula e. Komplikasi anastesi lokal
2. Menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan eksodonsi :
a. Teknik eksodonsi
1
b. Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan eksodonsi c. Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi d. Komplikasi eksodonsi 1.3 Tujuan Mengerti dan memahami segala hal yang berhubungan dengan anastesi lokal dan eksodonsi pada kedokteran gigi khususnya.
2.1. GIGI PERSISTENSI Persistensi gigi sulung adalah suatu keadaan dimana gigi sulung belum tanggal walaupun waktu tanggalnya sudah tiba. Keadaan ini sering dijumpai pada anak usia 6-12 tahun. Persistensi gigi sulung tidak mempunyai penyebab tunggal tetapi merupakan gangguan yang disebabkan multifaktor, salah satu penyebabnya adalah gangguan nutrisi. Gangguan nutrisi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan gigi. Gangguan akan konsumsi vitamin A dapat menyebabkan terganggunya proses kalsifikasi dari dentin dan enamel. Hal ini mengakibatkan proses erupsi menjadi terhambat sehingga terjadi persistensi. Gigi susu akan tanggal beberapa saat sebelum gigi permanen pengganti erupsi. Namun sering dijumpai kasus dimana gigi susu tidak tanggal walaupun gigi permanen pengganti sudah erupsi yang disebut persistensi. Persistensi dapat terjadi karena berbagai faktor penyebab. Adanya persistensi dapat menyebabkan gangguan erupsi gigi permanen pengganti, sehingga dapat menimbulkan bermacam-macam anomali, Anomali yang disebabkan persistensi dapat diatasi dengan perawatan ortodonti. Perawatan anomali dilakukan untuk mendapatkan oklusi yang ideal serta estetis yang baik. Ada macam-macam dari gigi persistensi, yaitu sbb : 1. Gigi I2|I2 Persistensi Erupsi gigi Insisiv Erupsi gigi insisisiv atas permanen akan terjadi di palatinal gigi insisiv atas sulung yang disertai dengan resorbsi akar gigi susu sampai pada suatu saat gigi susu akan tanggal. Dilihat dari anterior pada waktu gigi I1 atas erupsi seringkali gigi ini juga mempunyai diastema yang akan menutup dengan sendirinya pada periode-periode selanjutnya. Pada tahap selanjutnya gigi I lateral atas akan erupsi. Gigi ini akan erupsi sedikit di sebelah palatinal I1. Pada waktu gigi ini erupsi arahnya juga lebih ke lateral. Hal ini disebabkan karena tekanan dari gigi kaninus yang mengenai daerah apical I
3
lateral. Tekanan ini m,enyebabkan inklinasi gigi berubah dan terpusat pada apeksnya, dan inklinasi yang menyebar ini disebut Sun-Rays appearance. Kedudukan gigi kaninus yang miring yang menekan akar gigi I2 disebut sebagai Ugly duckling stage of eruption. Sesudah gigi kaninus erupsi lebih lanjut gigi ini akan mengikuti distal dari I2 dan tekanan yang ditimbulkannya menggeser I2 dan I1 ke tempatnya, sehingga diastema akan tertutup kembali. Gigi susu Persistensi Gigi susu seringkali tetap ada lebih dari waktu normal bila gigi tetap pengganti tidak ada atau tergeser. Sebagai contoh kaninus atas susu tetap ada bila kaninus tetap bergeser ke palatal. Tetapi pada beberapa keadaan , retensi gigi susu akan menghalangi erupsi atau menggeser gigi penggantinya. Sebagai contoh bila akar insisivus susu tidak terresorbsi normal insisivus tetap akan tergeser ke lingual. Pemeriksaan Subjektif dan Objektif Pada Gigi Persistensi: Pemeriksaan Intra oral (rongga mulut) dengan alat - alat dasar kedokteran gigi Diharapkan agar kecemasan yang dirasakan oleh anak pada kedatangannya dapat dikurangi atau dihilangkan selama periode pencatatan riwayat. Kemudian, anak juga harus duduk tenang pada kursi perawatan. Pada anak yang sangat muda, pendekatan sebaiknya dilakukan olleh dokter gigi dengan menanyakan berapa banyak gigimu? ; ini tentunya kurang menakutkan bagi anak daripada saya ingin lihat gigi-gigimu. Jika anak masih tidak mau duduk pada kursi perawatan, orang tua harus diminta untuk memangku anak dengan kepala ditahan dengan lengan kanan orang tua. Pada posisi ini anak akan merasa aman, orang tua dapat membantu menahan gerakan- gerakan yang tidak diinginkan. Pendekatan yang di jelaskan di atas jelas tidak praktis pada anak yang lebih dewasa yang terlalu besar untuk dipangku. Jika anak sudah besar dan kooperatif setelah perencanaan riwayat dan tidak mau duduk pada kursi perwatan, lebih baik menunda pemeriksaan mulut dan dengan proses pembentukan tingkah laku dengan cara berbeda, misalnya penjelasan kesehatan mulut.
Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara reversible sepanjang akson dan membran saraf dan membran eksitabel lainya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama pembangkit potensial aksi. Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk menghambat sensasi sakit dari atau impuls vasokontriktor simpatis ke bagian tubuh yang diisolasi oleh Nieman pada tahun 1860. kokain diperkenalkan dalam penggunaan klinik oleh Koller, pada tahun 1884, sebagai suatu anestesi oftalmik. Obat ini kemudian segera diketahui mempunyai kerja adiksi SSP yang kuat, tetapi sebelumnya hanya digunakan sebagai anestesi local secara luas selama 30 tahun. Dalam usaha memperbaiki sifat kokain, pada tahun 1905 Einhorn telah mensintesis prokain, yang kemudian menjadi anestesi local dominan selama 50 tahun kemudian. Sejak 1905, sudah banyak obat anestesi lokal disintesis. Tujuan usaha ini adalah untuk mengurangi iritasi lokal dan kerusakan jaringan, memperkecil toksisitas sistemik, mula kerja yang cepat dan kerja yang lama. Lidokain akhirnya merupakan obat yang paling populer, disintesis pada tahun 1943 oleh Lofgreen dan dinyatakan sebagai prototipe obat anestesi lokal. Belum tersedia saat ini obat anestesi lokal yang ideal, dan pengembangan obat baru masih harus diteliti. Namun walaupun relatif mudah untuk mensintesis suatu zat kimia yang mempunyai efek anestesi lokal, tetapi sangat sulit untuk mengurangi efek toksik yang lebih kecil dari obat yang ada saat ini. Alasan utama kesulitan tersebut adalah kenyataan bahwa toksisitas yang sangat serius dari obat anestesi lokal merupakan perluasan efek terapinya pada otak dan sistem sirkulasi. FARMAKOLOGI DASAR ANESTESI LOKAL Umumnya obat anestesi lokal terdiri dari sebuah gugus lipofilik (biasanya sebuah cincin aromatik) yang berikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk suatu ester atau amida) yang terikat pada suatu gugus yang terionisasi. Anestesi lokal bersifat basa lemah. Untuk aplikasi terapeutik, biasanya dibuat sebagai garam agar mudah larut dan lebih stabil. Di dalam tubuh, obat akan menjadi basa tanpa muatan atau sebagai kation. Proporsi relatif kedua bentuk ini dapat dihitung dari pKa-nya dan pH cairan tubuh sesuai dengan persamaan Henderson-hasselbalch: Log bentuk kation = pKa - pH Bentuk tak bermuatan, karena pKa anestesi lokal umumnya berkisar antara 8,0-9,0 maka fraksi terbesar dalam cairan tubuh pada pH faali menjadi bermuatan, yaitu bentuk kation. Bentuk kation ini diperkirakan merupakan bentuk yang paling aktif pada bagian
5
reseptor (obat kationik tidak dapat meningglkan saluran tertutup dengan mudah), tetapi bentuk tak bermuatan menjadi sangat penting untuk menjadi penetrasi cepat ke dalam membran biologik : reseptor anestesi lokal tidak dapat dilewati dari sisi eksternal membran sel. FARMAKOLOGI KLINIK ANESTESI LOKAL Anestesi lokal menyebabkan analgesia sementara tetapi lengkap dari bagian tubuh yang berbatas tegas. Cara pemberian biasanya dengan aplikasi topikal, suntikan pada daerah akhiran saraf perifer dan bundel batang saraf dan instilasi ke dalam jaringan epidural dan ruang subarakhnoid yang mengelilingi medula spinalis. Selain itu, hambatan serabut simpatis otonom dapat digunakan untuk mengevaluasi peran tonus simoatis pada pasien dengan vasospasme perifer. Pilihan anestesi lokal untuk suatu prosedur tertentu biasanya berdasarkan atas lama kerja obat yang dibutuhkan. Prokain dan kloroprokain bekerja dengan singkat, lidokain, mepivakain, dan prilokain masa kerjanya menengah, sedangkan tetrakain, bupivakain dan etidokain bekerja dengan lama. Efek anestesi obat yang bekerja singkat dan menengah dapat diperpanjang dengan meningkatkan dosis atau menambah zat vasokonstriktor, seperti epinefrin atau felinefrin. Vasokonstriktor menahan hilangnya obat dari tempat suntikan. Selain itu, akan menurunkan kadar obat dalam darah sehingga memperkecil kesempatan toksisitas. Mula kerja anestesi lokal kadang kala dapat dipercepat dengan menggunakan larutan jenuh dengan CO2 (karbonisasi). Kadar CO2 jaringan yang tinggi menyebabkan asidosis intraseluler (CO2 mudah melintas membran), yang kemudian menimbulkan tumpukan bentuk kation anestesi lokal. Suntikan anestesi lokal yang berulang selama anestesi epidural menyebabkan hilangnya keefektifan (takifilaksis). Hal ini merupakan akibat dari asidosis ekstrasel lokal. Anestesi lokal biasanya dipasarkan sebagai garam hidroklorid (pH 4,0-6,0). Setelah suntikan, garam tadi didapar dalam jaringan menjadi pH fisiologi, sehingga dapat melepas basa bebas yang cukup untuk berdifusi melalui membran akson. Namun, penyuntikan berulang akan menghilangkan tersedianya penyanggga lokal. Asidosis yang terjadi akan meningkatkan bentuk kation ekstrasel, yang kurang mampu berdifusi kedalam akson. Hasil klinik ini adalah takifilaksis, terutama daerah yang persediaan penyangganya terbatas seperti cairan serebro spinalais.
6
2.3. Teknik Injeksi Anestesi Lokal a. Injeksi Supraperiosteal Teknik Dengan menggunakan kasa atau kapas yang diletakkan di antara jari dan membrane mukosa mulut, tariklah pipi atau bibir serta membran mukosa yang bergerak ke arah bawah untuk rahang atas dan ke arah atas untuk rahang bawah, untuk memperjelas daerah lipatan mukobukal atau mukolabial. Garis yang membatasi mukosa bergerak dan tidak bergerak bias diperjelas dengan mengulaskan Iodine pada jaringan tersebut. Membran mukosa akan berwarna lebih gelap daripada mukoperiosteum. Suntiklah jaringan pada lipatan mukosa dengan jarum mengarah ke tulang dengan mempertahankan agar bevel mengarah ke tulang dan jarum sejajar bidang tulang. Lanjutkan tusukan jarum menyelusuri periosteum sampai ujungnya mencapai setinggi akar gigi. Untuk menghindari gembungan pada jaringan dan mengurangi rasa sakit, deponirlah larutan dengan perlahan. Setelah posisi jarum tepat, deponirkan 1-2cc anestetikum. Injeksi yang perlahan akan memperkecil atau mengurangi rasa sakit. Diharapkan anestesi akan terjadi dalam waktu 5 menit
Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganestesi Gigi Insisivus Sentral Atas Titik suntikan pada lipatan mukolabial. Anestetikum dideponir sedikit diatas apeks akar gigi. Injeksi perlahan sedikit demi sedikit. Karena adanya persitumpangan serabut-serabut dari sisi yang lain, mungkin perlu dilakukan injeksi pada apeks gigi insisivus sentralis sisi yang lain, baik untuk dentistry operatif atau untuk ekstraksi. Dengan mengarahkan jarum menyilang garis tengah injeksi ini dapat diperoleh dengan hanya satu kali suntikan. Injeksi ini biasanya cukup untuk prosedur dentistry operatif. Tetapi anestesi yang dalam untuk prosedur operatif gigi insisivus sentral dan gigi anterior yang lain hanya bisa
7
dilakukan dengan penambahan injeksi palatal. Untuk ekstraksi dan bedah periodontal, diperlukan juga injeksi palatinal. Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganestesi Gigi Insisivus Lateral Atas Tekniknya mirip dengan prosedur sebelumnya yaitu mendeponir anestetikum sedikit di atas apeks akar. Perlu diingat bahwa apeks gigi insisivus lateral terletak pada fossa incisive yang merupakan cekungan. Apabila sebelum penusukan dilakukan palpasi untuk menentukan kontur tulang terlebih dahulu, maka akan memudahkan penempatan anestetikum. Injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi dan perawatan periodontal, diperlukan injeksi palatinal pada titik tengah antara margin gingival dan garis tengah, di region insisivus lateral.
Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Gigi Kaninus Atas Titik suntikan pada lipatan mukolabial, pada titik tengah antara akar kaninus dan insisivus lateral. Jarum kemudian digerakkan sedikit kearah distal menuju ke titik setinggi apeks akar gigi kaninus. Apeks terletak setinggi dasar rongga hidung. Kontur akar gigi bias dirasakan dengan palpasi. Larutan injeksi dideponir perlahan, sedikit di atas apeks akar gigi. Injeksi ini biasanya cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah periodontal harus juga ditambah injeksi palatinal pada regio gigi tersebut.
Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Gigi premolar Pertama Atas Titik suntiknya pada lipatan mukobukal. Anestetikum dideponir sedikit di atas apeks gigi premolar pertama kemudian injeksi perlahan-lahan sedikitdemi sedikit. Pada sebagian besar kasus injeksi ini sudah cukup untuk prosedur operatif.injeksi ini juga akan menganestesi gigi premolar kedua dan akar mesial molar pertama karena dapat memblok n.alveolaris superior medius ketika saraf ini melengkung ke distal untuk
8
mensuplai gigi tersebut. Dengan menggunakan jarum yang tajam dan anestesi permukaan yang baik, injeksi ini dapat dilakukan tanpa rasa sakit. Untuk bedah periodontal dan ekstraksi gigi harus ditambah dengan injeksi palatinal. Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Premolar Kedua dan Akar Mesiobukal Molar Pertama Atas Titik suntikan terdapat di lipatan mukobukal. Anestetikum dideponir sedikit di atas apeks akar premolar kedua. Injeksi perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Injeksi ini biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Sedangkan untuk ekstraksi dan bedah periodontal diperlukan injeksi palatinal. Akar mesial molar pertama terletak pada processus zygomaticus yang padat. Seringkali kontur tulang ini sedemikian rupa sehingga sulit untuk mendeponir anestetikum tepat di atas apeks. Oleh karena itu, anestetikum sebaiknya dideponir di sekitar apeks akar premolar kedua. Dengan cara ini, anestetikum mencapai nervus sebelu saraf masuk ke dalam bagian tulang yang padat tersebut. Untuk melengkapi anestesia pada gigi molar pertama untuk prosedur operatif, dapat dilakukan injeksi supraperiosteal. Untuk ekstraksi gigi perlu ditambahkan injeksi palatinal.
Injeksi Supraperiosteal Untuk Menganastesi Gigi Insisivus BAwah Karena kepadatan struktur tulang mandibula menyulitkan anestesi gigi-gigi mandibula dengan metode injeksi supraperiosteal, maka dianjurkan untuk menggunakan injeksi blok. Titik suntikan pada lipatan mukolabial dan arahkan jarum hati-hati ke bawah sampai ujung jarum setinggi apeks akar gigi. Gigi Insisivus bawah terlihat mempunyai akar-akar yang pendek. Jika jarum dimasukkan terlalu dalam, anestetikum akan terdeponir ke dalam m. mentalis dan mengakibatkan kegagalan anestesi. Keempat gigi anterior bawah dapat dianestesi dengan melakukan injeksi pada kedua sisi lateral garis tengah. Injeksi ini juga akan memblok serabut-serabut yang bersitumpang menuju gigi insisivus bawah, sesudah diakukan injeksi n. mentalis dan n. mandibularis.
9
b. Injeksi Blok Injeksi Zigomatik Titik suntikan terletak pada lipatan mukosa tertinggi di atas akar distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dan ke dalam dengan kedalaman kurang lebih 20 mm. ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum untuk menghindari masuknya jarum ke dalam plexus venous pterygoideus. Injeksi zigomatik ini biasanya tidak dapat menganestesi akar mesiobukal molar pertama atas. Karena itu, apabila gigi tersebut perlu dianestesi untuk prosedur operatif atau ekstraksi, harus dilakukan injeksi supraperiosteal yaitu di atas premolar kedua. Untuk ekstraksi satu atau semua gigi molar, lakukan injeksi n. palatinus major.
Injeksi Infraorbital Pertama-tama tentukan lekuk foramen infrarbital dengan palpasi. Foramen ini terletak tepat di bawah crista infraorbitalis pada garis vertical yang menghubungkan pupil mata apabila pasien memandang lurus ke depan. Tarik pipi, posisi jari yang mempalpasi jangan dirubah dan tusukkan jarum dari seberang gigi premolar kedua, kira-kira 5 mm ke luar dari permukaan bukal. Arahkan jarum sejajar dengan aksis panjang gigi premolar kedua sampai jarum dirasakan masuk ke dalam foramen infraorbital di bawah jari yang mempalpasi foramen ini. Kurang lebih 2 cc anestetikum dideponir perlahan-lahan. Untuk memperkecil resiko masuknya jarum ke dalam orbital, klinisi pemula sebaiknya mengukur dulu jarak dari foramen infraorbital ke ujung bonjol bukal gigi premolar kedua atas. Kemudian ukuran ini dipindahkan ke jarum. Umumnya jarak tersebut sekitar 1.apabila ditransfer pada syringe jarak tersebut sampai pada titik perbatasan antara bagian yang runcing dengan bagian yang bergerigi. Pada waktu jarum diinsersikan sejajar dengan aksis gigi premolar kedua, ujungnya akan terletak tepat pada
10
foramen infraorbital jika garis batas tepi setinggi ujung bukal bonjol gigi premolar kedua. Jika foramen diraba perlahan, pulsasi pembuluh darah kadang bisa dirasakan. Untuk ekstraksi dan pembedahan diperlukan injeksi palatinal. Bila serabut saraf yang brsitumpang perlu diblok, injeksikan anestetikum di atas apeks akar insisivus sentral pada sisi bersebrangan.
Injeksi Mandibular Palpasi fossa retromolaris dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linea oblique. Dengan barrel (bagian yang berisi anestetikum) syringe terletak di antara kedua premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi mandibula ke arah ramus dan jari. Tusukkan jarum pada pada apeks trigonum pterygomandibular dan teruskan gerakan jarum di antara ramus dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang menutupi facies interna ramus samapi ujungnya berkontak pada dinding posterior selcus mandibularis. Dideponir kurang lebih 1,2 cc anestetikum di sekitar n. alveolaris inferior. N. lingualis biasanya teranestesi dengan cara mendeponirkan sejumlah kecil anestetikum pada pertengahan perjalanan masuknya jarum.
Injeksi Mentalis Tentukan letak apeks gigi premolar bawah. Foramen biasanya terletak di dekat salah satu apeks akar gigi premolar tersebut. Tariklah pipi ke arah bukal dari gigi permoar. Masukkan jarum ke dalam membran mukosa diantara kedua gigi premolar kurang lebih 10 mm eksternal dari permukaan bukal mandibula. Posisi syringe membentuk sudut 45 terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke apeks akar premolar kedua. Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang. Kurang lebih cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar kemudian ujung jarum digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke dalam foramen dan dideponir kembali cc anestetikum dengan hati-hati.
11
Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap membentuk sudut 45 terhadap permukaanbukal mandibula untuk menhindari melesetnya jarum ke balik periosteum dan untuk memperbesar kemungkinan masuknya jarum ke foramen.
c. Injeksi N. buccalis Longus Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat didepan gigi molar pertama. Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus mandibula, dengan bevel mengarah ke bawah, ke suatu titik sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahanlahan seperti pada waktu memasukkan jarum melalui jaringan.
d. Injeksi Lingual Suntikkan jarum pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi insisivus, sulit untuk mencapai daerah ini dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini, bisa digunakan hub yang bengkok atau jarum yang dibengkokkan dengan cara menekannya antara ibu jari dan jari lain. Deposisikan sedikit anestesi perlahan-lahan ke dalam mukoperiosteu. Jangagn menggunakan penekanan. Anestesi biasanya timbul dengan cepat.
e. Injeksi N. Nasopalatinus Titik suntikan terletak pada sepanjang papilla incisive yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis tengah menuju canalis palatine anterior. Walaupun anestesi topical bias digunakan untuk membantu menguranngi rasa sakit pada titik suntikan, anestesi ini mutklak harus digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Di anjurkan juga untuk melakukan anestesi permulaan pada jaringan yang akan dilalui jarum.
12
Tentukan titik tengah garus kayal yang ditarik antara tepi gingival molar ketiga atas di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestesi sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral. Karena hanya bagian n. palatinus major yang keluar dari foramen palatinus majus yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponiranestesi dalam jumlah besar pada orifisum foramen akan menyebabkan teranestesinya n. palatinus mesius sehingga palatum molle menjadi kebas. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya gagging .
g. Injeksi Sebagian Nervus Palatinus Nervus palatinus bisa diblok pada sembarang titik sepanjang perjalanannya dari foramen palatium major ke arah depan. Jadi anestesi mukoperiosteum palatum didapatkan dari titik injeksi ke depan, ke regio kaninus. Injeksi ini biasanya digunakan hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.
h. Injeksi Intraseptal Dua gigi yang berdekatan dengan septum yang diinjeksi sebaiknya diisolasi dengan tampon atau gulungan kapas, sebelumnya gigi dan gingival sebaiknya diolesi antiseptic. Dengan bur intraseptal steril dalam handpiece lubangilah jaringan tepat di bawah papilla intedental dan tekanlah bur kuat-kuat sampai mencapai tulang. Handpiece distabilisir dengan meletakkan ujung jari ketiga dan keempat pada gigi didekatnya. Setelah semua siap, yaitu kepala pasien ditahan untuk menghindari gerakan mendadak, tangan operator stabil, dan bur mengarah pada sudut 45 terhadap sumbu panjang gigi, motor dapat dihidupkan. Bur akan menembus tulang kortokal dan masuk ke dalam tulang kanselus, operator akan merasakan perasaan yang mirip seperti ketika bur menembus kamar pulpa. Kedalamannya dianggap cukup apabila sudah mencapai tulang kanselus. Setelah bur dikeluarkan, operator harus melepaskan handpiece, menggantinya
13
dengan syringe dan mengarahkan jarum ke lubang pengeboran tanpa merubah posisi atau melepaskan tahanan pada kepala pasien. Jika setitik darah kelihatan menutupi titik injeksi, tekanlah kasa steril atau kapas kuat-kuat pada jaringan gingival sampai perdarahan berhenti. Bila jarum sudah masuk ke tulang kanselus, deponirkan cc anestetikum perlahan-lahan. Pendeponiran jangan dilakukan dengan tekanan. Pulpa dari gigi-gigi yang berdekatan akan segera teranestesi.
Nervus V atau nervus trigeminus memiliki 3 cabang: 1. Nervus Ophtalmicus Nervus ini keluar dari cranium melalui orifisium atau fissura pada dinding posterior orbita yang disebut fissura orbitalis superior.
2. Nervus Maxillaris Nervus ini meninggalkan cranium melalui foramen rotundum, melintasi fossa pterygopalatina, masuk ke dalam fissura orbitalis inferior dan berjalan sepanjang sulcus infra orbitalis pada facies superior maxillae untuk masuk ke dalam canalis infra orbitalis. Di sini nervus maxillaris akan menjadi nervus infra orbitalis yang
14
berakhir pada foramen infra orbitale dan mengeluarkan cabang ke palpebra inferior, sisi lateral hidung dan labium oris superior. Nervus maxillaris bercabang menjadi 4 bagian: a. Nervus sphenopalatinus Dua nervus sphenopalatina yang pendek ke ganglion sphenopalatina atau disebut juga ganglion meckeliensis dan mengeluarkan percabangan vidian, nervus pharyngeus, nervus palatini minores, nervus palatinus medius, nervus palatinus major, nervus nasopalatinus, dan nervus nasalis superior. Nervus nasopalatinus menginervasi mukoperiosteum di sebelah palatal gigi-gigi anterior atas. Nervus palatinus major berjalan di sepanjang canalis palatinus majus dan keluar melalui foramen palatinus majus untukk menginervasi mukoperiosteum di bagian palatal molar atas dan premolar atas. Bertumpang tindih dengan nervus nasopalatinus di bagian palatal gigi caninus. b. Nervus alveolaris superior posterior Sebelum nervus maxillaris masuk ke dalam fissura orbitalis inferior, bercabang-cabang pada jaringan lunak anterior ganglion meckeliensis, berjalan di bawah permukaan posterior maxilla dan masuk ke dalam foramen alveolaris gigi-gigi molar ketiga, molar kedua, dan molar pertama pada akar palatal dan akar distobukal.
Setelah nervus maxillaris masuk canalis infra orbitalis, pada setengah perjalanan akan bercabang-cabang dan berjalan pada dinding lateral sinus maxillaris untuk menginervasi gigi premolar pertama dan premolar kedua atas serta akar mesiobukal dari gigi molar pertama atas. d. Nervus alveolaris superior anterior Sebelum nervus maxillaris keluar dari foramen infraorbitalis, nervus ini mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-gigi insisivus sentral, insisivus lateral, caninus, membran mukosa labial, periosteum, dan alveolus. 3. Nervus Mandibularis Merupakan saraf terbesar yang keluar dari ganglion gasseri melalui foramen ovale dan bercabang menjadi 3 bagian: a. Nervus buccalis longus Keluar tepat di luar foramen ovale dan berjalan diantara kedua caput muscullus pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk ke pipi melalui muscullus buccinator, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabangnya akan menuju membrana mukosa bukal dan mukoperiosteum di sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah. b. Nervus lingualis Saraf ini berjalan ke bawah superfisial dari muscullus pterygoideus internus berlanjut ke lingual apeks gigi molar ketiga bawah, lalu saraf masuk ke dalam lidah melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga anterior lidah. Nervus ini mengeluarkan percabangan untuk menginervasi mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual. c. Nervus alveolaris inferior Merupakan cabang terbesar dari nervus mandibularis. Saraf ini turun di balik muscullus pterygoideus externus, disebelah posterior dan di bagian luar nervus lingualis, berjalan di antara ramus mandibulae dan ligamen sphenomandibularis lalu masuk ke dalam canalis mandibularis. Dalam perjalanannya pada canalis mandibularis, nervus alveolaris inferior mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-geligi. Percabangannya antara lain: i. Nervus mylohyoideus
16
Merupakan cabang motorik yang keluar dari nervus alveolaris inferior sebelum nervus alveolaris inferior masuk ke dalam foramen mandibularis. Nervus ini akan menginervasi muscullus mylohyoideus dan venter anterior muscullus digastricus. ii. Rami dentalis braevis Cabang dari nervus alveolaris inferior pada canalis mandibularis. Rami ini akan menginervasi gigi molar, premolar, processus alveolaris, dan periosteum. iii. Nervus mentalis Merupakan cabang sensoris yang berjalan keluar dari foramen mentalis untuk menginervasi kulit dan membrana mukosa labium oris inferior. iv. Rami insisivus Rami ini mengeluarkan cabang-cabang kecil untuk menginervasi gigi-gigi insisivus sentral, insisivus lateral, dan caninus.
2.4. Rehabilitatif pasca eksodonsi Bila gigi telah dicabut,soketnya sebaiknya diperiksa,dan setiap fragmen tulang yang patah disingkirkan atau dilakukan pembersihan soket seperlunya.Soket bekas pencabutan kemudian ditekan supaya mengurangi distorsi jaringan pendukung,pasien diperbolehkan berkumur satu kali dengan campuran obat kumur hangat, dan kemudian
17
pasien diinstruksikan untuk menggigit kuat-kuat gulungan kapas atau tampon sampai tedapat bekuan darah dalam soket gigi.Gulungan kapas harus diatur supaya menekan dengan kuat tepi soket yang berdarah dan gulungan kapas dapat juga ditutup dengan selofan steril untuk mencegah penyerapan darah dari soket. Tugas dokter gigi pada pasien belum berakhir dengan penempatan gulungan kapas atau penjahitan yang terakhir.Dokter gigi harus yakin bahwa periode pascaoperatif bebas dari sakit dan sedapat mungkin tidak timbul komplikasi.Analgesik perlu diresepkan bila diperlukan (misalnya : aspirin). Pasien juga harus diinstruksikan agar tidak kumur-kumur terlalu kuat,berolahraga terlalu berat,memberikan rangsangan, atau makan atau minum yang sangat panas sepanjang hari setelah pencabutan untuk mengurangi resiko pendarahan setelah pencabutan.Sebelum diperbolehkan pulang pasien harus diajarkan bagaimana menempatkan gulungan kapas atau sapu tangan bersih yang dilipat pada soket gigi dan digigit dengan kuat supaya dapat menghentikan pendarahan yang mungkin terjadi. Luka bekas pencabutan harus dibersihkan dengan berkumur cairan saline hangat sebelum tidur pada hari pencabutan.Penyembuhan dapat pula dibantu dengan cukup sering berkumur-kumur cairan saline hangat selama 2-3hari setelah pencabutan.Cairan ini dapat dibuat denganmelarutkan 1/2 sendok teh garam dalam segelas air hangat,tapi bukan air panas. Kumur-kumur dilakukan cukup sering terutama pasa daerah pencabutan dan cairan ditahan selama mungkin dalam mulut. Berkumur-kumur cairan tersebut amat berguna terutama bila dilakukan segera setelah makan dan sebelum tidur. Efek anastesi lokal pada bibir,lidah, atau pipi mungkin akan tetap bertahan selama 2-3hari dan selama periode tersebut jaringan lunak dapat rusak karena tergigit. Pasien harus diingatkan akan bahaya ini dan diusahakan untuk kembali lagi bila terjadi suatu komplikasi selama periode penyembuhan.
18
3.1 Anastesi lokal 3.1.1 Jenis obat anastesi lokal Anestetika lokal terdiri dari 3 bagian, gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester. Berdasarkan ikatan ini, anestetika lokal digolongkan menjadi : - senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain) - senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain) Secara umum anestetik local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian: gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatic lipofil melalui suatu gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus antara dan gugus aromatic dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka secara kimia anestetik local digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid. Yang tergolong kedalam golongan amida (-NHCO-): Lidokain (xylocaine, lignocaine), mepivakain (carbocaine), prilokain (citanest), bupivacain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (neupercaine), ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine). Obat baru pada dasarnya adalah obat lama dengan mengganti, mengurangi atau menambah bagian kepala, badan, dan ekor. Di Indonesia yang paling banyak digunakan ialah lidokain dan bupivakain. TABEL Amida Lidokain Etidokain Prilokain Mepivakain Bupivakain Ropivakain levobupivakai n DIBUKAIN topikal + infiltrasi + + + + + + + Blok SarafARIV + + + + + + + + + Epidural + + + + + + + Spinal intratekal + + + +
19
Devirat kuinon ini, merupakan anestetik local yang paling kuat, paling toksik dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira0kira 15 kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah 7,5-10mg LIDOKAIN FARMAKODINAMIK Lidokain (Xilokain) adalah anestetik local yang kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000). FARMAKOKINETIK Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (Mixed-Function Oxidases ) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik local. Pada manusia 75% dari xilidid akan disekresi bersama urin dalam membentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin. EFEK SAMPING. Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh hentijantung
20
INDIKASI Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf, anesthesia epidural ataupun anesthesia selaput lender. Pada anesthesia infitrasi biasanya digunakan larutan 0,25% 0,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin dosis total tidak boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1 2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5 1,0 ml. untuk blockade saraf digunakan 1 2 ml. Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4% dengan dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah anogenital atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau bentuk salep dan krem 5 %. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan sistoskopi atau kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2 % dan selum dilakukan bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4%. Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan sebagai aritmia. MEPIVAKAIN HCl. Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan klinis pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%. Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal. Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1: 80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau regional. Mepivacain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa penambahan vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi pada pasien tertentu di mana pemakaian vasokonstriktor merupakan kontradiksi. Larutan seperti ini
21
dapat menimbulkan anestesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi jaringan lunak berdurasi 2-4 jam. Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi terhadap anestesi lokal tipe amida, atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah. Mepivacain mengandung yang dipasarkan dan dengan itu, nama dapat dagang Carbocainebiasanya digunakan pada pasien tidak alergi paraben karena
paraben. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus, dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Mungkin ini ada hubungannya dengan pH darah neonatus yang lebih rendah, yang menyebabkan ion obat tersebut terperangkap, dan memperlambat metabolismenya. Pada orang dewasa, indeks terapinya lenbih tinggi daripada lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal. Toksisitas mepivacain serata dengan lignokain (lidokain) namun bila mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkat tertentu, akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi. PRILOKAIN HCl. Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan
22
lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi. Karena pemakainan satu cartridge saja sudah cukup untuk mendapat efek anestesi infiltrasi atau regional yang diinginkan, dank arena setiap cartridge hanya mengandung 80 mg prilokain hidroklorida, maka resiko terjadinya metahaemoglobin pada penggunaan prilokain untuk praktek klinis tentunya sangat kecil. Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin)dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik kedalam maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular. BUPIVAKAIN (MARCAIN). Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya
23
asidosis, hiperkarbia, dan hipoksemia.Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja panjang, ddengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB. NAROPIN (ROPIVAKAIN HCl) INJEKSI Sifat-sifat naropin injeksiNaropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal golongan amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung bahan campuran obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl) dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya). Naropi injeksi diberikan secara parentral.Nama kimia ropivakain HCl adalah molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut:Pda suhu 250C, kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara noktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M. pKa ropivakain hampir sama denganbupivkain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain (7,7) . akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL (o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat) larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC. Efek samping naropin injeksi Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metaolisme obat tersebut dalam tubuh lambat. Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan berdasarkan penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara lainnya. Obat yang dijadikan
24
acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan. Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan klinik. Setiap pasien dihitung sekali untuk setiap jenis reaksi efek smaping yang dialaminya. Efek samping sistemik Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler. Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan) obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke dalam pembuluh darah. Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal (tulang punggung) , atau ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya di bagian kepala dan dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea (sesak nafas) total atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga dapat terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung apabila tidak ditangani dengan segera. Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila dosis naropin diatas 16mg/jam. Effek Samping Pada Sistem Saraf Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Ketegangan, kecemasan, pusing, telinga berdengung (tinitus), penguatan kabur, atau tremor (bergetar) dapat terjadi dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi (kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada
25
sistem saraf pusat adalah nausea (mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata menyempit). Efek Samping pada Sistem Kardiovaskuler. Dosis tinggi atau masuknya jarum suntik kedalam pembukuh darah dapat menyebabkan kadar obat dalam plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah), darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi, bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan catatan peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat). Efek Samping Alergi Pada penggunaan naropin injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal), eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-bersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi anapilaksis (termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal kelompok amida pernah terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi isotonik steril yang mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000 dan diinjeksikan secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain dan memiliki derajat slubilitas lipid yang lebih besar. Bupivacin dihungkan secara kimia dan farmakologis dengan aastetik lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini mengandung rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung bupivacain hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium metabisulfite sebagai anti oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi. Duranest ( Etidokain) Indikasi
26
Duranest ( etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi infiltrasi, perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat neural blok ( Lumbat atau Caudal epidural blok). Dosis Dengan semua anastesi lokal, dosis dari Duranest ( Etidocaine HCl) pemberian suntikan dengan memkai daerah depend upon untuk pemberian anastetiknya, Pembuluh darahnya halus, nomor dari bagian neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah regional, dan kondisi badan dai seorang pasien. Dosis maksimum dengan memakai 1 suntikan ditentukan pada dasar dari status pasien, dengan menjalankan tipe anastetik regional meskipun 1suntikan 450 mg yang dipakai untuk anastetik regional tanpa menimbulkan efek. Pada waktu sekarang salah bila menerima bentuk dosis maksimum dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg ( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000 ( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) tanpa epinefrin. Caudal dan Lumbar Epidural Blok Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang pengalaman kurang baik sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah Subarachnoid. Dosis percobaan 2-5 ml memberi bentuk obat sampai 5 menit pertama, total volume suntikan pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan berulangulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan. Epinefrin jika berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantun pada penembusan suntikan intra vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, berjalanya epinefrin untuk menghasilkan Respon Epinefrin dalam 45 menit terdiri dari bertambahnya tekanan darah sistolik heart rate. Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien. Dipakai pada Kedokteran Gigi Ketika pemberian anastetik lokal pada bidang kedokteran gigi, dosis Duranest (Etidocaine Hcl) pemberiannya pada saat pasien masih sadar pemberian anastetiknya pada bagian oral cavity, vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi lokal harus benar-benar tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta prosedurnya harus spesifik. Bentuk keperluan dosis determinan pada individu dasar, pada maxilla, inferior alveolar, nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5% sedangkan dengan epinefrin 1:200,000 biasanya sangat efektif. Sistem Cardiovaskular
27
Manisfestasi kardiovakular biasanya menekan pada karakteristik oleh bradi kardi, pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi merupakan karakteristik dari lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri bleh terjadi dari akibat sensitive dari anastesi lokal, untuk methylparaben pada obat dengan berbagai macam dosis obat, mengetahui sensifitas pada kulit jika disentuh dan biasanya double harganya. 3.1.2 Farmakologi dan farmakokinetik obat anastesi lokal Uptake Ketika obat diinjeksikan pada jaringan, anastesi akan bereaksi pada pembuluh darah di area yang injeksikan. Semua obat anastesi lokal memiliki derajat vasoaktivitas, kebanyakan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah. Anastesi lokal golongan ester merupakan obat vasodilatasi yang poten. Procaine juga paling vasodilator yang poten dan sering digunakan ketika aliran darah tepi kompromise akibat injeksi intraarterial (IA). Tetracaine, chloroprocaine, dan propoxycaine juga menyebabkan vasodilatasi dalam berbagai derajat tapi tidak setinggi procaine. Kokain adalah satu-satunya obat yang memiliki pengaruh vasokontriktor. Aksi awal kokain menyebabkan pengaruhh vasodilatasi, tetapi kemudian diikuti dengan vasokontriksi yang intense dan panjang. Hal ini dikarenakan adanya inhibisi oleh penyerapan katekolamin ke dalam jaringan lunak. Hasilnya adalah noreepinefrin yang banyak, yang menyebabkan terjadinya vasokontriktor yang lama dan panjang. Dan hal ini tidak terjadi pada obat anastesi lokal yang lain, seperti lidocaine dan bupivacaine. Efek klinis dari vasodilatasi akan meningkatkan kadar absorpsi dari anastesi lokal ke dalam darah, seiring menurunnya durasi sakit ketika terjadi peningkatan kadar obat di dalam darah dan potensi terjadinya overdosis. Anastesi lokal ketika diabsorbsi ke dalam aliran darah dan menjadi titik tertinggi mereka sangat dipengaruhi oleh jalan masuk dari anastesi tersebut. Route Intravena Topikal Intramuskular Subkutan Waktu ketika obat mencapai titik tertinggi (min) 1 5 5-10 30-90
28
Distribusi Ketika diabsorbsi ke dalam darah, anastesi lokal akan didistribusikan melewati seluruh jaringan tubuh. Besarnya perfusi organ seperti otak, kepala, hati, ginjal, paru, dan limpa pada awalnya memiliki kadar anastesi di dalam darah yang lebih tinggi. Otot tulang, walaupun perfusi tidak setinggi seperti organ-organ tersebut, tetapi berisi anastesi lokal dengan persentase paling besar dibandingkan dengan jaringan atau organ di seluruh tubuh. Level obat dalam darah bersignifikan dengan potensi toksisitas dari obat itu sendiri. Level obat dalam darah dipengaruhi oleh berbagai faktor : 1. Kadar obat yang diabsorbsi yang diserap oleh sistem kardiovaskular. 2. Kadar distribusi obar dari vaskularisasi menuju jaringan. 3. Penghilangan obat melewati jalan metabolik dan/atau ekresi. Dua faktor terakhir bertindak menurunkan level darah dari anastesi lokal. Kadar obat yang dihilangkan dari darah dijelaskan sebagai separuh perjalanan obat itu sendiri. Semua anastesi lokal melewati pelindung darah otak. Obat juga melewati plasenta dan memasuki sistem sirkulasi fetus. Metabolisme Perbedaan yang utama dari kedua klasifikasi obat anastesi antara amida dan ester adalah dimana kedua obat tersebut dibawa untuk mengalami pemecahan metabolisme. Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting, karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme. 1. Ester Anastesi lokal dihidrolisis di dalam plasma oleh enzim pseudocholinesterase. Kadar hidrolisis akan berdampak pada potensi toksisitas dari anastesi obat. Chloropocaine, adalah obat yang paling cepat dihidrolisis, sedangkan, tetracaine 16 kali lebih lama dibanding chloropocaine, yang menyebabkan sifatnya paling bersifay toksik. Procaine dihidrolisis ke asam para-aminobenzoat (PABA), yang akan diekresi lewat urin tanpa mengalami perubahan, dan ke diethylamino alcohol, yang dirubah terlebih dahulu untuk diekresi. Reaksi alergi bisa terjadi akibat respon dari obat anastesi golongan ester
29
yang biasanya tidak berhubungan dengan PABA, yang sebagain besar produk dari metabolisme anastesi lokal golongan ester. Kira-kira satu dari 2800 orang memiliki atipikal bentuk enzim pseudocholineterase, yang menyebabkan terjadinya ketidakmampuan dihidrolisa ester dan obat kimia yang berhubungan. Dan mengakibatkan terjadinya perpanjangan dari level obat dalam darah yang akan meningkatkan tingkat toksisitas obat. Atipikal pseudocholinetase merupakan sifat herediter. Riwayat keluarga yang lain penghambat selama general anastesi harus menjadi perhatian evaluasi baik oleh dokter maupun dokter gigi. Pasien yang telah diketahui maaupun sebagai suspect dari riwayat keluarga di pasien atau keluarga biologis dari atipikal pseudocholinetase berasal merupakan suatu kontraindikasi yang relatif untuk digunakan anastesi lokal golongan ester. Ada kontraindikasi yang absolut dan kontraindikasi yang relatif. Kontraindikasi mutlak, artinya dibawah kondisi apapun seharusnyaobat tersebut tidak dipakai pada pasien karena akan berpotensi menyebabkan keracunan atau kematian menjadi meningkat. Kontraindikasi relatif adalah obat tersebut dapat dipakai pada pasien tersebut setelah penanganan yang hati-hati terhadap resiko pemakaian obat yang dapat berpotensi membaik dan jika obat altenatif tidak tersedia. 2. Amida Metabolisme dari golongan amida lebih kompleks dibandingkan dnegan golongan ester. Daerah utama untuk biotranformasi amida adalah di hati. Hampir seluruh proses metabolik terjadi di hati untuk obat lidocaine, mepivacaine, articaine, etidocaine. Prilokaine dimetabolisme di hati, dan beberapa kemungkinan di paru. Derajat biotranformasi dari lidocaine, mepivacaine, articaine, atidocaine, dan bupivacaine hampir semuanya sama. Prilocaine lebih cepat dibiotranformasi dari semua golongan amida. Kira-kira 70 % dosis dari injeksi lidocaine dibiotransformasikan di pasien dengan fungsi hati yang normal. Pasien dengan aliran darah yang lebih lambat dari normal (hipotensi, kerusakan hati kongestif) atau penurunan fungsi hari (sirosis) tidak bisa me-biotransformasikan amida secara normal. Biotranformasi yang lebih lambat dari normal dapat menyebabkan peningkatan level obat dalam darah dan berpotensi terjadinya peningkatan toksisitas. Produk biotranformasi dari seluruh anastesi lokal berkemampuan untuk mempengaruhi aktivitas klinis jika dibiarkan terakumulasi di dalam darah. Hal ini terlihat di ginjal atau kerusakan jantung dan selama perpanjangan periode pelaksanaan obat.
30
Contoh klinis adalah produksi methemoglobinemia ini pasien yang menerima prilocaine dan articaine dalam dosis besar. Prilocaine, secara langsung tidak dapat menyebabkan methemoglobin. Tetapi hasil produk utama dari prilocaine, yaitu orthotoluidine, bisa menginduksi terjadinya pembentukan methemoglobin, yang bertanggung jawab terjadinya methemoglobnimenemia. Jika kadar methemoglobin di dalam darah naik, tanda klinis dan simptom akan menjadi nampak. Ekresi Ginjal merupakan organ ekresi utama bagi kedua golongan obat anastesi lokal baik ester maupun amida dan metabolisme. Persentasi berdasarkan dosis obat anastesi akan diekresi tanpa dirubah melalui urin. Persentasi tergantung dari obat. Ester hanya ada dalam konsentrasi yang cukup kecil di dalam urin. Hal ini dikarenakan ester hampir dapat dihidrolisa hampir secara sempurna di dalam plasma. Procaine terdapat di dalam urin sebagai PABA (90%) dan 2% tanpa mengalami perubahan. 10% dari dosis kokain ditemukan di dalam urin tanpa mengalami perubahan. Amida biasanya terdapat di dalam urin dalam presentasi yang lebih besar dibanding ester, hal ini dikarenakan amida melalui proses biotranformasi yang cukup kompleks. 3.1.3 Teknik anastesi lokal Teknik anestesi lokal di bidang kedokteran gigi dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan atas luas area yang teranestesi, dan tempat insersi jarum. Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat dibedakan menjadi : 1. Nerve Block Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama, sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari percabangan saraf utama tersebut. Teknik ini sering digunakan di rongga mulut khususnya di rahang bawah. Kerugian dari teknik ini adalah bahwa biasanya pembuluh darah letaknya berdekatan dengan batang saraf, maka kemungkinan terjadi penetrasi pembuluh darah cukup besar. Contoh : inferior alveolar nerve block. 2. Field Block Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari
31
tempat injeksi cairan anestesi. Efek anestesi meliputi darah yang terbatas (tidak seluas pada teknik nerve block) contoh : injeksi di sekitar apeks akar gigi rahang atas. 3. Lokal infiltrasi Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi. Teknik ini terbatas hanya untuk anestesi jaringan lunak. Topikal anesthesia Teknik ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan anestesi pada permukaan mukosa atau kulit dengan tujuan untuk meniadakan stimulasi pada ujung-ujung saraf bebas (free nerve endings). Anestesi topikal dapat digunakan pada tempat yang akan diinjeksi untuk mengurangi rasa sakit akibat insersi jarum. Berdasarkan tepat insersi jarum, teknik injeksi anestesi lokal dapat dibedakan menjadi : 1. Submucosal injection Jarum diinsersikan dan cairan anestesi dideponir ke dalam jaringan di bawah mukosa sehingga larutan anestesi mengadakan difusi pada tempat tersebut. 2. Paraperiosteal injection Jarum diinsersikan sampai mendekati atau menyentuh periosteum, dan setelah diinjeksikan larutan anestesi mengadakan difusi menembus periosteum dan porositas tulang alveolar. 3. Intraosseous injection Injeksi dilakukan ke dalam struktur tulang, setelah terlebih dahulu dibuat suatu jalan masuk dengan bantuan bur. 4. Interseptal injection Teknik ini merupakan modifikasi dari teknik intraosseous, dimana jarum disuntikkan ke dalam tulang alveolar bagian interseptal diantara kedua gigi yang akan dianestesi. Teknik ini biasanya dilakukan untuk mempermudah pelaksanaan injeksi intraosseous. 5. Intraperiodontal injection Jarum diinjeksikan langsung pada periodontal membran dari akar gigi yang bersangkutan.
32
6. Pappilary Injection Teknik ini sebenarnya termasuk teknik submukosa yang dilakukan pada papila interdental yang melekat dengan periosteum. Teknik ini diindikasikan terutama pada gingivectomy, yang memerlukan baik efek anestesi maupun efek hemostatis dari obat anestesi. Anestesi lokal pada rahang atas dapat dilakukan dengan beberapa teknik injeksi diantaranya : 1. Lokal infiltration (submucous injection) 2. Field block (araperiosteal injection) 3. Anterior superior alveolar nerve block (paraperiosteal injection) 4. Middle superior alveolar nerve block (paraperiosteal injection) 5. Posterior superior alveolar nerve block 6. 7. 8. 3.1.4 Infra orbital nerve block Nasopalatine nerve block Anterior palatine nerve block Tenik anastesi pada maksila dan mandibula Persyarafan pada maksila dan mandibula Nervus V atau nervus trigeminus memiliki 3 cabang: 4. Nervus Ophtalmicus Nervus ini keluar dari cranium melalui orifisium atau fissura pada dinding posterior orbita yang disebut fissura orbitalis superior.
33
5. Nervus Maxillaris Nervus ini meninggalkan cranium melalui foramen rotundum, melintasi fossa pterygopalatina, masuk ke dalam fissura orbitalis inferior dan berjalan sepanjang sulcus infra orbitalis pada facies superior maxillae untuk masuk ke dalam canalis infra orbitalis. Di sini nervus maxillaris akan menjadi nervus infra orbitalis yang berakhir pada foramen infra orbitale dan mengeluarkan cabang ke palpebra inferior, sisi lateral hidung dan labium oris superior. Nervus maxillaris bercabang menjadi 4 bagian: a. Nervus sphenopalatinus Dua nervus sphenopalatina yang pendek ke ganglion sphenopalatina atau disebut juga ganglion meckeliensis dan mengeluarkan percabangan vidian, nervus pharyngeus, nervus palatini minores, nervus palatinus medius, nervus palatinus major, nervus nasopalatinus, dan nervus nasalis superior. Nervus nasopalatinus menginervasi mukoperiosteum di sebelah palatal gigi-gigi anterior atas. Nervus palatinus major berjalan di sepanjang canalis palatinus majus dan keluar melalui foramen palatinus majus untukk menginervasi mukoperiosteum di bagian palatal molar atas dan premolar atas. Bertumpang tindih dengan nervus nasopalatinus di bagian palatal gigi caninus.
34
b. Nervus alveolaris superior posterior Sebelum nervus maxillaris masuk ke dalam fissura orbitalis inferior, bercabang-cabang pada jaringan lunak anterior ganglion meckeliensis, berjalan di bawah permukaan posterior maxilla dan masuk ke dalam foramen alveolaris gigi-gigi molar ketiga, molar kedua, dan molar pertama pada akar palatal dan akar distobukal.
c. Nervus alveolaris superior medius Setelah nervus maxillaris masuk canalis infra orbitalis, pada setengah perjalanan akan bercabang-cabang dan berjalan pada dinding lateral sinus maxillaris untuk menginervasi gigi premolar pertama dan premolar kedua atas serta akar mesiobukal dari gigi molar pertama atas. d. Nervus alveolaris superior anterior Sebelum nervus maxillaris keluar dari foramen infraorbitalis, nervus ini mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-gigi insisivus sentral, insisivus lateral, caninus, membran mukosa labial, periosteum, dan alveolus.
35
6. Nervus Mandibularis Merupakan saraf terbesar yang keluar dari ganglion gasseri melalui foramen ovale dan bercabang menjadi 3 bagian: a. Nervus buccalis longus Keluar tepat di luar foramen ovale dan berjalan diantara kedua caput muscullus pterygoideus externus, menyilang ramus untuk kemudian masuk ke pipi melalui muscullus buccinator, di sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabangnya akan menuju membrana mukosa bukal dan mukoperiosteum di sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah. b. Nervus lingualis Saraf ini berjalan ke bawah superfisial dari muscullus pterygoideus internus berlanjut ke lingual apeks gigi molar ketiga bawah, lalu saraf masuk ke dalam lidah melalui dasar mulut dan menginervasi duapertiga anterior lidah. Nervus ini mengeluarkan percabangan untuk menginervasi mukoperiosteum dan membrana mukosa lingual. c. Nervus alveolaris inferior Merupakan cabang terbesar dari nervus mandibularis. Saraf ini turun di balik muscullus pterygoideus externus, disebelah posterior dan di bagian luar nervus lingualis, berjalan di antara ramus mandibulae dan ligamen sphenomandibularis lalu masuk ke dalam canalis mandibularis. Dalam perjalanannya pada canalis mandibularis, nervus alveolaris inferior mengeluarkan percabangan untuk menginervasi gigi-geligi. Percabangannya antara lain: i. Nervus mylohyoideus Merupakan cabang motorik yang keluar dari nervus alveolaris inferior sebelum nervus alveolaris inferior masuk ke dalam foramen mandibularis. Nervus ini akan menginervasi muscullus mylohyoideus dan venter anterior muscullus digastricus. ii. Rami dentalis braevis Cabang dari nervus alveolaris inferior pada canalis mandibularis. Rami ini akan menginervasi gigi molar, premolar, processus alveolaris, dan periosteum. iii. Nervus mentalis
36
Merupakan cabang sensoris yang berjalan keluar dari foramen mentalis untuk menginervasi kulit dan membrana mukosa labium oris inferior. iv. Rami insisivus Rami ini mengeluarkan cabang-cabang kecil untuk menginervasi gigi-gigi insisivus sentral, insisivus lateral, dan caninus.
Anestesi Gigi Geligi Permanen Molar ketiga atas, molar kedua, dan akar distobukal serta palatal molar pertama adiinervasi oleh cabang-cabang saraf gigi superior posterior. Cabang-cabang kecil dari saraf yang sama akan meneruskan sensasi jaringan pendukung bukal pada daerah molar dan mukoperiosteum yang melekat padanya. Deposisi larutan anestesi di dekat saraf setelah saraf keluar dari kanalis tulang, akan menimbulkan efek anastesi regional dari struktur yang disuplainya. Teknik ini disebut blok gigi superior posterior. Sejak diperkenalkannya agen anastesi lokal modern, teknik infiltrasi sudah lebih sering digunakan untuk daerah tersebut karena deposisi larutan 1 ml, normalnya memberikan efek anastesi tanpa resiko kerusakan pleksus venosus pterigoid atau arteriarteri kecil yang ada di daerah ini. Akar mesiobukal dari molar pertama, kedua gigi premolar dan jaringan pendukung bukal serta mukoperiosteum yang berhubungan dengannya mendapat inervasi dari saraf gigi superior tengah. Teknik infiltrasi biasanya digunakan untuk menganastesi struktur-
37
struktur tersebut. Deposisi 1 ml larutan sudah cukup untuk menganastesi lingkaran saraf luar yang mensuplai premolar kedua. Anastesi Gigi-gigi Anterior Permanen Gigi-gigi insicivus dan kaninus atas diinervasi oleh serabut yang berasal dari saraf gigi superior anterior. Saraf ini naik pada kanalis tulang yang kecil untuk bergabung dengan saraf infraorbital 0,5 cm di dalam kanalis infraorbitalis. Gigi insicivus sentral, insicivus lateral atau kaninus dapat teranestesi bersama dengan jaringan pendukungnya, pada penyuntikan 1 ml larutan anestesi di dekat apeks gigi yang dituju. Anastesi Jaringan Palatal Ujung-ujung saraf pada jaringan lunak palatum berhubungan dengan gigi-gigi anterior atas dan prenaksila, erta meneruskan sensasi melalui fibril saraf yang bergabung untuk membentuk saraf speno-palatina panjang. Saraf berjalan melalui foramen insisivus dan kanalis, ke atas dank e belakang melewati septum nasal kea rah ganglion spenopalatina. Berbagai cabang-cabang kecil dari gingival palatal dan mukoperiosteum di daerah molar dan premolar akan bergabung untuk membentuk saraf palatine besar. Stelah berjalan ke belakang di dalam saluran tulang yang terletak di pertengahan antara garis tengah palatun dan tepi gingival gigi geligi, saraf masuk ke kanalis melalui foramen palatine besar. Saraf kemudian berjalan naik untuk bergabung dengan ganglion spenopalatina yang berhubungan dengan saraf maksilaris. Saraf speno-palatina panjang dan palatine besar akan beranastomosis di daerah kaninus palatum dan membentuk lingkaran saraf dalam. Mukoperiosteum palatal mempunyai konsistensi keras dan beradaptasi erat terhadap tulang. Karakteristik ini menyebabkan suntikan subperiosteal perlu diberikan dan diperlukan tekanan yang lebih besar dari biasa untuk mendepositkan larutan anestesi local. Karena itulah, pasien harus diberitahu terlebih dahulu bahwa suntikan palatal akan menimbulkan rasa tidak enak namun tidak sakit. Rasa kurang enak ini dapat diperkecil dengan menginsersikan jarum dengan bevel yang mengarah ke tulang dan tegak lurus terhadap vault palatum. Pada premaksila, suntikan di papilla insisivus akan menimbulkan rasa sakit yang hebat dank arena itu, suntikan ini sebaiknya dihindari. Anastesi Gigi-gigi Susu
38
Pada anak-anak, bidang alveolar labio-bukal yang tipis umumnya banyak terpeforasi oleh saluran vaskular. Untuk alas an inilah, maka teknik infiltrasi dapat digunakan dengan efektif untuk mendapat efektif untuk mendapat efek anastesi pada gigigigi susu atas tanpa perlu mendepositkan lebih dari 1 ml larutan secara perlahan-lahan di jaringan. Penyuntikan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam menentukan panjang akar dan insersi jarum yang terlalu dalam ke jaringan. Pada anak yang masih muda, rasa tidak enak dari suntikan palatum yang digunakan untuk prosedur pencabutan gigi atau pemasangan matriks, dapat dihindari dengan cara sebagai berikut. Setelah efek suntukan supraperiosteal pada sulkus labio-bukal diperoleh, jarum diinsersikan dari aspek labio-bukal, melalui ruang interproksimal, setinggi jaringan gingival yang melekat pada periosteum di bawahnya. Ujung jarum harus tetap berada pada papilla dan tidak boleh menyentuh tulang. Sejumlah kecil larutan anastesi local didepositkan perlahan sampai mukoperiosteum palatal atau lingual memucat. Sejumlah kecil larutan anastesi yang didepositkan dengan cara ini akan memberikan efek anastesi yang memadai pada jaringan palatum. Teknik ini dikenal sebagai suntikan interpapila dan sering digunakan oleh para ahli pedodonti. Para ahli lainnya umumnya suka menggunakan suntikan jet atau suntikan intraligamental. Suntikan Infraorbital Karena teknik infiltrasi sangat efektif bila digunakan pada maksila, maka anastesi regional umumnya jarang dipergunakan. Walaupunn demikian, suntikan infraorbital akan sangat bermanfaat bila akan dilakukan pancabutan atau operasi besar pada daerah insisivus dan kaninus rahang atas. Suntikan ini juga dapat digunakan untuk menganastesi gigi anterior dimana teknik infiltrasi tidak mungkin dilakukan karena ada infeksi di daerah penyuntikan. Teknik ini berdasar pada fakta bahwa larutan akan didepositkan pada orifice foramen infraorbital, berjalan sepanjang kanalis ke saraf gigi superior anterior dan superior tengah, menimbulkan anastesi pada gigi-gigi insicivus, kaninus dan premolar serta struktur pendukungnya. Larutan ini kadang-kadang dapat mencapai ganglion speno-palatina dan menganastesi lingkaran saraf dalam, namun seringkali masih diperlukan suntikan palatum tambahan.
39
Baik cara intraoral maupun ekstraoral dapat digunakan untuk blok infraorbital. Teknik infraorbital umumnya lebih popular dan memungkinkan jarum ditempatkan di luar lapang pandang pasien. Suntikan tersebut dapat dilakukan dengan cara berikut ini. Dengan ujung jari telunjuk lakukanlah palpasi linger infraorbital dan takikan infraorbital, kemudian geser jari sedikit ke bawah agar terletak tepat di atas foramen infraorbital. Dengan tetap mempertahankan posisi ujung jari tersebut, ibu jari dapat digunakan untuk membuka bibir atas dan mengekspos daerah yang akan disuntik. Teknik-teknik Anestesi Blok Pada Maksila 1. Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior Titik suntik terletak pada lipatan mukolabial sedikit mesial dari gigi kaninus, Arahkan jarum keapeks kaninus, anastetikum dideponir perlahan ke atas apeks akar gigi tersebut. Injeksi yang dilakukan pada kedua kaninus biasanya bisa menganastesi keenam gigi anterior. Injeksi N.Alvolaris Superrior Anterior biasanya sudah cukup untuk prosedur operatif. Untuk ekstraksi atau bedah, diperlukan juga tambahan injeksi palatinal pada region kaninus atau foramen incisivum. 2. Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior Blok syaraf alveolaris superior posterior diperoleh dengan menempatkan jarum didistal molar terakhir, ke atas dan medial, bersudut 45, memungkinkan deposisi larutan 1,5 ke permukaan disto bukkal maxilla. Komplikasi umum dari teknik ini adalah bila beberapa pembuluh darah plexus vena pterigoid pecah, menimbulkan haematoma. Karena obat-obat analgesia lokal, teknik infiltrasi meliputi deposisi hanya 1 ml larutan digunakan. Gigi-gigi molar kecuali akar molar satu Processus alveolaris bagian bukkal dari gigi molar termasuk periosteum. Jaringan ikat dan membran mukosa Anatomi landmarks : Lipatan zygomatikus pada maxilla Processus zygomatikus pada maxilla Tuberositas maxilla Bagian anterior dan processus coronoideus dari ramus mandibula. Tekniknya : Bila anestesi adalah nervus alveolaris superior posterior dexter
40
Operator berdiri sebelah kanan depan Masukkan jari telunjuk kiri kita ke vestibulum oris sebelah kanan penderita, kemudian jari telunjuk pada daerah lipatan mukobukkal di sebelah posterior gigi premolar dua sampai teraba proccesus zygomaticus Lengan kita turun kebawah sehingga jari telunjuk membuat sudut 90 terhadap oklusal plane gigi rahang atas, dan membentuk sudut 45 bidang sagital penderita. Hal ini dapat dilakukan bilamana penderita dalam keadaan setengah tutup mulut, sehingga bibir dan pipi dapat ditarik kelateral posterior Jari telunjuk disisi merupakan pedoman tempat penusukan jarum Ambil spoit yang telah disiapkan, dan sebelumnya tempat yang akan disuntik harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu Arah jarum harus sejajar dengan jari kita, penusukan jarum sedalam - inch Aspirasi, jika tidak darah yang masuk, keluarkan larutan secara perlahanlahan sebanyak 1,5 cc. 3. Blok Nervus Intra Orbital Blok infraorbital paling sering digunakan. Pinggir intra orbital dapat teraba dengan menggunakan ujung jari pertama, notah infraorbital dapat diidentifikasi. Dengan ujung jari tetap pada posisi ini, ibu jari dapat digunakan untuk menarik bibir atas. Ujung jarum dimasukkan jauh ke dalam sulkus di atas apeks premolar kedua dan meluas segaris dengan sumbu panjang gigi sampai sedalam 1,5-2 cm baru larutan analgesic didepositkan . pembengkakan jaringan dapat diraba dibalik jari pertama bila letak ujung jarum, tepat. Biarkan keadaan ini selama 3 menit, untuk memastikan diperolehnya analgesia yang memadai. Saraf yang teranestesi : Nervus alveolaris superior, anterior dan medium Nervus infra orbital Nervus palpebra inferior Nervus nasalis lateralis Nervus labialis superior Daerah yang teranestesi : Gigi incisivus sampai premolar Akar mesio bukkal dari molar satu
41
Jaringan pendukung dari gigi tersebut Bibir atas dan kelopak atas Sebagian hidung pada sisi yang sama Anatomi Landmark : Infra orbital ridge Supra orbital notch Gigi anterior dan pupil mata Tekniknya : Intra oral approach Dudukkan penderita, kemudian buka mulut sampai daratan oklusal gigi rahang atas membentuk 45 dengan garis horizontal, dan penderita disuruh melihat ke arah depan Kita menggambarkan suatu garis khayal yang lurus, berjalan vertikal melalui pupil mata ke infra orbital dan gigi premolar dua rahang atas Bila sudah menemukan infra orbital notch, maka jari telunjuk yang kita pakai palpasi, kita gerakkan ke bawah kira-kira cm, disinilah akan kita temukan suatu cekungan dimana letaknya foramen infra orbital Setelah ditemukan foramen infra orbital, maka jari telunjuk tetap diletakkan pada tempat foramen infra orbitalis untuk mencegah tembusnya jarum mengenai bola mata Bibir atas diangkat dengan ibu jari Lakukan desinfeksi pada muko bukkal regio premolar dua rahang atas Pergunakan jarum 27 gauge dan 1 5/8 inch Jarum suntikan tersebut ditusukkan pada lipatan muko bukal regio premolar dua rahang atas, mengikuti arah garis khayalan yang telah dibuat. Untuk mengurangi rasa sakit, pada saat jarum menembus mukosa, injeksikan beberapa strip larutan, kemudian jarum tersebut diteruskan secara perlahan-lahan, hingga mencapai foramen intra orbitalis, maka dapat dirasakan oleh jari yang kita letajjan pada foramen tersebut. Aspirasi, kemudian keluarkan anestetikum sebanyak 1-1 cc (jumlah larutan tersebut tergantung dari kebutuhan) ( Extra oral approach : Indikasi : bila intra oral approach tidak dapat dilakukan, misalnya ada peradangan. Tekniknya : Tentukan letak foramen intra orbital (sama dengan teknik pada intra oral approach)
42
Pada waktu akan di tusuk jarum, penderita dianjurkan menutup mata untuk mencegah kemungkinan bahaya untuk mata Titik insersi jarum kira-kira 1 cm di bawah foramen infra orbital, kita memasukkan jarum dengan membuat sudut 45, dan jarum tersebut diluncurkan sesuai dengan arah garis khayalan sejajar 1 cm, kemudian keluarkan secara perlahan-lahan larutan anestetik. Ujung jarum dimasukkan melalui papila nasopalatina sampai ke lubang masuk kanalis insisivus. Bila tulang berkontak dengan jarum, jarum harus ditarik kira-kira 0,5-1 mm. Kira-kira 0,1-0,2 ml larutan didepositkan, larutan tidak boleh dikeluarkan terlalu cepat karena dapat menimbulkan rasa tidak enak. Jaringan akan memucat, dan timbulnya analgesia cukup cepat. 4. Blok Nervus Naso Palatinus Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah bagian bukkal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan. Anatomi Landmark : Incisivus papilla Incisivus centralis Tekniknya : Incisivus papilla ini sangat sensitif, eleh karena itu pada penusukan jarum yang pertama harus disuntikkan beberapa tetes anestetikum. Kemudian jarum tersebut diluncurkan dalam arah paralel dengan longaxis gigi incisivus, dan tetap dalam garis median. Jarum tersebut diluncurkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc. Jarum yang digunakan adalah jarum yang pendek Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai kekaninus dapat diperoleh dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada syaraf palatina besar ketika syaraf keluar dari foramen palatina besar. Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat dikeluarkan. 5. Blok Nervus Palatinus Anterior
43
Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar(2) Anatomi Landmark : Molar dua dan tiga maxilla Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar tiga maxilla Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal ke arah garis tengah palatum. Indikasi : Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga Untuk operasi daerah posterior dari palatum durum. Tekniknya : Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut (bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan)Sehingga membentuk sudut 90 dengan curve tulang palatinal Jarum tersebut ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian kita semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc 3.1.5 Komplikasi anastesi lokal Di dalam proses anastesi local juga dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, komplikasi yang terjadi bisa karena factor penggunaan obat anastesi, factor alat2 yang dipergunakan di dalam proses anastesi serta factor perilaku operator yang melakukan proses anatesi, jadi setelah mengetahui beberapa komplikasi yang mungkin terjadi, operator/ dokter yang akan melakukan proses anastesi harus bisa meminimalisasi segala kemungkinan2 komplikasi tersebut. Yang mana komplikasi - komplikasinya antara lain : 1. Toksisitas : toksistas adalah akibat dari overdosis yang terjadi karena terdapatnya konsesntrasi obat yang cukup tinggi di dalam aliran darah sehingga mempengaruhi system susunan saraf pusat , system respiratori, serta system sirkulasi darah yang terdapat di dalam tubuh manusia. Tinggi kadarnya obat di dalam darah ini dapat menyebabkan gejala toksis terjadi karena : a. Dosis obat anastesi local yang diberikan dalam jumlah yang cukup besar b. Kecepatan absorbs obat atau ineksi intravaskuler c. Bitransfoemasi obat yang rendah
44
d. Elimasi yang kecil e. Kondisi fisik secara umum pasien sewaktu diinjeksi f. Kecepatan injeksi yang diberikan g. Cara pemberian atau teknik anastesi local h. Status emosional penderita Gejala awal toksik yakni adanya rangsangan pada system saraf pusat dengan tanda tanda pada pasien seperti aktifnya pasien berbicara, gelisah, denyut nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat, serta pada pasien dalam kedaaan toksistas yang berat dapat menyebabkan kematian. 2. Alergi atau rekasi anafilaktoid Alergi merupakan sebagai rekasi hipersensitifitas tubuh yang spesifik terhadap obat atau bahan kimia. Rekasi yang ditimbulkan antara lain kulit, membrane mukosa, pembuluh darah menjadi shock dan menimbulkan manifestasi seperti asma, oedema, urtikaria, dan kelainan2 kulit. 3. Sinkop atau fainting merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada tindakan anastesi local di dalam kedokteran gigi, komplikasi ini merupakan bentuk neurogenic shock yang disebabkan karena terjadinya ischemia serebral sebagai akibat dari vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Gejala yang ditimbulkan disini antara lain pasiean merasa akan pingsan, mual namun kesadaran tetap ada, pucat, pusing. 4. Trismus , merupakan komplikasi dari anatesi local yang umumnya setelah block nervus alveolar inferior. Penyebab utama dari trismus ini adalah adanya trauma selama insersi jarum pada otot. Sehingga pasien akan mengalami kesuliatan membuka mulut ( trismus ). 5. Rasa sakit atau hipereshesia, rasa sakit ini terjadi karena biasanya terjadi infeksi pada tempat jarum diinsersikan, rasa sakit merupakan system perlindungan tubuh terhadap agen asing yang msuk ke dalam tubuh misalnya bakteri dalam bentuk infeksi. Rasa sakit merupakan suatu sensai yang ridak menyenangkan yang ditimbulkan oleh adanya rangsang merusak dimana sensai ini diteruskan oleh persyarafan khusus menuju ke system saraf pusat untuk diinterpretasikan sebagai rasa saki. Rasa sakit ini dipakai utnuk mengetahui tingkat lesehatan seseorang dan pengaruh penyakit serta toksistasnya, tetapi kemampuan seseorang mengahdapi rasa sakit tetap tergantung pada mekanisme nya konduksi impuls ssaraf.
45
Dalam beberapa kasus atau kedaan rasa sakit ini dapat dipandang sebagai suatu hal yang dibutuhkan karena dapat diapaki sebagai perngatan akan adanya bahaya ( mekanisme perlindungan tubuh ). 6. Infeksi, ini disebabkan karena kurang sterilnya alat alat yang dipakai selama proses anantesi, sehingga bakteri dan benda asing masuk ke dalam tubuh saat jarum diinsersikan menembus membrane mukosa. 7. Jarum yang patah, biasanya hal ini terjadi karena penekanan yang diberikan pada saat insersi terlalu besar dan jarum yang digunakan terlalu halus serta penetrasi jarum terlalu ke dalam. 8. Anastesi berkepanjangan, ini terjadi karena trauma jarum suntik yang menyebabkan pendarahan pada selaput pembungkus saraf. 9. Hematoma, hal ini terkadi karena terkoyaknya pembuluh darah sehingga terjadi pendarahan ke dalam jaringan. Terkoyaknya pembuluh darah ini bisa disebabkan oleh pergerakan jarum pada saat di dalam jaringan. Untuk mencegah hal ini sebelum obat dideponir semestinya harus dilakukan aspirasi terlebih dahulu. 3.2 Eksodonsi 3.2.1 Teknik eksodonsi 1. Pencabutan Sederhana Insisivus Gigi insisivus atas dicabut dengan pinch grasp dan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional. Tekanan lateral lebih ditingkatkan pada arah fasial sedangkan tekanan rotasional lebih ditekankan yang ke arah mesial. Tekanan tersebut diindikasikan karena biasanya pembelokan ujung akar gigi-gigi insisivus adalah ke arah distal, bidang labialnya tipis dan arah pengungkitannya ke fasial. Insisivus bawah dicabutr dari posisi kanan belakang. Tekanan permulaan adalah lateral dengan penekanan ke arah fasial. Ketika mobilitas pertama dirasakan dengan lateral sangat efektif. Pengungkitan insisivus bawah dilakukan ke arah fasial, dengan pegecualian insisivus yang berinklinasi lingual dan berjejal-jejal. Karena insisivus bawah tidak tertanam terlalu kuat, pengungkitan yang perlahan dan tekanan terkontrol akan mengurangi kemunginan fraktur. Kaninus Pencabutan pada gigi kaninus atas. Kaninus sangat sukar dicabut. Akarnya panjang dan tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal. Gigi kaninus atas dicabut
46
dengan cara pinch grasp untuk mendeteksi awal terjadinya ekspansi atau fraktur bidang fasial dan mengatur tekanan selama proses pencabutan. Apabila tang sudah ditempatkan dengan baik pada gigi tersebut, paruh masuk cukup dalam, dipegang pada ujung pegangan dan kontrol terhadap tekanan cukup baik, maka tekanan pengungkitan dapat dihantarkan. Tekanan pencabutan utama adalah ke lateral terutama fasial, karena gigi terungkit ke arah tersebut. Tekanan rotasional digunakan untuk melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan setelah terjadi sedikit luksasi. Pencabutan gigi kaninus bawah. Seperti gigi kaninus atas, akarnya panjang, sehingga memerlukan tekanan terkontrol yang cukup kuat untuk mengekspansi alveolusnya. Selama pencabutan gigi ini, tekanan yang diberikan adalah tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah fasial. Tekanan rotasinal bisa juga bermanfaat. Premolar Pencabutan gigi premolar atas. Pencabutan premolar pertama dengan tekanan lateral, ke arah bukal yang merupakan arah pengeluaran gigi. Karena premolar pertama atas ini sering sering mempunyai dua akar, maka gerakan rotasional dihindarkan. Aplikasi tekanan yang hati-hati pada gigi ini, dan perhatian khusus pada waktu mengeluarkan gigi, megurangi insidens fraktur akar. Ujung akar premolar pertama atas yang mengarah ke palatal menyulitkan pencabutan, dan fraktur pada gigi ini bisa diperkecil dengan membatasi gerak ke arah lingual. Gigi premolar kedua biasanya mempunyai akar tunggal dan dicabut dengan cara yang sama seperti kaninus atas. Akarnya lebih pendek dan tulang bukalnya lebih tipis daripada gigi kaninus. Pada waktu mengeluarkan gig ke arah bukal, digunakan kombinasi tekanan rotasional dan oklusal. Pencabutan gigi premolar bawah. Teknik pencabutan gigi premolar bawah sangat mirip dengan pencabutan gigi insisivus bawah. premolar bawah adalah ke arah bukal. Molar Untuk mengekspansi alveolus pada gigi molar diperlukan tekanan terkontrol yang besar. Kunci keberhasilan pencabutan gigi-gigi molar adalah ketrampilan menggunakan elevator untuk luksasi dan ekspansi alveolus, sebelum menggunakan tang. Tekanan yang diperlukan untuk mencabut gigi molar biasanya lebih besar daripada gigi premolar. Pencabutan gigi molar atas. Tekanan pencabutan utama adalah ke arah bukal, yaitu arah pengeluaran gigi. Tekanan yang diperlukan adalah lateral/bukal, tetapi akhirnya bisa dikombinasi dengan tekanan rotasi. Pengeluaran gigi
47
Pencabutan gigi molar bawah. Tekanan dikombinasikan dengan tekanan lateral, yaiytu ke arah bukal dan lingual, akan menyebabkan terungkitnya bifurkasi molar bawah dari alveolus, atau fraktur pada bifurkasi. Tekanan lateral permulaan untuk mencabut gigi molar adalah ke arah lingual. Tulang bukal yang menghalangi gerakan ke bukal dan pada awal pencabutan gerakan ini hanya mengimbangi tekanan lingual yang lebih efektif. Gigi molar sering dikeluarkan ke arah lingual. Gigi Susu Gigi molar susu yang mempunyai akar yang memancar, yang menyulitkan pencabutan. Apabila permasalahan tersebut ditambah dengan adanya resorpsi, maka tekanan yang berlebihan sebaiknya dihindari. Seperti pada pencabutan semua gigi atas, digunakan pinch grasp dan telapak mengkhadap ke atas. Pencabutan gigi-gigi susu bawah. Seperti pada molar atas, biasanya gigi ini mempunyai akar resorbsi yang divergen. Pertimbangan utama dalam pencabutan gigi susu adalah menghindari cidera pada gigi permanen yang sedang berkembang. Apabila diperkirakan akan cedera selama pencabutan dengan tang, sebaiknya direncanakan pedmbedahan dan pemotongan gigi susu dan pemotongan gigi susu. Resorbsi akar menimbulkan masalah dalam menentukan apakah akar ini sudah keluar semuany ataukah belum. Apabila ada keraguan, sebaiknya dilakukan foto rontgen. Sedangkan apabila pengambilan fraktur akar dianggap membahayakan gigi permanen penggantinya, pencabutan gigi sebaiknya ditunda karena rasio manfaat/resiko tidak menguntungkan. 2. Pencabutan Gigi dengan Pembedahan Indikasi Kegagalan pencabutan dengan tang. Indikasi yang paling sering untuk pencabutan gigi erupsi secara bedah adalah apabila pencabutan dengan tang gagal karena adaptasi dengan tang kurang atau gagal, fraktur mahkota yang tidak sengaja atau tidak mampu menggoyahkan gigi. Indikasi umum yang lain adalah apabila kerusakan mahkotanya sangat parah akibat karies atau trauma. Keadaan akar gigi mempengaruhi pemilihan tindakan bedah misal: akar yang sangat kecil, akar yang dilaserasi, atau dirawat endododntik. Resiko kerusakan struktur di dekatnya biasanya mengharuskan dilakukannya pencabutan secara bedah untuk gigi yang berdekatan. Pembedahan serintg dipilih apabila ujung akar berdekatan dengan dinding antrum maksila untuk menghindari berlubangnya sinus, masuknya gigi ke sinus atau fraktur dasar sinus maxillaris. Keadaan
48
lain yang biasanya terjadi adalah akar M3 yang dilaserasi di atas canalis mandibularis. Pembedahan bertujuan untuk mengurangi kemungkinan masuknya akar atau frakmen ke dalam canalis atau mengurangi kompresinya. Gigi yang getas, terletak di dalam tulang yang termineraisasi dan sangat padat, pada pasien usia lanjut membutuhkan pembedahan. Untuk mempertahankan alveolaris biasanya beberapa gigi tertentu harus dicabut dengan pembedahan, misalnya pencabutan kaninus atas dengan tekanan tang yang berlebihan sering mengakibatkan fraktur dataran tulang fasial. Gigi ankilosis, yang sering terjadi pada gigi molar susu sebaiknya dicabut dengan pembedahan. Kencenderungan dari operator yang belum berpengalaman adalah jarang melakukan pembedahan. Sering terjadi bahwa penatalaksanaan konserfatif berhasil dengan baik melalui pembedahan. Teknik-teknik pencabutan gigi erupsi dengan pembedahan Arah pengeluaran tanpa halangan. Keberhasilan pencabutan gigi dengan pembedahan tergantung pada usaha mendapat arah pengeluaran yang tidak terhalang dengan eksisi tulang dan cedera jaringan lunak yang minimal. Tahap pertama adalah membuat full thickness flap yang besarnya cukup memadai. Kemudian tulang yang menutupi dihilangkan untuk mendapat jalan masuk ke permukaan akar yaitu bagian yang akan dilakukan pemotongan, dan biasanya merupakan daerah furkasi akar. Pemotongan akar dilakukan dengan menggunakan bur fisur disertai irigasi saline steril. Tujuan utama irigasi adalah mencegah panasnya tulang, juga membasuh darah dan kotoran dari bagian tersebut. Tahap akhir dari pemotongan segmen atau frakmen diselesaikan dengan menginsersikan dan merotasikan elevator yang sesuai. Segmen kemudian diambil dengan menggunakan tang atau elevator. Ada tiga situasi di mana digunakan pendekatan standar misalnya pencabutan kuspid atas yang sudah bererupsi, molar atas dan bawah. Gigi kuspid atas. Gigi kuspid atas dicabut dengan membuat flap envelope, sering dengan insisi serong tambahan ke bagian anterior (mesial). Segitiga panjang dari tulang fasial yang menutupi akar gigi dipotong dengan menggunakan bur atau osteotom dan tekanan tangan. Kemudian diusahakan pencabutan dengan tang. Apabila belum berhasil, akarnya dipotong miring ke aksial dan mahkota dikeluarkan dengan segmen yang melekat padanya. Dibuat titik kaitan pada akar yang tertinggal, kemudian sebuah elevator diinsersikan dan dilakukan tekanan ke arah fasial atau oklusal. Gigi molar atas. Pencabutan gigi molar atas dengan pembedahan biasanya berhasil baik apabila dilakukan pemisahan akar bukalnya saja, kemudian diusahakan untuk mengungkit mahkota bersama akar lingual dengan menggunakan tang. Jika ini belum
49
berhasil/ mahkotanya tidak ada, ketiga akarnya dipisahkan dengan menggunakan elevator atau tang, atau keduanya diambil satu persatu. Perlu diingat bahwa tekanan elevator ke arah apikal memungkinkan frakmen akar terdorong masuk ke dalam sinus. Molar bawah. Molar bawah juga dicabut dengan memisahkan akar pada daerah furkasi. Berneda dengan pencabutan molar atas yang terutama terdiri dari pendekatan bukal, rute oklusal digunakan untuk mencabut gigi molar bawah. Tanpa melakukan pembukaan flap, kemudian akar dipisahkan dalam arah bukal atau lingual tanpa menggunakan bur. Pemisahan tahap akhir, dan pengungkitan frakmen akar bisa dilakukan dengan elevator lurus, Cryer. Apabila pendekatan dari oklusal gagal, maka dibuat flap envelope pada bagian bukal dan tulang bukal diambil sebagian supaya insersi atau aplikasi elevator efektif untuk memisahkan dan menggeser akar. Pemotongan gigi. Ada banyak kasus dimana pendekatan standart tidak bisa diterapkan. Keahlian dan bakat sangat mendukung dalam pemisahan dan pengeluaran gigi. Apabila terjadi sudah ada penggeseran awal tapi gigi masih belum bisa keluar, maka dilakukan pemotongan lagi. Pemotongan gigi yang terkontrol dan terencana merupakan tindakan perawatan yang sangat penting. Pemotongan menghindarkan kendala misalnya timbulnya rasa khawatir tidak dapat berbuat apapun. Gigi selalu dapat dipotong lagi. 3.2.2 Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan eksodonsi
1. Indikasi eksodonsi
gigi karies dan tidak dapat diselamatkan denagn perawatan apapun pulpitis atau gigi denagn pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan endodontik tidak dapat dilakukan periodontitis periapaikal penyakit periodontal gigi fraktur melebihi mahkota untuk perawatan ortodonsi gigi impaksi dan non erupsi supernumerry teeth
2. KontraIndikasi Eksodonsia
1. Diabetes Mellitus Malfungsi utama dari diabetes melitus adalah penurunan absolute atau relative kadar insulin yang mengakibatkan kegagalan metabolisme glukosa. Penderita diabetes melitus digolongkan menjadi:
50
1. Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM, tipe 1, juvenile,ketotik, britlle). Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimun pada orang yang predisposisi antigen HLA. Biasanya terjadi pada pasien yang berumur di bawah 40 tahun. 2. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NDDM, tipe 2, diabetes dewasa stabil). Diturunkan melalui gen dominan dan biasanya dikaitkan dengan kegemukan. Lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 dengan menggunakan anestesi local biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau hipoglikemik oral. Pasien diabetes tipe 1 yang terkontrol harus mendapat pemberian insulin seperti biasanya sebelum dilakukan pembedahan; dan makan karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang terbaik untuk pasien ini adalah pagi hari sesudah makan pagi. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, yang sering disebabkan oleh karena sulit mendapatkan insulin, harus dijadikan terkontorl lebih dahulu sebelum dilakukan pembedahan. Ini biasanya memerlukan rujukan dan kemungkinan pasien harus rawat inap. Diabetes dan Infeksi Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut. Pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaksis. Responnya terhadap infeksi tersebut diduga keras akibat defisiensi leukosit polimorfonuklear dan menurunnya atau terganggunya fagositosis, diapedisis, dan khemotaksis karena hiperglikemi. Sebaliknya, infeksi orofasial menyebabkan kendala dalam pengaturan dan pengontrolan diabetes, misalnya meningkatnya kebutuhan insulin. Pasien dengan riwayat kehilangan berat badan yang penyebabnya tidak diketahui, yang terjadi bersamaan dengan kegagalan penyembuhan infeksi dengan terapi yang biasa dilakukan, bisa dicurigai menderita diabetes. Keadaan Darurat pada Diabetes Diabetes kedaruratan, syok insulin (hipoglikemia), dan ketoasidosis (hiperglikemia) lebih sering terjadi pada diabetes tipe 1. Kejadian yang sering terlihat adalah hipoglikemia, yang dapat timbul sangat cepat apabila terjadi kegagalan menutupi kebutuhan akan insulin dengan asupan karbohidrat yang cukup. Sedangkan ketoasidosis biasanya berkembang setelah beberapa hari. Pasien yang menderita
51
hipoglikemia menunjukkan tanda-tanda pucat, berkeringat, tremor, gelisah, dan lemah. Dengan pemberian glukosa secara oral (10-20 gram), kondisi tersebut akan dengan mudah membaik. Kegagalan untuk merawat kondisi ini akan mengakibatkan kekejangan, koma, dan mungkin menyebabkan kematian. Untuk mengatasi ketoasidosis diperlukan pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit (pasien rawat inap). 2. Kehamilan Pregnancy bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupun ekstraksi gigi, karena tidak ada hubungan antara pregnancy dengan pembekuan darah. Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari pregnancy gingivitis yang disebabkan pergolakan hormon selama pregnancy. Yang perlu diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mellitus yang meskipun sifatnya hanya temporer, akan lenyap setelah melahirkan, namun cukup dapat menimbulkan masalah saat dilakukan tindakan perawatan gigi yang melibatkan perusakan jaringan dan pembuluh darah. Jadi, bila ada pasien dalam keadaan pregnant bermaksud untuk scaling kalkulus atau ekstraksi, sebaiknya di-refer dulu untuk pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah, dan kadar gula darahnya. Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan apapun, pasien dilakukan tensi dulu. Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi (dimana hal itu tidak bisa dihindari lagi, pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery akut lainnya seperti abses,dll) bukanlah suatu kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila pada 3 bulan pertama. rontgen harus dihindari saja kecuali kasus akut (politrauma, fraktur ,dll). Hati-hati bila menggunakan obat bius dan antibiotic, (ada daftarnya mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide, dormicum itu tidak dianjurkan). Kalau memang harus dicabut giginya atau scalling pada ibu hamil, waspada dengan posisi tidurnya jangan terlalu baring, karena bisa bikin kompresi vena cafa inferior. Kalau memang riskan, dan perawatan gigi-mulut tidak dapat ditunda sampai postpartus, maka sebaiknya tindakan dilakukan di kamar operasi dengan bekerja sama dengan tim code blue, atau tim resusitasi. Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang sehat bisa dilakukan dengan baik dan aman di praktek, clinic biasa, atau rumah
52
sakit. Kesulitan yang sering timbul pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan psikologisnya yang biasanya tegang, dll. Seandainya status umum pasien yang kurang jelas sebaiknya di konsulkan dulu ke dokter obsgin-nya. 3. Penyakit Kardiovaskuler Sebelum menangani pasien ketika berada di klinik, kita memang harus mengetahui riwayat kesehatan pasien baik melalui rekam medisnya atau wawancara langsung dengan pasien. Jika ditemukan pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan kronis, palpitasi, sukar tidur dan vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut menderita penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti dan akurat, misalnya pemeriksaan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung diagnosa sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan yang tepat dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Pada penyakit kardiovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdarahan. Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi. Kontra indikasi eksodonsi di sini bukan berarti kita tidak boleh melakukan tindakan eksodonsi pada pasien ini, namun dalam penangannannya perlu konsultasi pada para ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung. Dengan berkonsultasi, kita bisa mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis mengenai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa terjadi komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan pendamping yang diperlukan sebelum atau sesudah dilakukan eksodonsi, misalnya saja penderita jantung rema harus diberi penicillin sebelum dan sesudah eksodonsi dilakukan. 4. Kelainan Darah a. Purpura hemoragik Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan dari dalam gusi merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan karena fragilitas kapiler (daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pada pasien tersebut dalam keadaan
53
kurang, sehingga menuju kearah keadaan mudah terjadi pendarahan petechie dan ecchimosis. Perlu ditanyakan kepada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia, atau pengalaman pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah yaitu waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protrombin. b. Lekemia Pada lekemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit dan prekursornya dalam darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah infeksi dan terjadi perdarahan. b.1. Lekemia Limfatika Tanda2 : badan mkn lelah dan lemah tanda2 anemia pucat, jantung berdesir, tknn drh rendah limfonodi membesr dsluruh tbh gusi berdarah petechyae perdarahan pasca eksodonsia batuk2 pruritus pemeriksaan darah menunjukkan ada anemia tipe sekunder b.2. Lekemia Mielogenous Kek. Tbh penderita bkrg bb berkurang tanda2 anemia pembesaran limfa perut terasa kembung & mual demam gangguan gastro intestinal gatal2 pada kulit perdrahan pd bbgai bag tbh gangguan penglihatan / perdarahan krn infiltrais leukemik perbesaran lien perdarahan petechyae perdrahan gusi
54
rasa berat di daerah sternum c. Anemia Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah sehingga kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang. Selain itu, penderita anemia memiliki kecenderungan adanya kerusakan mekanisme pertahanan seluler. d. Hemofilia Setelah tindakan ekstraksi gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platelet plug (gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya interaksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh darah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah. Luka ekstraksi juga memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari prothrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin. Pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedangkan pada von Willebrands disease terjadi kegagalan pembentukan platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan. Agar tidak terjadi komplikasi pasca eksodonsia perlu ditanyakan adakah kelainan perdarahan seperti waktu perdarahan dan waktu penjendalan darah yg tdk normal pada penderita 5. Hipertensi Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan. 6. Jaundice
55
Tanda-tandanya adalah ( Archer, 1961 ) ialah kulit berwarna kekuning-kuningan disebut bronzed skin, conjuntiva berwarna kekuning-kuningan, membrana mukosa berwarna kuning, juga terlihat pada cairan tubuh ( bila pigmen yang menyebabakan warna menjadi kuning ). Tindakan eksodonsi pada penderita ini dapat menyebabkan prolonged hemorrahage yaitu perdarahan yang terjadi berlangsung lama sehingga bila penderita akan menerima pencabutan gigi sebaiknya dikirimkan dulu kepada dokter ahli yang merawatnya atau sebelum eksodonsi lakukan premediksi dahulu dengan vitamin K. 7. AIDS Lesi oral sering muncul sebagai tanda awal infeksi HIV. Tanpa pemeriksaan secara hati-hati, sering lesi oral tersebut tidak terpikirkan, karena lesi oral sering tidak terasa nyeri. Macam-macam manifestasi infeksi HIV pada oral dapat berupa infeksi jamur, infeksi bakteri, infeksi virus dan neoplasma. Pada penderita AIDS terjadi penghancuran limfosit sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi berkurang. Pada tindakan eksodonsi dimana tindakan tersebut melakukan perlukaan pada jaringan mulut, maka akan lebih mudah mengalami infeksi yang lebih parah.Bila pasien sudah terinfeksi dan memerlukan premedikasi, maka upayakan untuk mendapatkan perawatan medis dulu. Tetapi bila belum terinfeksi bisa langsung cabut gigi. Dengan demikian, apabila dokter gigi sudah menemui gejala penyakit mematikan ini pada pasiennya, maka dokter bisa langsung memperoteksi diri sesuai standar universal precautaion (waspada unievrsal). Perlindungan ini bisa memakai sarung tangan, masker, kacamata, penutup wajah, bahkan juga sepatu. Karena hingga kini belum ditemukan vaksin HIV. 8. Sifilis Sifilis adalah penyakit infeksi yang diakibatkan Treponema pallidum. Pada penderita sifilis, daya tahan tubuhnya rendah, sehingga mudah terjadi infeksi sehingga penyembuhan luka terhambat. 9. Nefritis
56
Eksodonsi yang meliputi beberapa gigi pada penderita nefritis, dapat berakibat keadaan nefritis bertambah buruk. Sebaiknya penderita nefritis berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli sebelum melakukan eksodonsi. 10. Malignansi Oral Di daerah perawatan malignasi suatu rahang melalui radiasi sel jaringan mempunyai aktivitas yang rendah sehingga daya resisten kurang terhadap suatu infeksi. Eksodonsia yang dilakukan di daerah ini banyak yang diikuti osteoradionekrosis rahang ( Archer, 1966 ). Apabila perawatan rad iasi memang terpaksa harus dikerjakan sehubungan dengan malignansi tersebut maka sebaiknya semua gigi pada daerah yang akan terkena radiasi dicabut sebelum dilakukan radiasi. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa semua gigi yang masih ada di daerah itu, dibuang bersih dahulu sebelum penderita menerima radiasi yang berat. Tujuan utama adalah mencabut gigi-gigi dan melakukan alveolektomi seluruh processus alveolaris sejauh sepertiga dekat apeks lubang alveolus. Mukoperiosteal flap dibuka lebar pada daerah yang akan dikerjakan operasi dan kemudian direfleksikan ke arah lipatan mukobukal atau lipatam labial. Semua tulang labial atau bukal diambil dengan menggunakan chisel dan mallet. Pengambilan tulang tersebut meliputi daerah akar dan interseptal, dan kemudian gigi-gigi dicabut. Dengan memakai bone rongers, chisel, bone burs yang besar , kikir bulat. Semua tulang alveolus yang tinggal dan tulang kortikal bagian lingual diambil dengan meninggalkan sepertiga dari tulang apeks alveolus. Kemudian flaps yang berlebihan digunting agar masing-masing ujung flaps dapat bertemu dengan baik, tanpa terdapat teganagan. Penyembuhan biasanya cepat dan perawatan radiasi dapat dimulai dalam waktu seminggu. 11. Hipersensitivitas Bagi pasien dengan alergi pada beberapa jenis obat, dapat mengakibatkan shock anafilaksis apabila diberi obat-obatan pemicu alergi tersebut. Oleh karena itu, seorang dokter gigi perlu melakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan dan menghindari obat-obatan pemicu alergi. 12. Toxic Goiter
57
Ciri-ciri pasien tersebut adalah tremor, emosi tidak stabil, tachycardia dan palpitasi , keringat keluar berlebihan, glandula tiroidea membesar secara difus (kadang tidak ada), exophthalmos (bola mata melotot), berat badan susut, rata-rata basal metabolic naik, kenaikan pada tekanan pulsus, gangguan menstruasi (pada wanita), nafsu makan berlebih. Tindakan bedah mulut, termasuk mencabut gigi, dapat mengakibatkan krisis tiroid, tanda-tandanya yaitu setengah sadar, sangat gelisah ,tidak terkontrol meskipun telah diberi obat penenang. Pada penderita toxic goiter jangan dilakukan tindakan bedah mulut, termasuk tindakan eksodonsi, karena dapat menyababkan krisis tiroid dan kegagalan jantung. 3.2.3 Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi
Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri dari : 1. Forcep ( tang pencabutan ) Tang merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi dari jaringan tulang dan jaringan lunak disekitar gigi, untuk itu diperlukan tang yang ideal untuk masingmasing gigi, agar dapat meneruskan kekuatan tekanan operator ke gigi dengan baik. a. Bagian-bagian dari tang ekatraksi adalah : - beak, merupakan ujung yang mencekeram gigi geligi - Joint/sendi/poros, merupakan pertemuan antara beak dan handle - Handle/pegangan, merupakan bagian untuk pegangan operator b. Tang rahang atas Gigi-gigi rahang atas dibagi atas regio depan (anterior), tengah atau belakang Untuk pencabutan gigi-gigi tersebut tang yang digunakan adalah : -Bentuk lurus Untuk pencabutan gigi-gigi depan bermahkota atau sisa akar
-Bentuk S Untuk pencabutan gigi-gigi yang letaknya ditengah premolar atau molar, mahkota atau sisa akar
58
Tang posterior rahang atas (molar kanan) -Bentuk bayonet Untuk pencabutan gigi molar tiga atau sisa akar gigi-gigi posterior. Tang untuk pencabutan gigi molar rahang atas atau mahkota dibedakan atas kiri dan kanan sesuai bentuk beak. Sedangkan tang untuk gigi insisivus, kaninus dan premolar tidak dibedakan atas kanan atau kiri. c. Tang rahang bawah Pada bagian beak, joint dan handle membentuk 90 derajat
2. Elevator/pengungkit Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alveolus. Untuk pengungkit gigi/akar dengan titik fulcrum, dimana letak fulcrum tergantung dari lokasi objek yang diungkit.
59
a. bagian-bagian alat pengungkit - blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi - shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan handle - handle, merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan
Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu : 1. straight ( lurus ) Alat ini mempunyai bentuk dimana handle, shank dan blade membentuk suatu garis lurus. 2. cross Bar Alat ini mempunyai bentuk antara handle dan shank, membentuk sudut 90 . Alat ini berpasangan mesial/distal atau kiri/kanan. 3. Angular Alat ini mempunyai bentuk dimana blade membentuk sudut terhadap shank dan handle. Menurut penggunaannya elevator diklasifikasikan atas : 1. elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi 2. elevator yang didesain untuk menyingkirkan akar yang fraktur setinggi gingiva line 3. elevator yang didesain untuk akar yang fraktur panjang akar 4. elevator yang didedain untuk akar yang fraktur panjang akar 5. elevator yang didesain untuk menyingkirkan mukoperiosteal sebelum penggunaan tang ekstraksi. Beberapa tang khusus : 1. Tang trismus 2. Tang M3 Rahang Atas 3. Tang cow horn
60
Sikap dan posisi Posisi operator dikanan depan pasien dengan kaki terbuka. Posisi kepala pasien sedemikian rupa sehingga permukaan oklusal gigi rahang atas 45 terhadap lantai dan permukaan okluasal gigi rahang bawah sejajar lantai serta posisi siku operator kira-kira setinggi oklusal rahang atas. Tangan kiri operator memegang rahang atas pasien sekaligus menarik bibir dan pipi pasien. 2. Pencabutan gigi rahang bawah Sikap dan posisi Operator berdidi dengan kaki terbuka. Posisi operator ada di kanan depan pasien. Jika akan mencabut gigi rahang bawah anterior dan rahang bawah kanan. Sedangkan untuk mencabut gigi rahang bawah kiri, posisi operator ada dikanan belakang atau belakan pasien.. permukaan oklusal gigi rahang bawah pasien sama tinggi dengan lengan bawah operator dan siku operator sejaja lantai. ( kapita selekta kedokteran UI ) 3.2.4 Komplikasi eksodonsi Komplikasi yang terjadi pada pencabutan gigi atau eksodonsia banyak julahnya dan bervariasi satu dengan lainnyaserta beberapa diantaranya dapat atau masih bisa terjadi meskipun dilakukan tin dakan bedah sebaik mungkin. Yang lainnya tidak dapat dihindari meskipun sudah direncanakan sehingga untuk dapat mengatasinya diagnosis pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, dan dilaksanakan oleh operator yang melakukan prinsip bedah dengan baik selama pencabutan gigi. Komplikasi komplikasi yang dapat terjadi tersebut antara lain : 1. Kegagalan mencabut gigi menggunakan alat alat mencabut gigi seperti tang dan elevator 2. Terjadi fraktur dari mahkota gigi yang akan dicabut, akar gigi yang akan dicabut, tulang alveolar, tuberositas maksilaris, gigi sebelahnya atau gigi antagonisnya, mandibula. Fraktur mahkota gigi selama pencabutan mungkin tidak dapat dihindari bila gigi sudah mengalami karies atau restorasi yang besar. Namun hal ini erring disebabkan juga oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bilah tang
61
diaplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar atau massa akar gigi, ujung tang mungkin terlepas dan mematahkan mahkota gigi bila tangkai tang tidak dipegang dengan kuat. Fraktur gigi disebelahnya atau gigi antagonisnya dapat terjadi karena kurang cermatnya pemeriksaan yang dapat menunjukan apakah gigi berdekatan dengan gigi yang dicabut mengalami karies yang besar, restorasi besar dan overhanging natau terletak pada arah pencabutan sehingga harus diambil tambalannya atau ditambal lagi terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan. Selain itu tekanan yang diaplikasikan pada gigi yang berdekatan selama pencabutan juga dapat menyebabkan fraktur,maksudnya adalah gigi antagois / berdekatannya bisa pecah bila gigi yang akan dicabut tiba tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali sehingga tang membentur gigi tersebut. Terjadinya fraktur fraktur diatas juga tidak lepas dari tekanan yang berlebihan yang digunakan di dalam proses mencabut gigi, jadi lebih baik menggunakan teknik dan skill yang baik sehingga tekanan tersebut dapat diminimalisasi. seandainya gigi tidak dapat dicabut dengan tekanan kecil dan sedang maka penyebabnya harus dicari dan diatasi. 3. Dislokasi pada gigi sebelahnya, dan sendi temporomandibular. Dislokasi pada gigi disebe;ahnya dapat dihindari karena penyebabnya serupa dengan penyebab fraktur gigi yang berdekatan. Dislokasi pada sendi temporo mandibula terjadi pada pasien riwayat dislokasi rekuren serta adanya tekanan yang berlebihan pada saat pencabutan gigi. Oleh sebabt itu apabila ingin menghindari komplikasi ini rahang bawah harus difiksasi, dipegang oleh tangan kiri operator dan ditambah dengan bantuan pegangan asistem operator dengan penekanan ke atas pada bagian bawah sudut mandibula. 4. Akar gigi dapat berpindah ke jaringan lunak, ke dalam sinus maksilaris, sehingga apabila hal ini terjadi harus dilakukan tindakan bedah besar agar gigi tersebut bisa diambil. Berpindahnya akar gigi ke dalam jaringan lunak biasanya hasil dari usaha memegang akar gigi secara tidak efektif pada keadaan lapang pandang yang cukup. Masuknya akar gigi ke dalam sinus biasanya akar dari gigi premolar dan mlar atas (yang sering akar palatal).
62
5. Perdarahan yang berlebihan selama mencabut gigi, dan setelah pencabutan gigi.
6. Dapat terjadi kerusakan pada gusi, bibir, saraf alveolaris inferior dan cabang cabangnya, lidah serta dasar mulut 7. Terjadinya rasa sakit pasacaoperasi disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada jaringan lunak dan keras,terbentuknya dry soket, osteomilitis akut pada mandibula, arthritis traumatic pada sendi temporo mandibula, serta adanya infeksi pada daerah pencabutan.
8. Pembengkakan pascaoperasi dapat terjadi karena edema, hematoma, infeksi,
trauma, sinkop, terhentinya respirasi, terhentinya jantung, serta keadaan darurat akibat anestesi.
63
BAB IV KESIMPULAN
4.1. Anestesi Lokal 4.1.1. Jenis obat anastesi lokal Anestetika lokal terdiri dari gugus amin hidrofilik yang dihubungkan dengan gugus aromatik hidrofobik oleh gugus antara. Gugus antara dan gugus aromatik dihubungkan oleh ikatan amida atau ikatan ester, maka anestetik lokal dapat digolongkan menjadi: - senyawa ester (prokain, tetrakain, benzokain, kokain) - senyawa amida (lidokain, dibukain, mepivakain, prilokain) 4.1.2. Farmakologi dan farmakokinetik obat anastesi lokal -Uptake Obat yang diinjeksikan pada jaringan akan bereaksi pada pembuluh darah di area yang injeksikan. Semua obat anastesi lokal memiliki derajat vasoaktivitas, kebanyakan menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah. -Distribusi Ketika diabsorbsi ke dalam darah, anastesi lokal akan didistribusikan melewati seluruh jaringan tubuh. Semua anastesi lokal melewati pelindung darah otak. Obat juga melewati plasenta dan memasuki sistem sirkulasi fetus. -Metabolisme Metabolisme (atau biotransformasi) dari anastesi lokal sangat penting, karena hampir semua toksisitas obat tergantung dari keseimbangan antara kadar absorpsi ke dalam pembuluh darah di tempat injeksi and kadar penghilangan obat dari darah dari proses pemasukan ke dalam jaringan dan metabolisme. -Ekresi Persentasi berdasarkan dosis obat anastesi akan diekresi tanpa dirubah melalui urin. Persentasi tergantung dari obat. Ester hanya ada dalam konsentrasi yang cukup kecil di dalam urin, karena ester hampir dapat dihidrolisa hampir
64
secara sempurna di dalam plasma. Sedangkan Amida biasanya terdapat di dalam urin dalam presentasi yang lebih besar dibanding ester, hal ini dikarenakan amida melalui proses biotranformasi yang cukup kompleks. 4.1.3. Teknik anastesi lokal Berdasarkan area yang teranestesi, anestesi lokal dapat dibedakan menjadi : 1. Nerve Block Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar batang saraf utama, sehingga mampu menganestesi daerah yang luas yang mendapat inervasi dari percabangan saraf utama tersebut. 2. Field Block Larutan anestesi lokal disuntikkan pada atau disekitar cabang saraf terminal dengan tujuan untuk memblokir semua persarafan sebelah distal dari tempat injeksi cairan anestesi. 3. Lokal infiltrasi Larutan anestesi lokal dituntikkan di sekitar ujung-ujung saraf terminal sehingga efek anestesi hanya terbatas pada tempat difusi cairan anestesi tepat pada area yang akan dilakukan instrumentasi. 4.1.4. Teknik anastesi pada maksila dan mandibula Pada maksila: 1. Blok Nervus Alveolaris Superrior Anterior 2. Blok Nervus Alveolaris Superrior Posterior 3. Blok Nervus Intra Orbital 4. Blok Nervus Naso Palatinus 5. Blok Nervus Palatinus Anterior 4.1.5. Komplikasi anastesi lokal 1. Toksisitas 2. Alergi atau rekasi anafilaktoid 3. Sinkop atau fainting 4. Trismus 5. Rasa sakit atau hipereshesia
65
4.2. Eksodonsi 4.2.1. Teknik eksodonsi 1. Pencabutan Sederhana 2. Pencabutan Gigi dengan Pembedahan 4.2.2. Indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan eksodonsi
1. Indikasi eksodonsi
-gigi karies dan tidak dapat diselamatkan denagn perawatan apapun -pulpitis atau gigi denagn pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan endodontik tidak dapat dilakukan -periodontitis periapaikal -penyakit periodontal -gigi fraktur melebihi mahkota -untuk perawatan ortodonsi -gigi impaksi dan non erupsi -supernumerry teeth
2. KontraIndikasi Eksodonsia
4.2.3. Alat yang dibutuhkan untuk tindakan eksodonsi Alat-alat yang berhubungan dengan pencabutan gigi, yang terdiri dari : 1. Forcep ( tang pencabutan )
- Tang rahang atas:
-Tang rahang bawah 2. Elevator/pengungkit Menurut bentuknya elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu : 1. straight ( lurus ) 2. cross Bar 3. Angular 4.2.4. Komplikasi eksodonsi Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi tersebut antara lain :
- Kegagalan mencabut gigi menggunakan alat alat mencabut gigi seperti tang dan
elevator. -Terjadi fraktur dari mahkota gigi yang akan dicabut, akar gigi yang akan dicabut, tulang alveolar, tuberositas maksilaris, gigi sebelahnya atau gigi antagonisnya, mandibula. -Dislokasi pada gigi sebelahnya, dan sendi temporomandibular. -Akar gigi dapat berpindah ke jaringan lunak, ke dalam sinus maksilaris, sehingga apabila hal ini terjadi harus dilakukan tindakan bedah besar agar gigi tersebut bisa diambil.
- Perdarahan yang berlebihan selama mencabut gigi, dan setelah pencabutan gigi.
-Dapat terjadi kerusakan pada gusi, bibir, saraf alveolaris inferior dan cabang cabangnya, lidah serta dasar mulut -Terjadinya rasa sakit pasacaoperasi disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada jaringan lunak dan keras,terbentuknya dry soket, osteomilitis akut pada mandibula, arthritis traumatic pada sendi temporo mandibula, serta adanya infeksi pada daerah pencabutan. -Pembengkakan pascaoperasi dapat terjadi karena edema, hematoma, infeksi, trauma, sinkop, terhentinya respirasi, terhentinya jantung, serta keadaan darurat akibat ananstesi.
67