Anda di halaman 1dari 17

PERCOBAAN I IDENTIFIKASI DAN CARA PEMISAHAN OBAT

A. TUJUAN PERCOBAAN Memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada mahasiswa tentang cara identifikasi, pemurnian dan pemisahan obat.

B. LANDASAN TEORI Metode spektroskopi dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat-zat pengabsorbsi maupun zat-zat bukan pengabsorbsi. Analisis spektrofotometri berguna untuk senyawa organic yang mengandung satu atau lebih gugus kromofor. Sejumlah zat-zat anorganik juga mengabsorpsi dan secara langsung dapat ditentukan dengan baik, seperti beberapa logam-logam transisi. Juga sejumlah zat lain memperlihatkan sifat absorpsi. Contoh, ion-ion nitrit, nitrat, dan kromat; osmium dan ruthenium tetroxide; molekul yodium; dan ozon. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi meliputi jenis pelarut, pH larutan, suhu, konsentrasi elektrolit yang tinggi, dan adanya zat penggangu. Pengaruh-pengaruh ini harus diketahui; kondisi analisis harus dipilih sedemikian hingga absorbsi tidak akan dipengaruhi sedikitpun. Kebersihan juga akan mempengaruhi absorbsi termasuk bekas jari pada dinding tabung harus dibersihkan dengan kertas tisu dan hanya memegang bagian ujung atas tabung sebelum pengukuran. Larutan-larutan standar sebaiknya mempunyai komposisi yang sama dengan komposisi cuplikan yang sebenarnya dan konsentrasi cuplikan berada di antara konsentrasi-konsentrasi larutan standar. Jarang sekali menggunakan hanya

satu standar untuk menentukan absorbtivitas molar. Hasil analisis tidak pernah didasarkan pada harga literature absorbtivitas molar (Sumar Hendayana, 1994). Isolasi dan identifikasi senyawa aktif antimakan dari batang brotowali (Tinospora tuberculata BEUMEE.) telah dilakukan. Sebanyak 1 kg serbuk kering batang brotowali diekstraksi secara maserasi dengan pelarut metanol, selanjutnya ekstrak metanol dipartisi secara berulang-ulang dengan n-heksana sehingga diperoleh ekstrak metanol dan ekstrak n-heksana. Kedua ekstrak diuapkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental metanol dan ekstrak kental n-heksana yang selanjutnya diuji aktivitas antimakan. Ekstrak yang lebih aktif dilakukan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak yang terbaik dari hasil kromatografi lapis tipis. Fraksi yang didapat diuji aktivitas antimakan. Selanjutnya ekstrak yang lebih aktif diuji kemurniannya dan diidentifikasi dengan uji fitokimia dan spektrofotometer UV-vis dan inframerah (I M. Sukadana, et al., 2007). Suatu indikator asam-basa adalah suatu senyawa organic yang berubah warna dengan berubahnya pH. Senyawa ini paling sering dijumpai sebagai indikator titik akhir titrasi. Kertas uji, seperti kertas lakmus, dibasahi dengan satu senyawa ini atau lebih. Dua indikator yang khas ialah jingga metil dan fenolftalein. Jingga metil berwarna merah dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. Dalam larutan dengan pH di atas 4,4 zat ini berwarna kuning. Sebaliknya, fenolftalein berubah warna pada pH di atas 7. Sampai pH = 8,3, fenolftalein tak berwarna. Pada pH = 10 zat ini berwarna merah. Dalam larutan basa kuat, zat ini kembali tak berwarna.

Indikator berubah warna karena system kromofornya diubah oleh reaksi asam-basa. Pada fluoresensi, suatu senyawa yang menyerap cahaya yang berada dalam rentang panjang gelombang cahaya tampak akan terlihat berwarna. Bila senyawa yang sama memancarkan cahaya pada suatu panjang gelombang yang berlainan, senyawa itu akan tampak berwarna dua, atau berfluoresensi. Suatu contoh senyawa fluoresensi ialah fluoresein, yang pernah digunakan untuk menandai pesawat terbang yang jatuh di laut. Dalam larutan air dan dengan adanya cahaya, fluoresein kelihatan merah dengan fluoresensi kuning-hijau yang kuat. Kemiluminensi adalah suatu gejala dalam mana suatu reaksi kimia menghasilkan produk-produk yang mengandung molekul tereksitasi dan kembalinya produk-produk tereksitasi ini ke keadaan dasar, diikuti dengan pancaran cahaya. Suatu contoh yang dikenal ialah cahay kunangkunang, yang disebabkan oleh oksidasi enzimatik dari lusiferin kunang-kunang (Ralp J. Fessenden dan Joan S. Fessenden,1986). Sulfonamida adalah turunan dari p-aminobenzensulfonamid (sulfanilamid), suatu senyawa khas yang tersubstitusi pada N1 atau N4, yang digunakan secara luas untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram-positif dan Garamnegatif tertentu , beberapa jamur dan protozoa. Golongan ini efektif terhadap penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti Actinomycetes sp., Bacillus anthracis, Brucella abortus, Corinebacterium diphtheria, Calymmantobacterium granulomatis, Chlamydia trachomatis, Escherichia coli, Hemophylus influenza, Nocardia asteroids, Proteus mirabilis, Pseudomonas pseudomallei, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, S. pyogenes, Shigell flexneri,Neisseria

gonorrheae dan Vibrio cholera. Sulfonamida mempunyai struktur mirip dengan

asam p-aminobenzoat, suatu asam yang diperlukan untuk biosintesis koenzim asam folat dalam tubuh bakteri atau protozoa. Sulfanamid , penyerapan dalam saluran cerna cepat dan sempurna, kadar darah maksimal dicapai 1-2 jam setelah pemberian oral. Disbanding turunan sulfonamida aktivitas antibakterinya lebih rendah. Sulfanilamid lebih sering digunakan secara setempat oleh karena obat dan bentuk asetilnya menimbulkan kristalisasi pada ginjal. Pada pemberian secara oral, obat harus dikombinasi dengan natrium bikarbonat 1-4 g disertai dengan minum air yang banyak. Dosis oral awal : 0,1 g/kg bb, diikuti dengan 1/6 dosis awal, setiap 4 jam, sampai infeksi terkendali. Salah satu efek samping turunan sulfonamida adalah kerusakan ginjal yang disebabkan karena pembentukan Kristal yang sukar larut di ginjal oleh metabolit sulfanilamid dan asetil sulfanilamid (Siswandono & Bambang S., 1995). Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Nama ini berasal dari gabungan kata latin vita yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin sama sekali tidak memiliki atom N. Vitamin C adalah kristal putih yang larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. (Schumm,1992).

Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food additive) saat ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Salahsatu bahan tambahan pada makanan adalah pengawet bahan kimia yang berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan, baik yang disebabkan oleh mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan proses pembusukan dan fermentasi dari makanan (Husni E., 2007). Banyak senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminisensi, yakni senyawa kimia trsebut dapat dieksitasikan oleh cahaya dan kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula (panjang gelombang eksitasi). Ada dua peristiwa fotoluminisensi, yaitu fluoroesensi dan fosforisensi. Pada fluoroesensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar terjadi dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan (10-8 detik). Jika penyinaran kemudian dihentikan pemancaran kembali oleh molekul tersebut juga berhenti. Fluoroesensi berasal dari transisi antara tingkat tingkat energi elektronik singlet dalam suatu molekul. Molekul-molekul yang mampu

berfluoroesensi yaitu sistem ikatan rangkap terkonjugasi memiliki struktur yang planar dan kaku sehingga akan mampu menyerap secara kuat di daerah 200 800 nm pada radiasi elektromagnetik. Senyawa senyawa yang mempunyai ikatan rangakp terkonjugasi ini merupakan calon (kandidat) senyawa yang mampu berfluoroesensi. Modifiasi struktur terhadap senyawa senyawa ini dapat menurunkan atau meningkatkan intensitas fluoroesensi, tergantung pada sifat dan letak gugus substituen (Gandjar, 2007).

C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Tabung reaksi Pipet tetes Lumpang dan alu Korek api Tang tabung reaksi Hot plate Gelas kimia 250 ml Spektrometer UV VIS

2. Bahan Vitamin C Asam salisilat FeCl3 Asetosal Etanol Trisulfa Asam salisilat H2SO4 KbrO3 HCl Methanol

NaNO3 Aquades (H2O) Kanji Alfa-naftol dalam alkohol Efedrin HCl

D. PROSEDUR KERJA 1. Organoleptis VITAMIN C

Rasa Asam 2. Fluoresensi di bawah sinar ultra violet

Dikecap (dirasa)

ASAM SALISILAT

Dimasukkan kedalam cawan poselen Di serbukkan Diamati di bawah sinar Ultra Violet

Berfluoresensi Ungu 3. Golongan karbohidrat KANJI

Dimasukkan ke dalam tabung reaksi Dilarutkan dalam air Ditambahkan dalam alkohol larutan alfa-naftol

Warna ungu

Ditambahkan H2SO4 Diamati

4. Golongan fenol / salisilat ASAM SALISILAT

Ungu - Biru

Dimasukkan kedalam tabung reaksi Ditambahkan sedikit aquades Ditambahkan larutan FeCl3

ASAM SALISILAT

Dimasukkan kedalam tabung reaksi Ditambahkan methanol Ditambahkan larutan H2SO4 Dipanaskan

Bau metil salisilat 5. Golongan pirazolon ANTALGIN

Dimasukkan kedalam tabung reaksi Dilarutkan ke dalam aquades Ditambahkan larutan HCl Ditambahkan NaNO3

Warna kuning

6. Golongan sulfonamide TRISULFA

Dimasukkan kedalam tabung reaksi Dilarutkan ke dalam HCl Dicelupkan batang korek api

Warna kuning ASAM SALISILAT TRISULFA

Dimasukkan kedalam tabung reaksi Ditambahkan HCl Ditambahkan larutan KBrO3

Warna coklat 7. Golongan alkaloid ASAM SALISILAT EFEDRIN HCl

Dimasukkan kedalam tabung reaksi Ditambahkan H2SO4 Ditambahkan HCl

Tidak terbentuk endapan

E. HASIL PENGAMATAN Tabel pengamatan : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Vitamin C Perlakuan dirasa Hasil Pengamatan Rasa asam Warna ungu-biru Warna kuning Warna kuning Warna coklat + H2SO4 Bau metil salisilat

Asam salisilat + FeCl3 Asetosal + etanol Trisulfa + HCl + Korek api Trisulfa + H2SO4 + KbrO3 Asam salisilat + Methanol

(dipanaskan) 7. 8. HCl + NaNO3 + H2O Warna kuning salisilat

Kanji dalam air + Alfa-naftol dalam alkohol + Warna ungu H2SO4

9.

Asam salisilat diamati dibawah sinar Ultra Warna ungu Violet

10.

Efedrin HCl + H2SO4

Negatif endapan)

(tidak

ada

F. PEMBAHASAN Pada percobaan kali ini kita mengidentifikasi dan memisahkan bahan obat. Obat merupakan suatu bahan yang digunakan untuk pengobatan, peredaan, pencegahan atau diagnose suatu penyakit, dengan penggunaan dan dosis tepat. Obat tersusun oleh bahan bahan kimia sesuai dosis tertentu memberikan efek terpeutik. Untuk mengetahui kandungan zat kimia dalam suatu obat dilakukan analisis. Analisis yang kita gunakan ialah analisis kualitatif yaitu analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya suatu zat dalam suatu sampel. Pada percobaan awal yaitu menganalisis vitamin C. Vitamin C dianalisis dengan menggunakan metode organoleptis. Metode organoleptis merupakan suatu analisis kualitatif yang menggunakan organ tubuh khususnya alat-alat indra. Selain itu pula organoleptis merupakan analisis pendahuluan yang biasanya dianalisis berupa bau, rasa, dan warna. Berdasarkan percobaan yang kita lakukan diperoleh rasa yang asam pada vitamin C. Vitamin C memiliki kristal putih yang larut dalam air. Vitamin C cukup stabil pada saat kering, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Oleh karena itu vitamin C memiliki rasa asam. Percobaan kedua yaitu menganalisis serbuk asam salisilat. Asam salisilat dianalisis dengan menggunakan fluorometri. Fluorometri ada dua yaitu fluorosensi dan fosforisensi. Adapun yang kita gunakan pada percobaan ini yaitu fluoroesensi. Fluoroesensi dilakukan dibawah sinar ultra violet. Alat yang digunakan yaitu spektrometer UV VIS. Pada proses ini, sampel harus memiliki konsentrasi rendah.

Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya penyerapan radiasi yang tidak seragam. Senyawa yang memiliki ikatan ranggkap terkonjugasi merupakan senyawa yang dapat berfluoroesensi. Oleh karena itu, senyawa asam salisilat dapat berfluoroesensi. Selain itu pula, dikarenakan senyawa asam salisilat dapat menyerap secara kuat di daerah 200-800 nm pada radiasi elektromagnetik. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini ialah asam salisilat berfluoroesensi ungu. Percobaan ketiga yang kita lakukan yaitu menganalisis golongan karbohidrat. Identifikasi karbohidrat dapat menggunakan reeaksi mollich. Reaksi mollich merupakan reaksi yang umum untuk mengidentifikasi suatu senyawa sebagai karbohidrat sejati. Prinsip dasarnya ialah pembentukan furfural atau turunannya, yang disebabkan oleh daya dehidrasi asam sulfat pekat terhadap karbohidrat. Pada identifikasi ini menggunakan kanji yang digunakan sebagai sampel yang akan diuji. Selain itupula kita menggunakan alfa-naftol dalm alkohol dikarenakan furfural akan berkondensasi membentuk senyawa yang berwarna ungu. Berdasarka hasil pengamatan yang kami peroleh bahwa reaksinya positif berwarna violet. Hal tersebut menandakan adanya kandungan karbohidrat. Percobaan keempat ialah mengidentifikasi golongan fenol atau golongan salisilat. Sampel yang kita gunakan ialah asam salisilat. Hasil pengamatan pertama yang kami peroleh dari penambahan larutan FeCl3 dalam sampel terjadi perubahan warna dari berwarna putih menjadi warna ungu-biru. Perubahan warna tersebut dipengaruhi oleh adanya penambahan larutan FeCl3 pada sampel. Dikarenakan FeCl3 memiliki ion Fe3+ yang mampu membentuk ikatan koordinasi untuk membentuk senyawa kompleks yang akan menyebabkan sampel menjadi berwarna. Hasil

pengamatan kedua yang kami peroleh dari penambahan methanol dan asam sulfat kedalam sampel memberikan aroma gondopuro atau metil salisilat setelah pemanasan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sampel mengandung salisilat positif. Bau yang dihasilkan tersebut berasal dari reaksi yang terjadi antara asam salisilat, metanol dan asam sulfat. Percobaan kelima yang kita lakukan ialah mengidentifikasi golongan pirazolon. Contoh senyawa obat yang termasuk golongan pirazolon yaitu antalgin. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami peroleh setelah penambahan aquades dan HCl serta NaNO3 menyebabkan warna sampel menjadi kuning. Warna kuning tersebut menandakan sampel mengandung salisilat. Percobaan keenam, kita melakukan identifikasi senyawa obat golongan sulfonilamide. Senyawa obat yang termasuk golongan sulfonilamide misalnya novatrium forte, trisulfa, dll. Sulfanilamide merupakan jenis obat yang termasuk golongan obat anti mikroba. Adapun yang kita gunakan pada percobaan ini ialah menggunakan obat trisulfa yang akan dianalisis. Analisis yang akan kita gunakan ialah analisis kualitatif dengan mengunakan reaksi korek api dan uji bromat. Pada reaksi korek api, dihasilkan warna kuning. Warna kuning tersebut menunjukkan bahwa adanya asam sulfanilat. Pada reaksi uji bromat, terjadi perubahan warna yaitu sampel berubah warna menjadi warna coklat. Percobaan terakhir yaitu mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid. Pada proses ini menggunakan reaksi mayer. Pereaksi mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Pereaksi mayer yang kami gunakan ialah H2SO4. Dari hasil pengamatan yang kita lakukan pereaksi mayer yang bereaksi dengan HCl maka tidak

terbentuk endapan. Menurut teori dan percobaan yang dikemukakan oleh para ahli jika sampel golongan alkaloid ditambahkan pereaksi mayer dan HCl maka akan terjadi endapan. Namun, hal tersebut bertentangn dengang hasil yang kami peroleh, kemungkinan percobaan yang kita lakukan terjadi kekeliruan dalam proses pengindentifikasian.

G. KESIMPULAN Dapat mengetahui indentifikasi dan cara pemisahan obat dengan menggunakan metode analisis kualitatif seperti organoleptis, fluoroesensi dibawah sinar ultra violet, menggunakan berbagai macam pereaksi seperti pereaksi mayer, H2SO4, HCl, FeCl3, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, Ralp, J., dan Fessenden, Joan, S., 1986, Kimia Organik, Jakarta: Erlangga. Gandjar G., et al., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Handayana, Sumar, 1994, Kimia Analitik Instrumen, Semarang: IKIP Semarang Press. Husni E., et al., 2007, Analisis Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji Sosis, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, vol. 12(2), Hal. 108-111. Schumm, Dorothy E., 1992, Intisari Biokimia, Binarupa Aksara. Siswandono, dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, Surabaya: Erlangga University Press. Sukadana, I.M., et al., 2007, ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIMAKAN DARI BATANG TUMBUHAN BROTOWALI

(Tinospora tuberculata BEUMEE), Jurnal Kimia 1, vol. 1(2), hal. 5561.

Anda mungkin juga menyukai