Anda di halaman 1dari 35

ktikebidanankeperawatan

kti skripsi kebidanan keperawatan


Beranda kti-skripsi

Arsip
Archive for the kti-skripsi Category

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Rendahnya Cakupan K4


4 Desember 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah (Departemen Kesehatan RI, 2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar pelayanan kesehatan minimal di bidang kesehatan di kabupaten atau kota khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2010 yaitu berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4. K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan Kl di bawah 70% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh pola pelayanan yang belum cukup aktif. Rendahnya K1 menunjukkan bahwa akses petugas kepada ibu masih perlu ditingkatkan. Sedangkan K4 yaitu Kontak minimal 4 kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1 kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang belum memadai . Rendahnya K4 menunjukkan rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menangani risiko tinggi obstetric. Pelayanan kesehatan diperkirakan dapat menurunkan angka kematian ibu sampai 20% namun dengan sistem rujukan yang efektif, angka kematian dapat ditekan sampai 80%. Menurut United Nations Childrens Fund (UNICEF) 80% kematian ibu dan perinatal terjadi di rumah sakit

rujukan. Dengan demikian maka upaya peningkatan derajat kesehatan ibu mendapat perhatian serius (Sastro Asmoro, 2000). Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diaharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat teratasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan antara lain pelayanan kesehatan ibu dan anak diantaranya adalah kunjungan K4 (Manuwoto, 2006). Pelayanan kesehatan tersebut merupakan bagian integral dari pelayanan dasar yang terjangkau oleh seluruh rakyat. Didalamnya termasuk pelayanan kesehatan ibu yang berupaya agar setiap ibu hamil dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat. Upaya dapat tercapai bila dalam memberikan pelayanannya bermutu dan berkesinambungan atau komprehensif (Manuwoto, 2006). Pengelolaan program KIA pada prinsipnya bertujuan menetapkan peningkatan jangkauan serta mutu pemeriksaan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pemeriksaan KIA dewasa ini diutamakan pada keinginan pokok yaitu peningkatan pemeriksaan antenatal di semua fasilitas pemeriksaan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI, 1995). Cakupan K1 di Indonesia pada tahun 2007 adalah 83% dari target 100% dan cakupan K4 adalah 65,90% dari target 95%. Cakupan K4 di Jawa Barat pada tahun 2006 sebesar 76.64%, sedangkan pada tahun 2007 cakupan K4 di Jawa Barat sebesar 77,34%. Angka ini jauh sekali dengan provinsi Bangka Belitung pada Tahun 2007 mencapai 93.31%. Cakupan K4 di Kabupaten .. tahun 2011 sebesar 12,53% denga target cakupan adalah 95% dan cakupan K1 sebesar 19,585 (87,42%) dari jumlah ibu hamil sebesar 22,403. Sementara cakupan K4 di Puskesmas .. pada tahun 2011 sebesar 204 (45,43%). Berdasarkan data tersebut maka cakupan K4 di Puskesmas .. pada tahun 2011 belum mencapai target. Cakupan K4 merupakan persentase ibu hamil di suatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu,yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan tingginya cakupan K4 di Puskesmas diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dalam upaya pencapaian cakupan K4 tersebut diperlukan petugas atau bidan, sarana, dan pelayanan antenatal yang berkualitas (Peranginangin, 2005). Efektifitas pelayanan antenatal tidak hanya diukur berdasarkan dari keberhasilan cakupan K4 saja tetapi perlu keteraturan dalam melakukan kunjungan, agar informasi yang penting bagi ibu hamil dapat tersampaikan. Berdasarkan paparan tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. Sehingga pertanyaan peneliti adalah Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan rendahnya cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan K4 di wilayah kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. tahun 2011. Penelitian ini terdiri dari dua variabel penelitian yaitu variabel bebas (pendidikan, pendapatan dan jarak) dan variabel terikatnya (kunjungan K4). Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas .. Kabupaten .. dan waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Februari-7 April 2010. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan cross sectional. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011 berdasarkan pendidikan, pendapatan dan jarak responden. 1.4.2.2 Diketahuinya hubungan pendidikan ibu dengan rendahnya cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.2 Diketahuinya hubungan pendapatan ibu dengan rendahnya cakupan K4 UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.3 Diketahuinya hubungan jarak dengan rendahnya cakupan K4 di UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswa tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya mengenai kunjunagan K4. 1.5.2 Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya kunjungan K4. 1.5.3 Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi, perbandingan, serta referensi bagi peneliti selanjutnya. 1.5.4 Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.180 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Persepsi Ibu Terhadap Pemberian ASI eksklusif
4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 menyatakan bahwa tujuan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakanlah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan (Anonim, 1999). Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bidang kesehatan. IPM bidang kesehatan dipengaruhi dari tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi (AKB). Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 dalam Atik (2010) menyebutkan bahwa AKI di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 35 per 1000 kelahiran hidup, pemerintah mentargetkan pada tahun 2010 kematian dapat menurun menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2006 data kematian bayi nasional sebesar 47 per 1000 kelahiran hidup. Untuk Provinsi Jawa Barat diprediksi pada tahun yang sama jumlah kematian bayi sebesar 110 bayi (Budi, 2010). Faktor penyebab kematian bayi di Indonesia secara berurutan dari mulai penyebab yang terbanyak disebabkan oleh Asfiksia (kekurangan oxygen), BBLR dan Tetanus Neonatorum. UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak Balita didunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi. Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten n tahun 2010 jumlah kematian bayi sebanyak 346 kasus dari 21.935 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu sebanyak 40 kasus. Meskipun manfaat memberikan ASI Ekskluisf dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak telah diketahui secara luas, namun kesadaran ibu untuk memberikan ASI Eksklusif di Indonesia, baru sebesar 14% saja, itu pun diberikan hanya sampai bayi berusia 4 bulan, UNICEF juga menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan oleh Jurnal Pediatrik pada tahun 2006 ini, terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula, memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah dua tahun yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian ASI secara eksklusif. Oleh

sebab itu sudah sewajarnya ASI eksklusif dijadikan sebagai prioritas program di negara berkembang ini. UNICEF menyebutkan bahwa ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula, merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua didalam memberikan ASI eksklusif. Meskipun aturan pemasaran produk pengganti ASI terdapat dalam kode etik internasional yang juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan, namun tetap saja para produsen susu bayi melakukan promosi secara gencar, bahkan sampai menyediakan susu formula itu di rumah sakit ataupun klinik-klinik bersalin. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini dari yang semestinya. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui lebih berhasil. Banyak alasan yang dikemukakan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASI nya tidak cukup, atau ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup, melainkan karena ibu kurang percaya diri bahwa ASI nya cukup untuk bayinya (IPB, DepKes RI, Badan PDM dan WHO 2001). Masih rendahnya kepatuhan ibu dalam pemberian ASI tidak terlepas dari faktor ibu, petugas dan pelayanan kesehatan maupun lingkungan. Faktor dari ibu berhubungan dengan umur, pendidikan, pengetahuan ASI dan pekerjaan. Faktor dari petugas dan pelayanan kesehatan berhubungan dengan KIE petugas serta perhatian dan bantuan petugas. Sedangkan faktor dari lingkungan berhubungan dengan riwayat menyusui orang tua, dukungan keluarga, pemberian cuti melahirkan adanya izin untuk menyusui di tempat kerja, ada tidaknya tempat penyimpanan ASI dan penitipan bayi serta promosi susu formula. Mengingat betapa pentingnya ASI bagi kesehatan bayi, komitmen WHO pada tahun 2002 yang tertuang ke dalam Global Strategy On Infant And Young Child Feeding menegaskan tentang pemberian makanan pendamping ASI hingga anak berusia 2 tahun. Komitmen ini menguatkan resolusi World Health Assembly (WHA) No.54/200/tentang kebijakan global pemberian ASI Eksklusif kepada bayi selama 6 bulan pertama. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, jumlah pemberian ASI Eksklusif pada bayi dengan usia dibawah 2 bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Prosentase tersebut menurun seiring bertambahnya usia bayi yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan, 14% pada bayi usia 4-5 bulan dan 13% bayi dibawah 2 bulan telah diberikan susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan. Menurut Laporan Evaluasi Program Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten tahun 2010 melaporkan bahwa dari 11.511 bayi yang diberikan ASI sampai usia 0 bulan sebanyak 11.444 bayi (99%) kemudian yang diberi ASI sampai berusia satu bulan 10.897 bayi (94%), yang diberi ASI sampai berusia dua bulan sebanyak 11.087 bayi (96%) dan jumlah bayi yang diberikan ASI sampai berusia enam bulan (ASI Eksklusif) sebanyak 5.537 bayi (48%). Puskesmas merupakan puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten dan merupakan puskesmas yang paling banyak bayi tidak diberi ASI Eksklusif. Dari jumlah bayi sebanyak 546 yang diberi ASI Eksklusif hanya 59 bayi (DO: 414 bayi). Puskesmas mempunyai wilayah kerja sebanyak 10 desa, dengan rincian jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif seperti tampak pada tabel dibawah ini: Tabel 1.1 Jumlah Bayi yang Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Puskesmas per Desa tahun 2010

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DO 79 30 34 64 4 75 31 2 33 49 16 23 50 2 28 48 1 37 53 0 52 26 2 20 69 3 50 77 1 58 Jumlah 546 61 410 Sumber: Laporan ASI Eksklusif Puskesmas tahun 2010 Dari tabel diatas terlihat bahwa desa yang paling kurang dalam jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif adalah Desa .. dengan jumlah bayi keseluruhan sebanyak 53 bayi. Bentuk keluarga di Desa .. sebagian termasuk keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan kakek dan nenek. Pola kehidupan warganya memiliki ciri-ciri diantaranya tradisional, akrab, menghormati orang tua dan masih mempertahankan kebudayaan dan kebiasaan. Melihat keadaan tersebut memungkinkan terjadi saling mempengaruhi dan mempertahankan kebiasaan dalam perilaku kesehatan termasuk perilaku pemberian ASI. Berdasarkan laporan bidan desa masih terdapat ibu-ibu yang memberikan makanan dan minuman tambahan sebelum bayi berusia 6 bulan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh persepsi ibu yang kurang dilihat dari faktor umur, pendidikan dan pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : 1.3.2.1 Diketahuinya gambaran persepsi ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011. 1.3.2.2 Diketahuinya hubungan faktor umur dengan persepsi terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011. 1.3.2.3Diketahuinya hubungan faktor pendidikan dengan persepsi terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011. 1.3.2.4 Diketahuinya hubungan faktor pengetahuan dengan persepsi terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011.

Nama

Desa

Jumlah

Bayi

ASI

Eksklusif

1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persepsi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif dilihat dari faktor umur ibu, pendidikan ibu dan pengetahuan ibu. Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Desa .. Kecamatan Kabupaten tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.5.1 Institusi Puskesmas Sebagai bahan masukan bagi kepala puskesmas beserta stafnya untuk lebih meningkatkan pelayanan program yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif melalui penyuluhan yang intensif kepada ibu-ibu yang mempunyai bayi berumur 0-6 bulan. 1.5.2 Institusi Pendidikan Dapat dijadikan bahan perbendaharaan bacaan di perpustakaan dan dapat dijadikan dasar pemikiran didalam melaksanakan penelitian berikutnya. 1.5.3 Peneliti Menambah wawasan berpikir, pengalaman, pengetahuan tentang persepsi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif serta lebih memperdalam pemahaman dan penghayatan ilmu yang diperoleh pada saat perkuliahan atau saat praktek di lapangan sehingga pada akhirnya peneliti dapat menjadi bidan yang menjunjung tinggi pentingnya ASI eksklusif.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.179 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Peran Kader Dalam Meningkatkan Pencapaian Usaha Perbaikan Gizi
4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia adalah Angka Kematian Bayi (AKB) dan Balita masih tinggi. Angka Kematian Bayi dan Balita yang tinggi menunjukkan bahwa kesejahteraan individu dan masyarakat di Indonesia masih rendah. Anak Balita

merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Kekurangan energi protein merupakan masalah gizi yang paling sering ditemukan pada kalangan anak Balita (Raksanagara A., 2007: 1). Salah satu upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan cara meningkatkan perbaikan gizi masyarakat dan salah satunya melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). UPGK merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu dibawah koordinasi yang baik, yang bertujuan menurunkan jumlah penderita gangguan gizi, bahkan jika mungkin menghilangkan bahaya gangguan gizi pada daerah yang rawan gangguan gizi (Moehji S., 2002: 116). Dalam 15 tahun mendatang sebanyak lima juta anak Indonesia terancam kehilangan daya saingnya bila kasus gizi buruk di tanah air tidak segera ditanggulangi. Pemerintah berusaha menurunkan jumlah gizi kurang dari 27,5% saat ini menjadi 20% pada tahun 2009 (http://promosi kesehatan.com, 2007: 1). Usaha perbaikan gizi keluarga selama ini dititikberatkan pada kegiatan penyuluhan gizi di posyandu dengan menggunakan pesan-pesan gizi sederhana, pelayanan gizi, pemanfaatan lahan pekarangan yang secara keseluruhan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan oleh masyarakat sendiri. Disamping itu kegiatan pemantauan pertumbuhan balita sebagai upaya deteksi dini kasus gangguan gizi, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan di posyandu mengalami penurunan (Departemen Kesehatan RI, 2006: VII). Dari berbagai kasus kekurangan gizi, yang paling banyak terdapat di negara Indonesia, menurut penelitian tahun 1979, yaitu kasus gizi busung lapar atau Kurang Kalori Protein (KKP). Kekurangan gizi ini paling sering diderita oleh anak balita yang sering disebut marasmus. Gangguan gizi lainnya yang menjadi perhatian Pemerintah, yaitu GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) yang dikarenakan tubuh kekurangan yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama (Irianto K., et al, 2004: 13). Pada bayi di bawah usia 3 tahun di Indonesia didapatkan 27,56% menderita gangguan gizi buruk. Saat ini ada 19 propinsi yang memiliki angka penderita busung lapar. Dari 19 propinsi tersebut ada 6 propinsi yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan salah satunya adalah propinsi Jawa Barat (Raksanagara A., 2007: 1). Data dari Departemen Kesehatan menyebutkan pada 2004 masalah gizi masih terjadi di 77,3% kabupaten dan 56% kota di Indonesia. Data tersebut menyebutkan bahwa pada 2003 sebanyak 5 juta anak balita (27,5%) kurang gizi terdiri dari gizi kurang 1,5 juta (8,3%) dan sisanya mengalami gizi buruk (http://promosi kesehatan.com, 2007: 1). Sementara menurut pengelompokkan prevalensi gizi kurang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada 2004 karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47%) termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk (http://promosi kesehatan.com, 2007: 1). Di Jawa Barat angka yang menunjukkan status gizi buruk di kalangan balita masih tinggi. Sampai bulan Februari 2006 didapatkan 24.430 anak dibawah lima tahun yang mempunyai status gizi buruk yang terdiri dari 24.211 kasus lama dan 219 kasus baru (Raksanagara A., 2007: 1) Berdasarkan rekapitulasi data Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) pada bulan Agustus tahun 2007 di Kecamatan Kabupaten , dari jumlah balita sebanyak 5.500 yang berasal dari keluarga miskin (Gakin) 915 balita (16%) dan bukan keluarga miskin (Non Gakin) 4.585 Balita (83%), yang mengalami gizi buruk sebanyak 113 balita yang berasal dari Gakin 0,34% dan Non Gakin 0,65%, kasus gizi kurang sebanyak 699 balita yang berasal dari Gakin 0,26% dan Non Gakin 0,73%, kasus gizi lebih sebanyak 147 balita yang berasal dari Gakin

0,18% dan Non Gakin 0,81% (Puskesmas , 2007). Dengan adanya perkembangan masalah gizi tersebut, maka diperlukan perubahan pendekatan perbaikan gizi melalui pemberdayaan keluarga utamanya melalui perubahan perilaku menuju perbaikan status kesehatan dan gizi keluarga. Untuk itu ke depan, diharapkan akan terwujud keluarga sadar gizi yang cerdas dan mandiri. Strategi utama untuk mewujudkan keluarga sadar gizi adalah pemberdayaan keluarga melalui revitalisasi UPGK. Salah satu bentuk operasional yang sangat layak untuk dilaksanakan adalah penyegaran kader posyandu karena kader sebagai tumpuan pemberdayaan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2006: VII). Jumlah kader keseluruhan di Kecamatan yang menaungi 13 desa dalam kegiatan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas sebanyak 424 kader, sedangkan jumlah kader yang masih aktif sebesar 303 kader (71%) dan sisanya kader yang tidak aktif sebesar 121 kader (29%). Bertitik tolak dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan peran kader dalam meningkatkan pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan peran kader dalam meningkatkan pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011, sehingga yang menjadi pertanyaan penelitiannya adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan peran kader terhadap peningkatan pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011 ? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dibatasi pada peran kader dalam meningkatkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dilihat dari faktor pendidikan, umur, pemberian insentif, pengalaman kerja dan pengetahuan. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peran kader dalam peningkatan pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Untuk mengetahui gambaran umur kader di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.2 Untuk mengetahui gambaran pendidikan kader di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.3 Untuk mengetahui gambaran pengalaman kader di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.4 Untuk mengetahui gambaran pemberian insentif kader di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011.

1.4.2.5 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan kader tentang Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.6 Untuk mengetahui hubungan antara umur dengan peran kader dalam pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.7 Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dengan peran kader dalam pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.8 Untuk mengetahui hubungan antara pengalaman dengan peran kader dalam pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.9 Untuk mengetahui hubungan antara pemberian insentif dengan peran kader dalam pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.4.2.10 Untuk mengetahui hubungan antara pengetahun dengan peran kader dalam pencapaian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Penulis 1.5.1.1 Menambah pengetahuan dan informasi mengenai perkembangan kesehatan keluarga dan masyarakat, khususnya tentang peran kader posyandu dan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). 1.5.1.2 Dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan untuk dapat berperan di masyarakat. 1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai penambah naskah ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa khususnya yang mengikuti program studi D III Kebidanan dan sebagai salah satu dokumentasi sebagai bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya. 1.5.3 Bagi Institusi Lahan Penelitian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi institusi serta kader Posyandu dan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan pelaksanaan program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK).

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.178 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Remaja Tentang Seks Bebas


4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman globalisasi membuat nilai-nilai yang ada dalam mayarakat menjadi semakin berkurang. Pergaulan menjadi semakin bebas sehingga melanggar batas-batas nilai moral dan agama. Hubungan seks yang seharusnya hanya boleh dilakukan dalam ikatan perkawinan sudah dianggap wajar dalam status berpacaran. Pergaulan remaja membuat kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat karena tidak jarang mereka sering terjerumus dalam perbuatan yang tidak sepantasnya untuk dilakukan dan akibatnya adalah kehamilan pada remaja (Mardiana, 2002). Masyarakat menghadapi kenyataan bahwa kehamilan remaja makin meningkat dan menjadi masalah, makin derasnya arus informasi yang dapat menimbulkan rangsangan seksual remaja, dan pada akhirnya mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah dan memberikan dampak pada terjadinya penyakit hubungan seks dan kehamilan di luar perkawinan (Manuaba, 2001). Pada masa remaja telah terjadi revolusi dalam hubungan seksual menuju ke arah liberalisasi tanpa batas. Masa remaja merupakan masa transisisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, pada masa ini terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cepat, baik fisik, mental, maupun psikososial. Badan kesehatan dunia WHO dalam Sarwono (2002) membedakan dua kelompok usia kaum muda yaitu 10-19 tahun sebagai adolescence, dan 15-24 tahun sebagai youth. Dalam kehidupan sehari-hari perilaku remaja dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (pengetahuan, sikap, kepribadian) maupun faktor eksternal remaja (lingkungan dimana ia berada). Survey yang dilakukan pada beberapa negara maju menunjukkan bahwa Amerika Serikat mempunyai angka kehamilan remaja (usia 15 19 tahun) sebesar 95/1000, Perancis 44/1000 dengan aborsi 27/1000, Swedia 35/1000 dengan aborsi 15/1000, dan negeri Belanda 15/1000 dengan aborsi 10/1000. Angka yang relatif tinggi tersebut disebabkan karena tingkah laku seksual dilakukan dalam masyarakat dengan bebas (William, 2007). Penelitian di negara berkembang melaporkan bahwa 20% sampai 60% kehamilan dan persalinan di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan dini dan tidak diinginkan. Pernyataan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan bahwa 6 dari 10 wanita yang belum menikah sudah tidak virgin kenyataan ini diperburuk lagi dengan temuan BKKBN bahwa diperkirakan sebesar 750.000 sampai 1.000.000 aborsi ilegal di Indonesia pertahun (Supriatiningsih, 2003). Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007, jumlah remaja di Indonesia mencapai 30% dari jumlah penduduk yaitu sekitar 1,2 juta jiwa. Mereka adalah calon generasi penerus bangsa dan akan menjadi orang tua bagi generasi berikutnya. Tentunya dapat dibayangkan betapa besar pengaruh segala tindakan yang mereka lakukan saat ini kelak dikemudian hari tatkala menjadi dewasa dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan. Berdasarkan Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2002-2003 pada remaja wanita dan laki-laki belum menikah usia 15-24 tahun bahwa 91,6% tidak mempunyai

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sekitar 33% 66% dari kelahiran di kalangan remaja tidak direncanakan. Adapun kasus aborsi di Provinsi Jawa Barat dari 400 ribu kasus aborsi setiap kasus separuhnya ditengarai dilakukan oleh remaja (www.bkkbn.go.id). Survey yang dilakukan oleh Moelinono tahun 2005 pada remaja dari 4 kota di Bandung, Jakarta, Medan, dan Surabaya, menunjukan remaja melakukan hubungan seks pertamakalinya di rumah. Jika 72 % remaja pria merasa senang setelah melakukan hubungan seks, 47% remaja wanita merasa menyesal. Penelitian ini dilakukan terhadap 474 remaja berusia 15-24 tahun dengan persentasi 50 % aktif secara seksual dan 50 % lagi belum pernah melakukan hubungan seksual. Berdasarkan data dari BKKBN Kabupaten . tahun 2003 dari 347 remaja, 51% wanita dan 49% laki-laki mengaku 88% mempunyai kekasih dan 12% tidak. Dari jumlah tersebut mereka yang pernah melakukan hubungan seks 65% dengan pacar, 21% lain-lain, 9% sendiri, dan 6% dengan wanita pekerja seks (BKKBN Kabupaten ., 2003). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten . (2008) angka kejadian Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di Kabupaten . sebesar tiga kasus dan angka ini terdapat di Kecamatan .. Menurut data hasil rekapitulasi Kecamatan . 2009/2011 jumlah penduduk di Kecamatan . sebesar 42.580 terdiri dari 21.127 (49,61%) laki-laki dan 21.453 (50,38%) perempuan. Dari seluruh desa yaitu ada 13 desa di Kecamatan . jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa . sebesar 4.890 (11,48%) orang. Tabel 1.1 Data Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa . Kecamatan . Tahun 2009/2011 NO BLOK / DUSUN Usia (10-14) Usia (15-19) Jumlah 1 122 124 246 2 114 114 228 3 94 107 201 4 81 65 146 Jumlah 411 410 Sumber : Profil Desa . Kecamatan . Tahun 2009/2011 Berdasarkan rekapitulasi data penduduk tersebut berdasarkan kelompok umur di Desa Pabalabuan Kecamatan . tahun 2009/2011 terdapat jumlah remaja usia 10-14 tahun sebesar 411 (50,06%) orang dan usia 15-19 tahun sebesar 410 (49,93%) orang. Dengan demikian jumlah remaja di Desa . Kecamatan . sebanyak 821 remaja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di wilayah kerja Kecamatan . Kabupaten . tahun 2009 dengan melakukan uji coba terhadap 10 remaja dengan batasan usia 10-19 tahun sebagai responden melalui wawancara langsung, terdapat 3 (30%) responden mengetahui tentang pengetahuan seks bebas dan 7 (70%) responden tidak mengetahui tentang pengetahuan seks bebas. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Remaja Tentang Seks Bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan remaja putri terhadap seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011.

Sehingga perumusan masalahnya adalah Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Adanya keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan penulis maka tidak semua faktor pengetahuan diteliti, dalam penelitian ini yang diambil sebagai faktor pengetahuan yaitu umur, pendidikan dan informasi. Faktor umur, pendidikan dan informasi sebagai variabel terikat atau independen dan pengetahuan tentang seks bebas sebagai variabel bebas atau dependen, yang kemudian dicari hubungan antara kedua variabel tersebut. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahui gambaran tingkat pengetahuan remaja di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2.2 Diketahui gambaran umur remaja di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2.3 Diketahui gambaran pendidikan remaja di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2.4 Diketahui gambaran informasi remaja tentang seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2.5 Diketahui hubungan umur remaja dengan pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2.6 Diketahui hubungan pendidikan remaja dengan pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.4.2.7 Diketahui hubungan informasi dengan pengetahuan remaja tentang seks bebas di Desa . Kecamatan . Kabupaten . Tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk pengembangan penelitian yang berkaitan dengan remaja dan seks bebas, juga sebagai referensi bagi mahasiswa kebidanan guna mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan seks bebas. 1.5.2 Bagi Masyarakat dan Remaja Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi orang tua agar dapat meningkatkan pengawasan kepada anak dalam pergaulannya juga dapat memberikan pendidikan pada anak tentang seks bebas dan bahaya yang ditimbulkannya di masa yang akan datang. 1.5.3 Bagi Puskesmas dan Kecamatan Diharapkan dapat dijadikan masukan agar dapat meningkatkan upaya pendidikan kesehatan terhadap masyarakat khususya pada remaja mengenai tentang seks bebas dan bahaya yang ditimbulkannya di masa yang akan datang. 1.5.4 Bagi Peneliti Memperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi seks bebas pada remaja juga

sebagai dasar kajian bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama dengan metoda yang berbeda sehingga penelitian mengenai seks bebas lebih akuntabel dan akurat.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.177 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang Menopause


4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) mengamanatkan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan pelayanan sosial kepada lansia. Adanya hal tersebut, atensi pemerintah terhadap para lansia sudah ada yaitu berupa jaminan layanan sosial, tetapi masih perlu ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas, mengingat secara faktual jumlah penduduk berusia lanjut secara nasional mengindikasikan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun (M. Rifai, 2007). Menopause dan ketuaan bukanlah mitos. Keduanya merupakan kenyataan. Pengalaman perempuan dengan kedua kenyataan tersebut, apakah penuh penderitaan atau tidak, tergantung dari bagaimana perasaan perempuan mengenai dirinya sendiri (Reitz, 1993). Menurut WHO, sindroma menopause dialami oleh banyak wanita hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita Eropa, 60% di Amerika, 57% di Malaysia, 18% di Cina dan 10% di Jepang dan Indonesia. Dari beberapa data tampak bahwa salah satu faktor dari perbedaan jumlah tersebut adalah karena pola makannya. Wanita Eropa dan Amerika mempunyai estrogen yang lebih banyak daripada Asia. Ketika terjadi menopause, wanita Eropa dan Amerika estrogennya menurun drastis dibanding wanita Asia yang kadar estrogennya moderat (Irawati, 2007). Wacana mengenai menopause kini semakin diminati oleh kalangan medis maupun masyarakat luas. Dapat dipahami karena dengan meningkatnya umur harapan hidup kaum perempuan maka proporsi kelompok wanita usia lanjut juga mengalami peningkatan yang bermakna. Prakiraan kasar menunjukkan akan terdapat sekitar 30-40 juta wanita usia lanjut dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 240-250 juta pada 2011. Dalam kategori wanita usia lanjut tersebut (usia lebih dari 60 tahun), hampir 100% telah mengalami menopause dengan segala akibat serta dampak yang menyertainya (Achadiat, 2007). Menopause dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, dan sering dianggap menjadi

momok dalam kehidupan wanita. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause pada usai 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun. Kebanyakan mengalami gejala kurang dari 5 tahun dan sekitar 25% lebih dari 5 tahun. Namun bila diambil rata-ratanya, umumnya seorang wanita akan mengalami menopause sekitar usia 45-50 tahun (Kasdu, 2004). Gejala menopause ini mulai muncul sejak masa pramenopause, saat menopause dan posmenopause. Menurut spesialis kebidanan dan kandungan dr. Hardi Susanto, masa menopause tidak dapat diobati sehingga mustahil untuk dihindari (Irawati, 2007). Biasanya gejala dari fase ini dialami perempuan mulai memasuki usia 45 tahun yang akhirnya menjadi menopause sekitar usia 55 tahun. Rata-rata wanita mengalami menopause usia 49 tahun, dimana haid terakhir sama sekali terhenti dalam waktu kurang lebih satu tahun, ujar Tjahja Sanggara, dokter spesialis Obstetri Ginekologi RS Awal bros. Haid yang terhenti sama sekali setelah melewati masa premenopause itulah yang akhirnya disebut dengan menopause (Baziad, 2002). Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2000 sebesar 7,18 % penduduk Indonesia adalah lansia atau sekitar 14,4 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2006 penduduk lanjut usia telah mencapai 8,9% atau sekitar 19 juta jiwa. Dalam waktu yang sama di Jawa Barat terdapat sekitar 7,2% atau sekitar 2,9 juta jiwa kaum lansia. (M. Rifai, 2007). Peningkatan usia lanjut akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, baik fisik, mental, psikososial dan ekonomi, sehingga menjadi tantangan bagi kita untuk mempertahankan dan kemandirian usia lanjut sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya (Nugroho, 2006). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan . tahun 2008 di Kabupaten . jumlah perempuan dari umur 45-59 tahun sebesar 122.349 jiwa (Dinas Kesehatan ., 2008). Berdasarkan data rekapitulasi dari UPTD Puskesmas . tahun 2009 dalam Laporan Kegiatan Lansia UPTD Puskesmas . terdapat jumlah lansia dari umur 45-59 tahun sebesar 4.889 orang dan tersebar ke-9 desa. Desa yang jumlah lansia terendah dari umur 45-59 yaitu di Desa . sebesar 209 orang (4,27%%) dan yang tertinggi yaitu di Desa sebesar 585 (11,9%) (UPTD Puskesmas ., 2009). Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah kerja UPTD Puskesmas . dari 30 orang ibu menopause berumur antara 45-59 tahun diperoleh bahwa yang mengetahui tentang menopause sebesar 13 orang (43,33%). Sementara jumlah ibu menopause yang tidak mengetahui tentang menopause sebesar 17 orang (56,67%) lebih besar dibandingkan jumlah ibu yang mengetahui tentang menopause. Dari uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian dengan mengambil judul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu tentang Menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . Tahun 2011. Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitiannya adalah Apakah Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu tentang Menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . Tahun 2011? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan variabel independen (pendidikan, pendapatan dan

informasi) dan variabel dependen (pengetahuan ibu tentang menopause). Penelitian ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskemas . Tahun 2011. Subjek penelitian adalah ibu menopause yang ada di Wilayah Kerja UPTD Puskemas .. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu menggunakan kuesioner dengan metode penelitian cross sectional. 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskemas . Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . tahun 2011. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang menopause berdasarkan pendidikan ibu, tingkat pendapatan dan keterpaparan informasi. 1.4.2.3 Diketahuinya hubungan pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . tahun 2011. 1.4.2.4 Diketahuinya hubungan pendapatan dengan pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . tahun 2011. 1.4.2.5 Diketahuinya hubungan keterpaparan informasi dengan pengetahuan ibu tentang menopause di Desa Wilayah Kerja UPTD Puskesmas . tahun 2011. 1.5 Manfaat 1.5.1 Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang menopause sehingga masyarakat dapat melakukan upaya tindakan kesehatan dini untuk mencegah terjadinya menopause. 1.5.2 Bagi Pendidikan Sebagai penambah naskah ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa khususnya yang mengikuti program studi D III Kebidanan dan sebagai salah satu dokumentasi sebagai bahan perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya. 1.5.3 Bagi Penulis Bermanfaat dalam menambah pengetahuan tentang menopause juga dapat menuangkan ilmuilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.176 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan pelaksanaan ASI Eksklusif


4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas agar mereka dapat melanjutkan perjuangan pembangunan nasional untuk menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur. (Roesli, 2008: 1). Pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas terjadi sejak dalam kandungan dan saat persalinan hingga masa tumbuh-kembangnya. Sebab sejak dalam kandungan, janin telah mengalami perkembangan fase cepat yang merupakan saat yang sangat menentukan bagi perkembangan kecerdasan bayi. Akhirnya saat persalinan merupakan waktu penentu bagi bayi untuk mendapatkan ASI (Air Susu Ibu) yang optimal sebagai nutrisi untuk perkembangan bayi menjadi anak sehat dan cerdas (Purwanti, 2004). Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Pemberian ASI secara eksklusif atau disebut juga ASI Eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005). Pemberian ASI Eksklusif perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar. Pemberian ASI Eksklusif yang tidak sesuai dengan konsep medis dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang tidak tepat, kualitas ASI menjadi kurang (Pardede, LV., 2009). Data United Nation Childrens Fund (UNICEF) menyebutkan peranan ASI Eksklusif selama enam bulan pertama kelahiran dapat mencegah kematian sekitar 1,3 juta bayi seluruh dunia tiap tahun, itu pula sebabnya bahwa tahun 2008 menjadi Pekan Asi Sedunia sesuai yang ditetapkan oleh Asosiasi ASI Dunia (WABA). Pemberian ASI secara eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari 30 ribu balita di Indonesia. Dalam siaran pers yang dikirim UNICEF, jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus menurun. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi 7,8%. Sementara itu, hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari ratarata dunia, yaitu 38% (Arief, 2009). Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008, secara umum proporsi praktik pemberian ASI secara Eksklusif 6 bulan di Jawa Barat adalah (19,2%). Angka ini jauh lebih tinggi daripada angka prediksi para pakar kesehatan yang memperkirakan masih dibawah 10% (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Jumlah bayi di Kabupaten (2008) tercatat sebanyak 19,419 dengan jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif sebanyak 6,419 (33,06%). Dari jumlah 26 Kecamatan dan 30 Puskesmas yang ada di Kabupaten bahwa puskesmas masih belum mencapai target (4,8%). Hasil rekapitulasi data di UPTD Puskesmas (2008) tercatat jumlah bayi yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun 2008 sebanyak 588 sedangkan yang diberi ASI Eksklusif sebesar 28 bayi (4,8%). Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak berhasilnya seorang ibu memberikan ASI Eksklusif pada bayinya adalah tempat kelahiran bayi, petugas kesehatan yang menolong kelahiran bayi, berdasar tingkat sosial ekonomi keluarga dan yang paling penting adalah pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai ASI Eksklusif (Rahayuningsih, 2005). Menurut (Siregar, 2006) faktor yang mempengaruhi ibu memberikan ASI Eksklusif adalah makanan, ketentraman jiwa, pengaruh persalinan, dan sarana pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktorfaktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun 2011. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan data dari UPTD Puskesmas bahwa pencapaian pemberian ASI Eksklusif masih rendah, yaitu sebesar 33,06%. Sehingga rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011. Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitian adalah faktorfaktor apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan terhadap Ibu yang memiliki bayi umur 6-12 bulan di wilayah kerja UPTD Puskesmas tahun 2011. Faktor-faktor yang diteliti sebagai variabel independen adalah pendidikan, pengetahuan, peran bidan dan pekerjaan, sedangkan variabel dependennya adalah pelaksanaan ASI Eksklusif. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran pelaksanaan ASI Eksklusif, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, dan pekerjaan ibu menyusui serta peran bidan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011. 1.4.2.2 Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011. 1.4.2.3 Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011. 1.4.2.4 Diketahuinya hubungan peran bidan dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011.

1.4.2.5 Diketahuinya hubungan tingkat pekerjaan ibu menyusui dengan pelaksanaan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk melaksanakan penelitian selanjutnya juga dapat menambah koleksi ilmiah di perpustakaan. 1.5.2 Bagi Lahan Praktek Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun rencana kegiatan penyuluhan terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pelaksanaan ASI Eksklusif. 1.5.3 Bagi Masyarakat Ibu yang mempunyai bayi di Kecamatan khususnya dan di Kabupaten umumnya, informasi dan pengetahuan ini dapat dijadikan ilmu dan wawasan dalam melaksanakan ASI Eksklusif pada bayi secara teratur dan benar.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.175 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes
4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu visi pembangunan kesehatan adalah mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Visi tersebut dapat dicapai dengan dukungan berbagai sektor, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Untuk mewujudkan masyarakat mandiri untuk hidup sehat, salah satunya adalah dengan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana dikemukakan Budirahardja (2008:1) yang menyatakan bahwa salah satu terobosan pembangunan kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat di desa adalah pengembangan Pos Kesehatan Desa atau Poskesdes. Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Pembentukan Poskesdes merupakan salah satu upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa siaga dalam rangka

mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa yang meliputi kegiatan peningkatan hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya. Adapun menurut Departemen Kesehatan RI (2008:5-6) bahwa tujuan khusus dibentuknya Poskesdes adalah terselenggaranya program kesehatan dalam rangka peningkatan pengetahuan dan partisipasi masyarakat terutama bagi ibu dan perinatal. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan terutama akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan masih perlu ditingkatkan. Pemeriksaan kehamilan yang memenuhi standar ANC dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu bayi. Di Indonesia, berdasarkan Biro Pusat Statistik (BPS) diperoleh Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2007 sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307 per 100.000, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 (102 per 100.000 kelahiran hidup). Sementara untuk Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002-2003 sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun target AKB pada MDGs sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup (http://bascommetro.blogspot.com/2009/05/aki-dan-akb-tahun2007.html). Berdasarkan BPS Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2007, AKI dan AKB di Jawa Barat masih berada pada level yang cukup tinggi. AKI di Jawa Barat sebesar 250 per 100.000 kelahiran dan AKB sebesar 40,26 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Kabupaten .. tahun 2009 adalah sebesar 19,28 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi diantaranya adalah BBLR 92 kasus, asfiksia 43 kasus, kelainan konginetal 24 kasus, infeksi 20 kasus, pneumonia 15 kasus, aspirasi 10 kasus, diare 1 kasus dan lain-lain 50 kasus. Adapun kematian ibu sebesar 199,46 per 100.000 kelahiran hidup, dengan penyebabnya adalah perdarahan 11 kasus, hipertensi dalam kehamilan 9 kasus, infeksi 2 kasus, dan lain-lain 20 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten .., 2009). Dengan melihat penyebab kematian baik ibu maupun bayi tersebut, sebenarnya dapat dicegah atau ditaggulangi pada saat ibu tersebut hamil. Salah satu pencegahannya adalah pemeriksaan kehamilan yang memenuhi standar. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal di bidang kesehatan pelayanan kesehatan ibu dan anak salah satunya adalah Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1). Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten .. tahun 2009 menyatakan bahwa Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) sebesar 88,14% dari target 100%. Adapun Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) masing-masing puskesmas adalah sebagai berikut Tabel 1.1 Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) Masing-masing Puskesmas di Kabupaten .. Tahun 2009 No Puskesmas Jumlah Ibu Hamil Cakupan K1 Absolut % 1 2 3 4 5 1 542 468 72,90 2 449 343 75,39 3 698 690 99,42 4 602 482 80,20

5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1123 1057 94,12 663 817 123,23 903 765 84,72 599 435 72,62 861 809 93,96 834 763 91,49 452 303 67,04 1079 1025 95,00 1183 1159 97,97 1171 837 71,48 714 532 74,51 907 925 101,98 627 629 101,13 915 651 71,15 643 551 85,69 910 955 105,04 396 308 77,78 553 578 104,52 907 780 96,65 487 456 93,63 575 439 76,36 529 621 117,39 361 281 75,50 1109 952 85,84 799 511 63,95 839 524 74,37 .. 22.420 19.762 88,14 Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut, Puskesmas . merupakan puskesmas yang pencapaian Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) terendah. Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) adalah kontak ibu hamil pertama kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Artinya Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) merupakan perilaku ibu dalam memeriksakan kehamilan. Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003:96), faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ada 3 yaitu: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Yang termasuk faktor predisposisi diantaranya: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan nilai. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung adalah ketersediaan sarana-sarana kesehatan dan sumber daya, dan yang terakhir yang termasuk faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. Sehingga pertanyaan penelitiannya adalah Faktor-

faktor apa saja yang berhubungan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011? 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan Ligung Tahun 2011 yang meliputi pengetahuan, sikap, sarana kesehatan dan petugas kesehatan sebagai variabel bebas dan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) sebagai variabel terikat. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran pengetahuan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.3 Diketahuinya gambaran sikap Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.4 Diketahuinya gambaran sarana kesehatan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) kesehatan di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.5 Diketahuinya gambaran petugas kesehatan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.6 Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.7 Diketahuinya hubungan sikap dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.8 Diketahuinya hubungan sarana kesehatan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.4.2.9 Diketahuinya hubungan petugas kesehatan dengan Kunjungan Pertama Ibu Hamil (K1) di Poskesdes Kecamatan . Tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dokumentasi di perpustakaan yang ada di institusi pendidikan dalam rangka menambah khasanah keilmuan tentang K1 sehingga dapat berguna bagi mahasiswa kebidanan dan juga bagi para pembaca pada umumnya. 1.5.2 Bagi Poskesdes Dapat memperoleh gambaran secara objektif bagi Poskesdes dan Puskesmas menganai K1 sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk tindak lanjut bagi pihak Puskesmas dalam meningkatkan K1 di Poskesdes. 1.5.3 Bagi Peneliti Dapat menjadi bahan kajian untuk penelitian yang akan datang dengan metoda yang berbeda sehingga dapat menghasilan penelitian tentang K1 yang lebih akurat.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.174 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan


4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam Poleksusbudhankamka (politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga) akan menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional. Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal akan semakin dikendalikan (Manuaba, 2009 : 11). Angka kematian di Indonesia untuk sampai saat ini masih tinggi. Berdasarkan Survey Demograti Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, Angka Kematian Ibu (AKI) 307 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 35 pr 1000 kelahiran hidup (Departemen KesehatanRl, 2003). Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat 403/100.000 kelahiran, Angka Kematian Balita (AKABA) 62/1000 balita (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2002). Penyebab langsung AKI dan AKB di .Iawa Barat masih karena perdarahan eklampsia, infeksi dan partus lama, penyebab langsung yang tidak mendasar yang mempengaruhi AKI dan AKB adalah faktor langsung perilaku, genetik, dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang masih rendah ditandai dengan rendahnya pencapaian kunjungan ibu hamil Ketempat Puskesmas, persalinan oleh tenaga kesehatan yang masih rendah, penanganan kehamilan dan persalinan serta perawatan bayi yang tidak atau belum akurat (komplikasi dan kualitas sumber daya kesehatan masih kurang, pertolongan persalinan oleh dukun paraji) (www.AKI.AKBjawabarat.co.id, 2010) Ratio kematian ibu selama 5 (lima) tahun di kabupaten . terlihat dalam tabel di bawah ini : Tabel 1. I Ratio Kematian Ibu Tahun 2004 s.d 2010 di Kabupaten . Tahun Ratio/100.000 Kelahiran Hidup Jumlah Kelahiran Hidup Angka Absolut Kematian Ibu 2004 148,47 21.552 32 2007 192,58 18.174 35

2008 127,65 21.935 28 2009 209,38 191,04 40 2010 148,36 18.873 28 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten ., 2010. Penyebab Kematian Ibu di Kabupaten . dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.2 Penyebab Kematian Ibu Di Kabupaten . Tahun 2010 No Penyebab Kematian Ibu Jumlah % 1 Perdarahan 7 25 2 Eklamsi 2 7,14 3 Infeksi 2 7,14 4 Lain-Lain 17 60,71 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten ., 2010. Penyebab utama kematian ibu di Kabupaten . berdasarkan tabel di atas adalah lain-lain (60,71%), namun urutan kedua adalah perdarahan (25%). Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan tingginya kematian ibu di Kabupaten . yang menjadi spesitik seperti terlambat mengambil keputusan (sangat erat kaitanya dengan tingkat pengetahuan keluarga dan ibu itu sendiri), terlambat merujuk berkaitan dengan kemudahan akses, biaya, manajeman transportasi di desa (ambulan desa) dan terlambat menangani menyangkut masalah sistem pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana penunjang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten . terdapat kenaikan jumlah kematian bayi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, sebagaimana terlihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 1.3 Jumlah Kematian Bayi Di Kabupaten . Tahun 2007-2010 Tahun AKB per 1000 Kelahiran Hidup Absolut Kematian Bayi 2007 17,72 18.174 322 2008 21,42 21.935 470 2009 26,6 19,104 510 2010 27,44 18.873 518 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten ., 2010. Penyebab kematian bayi ( < 7 hari dan 8 28 hari ) di Kabupaten . tahun 2010 dapat terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.4 Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten . Tahun 2010 No Penyebab Jumlah Persentase % 1 Aspirasi 31 5,98 2 Kelainan kongenital 35 6,76 3 Tetanus neonatorum 1 0,19 4 BBLR 127 24,5 5 Asfiksia 42 8,11 6 Infeksi 14 2,70 7 Pnemoni 35 6,76 8 Diare 3 0,58 No Penyebab Jumlah Persentase % 9 IUFD 119 22,9

10 LM 24 4,63 11 Lain-lain 87 16,80 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten ., 2010. Penyebab kematian bayi di Kabupaten . tahun 2010 terbanyak adalah BBLR (24,5%) dan penyebab kematian bayi terbesar kedua adalah IUFD (22,9%). Masih terjadinya kematian ibu dan bayi di Kabupaten ., tidak terlepas dari pencapaian cakupan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Berdasarkan laporan program KIA Dinas Kesehatan Kabupaten . cakupan pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak tahun 2010 adalah sebagai berikut : Tabel 1.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Di Kabupaten . Tahun 2010 No Indikator Cakupan (%) Target (%) 1 K 1 84,27 100 2 TTI 91-80 90 3 Fe 1 91,32 90 4 K4 72,49 95 5 TT2 80,25 90 6 Fe3 78,20 85 7 Persalinan Nakes 72,25 90 8 N2 86,31 90 9 B 12 87,43 90 10 Deteksi 13umil Oleh Nakes 72,99 80 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Majaiengka, 2011 Begitu juga dengan laporan bidan desa yang bertujuan untuk melihat kinerja produktifitas bidan dalam melaksanakan tugasnya di desa. Diharapkan juga dengan pengisisan kinerja bidan akan menggambarkan situasi yang sebenarnya dan beban kerja bidan desa. Tabel 1.6 Rekapitulasi Jumlah Pelaporan Kinerja Bidan Desa Berdasarkan Bulan Dan Rata-Rata Jam Produktif Per Hari Tahun 2009 NO Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 PUSKESMAS Jumlah Bidan Pkm/Pustu 3 3 6 6 7 5 3 3 4 3 4 BULAN LAPORAN Proporsi Bulanan Rata-Rata Produktif Bides/Hari Desa JML 9 12 12 100 6 10 13 7 58,3 5 5 11 11 91,6 5 18 24 11 91,6 5 13 20 12 100 5 7 12 8 66,6 4 13 16 10 83,3 4 10 13 12 100 4 17 21 12 100 4 13 16 7 58,3 3 16 20 8 66,6 3

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

2 13 15 1 11 12 2 13 15 3 21 24 3 14 17 2 7 9 3 11 14 3 8 11 1 6 7 5 14 19 4 13 17 6 8 14 5 7 12 1 9 10 3 9 12 3 7 10 3 6 9 3 9 12 JML 100 317 417 Sumber Dinas Kesehatan Kabupaten . 2010

9 11 20 12 4 8 8 9 10 11 12 8 8 11 12 0 0 0 257

75 91,6 100 100 33,3 66,6 66,6 75 83,3 91,6 100 66,6 66,6 91,6 100 0 0 0 348

3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 0 0 0

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata produktif bidan/hari masih dibawah target yang diharuskan sehingga perilaku tersebut dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan, sedangkan bidan merupakan salah satu petugas kesehatan yang merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak terutama mempunyai andil terhadap penurunan AKI dan AKB. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Di Kabupaten . Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar latar belakang di atas maka dapat di kemukakan rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011, sehingga pertanyaan penelitian ini adalah Apakah ada hubungan umur, pendidikan, pengalaman kerja, dan pengetahuan dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011 ?. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada variabel bebas umur, pendidikan, pengalaman kerja, dan pengetahuan. Sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja bidan. Subyek penelitian ini adalah seluruh bidan di Kabupaten . yang berjumlah 417 orang. Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Pebruari sampai dengan bulan Mei tahun 2011 di Kabupaten .. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan cara pengisian angket. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. 1.4 1.4.1. Tujuan Tujuan Penelitian Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2. Tujuan Khusus 1.4.2.1. Diketahuinya gambaran umur bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.2. Diketahuinya gambaran pendidikan bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.3. Diketahuinya gambaran pengalaman kerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.4. Diketahuinya gambaran pengetahuan bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.5. Diketahuinya gambaran kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.6. Diketahuinya hubungan umur dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.7. Diketahuinya hubungan pendidikan dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.8. Diketahuinya hubungan pengalaman kerja dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.4.2.9. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan kinerja bidan di Kabupaten . tahun 2011. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Puskesmas Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan di Kabupaten .. 1.5.2. Bagi Pendidikan Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dokumentasi pada perpustakaan program Studi Kebidanan YPIB . dan dapat dikembangkan lebih luas lagi dalam penelitian selanjutnya. 1.5.3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, terutama untuk menambah wawasan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja bidan, serta menjadi suatu kesempatan yang berharga bagi peneliti untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.173 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar


4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga akan menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional. Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan kematian akan semakin dikendalikan (Manuaba, 2007). Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia sangat tinggi. Diperkirakan setiap jam, 18 bayi dan 24 balita di Indonesia meninggal dunia. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia yaitu 34 bayi per 1000 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Sedangkan AKABA yaitu 46 dari 1000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirincikan, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari (Departemen Kesehatan RI, 2007). Dalam Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan AKABA ditargetkan menjadi 23 per 1000 balita. Dengan demikian maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak. Tingginya AKI dan AKABA di Indonesia disebabkan oleh berat badan lahir, asfiksia, tetanus, infeksi, dan pemberian minuman. Masalah tersebut dapat dicegah salah satunya dengan imunisasi. (Anonim, 2011). Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) dalam sambutan pada Acara Nasional Imunisasi Anak, tanggal 1 November 2007 mengatakan Program Peningkatan Cakupan Imunisasi sebagai salah satu program peningkatan kesehatan masyarakat dalam rangka pencapaian visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah untuk menurunkan angka kematian bayi. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat penyakit Tuberculosis (TBC), Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B. Semua penyakit tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan pelaksanaan imunisasi (Anonim, 2011). Target nasional dan global agar tercapai eradikasi (pembasmian) dan eliminasi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), maka cakupan imunisasi yang merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi harus ditingkatkan. Kegagalan untuk mencapai tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Departemen Kesehatan RI, 2007). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, jumlah anak yang tidak pernah mendapatkan imunisasi terbesar ada di 3 Provinsi di Pulau Jawa (29%) yaitu Provinsi Jawa Barat (46.863), Jawa Timur (47.332), dan Banten (28.359) serta jumlah anak dengan imunisasi yang tidak lengkap (dropout tinggi) ada di 5 Provinsi di Pulau Jawa (55,3%) yaitu Provinsi Jawa Barat (471.281), Jawa Timur (289.040), Jawa Tengah (199.030), Banten (138.428) dan Jakarta (102.037). Target yang harus dicapai menurut Dinas Kesehatan Kabupaten .. pada imunisasi BCG sebesar 98%, imunisasi DPT1+HB1 sebesar 98%, imunisasi DPT+HB2 sebesar 95%, imunisasi DPT+HB3 93%, imunisasi Polio 1 sebesar 98%, imunisasi Polio2 95%, imunisasi Polio3 93% imunisasi Polio4 90%, imunisasi Campak 90%, dan imunisasi HB 0 (0-7 hari) sebesar 70%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan .. Tahun 2011 jumlah yang telah diberikan imunisasi BCG sebesar 91,39%, imunisasi DPT1+HB1 sebesar 92,89%, imunisasi DPT2 + HB2 sebesar

91,17%, imunisasi DPT3+HB3 sebesar 89,36%, imunisasi Polio 1 sebesar 96,48%, Polio 2 (92,81%), Polio 3 (90,72%), Polio 4 (88,07%), imunisasi Campak 87,15%, dan imunisasi Hepatitis B (0 7 hari) sebesar 75,73%. Dari data tersebut, dapat dilihat pencapaian cakupan imunisasi menurut Kabupaten .. sudah mencapai target. Namun menurut Puskesmas, ternyata masih banyak puskesmas yang belum mencapai target. Puskesmas dengan cakupan imunisasi dasarnya rendah dilihat dari indikator imunisasi campak yaitu Puskesmas .. sebesar 62,20%. Dari hasil cakupan imunisasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas .. masih kurang. Adapun cakupan imunisasi lainnya dengan cakupan imunisasi dasar yang masih kurang dari target, yaitu imunisasi BCG sebesar 72,73%, imunisasi DPT1+HB1 sebesar 70,02%, imunisasi DPT+HB2 sebesar 67,62%, imunisasi DPT+HB3 72,57%, imunisasi Polio 1 sebesar 79,59%, imunisasi Polio2 68,10%, imunisasi Polio3 68,74% imunisasi Polio4 64,43%, imunisasi Campak 62,20%, dan imunisasi HB 0 (0-7 hari) sebesar 57,10%. Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Imunisasi Bayi di Puskesmas .. Tahun 2011 No Desa Jumlah Sasaran Bayi Bayi Diimunisasi % HB % BCG % Polio 1 % DPT+ Hb 1 % Polio 2 % DPT+ Hb2 % Polio3 % DPT+ HB3 % Polio4 % Campak 1 64 46.8 65.6 65.6 62.5 60.9 67.2 65.6 71.8 62.5 59.3 2 58 81.0 94.8 94.8 91.3 75.9 79.3 79.3 79.3 48.2 68.9 3 29 34.4 68.9 72.4 62.0 58.6 86.2 86.2 75.8 68.9 62 4 36 33.3 75.0 80.5 65.0 66.7 77.8 77.7 72.2 80.5 77.7 5 23 60.8 56.5 47.8 47.8 52.8 47.8 43.4 47.8 39.1 34.7 6 53 64.1 52.5 67.9 71.7 67.9 66.1 67.9 83 77.3 35.8 7 54 72.2 85.1 119 81.4 75.9 75.9 94.4 90.7 87 81.4 8 59 30.5 69.4 81.3 69.4 64.4 77.7 61 61 59.3 47.4 9 54 61.1 79.6 88.8 81.4 75.9 40.7 64.8 83.3 68.5 72.2 10 67 62.6 80.6 80.1 61.1 77.6 79.7 65.6 65.6 65.6 74.6 11 45 26.6 20.0 31.1 28.8 26.7 24.4 28.8 28.8 26.6 28.8 12 32 87.5 109 131 93.7 103 109 81.2 90.6 75 87.5 13 31 74.9 67.7 80.0 80.6 74.5 74.1 83.8 96.7 83.8 80.6 14 22 72.7 77.2 31.1 63.4 68.2 68.1 5.9 63.6 54.5 54.5 TOTAL 627 57.1 72.7 79.5 70.0 68.1 67.6 68.7 72.5 64.4 62.2 Menurut data Rekapitulasi Imunisasi Bayi di Puskesmas .., ternyata cakupan imunisasi Desa .. adalah yang terendah dibandingkan dengan desa lainnya, maka kemungkinan besar di desa tersebut masih banyak bayi yang tidak mendapatkan imunisasi yang lengkap. Kelengkapan status imunisasi dasar bayi dipengaruhi oleh pengetahuan, pendidikan, dan informasi yang diperoleh ibu. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar di Desa .. Wilayah Kerja Puskesmas .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalahnya adalah belum

diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. wilayah kerja UPTD Puskesmas .. Kabupaten .. Tahun 2011, sehingga pertanyaan penelitian ini adalah Faktor apa yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada variabel bebas pendidikanibu, pengetahuan ibu dan informasi media masa. Sedangkan variabel terikatnya adalah kelengkapan imunisasi dasar. Subyek penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi berusia 12-18 bulan pada tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Desa .. Wilayah Kerja Puskesmas .. Kabupaten .. pada bulan Februari-April 2010. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Tahun 2011 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran pendidikan ibu di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.3 Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.4 Diketahuinya gambaran informasi ibu di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.5 Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.6 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.4.2.7 Diketahuinya hubungan antara informasi dengan kelengkapan imunisasi dasar di Desa .. Wilayah Kerja UPTD Puskesmas .. Kecamatan .. Kabupaten .. Tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Puskesmas Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerjanya sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penyuluhan bagi ibu bayi dan ibu balita sehingga dapat melaksanakan jadwal kelengkapan imunisasi dasar dengan tepat. 1.5.2 Bagi Pendidikan Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dokumentasi pada perpustakaan program Studi Kebidanan YPIB .. sehingga dapat berguna bagi mahasiswa kebidanan khususnya dan pembaca umumnya serta sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian yang lebih luas

kedepannya. 1.5.3 Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar, serta menjadi suatu kesempatan yang berharga bagi peneliti untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.172 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi

Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperemesis Gravidarum Pada Ibu Hamil
4 Desember 2011 kti kebidanan keperawatan Tinggalkan Komentar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga akan menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional. Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal akan semakin dikendalikan (Manuaba, 2007). Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, diselenggarakan upaya pelayanan kesehatan dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemilihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Sulistyo, 2011). Berhasilnya upaya kesehatan tersebut dapat dilhat dari tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat yang dapat dilihat dari Umur Harapan Hidup (UHH). UHH dipengaruhi oleh Angka Kematian Bayi, (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Kasar (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2004). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan baromater pelayanan kesehatan ibu dan anak di suatu negara, AKI dan AKB di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN. Berdasarkan Biro Pusat Statistik (BPS) AKI di Indonesia tahun 2007 sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307 per 100.000, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 (102 per 100.000 kelahiran hidup). Sementara untuk Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 26,9 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002-2003 sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun target AKB pada MDGs sebesar

17 per 1.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2007). Berdasarkan BPS Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2007, AKI dan AKB di Jawa Barat masih berada pada level yang cukup tinggi. AKI di Jawa Barat sebesar 250 per 100.000 kelahiran dan AKB sebesar 40,26 per 1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2007). AKI dan AKB di Kabupaten .. tahun 2011, AKI sebesar 199,46 per 100.000 kelahiran hidup, dengan penyebabnya adalah perdarahan 11 kasus, hipertensi dalam kehamilan 9 kasus, infeksi 2 kasus, dan lain-lain 20 kasus. Sedangkan AKB sebesar 19,28 per 1.000 kelahiran hidup, dengan penyebabnya adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) 92 kasus, asfiksia 43 kasus, kelainan konginetal 24 kasus, infeksi 20 kasus, pneumonia 15 kasus, aspirasi 10 kasus, diare 1 kasus dan lain-lain 50 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten .., 2011). Melihat penyebab kematian baik pada ibu maupun bayi, hal ini sesungguhnya dapat dicegah dan diatasi dengan penanganan pada saat hamil, salah satunya dengan pemeriksaan antenatal yang memenuhi standar. Menurut Manuaba (2011) pengawasan sebelum lahir (antenatal) terbukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kesehatan mental dan fisik kehamilan, untuk menghadapi persalinan. Dengan pengawasan hamil dapat diketahui berbagai komplikasi ibu yang dapat memengaruhi kehamilan atau komplikasi hamil sehingga segera dapat diatasi. Keadaan yang tidak dapat dirujuk ke tempat yang lebih lengkap peralatannya sehingga mendapat perawatan yang optimal. Mual dan muntah merupakan salah satu gejala paling awal, paling umum dan paling menyebabkan stress yang dikaitkan dengan kehamilan. Selama masa kehamilan sebanyak 90% wanita mengalami beberapa bentuk mual dan muntah yang dapat berkisar dari gejala mual ringan yang khas sampai sedang yang dapat sembuh dengan sendirinya dengan atau tanpa disertai muntah, sampai kondisi berat, yaitu hiperemesis gravidarum (Denise, 2008). Selanjutnya Denise (2008) mengemukakan pula sekitar 51,4% wanita mengalami mual dan 9,2% wanita mengalami muntah. Keadaan hiperemesis gravidarum yang sangat patologis jauh lebih jarang terjadi dibandingkan mual dan muntah secara logis, diperkirakan hiperemesis gravidarum yang sangat patologis terjadi dalam 1 per 500 kehamilan. Mual dan muntah selama kehamilan biasanya disebabkan oleh perubahan dalam sistem endoktrin yang terjadi selama kehamilan, terutama disebabkan oleh tinginya fluktuasi kadar hCG (human chorionic gonadotrophin), khususnya karena periode mual dan muntah gestasional yang paling umum adalah pada usia 12-16 minggu pertama, yang pada saat itu, hCG mencapai kadar tertingginya (Denise, 2008). Menurut Manuaba (2008) mual dan muntah merupakan mata rantai panjang yang dikendalikan oleh keseimbangan antara dopamin, serotonin, histamin dan asetilkolin. Menurunnya serotonin dalam darah dapat meningkatkan terjadinya mual dan muntah. Kejadian hiperemesis gravidarum berlangsung sejak usia kehamilan 9-10 minggu. Kejadian ini makin berkurang dan selanjutnya diharapkan berakhir pada usia kehamilan 12-14 minggu. Sebagian kecil berlanjut sampai usia kehamilan 20-24 minggu. Berdasarkan data di UPTD Puskesmas .. Kabupaten .. tahun 2011 jumlah seluruh ibu hamil 217 dan yang mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 53 (24,42%) ibu hamil. Angka tersebut menunjukkan kejadian hiperemesis gravidarum di UPTD Puskesmas .. cukup banyak/tinggi dan perlu mendapat perhatian secara serius karena hiperemesis gravidarum dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin. Dari paparan yang telah diuraikan peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di UPTD Puskesmas .. tahun 2011.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Puskesmas .. tahun 2011. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian dibatasi pada faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil dari faktor umur, paritas, dan pekerjaan. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas .. dengan subjek yaitu seluruh ibu hamil yang dirawat di UPTD Puskesmas Jenis penelitian observasional menggunakan data sekunder dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Puskesmas .. Tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Diketahuinya gambaran kejadian hiperemesis gravidarum pada ibu hamil di Puskesmas .. tahun 2011. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran umur ibu di Puskesmas .. tahun 2011. 1.4.2.3 Diketahuinya gambaran paritas di Puskesmas .. tahun 2011. 1.4.2.4 Diketahuinya gambaran pekerjaan di Puskesmas .. tahun 2011. 1.4.2.5 Diketahuinya hubungan umur ibu hamil dengan kejadian hiperemesis gravidarum di Puskesmas .. tahun 2011. 1.4.2.6 Diketahuinya hubungan paritas dengan kejadian hiperemesis gravidarum di Puskesmas .. tahun 2011. 1.4.2.7 Diketahuinya hubungan pekerjaan dengan kejadian hiperemesis gravidarum di tahun 2011. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi penulis Memperoleh wawasan pengetahuan atau keterampilan dalam menerapkan manajemen asuhan kebidanan khususnya pada hiperemesis gravidarum sehingga penulis dapat ikut berperan aktif melakukan upaya-upaya pencegahan maupun penanggulangan masalah tersebut. 1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan perbandingan melaksanakan penelitian. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan referensi di perpustakaan agar dapat memudahkan mahasiswa pada khususnya untuk mencari pengetahuan khususnya tentang hiperemesis gravidarum. 1.5.3 Bagi Instansi Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang hiperemesis gravidarum sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan bagi instansi terkait untuk membuat perencanaan dalam pencegahan dan penanganan kejadian hiperemesis gravidarum.

Download KTI Skripsi Kebidanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran No.171 untuk melihat kelengkapan isi KTI Skripsi silahkan KLIK DISINI Categories: kti-skripsi Newer Entries Entri Lama umpan RSS

Pencarian untuk:

Tulisan Terkini

Pengaruh Penatalaksanaan IMD Terhadap Waktu Pengeluaran ASI pada Ibu postpartum di RSUD Hubungan antara Umur, Pendidikan Orang Tua, Psikologis, Sumber Informasi, Peran Teman Sebaya dengan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Perubahan Seks Sekunder Hubungan Mobilisasi Dini Ibu Post Sectio Caesaria dengan Penyembuhan Luka Operasi di Ruang Nifas RSUD Hubungan Pengembangan Desa Siaga dengan Peningkatan Motivasi Masyarakat Desa dalam Melaksanakan PHBS Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pasien Melaksanakan Range Of Motion Exercise (ROM)

Arsip

Juli 2012 Desember 2011 November 2011 Oktober 2011 September 2011

Kategori

kti-skripsi

Puncak WordPress Blog pada WordPress.com. Tema: INove oleh NeoEase. Ikuti

Follow ktikebidanankeperawatan
Get every new post delivered to your Inbox. Powered by WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai