Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL

KONFLIK SOSIAL
Diajukan dalam rangka memenuhitugas Dari guru pelajaran Sosiologi

Disusun Oleh : Elsa Lisnawati XI IPS 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI TALAGA 2012/2013

Konflik Sosial

Dalam bahasa Indonesia, konflik sering disebut sebagai perselisihan atau pertentangan yang terjadi dalam hubungan individu maupun kelompok. Konflik individual terjadi akibat adanya perilaku atau perebutan kepentingan individu yang bersangkutan. Kepentingan yang memicu timbulnya sebuah konflik bisa berhubungan dengan harta, jabatan, dan kehormatan. Sementara itu, konflik sosial atau konflik kelompok merupakan pertentangan yang terjadi di antara beberapa kelompok sosial masyarakat yang mengatasnamakan suku, ras, jenis kelamin, organisasi tertentu, status ekonomi, status sosial, agama, bahasa, dan keyakinan politik, dalam sebuah interaksi sosial yang bersifat dinamis. Konflik sosial dapat terjadi dalam masyarakat homogen maupun masyarakat majemuk. Konflik sosial, bahkan, dianggap sebagai hal yang biasa terjadi dalam masyarakat. Konflik sosial pun dapat dijadikan sebagai unsur dinamis yang justru melahirkan berbagai bentuk kreativitas. Walaupun demikian, membiarkan konflik sosial yang berlarut-larut akan bisa menghambat pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Konflik sosial sangat mustahil dihilangkan karena sudah menjadi ruh dasar manusia yang memiliki perbedaan pendapat. Namun, kita harus mencegah terjadinya konflik sosial yang menjurus pada perusakan serta penghilangan salah satu pihak yang terlibat konflik. Oleh sebab itu, konflik harus dikendalikan, dikelola, serta diselesaikan melalui hukum. Penyelesaian konflik dalam hal ini berarti menjurus ke arah perdamaian. Konflik Laten dan Konflik Terbuka Konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa bersifat laten dan bisa bersifat terbuka. Konflik yang bersifat laten atau tersembunyi merupakan pertentangan tertutup dan belum mencuat ke permukaan. Misalnya, kesenjangan yang terjadi dalam sistem pengupahan pekerja wanita dan pekerja pria dalam sebuah perusahaan yang berlangsung secara diam-diam dan tertutup oleh dominasi budaya patrimonial.

Konflik laten bersifat mengejutkan, karena datang tiba-tiba dan biasanya sangat berdampak. Konflik laten ini berlaku seperti api di dalam sekam, tak tampak adanya dipermukaan, tetapi sesungguhnya sangat bermasalah secara tersembunyi di dalam. Gejalanya sulit dideteksi, karena bersifat tertutup, justru karena konflik laten sangat berbahaya. Sama halnya sebuah kekuatan yang disimpan, tentu akan menjadi semakin kuat dan berdaya tinggi bila sewaktu-waktu meledak. Bahaya laten yang tidak terdeteksi, dan bisa ditengarai, akan menjadi konflik laten yang sangat merusak. Dalam masyarakat yang tertindas misalnya, ketertundukan yang bukan karena kepatuhan dapat menjadi bahaya laten yang akan berbalik menyerang pada waktunya. Bahaya laten seperti bom waktu yang dapat meledak sebagai lonflik sosial dan amuk masa yang mengganas. Suatu saat, konflik ini bisa meledak dan berubah status menjadi konflik terbuka. Contoh lain adalah dominasi posisi badan pemerintahan oleh sekelompok etnis atau ras tertentu yang mampu mengundang kecemburuan serta kekecewaan etnis lain. Meskipun awalnya bersifat laten, konflik ini bisa menjadi perselisihan terbuka jika tidak segera diselesaikan. Kekuatan masa yang terpendam harus dapat diantisipasi sebelumnya, sehingga dapat diberi saluran agar tidak menjadi semakin menguat. Dalam masyarakat apapun diperlukan pendekatan tersembunyi untuk mendeteksi kekuatan

tersembunyi seperti ini. Hal ini semata untuk menghindari terjadinya konflik sosial yang besar. Namun seringkali hal ini kurang mendapatkan perhatian yang semestinya, tidak jarang tindakan baru dilakukan setelah konflik sosial itu muncul saja. Pemicu Konflik Sosial Konflik sosial dapat terjadi akibat berbagai sebab serta prasangka buruk dari tiap individu maupun kelompok terhadap individu dan kelompok lain. Prasangka ini bisa terjadi antarsuku, ras, agama, ideologi atau paham politik, serta adanya ketidakadilan dalam akses sumberdaya ekonomi dan politik. Hal ini akibat dari buruknya hubungan dan lemahnya sistem informasi dan komunikasi antar mereka.

Lebih-lebih jika rasa ketidakadilan yang biasanya dilakukan secara tertutup, tentu akan terjadi hambatan informasi yang bersifat sengaja oleh kelompok penguasa. Ketidakadilan yang dipelihara akan menjadi singa yang mengamuk dan merusak segalanya. Sayangnya kerapkali kekuasaan

menggunakan cara ini dalam praktik kekuasaannya, sehingga konflik sosial selalu saja terjadi dari waktu ke waktu. Ketidakadilan akses dalam sumberdaya ekonomi dan politik mampu memperparah berbagai prasangka yang sudah menjangkiti kelompok-kelompok sosial tersebut. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa prasangka yang sudah ada di antara kelompok-kelompok sosial tersebut diperparah dan dipertajam dengan kebijakan negara. Misalnya, kebijakan terkait dengan pengistimewaan golongan Eropa yang dilakukan oleh kolonial Belanda. Masyarakat Tionghoa pun telah mempertajam prasangka rasial antara golongan pribumi (Melayu) dengan golongan masyarakat Tionghoa. Kecemburuan sosial seperti ini kemudian berubah menjadi konflik sosial yang tidak terelakkan. Pengendalian Konflik Sosial Bagaimanapun, konflik sosial akan terus menghiasi ranah kehidupan masyarakat yang kian multikultural. Konflik sosial masyarakat Indonesia yang selalu berkembang dan berakhir dengan kerusuhan berkepanjangan hingga menyebabkan kematian adalah konflik antaragama. Ya. Setiap agama memang mengakui bahwa cara pandangnya sebagai yang paling benar. Padahal, Tuhan telah menganugerahkan perbedaan serta kemampuan berpikir manusia bukan sebagai ajang pencarian pembenaran bagi tiap kelompok. Tuhan telah memberikan perbedaan sebagai ajang pembelajaran bagi manusia untuk menanamkan sikap saling menghargai dan mengakui antarsesama, bukan untuk saling membinasakan. Konflik sosial seperti ini seringkali banyak memakan korban, pasalnya keyakinan telah disalahartikan sebagai peperangan melawan perbedaan. Tidak jarang dampak tragisnya menimpa mereka yang sama sekali tidak tahu menahu masalah yang mereka perdebatkan. Konflik sosial jadi meluas dan sulit

dikendalikan, tiba-tiba sudah meluas dan kerusakanpun tak terhindarkan, sarana prasarana ludes menjadi korban. Padahal seharusnya hal itu tidak akan terjadi bila masing-masing kelompok atau invidu dapat bertoleransi dengan baik. Intinya, konflik sosial hanya bisa dikendalikan oleh kesadaran tiap individu untuk menerima keadaan dan kondisi manusia sekitarnya. Mengakui hak-hak prerogratif setiap individu dan berusaha menghargainya. Jika hal itu tidak bisa dilakukan, jangan berharap bisa mendapatkan kedamaian. Mengurus Dinamika Mencegah Petaka Tidak ada masyarakat yang statis, demikian juga dalam kelompok apapun. Sudah menjadi kodratnya bahwa, kehidupan adalah pertumbuhan. Pertumbuhan selalu diwarnai adanya pergeseran dan kemungkinan terjadinya pertubrukan. Oleh karena hal itu adalah sesuatu yang lazim, maka harus disiapkan penanganan yang diperlukan. Pertumbuhan masyarakat yang sehat adalah pertumbuhan yang terarah, sehingga konflik sosial dapat dicegah. Diperlukan penanganan yang serius terhadap masalah kecil yang timbul setiap waktu. Dan gejala-gejala disintegrasi yang dapat memicu konflik sosial, harus segera diselesaikan, bukan bertindak terlambat ketika konflik sudah terjadi, seperti yang sering terjadi di negeri ini. Kesungguhan pemerintah dalam menangani dinamika sosial harus diwujudkan dengan upaya pengurusan yang serius terhadap gejala pertumbuhan masyarakat yang terus berkembang. Masyarakat tidak dibiarkan liar seperti tanpa aturan. Walaupun demikian penguasa harus tetap memberi kebebasan yang dibutuhkan untuk menghindari kemandekan yang menghambat kemajuan. Adanya kontrol dan pengarahan yang bersifat saling melindungi antar indivdu dan kelompok adalah kebutuhan dari pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Karena konflik sosial tidak pernah mereka butuhkan untuk bertumbuh secara sehat. Tidak seorangpun yang menginginkan di dalam hatinya untuk menuai kemajuan dengan kekerasan, itulah prinsipnya. Sebagai negara yang memiliki dasar hidup dan pedoman kemasyarakatan seperti adanya dasar negara Pancasila, tentu saja konflik sosial yang kerap terjadi adalah tengara adanya pelanggaran terhadap pengalamalan dasar negara itu. Kekuatan

moral dan mental semakin melemah tatkala nilai-nilai dasar negara tidak menjadi kekuatan yang dijunjung. Maka terciptalah masyarakat yang tak terurus, dan dasar hidup yang rapuh, yang semakin mengancam kelangsungan masyarakat. Pengamalan Pancasila seharusnya bisa menjadi pencegah terjadinya halhal buruk yang dapat terjadi di masyarakat. Pancasila harus ditanamkan dengan baik dan dapat dihayati sebagai nilai hidup bersama yang merangkul semua golongan. Kita belum terlambat untuk menyuburkan kembali akar-akar Pancasila yang masih tersimpan dalam bumi pertiwi. Cara ini akan lebih tepat untuk mengurus pertumbuhan masyarakat yang semakin cepat diwasa ini. Dan tindakan pencegahan selalu lebih baik daripada penyelesaian yang terlambat.

Anda mungkin juga menyukai