Anda di halaman 1dari 36

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul: Syok Hipovolemik et causa Perdarahan Paska Persalinan et causa Retensio Plasenta Telah diterima dan disahkan oleh : Dr.Adriyanti, Sp.OG

Pada Tanggal .............. Dalam Rangka Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan & Kandungan Di Rumah Sakit Otorita Batam Periode 8 Oktober-15 Desember 2012

Batam, Pembimbing:

( Dr.Adriyanti, Sp.OG) 1

DAFTAR ISI Lembar pengesahan.................................................................................................1 Daftar Isi...................................................................................................................2 Status Pasien.............................................................................................................3 Follow up..................................................................................................................10 Analisa Kasus...........................................................................................................13 Tinjauan pustaka Bab I Perdarahan Post Partum.............................................................................. 16 Bab II Retensio Plasenta......................................................................................... 29 Daftar Pustaka.........................................................................................................35

LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku/bangsa Alamat Tgl. Masuk RS MR IDENTITAS SUAMI Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat II. : Bambang Partono : 32 tahun : STM : PT.Megarin : Islam : Tanjung Uncang : Ny. Eni Marwati : Perempuan : 32 tahun : SMEA : Ibu Rumah Tangga : Islam : Jawa : Griya Permata C no.112, Batu Aji : 5 November 2012, melalui IGD, pukul 02.00am : 31-97-56

IDENTITAS PASIEN

ANAMNESIS ( autoanamnesis tanggal 5 November 2012 pukul 3.30am WIB) Keluhan Utama Rujukan Klinik Alam Sehat dengan diagnosa retensio plasenta

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien bersalin pukul 00.45 tanggal 5 November 2012 di bidan alam sehat batu aji, melahirkan bayi perempuan dengan berat badan 3100gr dan panjang 51cm. Plasenta tidak lahir sampai 2 jam 30 menit setelah lahirnya bayi, telah dilakukan pengeluaran plasenta secara manual tetapi gagal. Pasien 3

dibawa ke IGD RSOB dengan keadaan tali pusat di klem. Pasien tidak mengetahui jumlah darah yang keluar dari kemaluan. Selama kehamilan, pasien tidak memiliki keluhan yang berarti, gerakan janin aktif dan sering, tidak pernah ada tekanan darah tinggi selama kehamilan. Pasien melakukan kontrol kehamilan di Bidan Batu Aji dua kali saat kehamilan berumur 3 bulan dan 9 bulan, dan tidak pernah melakukan USG. Riwayat Menstruasi Pasien mengalami menstruasi saat berumur 15 tahun, menstruasi teratur setiap bulan, 4 minggu sekali, durasi 7 hari dengan perdarahan banyak 3-4 hari. Dapat mengganti 3 - 4 x pembalut setiap harinya, tidak nyeri, dan tidak menjadi lebih lama. Riwayat Kehamilan P2 A0 1. 2. Bayi perempuan dengan berat badan 3500 gram, lahir secara Bayi perempuan dengan berat badan 3100 gram, panjang persalinan normal ditolong oleh bidan tahun 2003, sampai saat ini sehat. 51cm, lahir secara persalinan normal ditolong oleh bidan tanggal 5/11/12 pukul 00.45am Riwayat KB Tidak pernah KB sebelumnya. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), alergi obat dan makanan (-), hepatitis (-), tbc (-), riwayat keganasan (-) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (+) ibu pasien, alergi obat dan makanan (-), riwayat anggota yang mengalami seperti ini (-). Riwayat keganasan (-). Riwayat kembar (-) 4

Riwayat Operasi Belum pernah operasi

Riwayat Kebiasaan Merokok (-), minum alkohol (-), minum jamu (-), narkoba (-).

III.PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : tampak sakit berat, lemas dan pucat : compos mentis : TD N RR S Tinggi Badan Berat badan Status Gizi: Kepala Mata Bibir THT Leher Thoraks : o Cor ada o Pulmo ada o Mammae Abdomen : o Inspeksi : datar, dilatasi vena (-), striae gravidarum (+), o Palpasi : nyeri tekan : sepasang, simetris kanan dan kiri, areola berwarna gelap,bengkak -/-, dan retraksi puting -/-. ASI (-). Nyeri tekan -/-. : Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak : S1-S2 mengeras,cepat,tidak terdapat murmur, gallop tidak : 157cm : 49 kg Gizi baik : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut. : Konjungtiva pucat +/+, sklera tidak kuning,miopia,papil edem(-) : Mukosa bibir pucat : Sekret tidak ada, mukosa tidak hiperemis : Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba,perabaan kelenjar getah bening tidak teraba. : 80/50mmHg : 115x/menit : 25 x/m : 36.5 0C

o Auskultasi : bising usus (+). Ekstremitas : Akral hangat -/-, oedema tungkai pitting -/ Genitalia :

o Pemeriksaan luar : tidak ada tanda-tanda peradangan Status obstetrik: Inspekulo : tidak terdapat luka jejas di dinding vagina, tidak ada robekan pada serviks Vulva vagina : tidak teradapat luka bekas jahitan perineum, terdapat tali pusat diklem, perdarahan banyak keluar dari vagina Abdomen: Inspeksi Palpasi : datar, striae gravidarum (+) : TFU 2 jari diatas pusat, kontraksi (+) tidak adekuat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium 5 November 2012 (02:46) diambil di IGD Hematologi Golongan darah Hb Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit :B : 10.6 g/dL : 13.100/mm3 : 32,5% : 266.000/mm3 : 3.730.000/mm3

Gula darah sewaktu : 117 mg/dl

V. RESUME Pasien perempuan umur 32 tahun datang ke VK pukul 03.30am dengan rujukan dari Klinik Alam Sehat dengan diagnosa retensio plasenta. Pasien post persalinan pervaginam tanggal 5 November 2012 pukul 00.45am, dilahirkan bayi perempuan dengan berat badan 3100gr dan panjang badan 51cm. Plasenta tidak 6

lahir sekitar 2 jam 30 menit paska bayi lahir dengan perdarahan banyak dan tidak berhasil melahirkan plasenta dengan cara manual. Pasien datang dalam keadaan tali pusat di klem. Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : tampak sakit berat, lemas dan pucat. TD: 80/50 mmHg. N: 115x/menit. P: 25 x/m. S: 36.5 0C. Pada status generalis didapatkan CA +/+, mukosa bibir pucat. Thorax: S1-S2 mengeras cepat, Ekstremitas : akral dingin +/+. Pada status obstetrik didapatkan TFU 2 jari diatas pusat dan kontraksi (+) tidak adekuat, dari inspekulo tidak terdapat luka jejas di dinding vagina, tidak ada robekan pada serviks. Pemeriksaan vulva vagina didapatkan tidak terdapat luka bekas jahitan perineum, terdapat tali pusat diklem, perdarahan banyak keluar dari vagina. Pada pemeriksaan laboratorium di IGD pukul 02:46am, didapatkan Hb: 10,6 gr/dl, Ht: 32,5%, eritrosit 3.730.000 mm3 (kurang dari normal), trombosit 266.000 mm3 dan lekosit: 13.100 mm3 (lebih dari normal). VI. DAFTAR MASALAH 1. lalu 2. 3. 4. VII. Syok hipovolemik et causa perdarahan paska persalinan Anemia Hipotonia Uteri ANALISA MASALAH Syok hipovolemik merupakan keadaan yang mengancam nyawa sehingga dibutuhkan penanganan terpadu, simultan, dan efektif. Setelah syok hipovolemik teratasi, penanganan yang selanjutnya dilakukan adalah melahirkan plasenta, kemudian memastikan kontraksi uterus baik, dilanjutkan upaya pencegahan infeksi pada pasien dan mengurangi keluhan pasien (seperti keluhan nyeri). Pasien ini mengalami keadaan perdarahan paska persalinan, dimana perdarahan paska persalinan dapat dikarenakan empat T, yaitu Tonus, Tear, Trombin, dan Tissue. Pada pasien tidak terjadi penyebab Tear karena dari pemeriksaan inspekulo tidak terdapat luka jejas di dinding vagina dan tidak terdapat robekan pada serviks. Retensio plasenta post partum spontan 2 jam 30 menit yang

VIII. DIAGNOSIS P2A0 post partum pervaginam dengan: Syok hipovolemik et causa perdarahan paska persalinan et causa retensio plasenta dan hipotonia uteri. Anemia et causa perdarahan paska persalinan IX. PENATALAKSANAAN Rencana diagnostik Observasi tanda vital Observasi perdarahan Monitor jumlah urin Cek darah (Hb, Ht, trombosit, eritrosit, leukosit) ulang paska transfusi Rencana Terapi Mengatasi syok Airway: pasien diposisikan dalam keadaan ekstensi dan posisi kepala pasien harus lebih rendah dari kaki (trandelenberg). Breathing: pemberian oksigen nasal 5 liter Circulation: Pasang infus iv line yg besar, 2 line (1 dengan infus set, 1 dengan tranfusi set) Resusitasi cairan, merupakan kombinasi antara cairan kristaloid dan koloid: 1. IVFD Ringer Laktat + synto 20 iu drip / 6 jam 2. IVFD Gelofusin / 6 jam Lalu gelofusin diganti dengan cairan NaCl Monitor urin dengan pemasangan kateter urin Transfusi WB 2 labu Melahirkan plasenta 8

Setelah syok teratasi, dilakukan tindakan melahirkan plasenta dengan cara kuretase sampai plasenta dinyatakan lahir lengkap, lalu periksa kontraksi uterus dan diberikan transfusi WB 1 labu (250cc) post kuret Kontraksi uterus Melakukan rangsangan untuk kontraksi uterus, diawali dengan masase uterus bagian fundus uteri, kemudian dipasang tampon kateter lalu diberikan beberapa obat uterotonika: Metil ergometrin 1 ampul iv Oksitosin 2 ampul iv Misoprostol 3 tablet rektal Pencegahan infeksi Skin test ceftriaxon injeksi ceftriaxon 2x1gr fl Mengurangi keluhan pasien Beri asam mefenamat 3x 500mg oral Rencana edukatif Menjelaskan mengenai keadaan rahim pasien dan memberi edukasi akan kemungkinan berulang keadaan yang sama apabila pasien mengandung kembali Mengandung saat kondisi memungkinkan Apabila mengandung kembali, diharuskan untuk melahirkan di rumah sakit Rutin memeriksakan kehamilan apabila kembali mengandung Psikoedukatif agar tidak stress Teratur minum obat Motivasi untuk memakan makanan bergizi Istirahat cukup Motivasi ASI X. Ad vitam PROGNOSIS : dubia ad bonam

Ad fungsionam: dubia ad bonam Ad sanasionam: dubia 9

FOLLOW UP Tanggal Subjektf 05/11/12 Lemas, (06:00) pusing, perut mulas. bibir pucat Jantung: S1-S2 mengeras reguler Ekstremitas: akral dingin +/+ St.Obstetrik: Abdomen : - I : datar, Striae (+) kontraksi (+) tidak adekuat Vulva vagina: Objektif Assesment T: 98/57, N: 105x/menit, S: P2A0post 36,5C, P:22x/menit partum pervaginam dengan: Konjungtiva pucat +/+, mukosa Syok hipovolemik causa perdarahan paska persalinan et causa retensio plasenta dan kesadaran:compos mentis Penatalaksanaan -Observasi tanda vital -Tirah baring -Resusitasi cairan -Mencatat urin output -Transfusi WB 2 labu et -Cek lab paska transfusi -Pro kuretase setelah keadaan umum baik

- P : TFU 2 jari diatas pusat, hipotonia uteri. Anemia et causa perdarahan

tidak teradapat luka bekas jahitan paska perineum, terdapat tali pusat persalinan. diklem, perdarahan banyak keluar dari vagina Lab (02:46) : Hb: 10.6 gr/dl Ht: 32.5% Eritrosit: 3.730.000 mm3 Lekosit: 13.100 mm3 (08:30) Dilakukan kuretase oleh dr.Aad dalam narkose TIVA oleh Post kuret: Metil ergometrin 10 1

dr.Gusno, dengan hasil plasenta dinyatakan lahir lengkap. Dipasang tampon kateter ke dalam uterus. Tampon kateter disambung untuk dengan urin bag jumlah mengevaluasi

ampul iv Oksitosin 2 ampul iv Misoprostol rektal 3 tablet

darah yang keluar. Pro cek laboratorium post kuret Lab 5/11/12 (17:44) : Hb: 7.4 gr/dl Ht: 22.0 % Eritrosit: 2.600.000 mm3 Lekosit: 15.500 mm3 Trombosit: 137.000 mm3 06/11/12 Pusing, (06:00) lemas, nyeri perut bawah Konjungtiva pucat +/+, mukosa bibir pucat Jantung: S1-S2 reguler Ekstremitas: akral hangat -/St.obstetrik: Payudara: retraksi papil -/tanda inflamasi -/ASI+/+ Abdomen : - I : datar, striae (+) - P : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi (+) Vulva vagina: 11 T: 100/70, N: 92x/menit, S: P2A0 36,5C, P:20x/menit. kuretase pertama Kesadaran:compos mentis post -Observasi tanda vital hari -Tirah baring ec -Aff tampon kateter -Mobilisasi bertahap -Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein -Breast care -Ceftriaxon 2x1gr iv -Amoxilin3x500mg oral -Metil ergometrin 1x1 oral -As.mefenamat 3x500mg oral -Sulfas ferosus 2x1 oral Transfusi WB 1 labu Injeksi ceftriaxon 2x1gr fl

(18:00)

retensio plasenta

Terdapat tampon kateter dengan jumlah darah 100cc. Terdapat kateter urin dengan jumlah urin 500cc (09:00) Lab (09:00): Hb: 8.4 g/dl Ht: 25.1% Lekosit: 14.040 uL (10:10) Aff tampon kateter dan kateter urin. Bila pusing transfusi, bila pasien masih rencana tidak,

besok rencana pulang 07/11/12 Mobilisasi T: 110/70, N: 70x/menit, S: P2A0 (06:00) duduk dan 36,5C, P: 20x/menit. berdiri Konjungtiva pucat +/+ Jantung: S1-S2 reguler Ekstremitas: akral hangat +/+ St.Obstetrik: Payudara: retraksi papil -/tanda inflamasi -/ASI+/+ Abdomen : - I : datar - P : TFU 3 jari diatas simfisis, kontraksi baik Vulva vagina: lokia rubra (+) (09:40) Pasien boleh pulang kuretase kedua dengan perbaikan klinis post -Mobilisasi bertahap hari -Motivasi ec teratur -Motivasi teratur -Motivasi ASI -Amoxilin3x500mg oral -Metil ergometrin 1x1 oral -As.mefenamat 3x500mg oral -Sulfas ferosus 2x1 oral minum makan makanan bergizi dan

retensio plasenta

12

ANALISA KASUS Pasien datang dengan rujukan dari bidan alam sehat batu aji dengan keadaan syok hipovolemik et causa perdarahan paska persalinan et causa retensio plasenta dan hipotonia uteri serta anemia et causa perdarahan paska persalinan. Pasien dirujuk setelah plasenta tidak lahir dua jam tiga puluh menit paska kelahiran bayi. Dari definisi, dikatakan sebagai retensio plasenta apabila plasenta tidak lahir lebih dari tiga puluh menit setelah lahir bayi. Dari perbedaan waktu ini dapat diketahui bahwa adanya keterlambatan waktu membawa pasien ke rumah sakit (ke tempat yang memiliki fasilitas memadai), sehingga pasien datang sudah dalam keadaan syok hipovolemik. Terdapat klas-klas dari syok hipovolemik yaitu

Terdapat pula derajat-derajat syok hipovolemik yaitu: Kehilangan Darah 500-1000 mL (10-15%) Tekanan Darah (Sistolik) Normal Tanda dan Gejala Palpitasi, Takikardi, Gelisah Derajat Syok Terkompensasi

13

1000-1500 mL (15-25%) 1500-2000 mL (25-35%) 2000-3000 mL (35-50%)

Menurun ringan (80-100 mm Hg) menurun sedang (70-80 mm Hg) Sangat turun (50-70 mm Hg)

Lemah, Takikardi, Berkeringat Sangat lemah, Pucat, oliguria Kolaps, Sesak nafas, Anuria

Ringan Sedang Berat

Pasien termasuk dalam syok hipovolemik klas II dan derajat sedang. Sehingga penanganan segera, simultan, dan adekuat dapat mengembalikan pasien ke tahap syok terkompensasi atau syok dengan perbaikan. Saat pasien dibawa ke RSOB, penanganan pertama dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (pukul 02:00). Dilakukan tindakan pengambilan darah, pemasangan infus dua line pada tangan kanan dan kiri dengan venlon ukuran 16 dan 18, yang dihubungkan dengan makro infus set dan transfusi set, lalu diberikan resusitasi cairan ringer laktat, guyur 1000 cc (tangan kanan 500 cc cairan RL dan tangan kiri 500cc cairan RL). Tidak dilakukan pemasangan kateter urin di IGD, sehingga tidak dapat dinilai apakah resusitasi cairan pada pasien berhasil dan terjadi rehidrasi. Saat diputuskan untuk dipindahkan ke VK, seharusnya kondisi pasien sudah bagus (dilihat dari keadaan umum dan tanda vital), namun kenyataannya pasien dipindahkan ke VK pukul 03:30 masih dalam kondisi syok. Pasien berada di IGD selama 1 jam 30 menit dan keadaan syok serta resusitasi cairan belum teratasi. Penanganan di VK juga mengalami keterlambatan hal ini dikarenakan penyampaian informasi yang kurang tepat menggambarkan kondisi pasien saat datang ke VK, sehingga dianggap pasien masih dalam keadaan baik dan kuretase dilakukan pukul (08:30). Setelah keadaan umum pasien stabil, dilakukan kuretase untuk melahirkan plasenta pasien. Setelah plasenta dinyatakan lahir lengkap, dilakukan masase uterus sebagai tindakan awal untuk merangsang kontraksi uterus, kemudian dipasang tampon kateter serta diberikan beberapa obat uterotonika seperti injeksi metil ergometrin yang memberi sifat kontraksi uterus tetanik dengan harapan selain membantu kontraksi uterus dapat pula menghentikan perdarahan. Dikombinasi dengan misoprostol yang memiliki sifat kontraksi uterus tetanik serta oksitosin. Hasil laboratorium yang diambil di IGD pukul 02:46 tidak sesuai dengan data klinis pasien dimana dituliskan hasil hemoglobin 10.6 gr/dl (normal 11.0-16.5) sedangkan klinis pasien adalah syok hipovolemik (TD: 80/50, N: 115x/menit, RR: 14

25x/menit, akral dingin, serta terdapat perdarahan banyak dari vagina). Kemungkinan lain adalah sampel darah diambil pukul 02:00 sesampainya pasien di IGD, dan hasil keluar pukul 02:46, saat datang ke VK klinis pasien memburuk karena tidak terjadi keberhasilan resusitasi cairan yang dilakukan di IGD ditambah dengan darah yang keluar terus-menerus dari vagina. Sehingga sebaiknya sesampai di VK, dilakukan pengecekan darah ulang agar didapatkan hasil laboratorium yang valid. Dari riwayat kehamilan pasien, pasien memeriksakan kehamilan hanya dua kali yaitu pada bulan ketiga dan bulan kesembilan kehamilan. Terlihat bahwa pemeriksaan kehamilan pasien tidak memuaskan. Pentingnya pemberian edukasi kepada pasien bahwa pasien diharapkan melahirkan tidak sering, memastikan bahwa untuk kelahiran selanjutnya harus dilakukan di rumah sakit, dan rutin memeriksakan kehamilan.

15

BAB I TINJAUAN PUSTAKA PERDARAHAN POSTPARTUM

PENDAHULUAN Tiga penyebab kematian ibu yang paling lazim adalah perdarahan, infeksi, dan penyakit hipertensi. Perdarahan yang terjadi saat persalinan merupakan akibat banyaknya darah yang keluar dari tempat perlekatan plasenta, trauma traktus genitalia dan struktur yang berdekatan atau keduanya. Meskipun demikian, perdarahan postpartum merupakan suatu gambaran suatu kejadian, dan bukan suatu diagnosis. Setengah dari kematian ibu yang diakibatkan perdarahan dikarenakan perdarahan postpartum (Bonnar, 2000). Ketika perdarahan yang banyak terjadi, penyebab yang spesifik harus ditemukan. Atonia uteri, salah satu penyebab retensio plasenta termasuk plasenta akreta dan variasinya, dan laserasi traktus genitalis merupakan penyebab dari sebagian besar kasus perdarahan postpartum. Dalam 20 tahun terakhir ini, plasenta akreta menggantikan atoni uteri sebagai penyebab tersering dari perdarahan postpartum yang membutuhkan histerektomi (Chesnut and colleagues, 1985; Zelop and coworkers, 1993).1 Frekuensi kejadian pasti dari perdarahan postpartum sulit ditentukan. Suatu konsensus yang dapat dipercaya mengatakan 1-10% dari kehamilan dengan komplikasi perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Berdasarkan data CDC, 17% kematian maternal karena perdarahan, sepertiga hingga setengahnya merupakan perdarahan postpartum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insiden perdarahan postpartum tinggi pada wanita ras Asia dan Hispanik.2

16

DEFINISI Secara sederhana perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III. Tidak jarang, hampir sebagian wanita yang melahirkan secara pervaginam mengeluarkan darah sebanyak itu atau lebih, ketika diukur secara kuantitatif. Hal ini dibandingkan dengan kehilangan darah sebanyak 1000 mL pada section cesaria, 1400 mL pada histerektomi cesaria elektif, dan 3000 sampai 3500 mL untuk histerektomi cesaria emergensi (Chestnut dkk, 1985; Clark and colleagues, 1984). 1,2,3 Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang

mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan seksio cesaria. Meskipun beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan perdarahan lebih dari 500 mL tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi ibu. Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk perdarahan postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengakibatkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan hemodinamik, atau perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik jika tidak diterapi. Kehilangan darah lebih dari 1000 mL dengan persalinan pervaginam atau penurunan kadar hematokrit lebih dari 10% dari sebelum melahirkan juga dapat dianggap sebagai perdarahan post partum.2 Wanita dengan kehamilan normal yang mengakibatkan hipervolemia yang biasanya meningkatkan volume darah 30 60 %, dimana pada rata-rata wanita 17

sebesar 1-2 L (Pitchard, 1965). Wanita tersebut akan mentoleransi kehilangan darah, tanpa ada perubahan kadar hematokrit postpartum, karena kehilangan darah pada saat melahirkan mendekati banyaknya volume darah yang ditambahkan saat kehamilan.1 Saat ini perdarahan postpartum dibagi dalam :2 Perdarahan post partum primer, bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama. Perdarahan post partum sekunder, bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama hingga 6 minggu setelah persalinan

ETIOLOGI 2 Kebanyakan penyebab perdarahan postpartum adalah atonia uteri, suatu kondisi dimana korpus uteri tidak berkontraksi dengan baik, mengakibatkan perdarahan yang terus menerus dari plasenta. Faktor resiko dari atonia uteri adalah: Uterus yang teregang berlebihan (misalnya pada multigravida, makrosomia, hidramnion) Kelelahan uterus (misalnya pada percepatan atau persalinan yang lama, amnionitis) Obstruksi uterus (misal pada retensio plasenta atau bagian dari janin, plasenta akreta) Penyebab terbanyak kedua adalah trauma uterus, servik dan/atau vagina. Faktor resiko terjadinya trauma adalah:7 Persalinan pada bayi besar Instrumentasi atau manipulasi intrauterin (misalnya forsep, Vakum) Persalinan pervaginam pada bekas SC Episiotomi

18

Gangguan koagulasi dan trombositopenia, yang terjadi sebelum atau pada saat kala II atau III, dapat berhubungan dengan perdarahan masif. Trauma selama persalianan dapat mengakibatkan hematom pada perineum atau pelvis. Hematom ini dapat diraba dan seharusnya diduga bila tanda vital pasien tidak stabil dan sedikit atau tidak ada perdarahan luar. Inversi uteri dapat dihubungkan dengan perdarahan kurang lebih sebanyak 2 L. Tidak ada penelitian yang menunjukkan hubungan antara tarikan pada tali pusat dan inverse urteri, meskipun banyak praktisi klinis mengindikasikan bahwa hubungan tersebut dapat terjadi. Ruptur uteri dapat dihubungkan dengan perdarahan pervaginam yang sedikt tetapi harus dipertimbangkan bila terjadi nyeri abdomen yang hebat dan hemodinamik yang tidak stabil. Faktor resiko lainnya perdarahan postpartum: Preeklampsia Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya Etnis Asia dan Hispanik Nulipara atau multipara

Untuk lebih mudahnya penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu: 2 Tone Trauma Tissue Thrombin Tonus Atonia uteri dan kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat mengakibatkan perdarahan yang cepat dan massif dan hipovolemik syok. Uterus yang terlalu meregang baik absolut maupun relatif adalah faktor resiko mayor untuk atonia uteri. Uterus yang terlalu teregang dapat diakibatkan oleh gestasi 19 - atonia uteri - trauma uteri, servik, atau vagina - retensio plasenta atau bekuan darah - Koagulopati

multifetal, makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin ( misalnya hidrosefalus berat); suatu struktur uteri yang abnormal; atau gangguan persalinan plasenta atau distensi dengan perdarahan sebelum plasenta dilahirkan. Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan karena kelelahan akibat persalinan yang lama atau percepatan persalinan, khususnya jika distimulasi. Dapat juga merupakan hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti anestesi halogen, nitrat, AINS, MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin. Penyebab lain plasenta letak rendah, toksin bakteri, hipoksia, dan hipotermia. Tissue / Jaringan Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta. Pelepasan plasenta yang lengkap mengakibatkan retraksi yang berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah yang optimal. Retensi plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau lobus aksesoris. Setelah plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan minimal, plasenta harus diperiksa apakah plasenta lengkap dan tidak ada bagian yang terlepas. Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada kondisi kehamilan preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan perdarahan yang hebat dapat terjadi. Ini harus dijadikan pertimbangan pada persalinan pada awal kehamilan, baik mereka spontan ataupun diinduksi. Penelitian terakhir menganjurkan penggunaan misoprostol pada terminasi kehamilan trimester kedua mengurangi risiko terjadinya retensio plasenta dibandingkan dengan penggunaan prostaglandin intrauterin atau saline hipertonik. Sebuah percobaan melaporkan retensio plasenta membutuhkan dilatasi dan kuretase dari 3.4 % misoprostol oral dibandingkan dengan 22.4 % yang menggunakan prostaglandin intra-amnion (Marquette, 2005). Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada plasenta akreta dan variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih lengket. Perdarahan signifikan yang terjadi dari tempat perlekatan dan pelepasan yang 20

normal menandakan adanya akreta sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh permukaan plasenta melekat abnormal, atau masuk lebih dalam (plasenta inkreta atau perkreta), mungkin tidak menyebabkan perdarahan masif secara langsung, tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif untuk melepaskan plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika plasenta terimplantasi pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika dihubungkan dengan plasenta previa. Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko terjadinya perdarahan post partum yang berat, dan mencegah terjadinya kontraksi yang efektif. Akhirnya, darah yang tertinggal dapat mengakibatnya distensi uterus dan menghambat kontraksi yang efektif. termasuk kemungkinan dibutuhkanya transfuse dan histerektomi. Darah mungkin dapat menahan uterus

Trauma Kerusakan traktus genitalis dapat terjadi spontan atau karena manipulasi yang

digunakan pada saat persalinan. Persalinan secara seksio caesaria mengakibatkan kehilangan darah dua kali lebih banyak dari pada persalinan per vaginam. Insisi pada segmen bawah yang memiliki kontraksi buruk sembuh dengan baik tergantung jahitan, vasospasme, dan pembekuan untuk hemostasis. Ruptur uteri lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat seksio caesaria sebelumnya. Semua uterus yang pernah menjalani seksio caesaria mengakibatkan gangguan dinding uterus memiliki risiko terjadinya ruptur pada kehamilan berikutnya. Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya jika pasien memiliki CPD relatif atau absolut dan uterus telah distimulasi dengan oksitosin atau prostaglandin. Pengontrolan tekanan intrauterin dapat mengurangi risiko terjadinya trauma. Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra uterin. Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan versi internal dan ekstraksi pada kembar kedua; bagaimanapun, ruptur uteri dapat terjadi sebagai 21

akibat versi eksternal. Akhirnya, trauma mengakibatkan usaha untuk mengeluarkan retensi plasenta secara manual atau dengan menggunakan instrument. Uterus harus selalu berada dalam kendali dengan cara meletakkan tangan di atas abdomen pada prosedur tersebut. Injeksi salin/oksitosin intravena umbilical dapat mengurangi kebutuhan teknik pengeluaran yang lebih invasif. Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan forceps dan serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan per vaginam dengan bantuan (forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya pembukaan lengkap. Laserasi servikal dapat terjadi secara spontan. Pada kasus ini, ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak mengedan sebelum terjadi dilatasi penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau instrumentasi dari uterus dapat mengakibatkan kerusakan serviks. Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak pada persalinan sungsang (insisi Dhrssen). Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan pervaginam operatif, tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi pada distosia bahu. Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara spontan maupun karena episiotomi. Trombosis Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya tidak selalu mengakibatkan perdarahan yang massif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang mencegah terjadinya perdarahan (Baskett,1999). Fibrin pada plasenta dan bekuan darah pada pembuluh darah berperan pada awal masa postpartum, gangguan padahal ini dapat menyebabkan perdarahan postpartum tipe lambat atau eksaserbasi perdarahan karena sebab lain terutama paling sering disebabkan trauma. Abnormalitas dapat terjadi sebelumnya atau didapat. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit lain yang menyertai, seperti ITP atau HELLP sindrom (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan platelet), abruptio plasenta, DIC, atau sepsis. Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak didiagnosa sebelumnya. 22

PATOFISIOLOGI2 Dalam masa kehamilan, volume darah ibu meningkat kurang lebih 50% (dari 4 L menjadi 6 L). Volume plasma meningkat melebihi jumlah total sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Peningkatan volume darah digunakan untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta dan persiapan terhadap hilangnya darah saat persalinan (Cunningham, 2001). Diperkirakan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 mL/menit, yang berarti 10-15% dari curah jantung. Kebanyakan dari aliran ini melewati plasenta yang memiliki resistensi yang rendah. Pembuluh darah uterus menyuplai sisi plasenta melewati serat miometrium. Ketika serat ini berkontraksi pada saat persalinan, terjadi retraksi miometrium. Retraksi merupakan karakteristik yang unik pada otot uterus untuk melakukan hal tersebut serat memendek mengikuti tiap kontraksi. Pembuluh darah terjepit pada proses kontraksi ini, dan normalnya perdarahan akan terhenti. Hal ini merupakan ligasi hidup atau jahitan fisiologis dari uterus (Baskett,1999). Atonia uteri adalah kegagalan otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan beretraksi. Hal ini merupakan penyebab penting dari Perdarahan post partum dan biasanya terjadi segera setelah bayi dilahirkan hingga 4 jam setelah persalinan. Trauma traktus genitalia (uterus, serviks, vagina, labia, klitoris) pada persalinan mengakibatkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan pada wanita yang tidak hamil karena adanya peningkatan suplai darah terhadap jaringan ini. Trauma khususnya berhubungan dengan persalinan, baik persalinan pervaginam maupun persalinan sesar. GAMBARAN KLINIS2 Anamnesis Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang episode perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan riwayat fetus gandaatau polihidramnion. Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki riwayat gangguan koagulasi atau perdarahan massif dengan prosedur operasi atau menstruasi.

23

Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan hipertensi (calcium-channel blocker) atau penyakit jantung ( missal digoxin, warfarin). Informasi ini penting jika koagulopati dan pasien memerlukan transfusi.

Tentukan jika plasenta sudah dilahirkan.

Pemeriksaan Fisik Pada seorang wanita dengan perdarahan masif, secara simultan memerlukan pemeriksaan fisik dan resusitasi. Fokuskan pemeriksaan pada pencarian penyebab perdarahan. Pasien dapat tidak memiliki perubahan hemodinamik tertentu pada awal syok akibat perdarahan fisiologik maternal hipervolemia. Perdarahan postpartum selalu perlu disadari saat gangguan hemodinamik terjadi tanpa adanya perdarahan massif. Palpasi bimanual uterus terasa lunak, atonia, atau pembesaran uterus, dengan suatu akumulasi darah yang banyak. Palpasi juga dapat merasakan adanya hematom dalam perineum atau pelvis. Selama penghisapan, inspeksi servik dan vagina dalam penerangan yang cukup dapat melihat adanya robekan jaringan. Periksa adanya jaringan plasenta yang hilang, yang menandakan adanya kemungkinan retensio plasenta.

Kehilangan Darah 500-1000 mL (10-15%) 1000-1500 mL (15-25%) 1500-2000 mL (25-35%) 2000-3000 mL (35-50%)

Tekanan Darah (Sistolik) Normal Menurun ringan (80-100 mm Hg) menurun sedang (70-80 mm Hg) Sangat turun (50-70 mm Hg)

Tanda dan Gejala Palpitasi, Takikardi, Gelisah Lemah, Takikardi, Berkeringat Sangat lemah, Pucat, oliguria Kolaps, Sesak nafas, Anuria

Derajat Syok Terkompensasi Ringan Sedang Berat

Pendeteksian dan pendiagnosisan yang cepat dari kasus perdarahan postpartum sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaan. Resusitasi dan 24

pencarian penyebab harus dilaksanakan dengan cepat sebelum terjadi sekuele dari hipovolemia yang berat.
Diagnosis Perdarahan Setelah Bayi Lahir Presenting Symptom and Other Symptoms and Signs Typically Present Immediate PPHa Uterus soft and not contracted Immediate PPHa Complete placenta Uterus contracted Placenta not delivered within 30 minutes after delivery Immediate PPHa Uterus contracted Retained placenta Tears of cervix, vagina or perineum
9

Symptoms and Signs Sometimes Present Shock

Probable Diagnosis

Atonic uterus

Portion of maternal surface of Immediate PPHa placenta missing or torn membranes Uterus contracted with vessels Uterine fundus not felt on abdominal palpation Slight or intense pain Bleeding occurs more than 24 hours after delivery Uterus softer and larger than expected for elapsed time since delivery Inverted uterus apparent at vulva Immediate PPHb

Retained placental fragments Inverted uterus

Bleeding is variable (light or heavy, continuous or irregular) and Delayed PPH foul-smelling Anaemia

Immediate PPHa (bleeding is intra- Shock abdominal and/or vaginal) Tender abdomen Severe abdominal pain (may Rapid maternal pulse decrease after rupture)

Ruptured uterus

PEMERIKSAAN PENUNJANG2 Laboratorium Darah Lengkap o Untuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit o Perhatikan adanya trombositopenia PT dan aPTT diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi.

25

Kadar fibrinogen diperiksa untuk menilai adanya konsumtif koagulopati. Kadarnya secara normal meningkat dari 300-600 pda kehamilan, pada kadar yang terlalu rendah atau dibawah normal mengindikasikan adanya konsumtif koagulopati.

Pemeriksaan Radiologi USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan adanya hematom. Angiografi dapat digunakan pada kemungkinan embolisasi dari pembuluh darah. Pemeriksaan Lain Tes D-dimer (tes monoklonal antibodi) untuk menentukan jika kadar serum produk degradasi fibrin meningkat. Penemuan ini mengindikasikan gangguan koagulasi.

PENATALAKSANAAN 4 Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah uterus berkontraksi dengan baik, atau adakah perdarahan karena atonia uteri. Pada kasus dengan faktor predisposisi atonia uteri, setelah bayi lahir disuntikkan synthetic oxytocin 10 UI IM. Apabila dalam 30 menit plasenta belum lahir dilakukan pengeluaran plasenta secara manual. Tetapi bila terjadi perdarahan banyak meskipun belum sampai 30 menit plasenta juga harus segera dilahirkan. Setelah plasenta lahir disuntikkan uterotonika methyl ergometrin maleat 0,2 mg IV sekaligus dilakukan pemijatan pada korpus uteri. Apabila kontraksi uterus tetap jelek dan perdarahan terus terjadi, maka dipasang infus synthetic oxytosin 10 UI, pasang dower catheter, berikan oxygen dan teruskan pemijatan uterus. Cari penyebab dari perdarahan post partum apakah hipotonia uteri, robekan jalan lahir, sisa placenta ataukah gangguan pembekuan darah. Terapi sesuai penyebab yang ditemukan.

26

Penggunaan Obat Oksitosik 9 Oxytocin Ergometrine/ Methylergometrine IM or IV (slowly): 0.2 mg 15-methyl Prostaglandin F2 IM: 0.25 mg

Dose and route

IV: Infuse 20 units in 1 L IV fluids at 60 drops per minute IM: 10 units

Continuing dose

IV: Infuse 20 units in 1 L IV fluids at 40 drops per minute

Repeat 0.2 mg IM after 15 minutes If required, give 0.2 mg IM or IV (slowly) every 4 hours

0.25 mg every 15 minutes

Maximum dose Not more than 3 L of IV 5 doses (Total 1.0 mg) fluids containing oxytocin Precautions/ Contraindications Do not give as an IV bolus

8 doses (Total 2 mg)

Pre-eclampsia, Asthma hypertension, heart disease

Pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan dengan kontraksi uterus baik, maka segera dilakukan inspekulo untuk melihat robekan serviks atau vagina. Bila ditemukan segera lakukan penjahitan/ hemostasis. Pada gangguan pembekuan darah : transfusi darah segar/ plasma segar/ fibrinogen.

Managemen Perdarahan Postpartum PPH 27

Asses Maternal ABCs Maternal Resuscitation

Massage Uterus Placenta In

Bleeding Stopped Manually remove Explore Uterus Massage Uterus

Oxytocin 20 U/l crystalloid Cross-match 2 units

Bleeding Stopped

Bimanual Compression Uterus Still Atonik

Bleeding Stopped Inspect for and repair Vaginal/ Cervical trauma Consider/treat Coagulopathy

Hemabate 0,25 mg IM/IU +/Ergonovine 0,25 mg IM

Bleeding Stopped

BAB II RETENSIO PLASENTA

DEFINISI :

28

Suatu keadaan dimana plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir.5 ETIOLOGI:5 Plasenta belum lepas dari dinding uterus Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta : Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhessiva), Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta) Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). DIAGNOSIS dan MANAGEMEN8: Perdarahan Sebelum lahirnya plasenta Perdarahan dalam kala III persalinan biasanya disebabkan karena retensio plasenta. Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan jaan lahir. Ketika terjadi perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama yang dilakukan adalah berusaha untuk mengeluarkan plasentadengan tarikan ringan dengan penekanan pada uterus dengan menekan abdomen. Bila berhasil, uterus harus tetap ditekan dan diberikan oksitosin intravena. Kompresi bimanual harus tetap dilakukan hingga uterus berkontraksi dengan baik.

29

Retensio Plasenta karena kontraksi serviks Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan preterm. Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak dianjurkan untuk melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta, tekanan pada abdomen maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan adalah dengan memberikan nitrogliserin untuk merelaksasi serviks sehingga dapat dilakukan manual plasenta. Nitrogliserin merupakan vasodilator kuat, hipotensor dan relaksan otot miometrium. Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi uterus tanpa mempengaruhi tekanan darah. Meskipun demikian, obat ini sebaiknya tidak digunakan pada pasien syok dan tekanan darah rendah. Sebelum memasukkan nitrogliserin sebaikknya diberikan cairan intravena berupa kristaloid sebanyak 5001000 cc, Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih 60-120 detik setelah nitrogliserin dimasukkan, serviks akan relaksasi sehingga tangan operator dapat masuk kedalam kavum uteri. Retensio Plasenta karena Perlekatan plasenta yang abnormal10

30

Terdapat beberapa derajat kuatnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Pada kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada beberapa kasus plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit lepas dari dinding uterus sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan perdarahan menjadi sangat banyak. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan kebanyakan berakhir dengan histerektomi. Plasenta akreta menunjukkan angka kematian 4 kali lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir normal yang merupakan indikasi histerektomi. Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada miometrium, yang mengakibatkan pelepasan yang tidak sempurna pada saat persalinan. Komplikasi yang signifikan dari plasenta akreta adalah perdarahan post partum. Berdasarkan penelitian oleh Resnik, angka kejadian plasenta akreta meningkat dan dokter diharapkan waspada akan kondisi ini, terutama pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesaria sebelumnya atau berbagai penyebab parut pada uterus. Perdarahan setelah Plasenta lahir Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan atonia uteri. Tidak jarang juga disebabkan karena adanya sisa plasenta, robekan jalan lahir, inversi uteri, ruptur uteri dan juga gangguan sitem koagulasi. Hal pertama yang dilakukan pada perdarahan setelah plasenta lahir adalah penekanan bimanual vaginal dan abdominal, hal ini dapat mengurangi perdarahan. Kemudian dipasang satu atau dua infus dan diberikan infu oksitosin (30 IU dalam 1000 cc RL) Bila penekanan uterus dan infus oksitosin tidak berhasil, pasien diperiksa dengan USG untuk memeriksa sisa jaringan yang masih tertinggal atau dengan tangan memeriksa adanya robekan uterus. PENATALAKSANAAN :1,5 Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita menghadapi perdarahan post partum lanjut.

31

Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dahulu dapat dicoba cara Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kirakira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta manual. Indikasi Plasenta manual Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 500 cc Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum, perforasi dilakukan eksplorasi jalan lahir. Tali pusat putus

32

Teknik Plasenta Manual3 Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong (setelah menggunakan sarung tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.

Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahanlahan ditarik keluar.

33

Penanganan Retensio Plasenta6

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international edition. 21 st edition. Page 619-63. 2. Wainscott, 3. Smith, 4. John Michael R , P. Barbara Pregnancy, G. Brennan. Postpartum Postpartum Hemorrhage. Hemorrhage. http://www.eMedicine.com. http://www.eMedicine.com. ALARM International. Hemorrhage in Pregnancy. 2nd edition. Page 49-53. 5. Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.Jakarta. 2009 6. Krisnadi, Sofie Rifayani, Anita Deborah Anwar, Muhamad Alamsyah. Obstetri Emergensi. Sagung Seto: Jakarta 2012 7. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, Jakarta. EGC. 1998 8. Arias, Fernando. Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery. 2nd edition. Mosby Year Book. 9. htpp://www.who.int. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth. 10. Walling, D. Anne. American Academy Family of Physician. Risk of Hemorrhage and scarring in placenta accreta. August 1999

35

36

Anda mungkin juga menyukai