Anda di halaman 1dari 17

BAB I LAPORAN KASUS

1.1.

IDENTIFIKASI Nama Jenis Kelamin Usia Kebangsaan Agama Pekerjaan Alamat MRS : Ri : Laki-laki : 11 tahun : Indonesia : Islam : Pelajar : OI : 8-12-2012

1.2.

ANAMNESIS - Keluhan Utama: Benjolan di daun telinga kanan yang semakin membesar - Riwayat Perjalanan Penyakit: Sejak 4 tahun yang lalu, rumah pasien kebakaran akibat ledakan dari lampu minyak. Pasien yang hendak menyelamatkan adiknya juga ikut terbakar. Oleh orangtua pasien dibawa ke RS inderalaya dan dirawat selama 1 bulan. Pasca dirawat, Tungkai, lengan, dan daun telinga terdapat bekas luka yang terbakar. Luka di daun telinga semakin hari semakin membesar sejak 1 tahun pasca kebakaran. Gatal (+), nyeri (-).

1.3.

PEMERIKSAAN FISIK KeadaanUmum Tekanan darah : Compos mentis : 110/80 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Respirasi: 22 x/menit, spontan, thoracoabdominal Suhu : 36,5 per axilla. Kepala : Bentuk normal, rambut warna hitam, rambut rontok (-), Mata : Konjunctiva pucat (-), sklera ikterik (-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3mm), reflek cahaya (+/+), Hidung: Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi penghidu baik. Mulut : stomatitis (-),Sianosis (-), gusi berdarah ,pucat (-), Leher : simetris, pembesaran tiroid- pembesaran limfonodi cervical (-), Thorax Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Normochest, statis dan dinamis paru kanan kiri, : stremfremitus kanan meningkat dibandingkan kiri : sonor

Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, ronkhi (-) wheezing (-), krepitasi (-) Jantung Inspeksi Palpasi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi : datar, : lemas, tidak ada nyeri tekan, : tympani, : Iktus kordis tidak tampak. : thrill tidak teraba : murmur (-) gallop (-)

Auskultasi : Bising usus positif normal

STATUS LOKALIS:

Regio auricular dextra:

Terdapat keloid dengan bentukan nodul yang membesar, ukuran + ,keras padat, berwarna merah kecoklatan, mengeluarkan darah dan nanah, suhu sama dengan tubuh.

Regio deltoid

Terdapat keloid dengan bentukan nodul, ukuran + ,bentuk bulat, kenyal padat, berwarna coklat gelap, tidak mengeluarkan darah dan nanah, suhu sama dengan tubuh.

Regio infraclavicular

Terdapat keloid dengan bentukan plak, ukuran + ,tebal,keras, berwarna coklat gelap, tidak mengeluarkan darah dan nanah, suhu sama dengan tubuh.

Regio femoralis

Terdapat keloid dengan bentukan plak, ukuran + 5x1 ,tebal , berwarna kecoklatan, tidak mengeluarkan darah dan nanah, suhu sama dengan tubuh. -

1.4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium darah rutin, bleeding time, clothing time

1.5

DIAGNOSA BANDING Parut hipertrofik

1.6

DIAGNOSIS KERJA Keloid ec Combustio

1.7

RENCANA TERAPI - Tindakan bedah Eksisi pada auricular dekstra bagian helix-lobulus dextra - Terapi pasca bedah: Antibiotik, analgetik dan roboransia. Luka dijaga agar tidak terkena air atau basah. - Pengamatan Lanjut: jahitan dibuka seluruhnya pada hari ke-7 jika luka pasca operasi kering. Satu bulan pasca operasi pasien kontrol kembali dan diberi suntikan kortikosteroid intralesi untuk mencegah timbulnya keloid pada bekas eksisi.

1.8

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : Dubia : Dubia

BAB II ANALISIS KASUS


1. Pasca dirawat di RS, Tungkai, lengan, dan daun telinga kanan terdapat bekas luka yang terbakar, dan terasa gatal. Pembahasan: Keloid adalah pertumbuhan jaringan ikat padat hiperproliferatif jinak akibat respon penyembuhan luka abnormal atau pembentukan jaringan parut berlebihan (pertumbuhan proliferatif) yang muncul di atas kulit yang mengalami trauma atau di atas luka operasi dan tidak sesuai dengan beratnya trauma, tidak dapat sembuh secara spontan serta dapat berulang setelah dilakukan eksisi (Thompson, 2001). Keloid juga dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan jinak dari jaringan fibrosa padat, yang berkembang dari respon abnormal terhadap penyembuhan cedera kulit, yang meluas keluar dari perbatasan asli luka atau respon inflamasi. Keloid dapat timbul diseluruh bagian tubuh tetapi mempunyai predileksi pada daerah bahu, telinga, punggug dan dada. Lokasi tersering timbulnya keloid pada dearah kepala leher adalah lobulus telinga sekitar 55%. Urutan berikut yang tersering adalah deltoid (21%), sternal (7%), dan retroaurikuler ( 5% ). Lee dkk melaporkan bahwa dari 28 pasien keloid; 86% mengeluh gatal dan 46% mengeluh nyeri, gatal terutama pada tepi lesi sedangkan nyeri pada bagian tengah lesi. (Lee dkk, 2004) Keloid biasanya multipel bila terdapat riwayat keluarga yang menderita keloid. Secara umum, keloid timbul setelah cedera atau inflamasi kulit pada individu yang beresiko. Keloid dapat terjadi dalam jangka waktu satu bulan sampai satu tahun setelah trauma atau inflamasi. Trauma kulit pada dermis

retikuler atau lapisan kulit lebih dalam lagi cenderung berpotensi menjadi skar hipertrofik dan keloid. Keloid terjadi karena sintesis dan penumpukan kolagen yang berlebihan dan tidak terkontrol pada kulit yang sebelumnya terjadi trauma dan mengalami penyembuhan luka. Pembentukan jaringan granulasi dan maturasi skar membutuhkan keseimbangan antara biosintesis kolagen dan degradasi matriks hingga dicapai penyembuhan luka optimal. Makrofag, fibroblas dan pembuluh darah bergerak ke tempat luka untuk mengembalikan integritas dermal yang rusak. Makrofag merupakan sumber sitokin yang berfungsi untuk stimulasi fibroplasia dan angiogenesis. Fibroblas berfungsi membangun komponen matriks ekstraseluler baru, memulai sintesis kolagen dan menciptakan regangan tepi luka melalui protein yang kontraktil seperti aktin dan desmin. Pembuluh darah menyuplai oksigen dan nutrisi untuk mempertahankan pertumbuhan sel. Degradasi matrik dikoordinasikan melalui aksi kolagenase, proteoglikanase, metalloproteinase dan protease. (Ulrich dkk, 2010) Seiring dengan proses diatas, faktor antifibrotik juga dilepaskan. Maturasi skar berakhir dengan dengan menghasilkan skar yang hiperemis dan

contracted. Scar remodelling terjadi pada 6-12 bulan selanjutnya, dengan skar yang terbentuk mendekati 70-80% tensile strength kulit normal. Fase inflamasi yang memanjang mengakibatkan peningkatan aktifitas sitokin. Resiko pembentukan keloid meningkat seiring dengan aktifitas sitokin yang berkepanjangan ini. (Butler dkk, 2008; Urioste dkk, 1999) Penelitian lain tentang patogenesis keloid mendapatkan bahwa pada keloid terjadi down-regulation gen yang terkait apoptosis. Selain itu pada biakan fibroblas keloid didapatkan produksi kolagen dan matriks metalloproteinase lebih besar dibandingkan fibroblas dermal normal. (Seifert & Mrowietz, 2009)

2.

Luka di daun telinga kanan semakin hari semakin membesar sejak 1 tahun pasca kebakaran. 8

Pembahasan: Kecenderungan keloid terjadi tiga bulan hingga tahunan setelah awal kejadian, dan bahkan luka kecil dapat menghasilkan lesi yang besar. Penelitian Koonin tahun 1964 mengemukakan hipotesis bahwa keloid banyak timbul pada bagian tubuh yang memiliki konsentrasi melanosit tinggi. Keloid sangat jarang terjadi pada daerah telapak kaki dan tangan karena daerah tersebut konsentrasi melanositnya rendah. Saat terjadi lesi, secara klinis dapat bervariasi. Kebanyakan lesi terus berkembang selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan dan sebagian berkembang selama tahunan. Pertumbuhan biasanya lambat, tetapi keloid adakalanya berkembang cepat, ukurannya berkembang tiga kali lipat dalam bulanan. Saat berhenti tumbuh, keloid biasanya tidak memberikan gejala dan menjadi stabil atau sedikit mengecil.13 Keloid pada telinga, leher dan abdomen cenderung bertangkai menjadi seperti bandul. Keloid pada tengah dada dan ekstremitas biasanya berkembang rata dengan permuakaan, dan dasarnya selalu lebih lebar dari puncaknya. Secara klinis, keloid berbentuk nodul, berwarna atau hypopigmentasi, atau bersifat eritematosa sekunder untuk telangiectasias. Keloid terjadi paling umum pada bagian dada, bahu, punggung atas, belakang leher dan telinga (Roblez, 2007).

3.

Tatalaksana: Lokasi, ukuran, kedalaman lesi, umur pasien, dan respon terakhir terhadap terapi menjadi penentu tipe terapi yang digunakan. Ukuran dan jumlah lesi keloid harus diukur dalam merencanakan penanganan keloid. Diskusi dengan pasien untuk menentukan tujuan akhir terapi merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam menangani keloid yang besar dan multipel. Pasien dengan keloid berukuran besar biasanya disertai infeksi dan nyeri, sehingga pengurangan

ukuran massa keloid dan terapi simtomatik dengan berbagai modalitas terapi harus dipertimbangkan kasus per kasus. (Ogawa, 2010) Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis keloid yang ada saat ini, terdapat tiga pendekatan terapi yang dapat digunakan: manipulasi terhadap aspek mekanis penyembuhan luka, koreksi terhadap ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen, dan perubahan respon imun/inflamasi. Penanganan keloid merupakan masalah yang sulit, karena rendahnya respon penyembuhan terhadap berbagai terapi dan cenderung kambuh. Keloid yang hanya diterapi dengan pembedahan memiliki angka kekambuhan sampai 80%. (Robles & Berg, 2007) Penanganan keloid yang paling sering digunakan dan paling sering dilaporkan efikasinya adalah injeksi kortikosteroid intralesi, bedah eksisi, cryotherapy, laser, radiasi dan silicone gel sheeting. Pada kasus ini, terapi yang tepat dan lebih meminimalisirkan keadaan pasien yaitu bedah eksisi.

Bedah Eksisi pada auricular dekstra bagian helix-lobulus Eksisi bedah dari keloid harus dilakukan dengan perhatian khusus karena tingkat kekambuhan tinggi [41]. Eksisi bedah mungkin memuaskan, memberikan koreksi kosmetik segera. Namun, eksisi yang sering menyebabkan bekas luka lama dan potensi untuk keloid lebih besar pada saat terjadi kekambuhan [42]. Terapi adjuvant seperti pasca-Excisional injeksi steroid harus dipertimbangkan. bedah eksisi juga dilakukan pada lesi keloid yang luas sehingga membutuhkan debulking lebih dahulu sebelum terapi lain dilakukan. (Urioste dkk, 1999) Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada bedah eksisi keloid. Semua sumber yang dapat menyebabkan inflamasi, termasuk folikel rambut yang terperangkap, kista epitelial dan sinus tract harus dibuang, karena hal tersebut dapat berpotensi menjadi sumber fibrogenic growth stimuli.

Rekonstruksi bedah sedapat mungkin didesain untuk mengurangi trauma 10

jaringan dan wound tension, serta mencegah terjadinya dead space, hematom dan infeksi. Reorientasi skar harus sejajar dengan garis skin tension. (Urioste dkk, 1999 ; Kelly, 2009) Jika kulit sekitar eksisi tidak dalam kondisi tension yang berlebihan, keloid berukuran kecil dapat dieksisi dan luka ditutup secara primer. Namun jika penutupan primer tidak mungkin dilakukan dan memerlukan tandur kulit, maka dilakukan eksisi keloid dengan meninggalkan daerah berbentuk elips yang akan ditanamkan tandur kulit. Daerah berbentuk elips ini berfungsi untuk menurunkan central tensile forces, dan diharapkan dapat menurunkan kemungkinan untuk kambuh. Tandur kulit full thickness lebih baik dibanding tandur kulit split thickness, karena memungkinkan penutupan luka lebih baik dan menyediakan struktur mikrovaskuler yang cukup untuk meyakinkan terjadi anastomosis dengan struktur mikrovaskuler host sehingga mengurangi angiogenesis dan proliferasi fibroblas. (Urioste dkk, 1999) Bedah eksisi pada kebanyakan kasus keloid bukanlah tindakan kuratif. Rekurensi setelah tindakan berkisar antara 45% sampai 100%. Karena rekurensi yang tinggi ini, bedah eksisi saja tanpa terapi tambahan bukanlah terapi terbaik. Eksisi sering menyebabkan skar yang lebih panjang dari keloid asalnya dan bila kambuh dapat terjadi keloid yang lebih besar lagi. Injeksi kortikosteroid intralesi untuk menurunkan angka rekurensi dapat dilakukan intraoperatif atau pasca eksisi. (Jackson dkk, 2001) Umumnya digunakan triamsinolon asetonid intralesi, dimulai dua minggu setelah eksisi, dilanjutkan sampai satu tahun atau sampai wound bed tetap sejajar dengan kulit sekitar selama. Alternatif monoterapi tambahan lain adalah imiquimod topikal dan terapi radiasi. (Ogawa, 2009) Beberapa peneliti menyebutkan bahwa wound tension yang berlebihan mungkin menyebabkan pembentukan keloid, oleh karena itu disarankan penyatuan tepi luka didesain untuk meminimalisir wound tension. Perawatan seksama harus dilakukan untuk menjaga wound tension di garis luka supaya 11

tetap relaks, hal ini dicapai dengan teknik aseptik dan dengan mempertahankan wound eversion secara optimal. (Ogawa, 2009) Hasil bedah terbaik dilihat dengan penutupan tepi luka yang sangat baik, menggabungkan ketegangan minimal dengan eversi maksimal dan memastikan sayatan dibuat sepanjang garis ketegangan kulit santai [45

Injeksi Kortikosteroid Intralesi Injeksi kortikosteroid intralesi (KIL) merupakan metoda penanganan keloid yang paling banyak dilakukan karena mudah dikerjakan, dapat diterima dengan baik dan efektif mengurangi gejala. (Hochman dkk, 2008) Triamsinolon asetonid dengan konsentrasi 10-40 mg/ml, merupakan jenis steroid yang sering digunakan. (Butler dkk, 2008) Dosis triamsinolon asetonid yang diperlukan untuk terapi keloid lebih tinggi daripada untuk penyakit lain. Robles menganjurkan dosis awal sebesar 40 mg/ml. Injeksi dapat diulang tiap 4-6 pekan tergantung respons keloid. Injeksi KIL menyebabkan keloid jadi mendatar, lebih lunak dan meringankan gejala nyeri dan gatal. Namun injeksi KIL jarang sekali menghasilkan perbaikan komplit dan bertahan lama. (Robles & Berg, 2007) Komplikasi yang dapat terjadi akibat KIL adalah telangiektasis, atrofi kulit dan hipo atau hiperpigmentasi. Selain itu tindakan injeksi KIL sendiri merupakan tindakan yang cukup menyakitkan bagi pasien.. Karena nyeri saat injeksi dan kekhawatiran terhadap penggunaan kortikosteroid dosis tinggi secara berulang maka injeksi KIL sulit digunakan untuk keloid yang berukuran besar atau berjumlah banyak. (Hochman dkk, 2008)

Radiasi Mekanisme terapi radiasi dalam mencegah keloid masih sangat kurang dimengerti. Radiasi diduga mengontrol sintesis kolagen dengan cara mengeliminasi

12

fibroblas abnormal dan menurunkan produksi kolagen pada fase awal penyembuhan luka. (Jackson dkk, 2001) Kombinasi pembedahan dengan radiasi pascaoperasi merupakan metoda yang lebih efektif untuk mengatasi keloid dibandingkan dengan terapi radiasi saja. Tingkat keberhasilan kombinasi ini bervariasi antara 67 sampai 98% dengan angka rekurensi turun sampai dibawah 20%. Radiasi biasanya dimulai segera setelah pembedahan dengan dosis total tidak lebih dari 20 Gy selama beberapa kali pemberian. Efek samping yang sering terjadi adalah transient erythema dan

hiperpigmentasi. Terapi radiasi memiliki resiko karsinogenesis, sehingga walaupun resiko ini kemungkinan kecil terjadi pada keloid, pasien harus tetap diberitahu agar waspada karena secara teori hal itu mungkin terjadi. (Robles & Berg, 2007)

Cryotherapy Cryotherapy menggunakan refrigerant, sebagai terapi tunggal atau

dikombinasi dengan injeksi KIL telah lama digunakan sebagai terapi keloid. Metoda aplikasi cryotherapy adalah dengan cara ditempelkan, disemprotkan, dan disuntikkan intralesi. Dalam sebuah penelitian randomized clinical trial, Layton dkk mendapatkan bahwa lesi vaskuler dini berespon lebih baik secara signifikan dibanding lesi yang lebih besar, sehingga disimpulkan cara ini efektif untuk keloid berukuran kecil. (Butler dkk, 2008) Rusciani dkk menemukan bahwa kerusakan sel dan mikrovaskuler yang diakibatkan oleh cryotherapy, secara langsung menyebabkan stasis dan pembentukan trombus sehingga terjadi nekrosis serta perlunakan dan pendataran keloid. Kelemahan cryotherapy adalah nyeri yang ditimbulkan cukup berat dan waktu penyembuhan yang lama, sehingga pasien sering tidak datang kembali. Metoda ini memerlukan kombinasi dengan cara pengobatan lain. Pada pasien dengan warna kulit gelap dapat terjadi efek hipopigmentasi, yang dapat menimbulkan masalah baru. (Berman dkk, 2005; Robles & Berg, 2007)

13

Laser Mekanisme yang mendasari efek terapi laser pada keloid, masih belum jelas sepenuhnya. Coagulation necrosis pembuluh darah akibat efek selective

photothermolysis dan efek panas yang dihasilkan oleh energi laser menyebabkan penghancuran kolagen, perbaikan susunan serat kolagen, sintesis kolagen baru dan pelepasan histamin. (Cho dkk, 2010) Keuntungan laser adalah bersifat non traumatik dan memiliki efek anti inflamasi. Namun selanjutnya didapat bahwa eksisi keloid menggunakan continous wave CO2 laser yang dilanjutkan dengan penyembuhan luka sekunder, gagal menekan pertumbuhan dan mencegah rekurensi keloid. Saat ini laser CO2 digunakan untuk debulking keloid berukuran besar, sebelum terapi lain dimulai. (Urioste dkk, 1999

Silicone gel sheeting Penggunaan silicone gel sheet merupakan suatu kemajuan baru dalam penatalaksanaan keloid dan jaringan skar hipertrofik. Silicone gel sheet tersebut berupa gel like transparent, flexible, inert sheet dengan ketebalan 3,5 mm yang digunakan untuk terapi dan pencegahan keloid ataupun jaringan skar hipertrofik. Lapisan tersebut terbuat dari medical-grade silicone (polimer polydimethylsiloxane) dan diperkuat dengan silicon membranebacking. Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan skar atau direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai kembali, maksimal sampai 12 hari. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak digunakan pada luka terbuka atau pada kulit dengan kelainan dermatologi yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan pada stadium awal ketika jaringan skar mulai menunjukkan tanda ke arah berkembangnya jaringan skar hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien berisiko tinggi untuk menderita jaringan skar abnormal, seperti pasien berumur di bawah 40 tahun, riwayat skar hipertrofik atau keloid sebelumnya, atau kulit gelap

14

dapat dianjurkan untuk menggunakan silicone sheet segera setelah luka telah menyembuh (setelah pengangkatan jahitan pada luka). (Robles & Berg, 2007) Pembalutan dengan gel silikon efektif untuk keloid bila digunakan setelah bedah eksisi, hal ini bertujuan untuk mencegah kambuhnya keloid. Gel sheets dilaporkan dapat melembutkan skar dan menurunkan ukuran skar, mengurangi eritem dan gejala gatal dan nyeri. Silicone gel sheeting sebaiknya diaplikasikan segera setelah eksisi dan dilanjutkan selama 12 jam per hari untuk 1 bulan. Lamanya pemakaian membutuhkan tingkat kepatuhan pasien yang baik. (Butler dkk, 2008)

Edukasi setelah operasi pada pasien ini: Perhatian khusus harus diberikan ketika mengobati pasien dengan riwayat keloid. Faktor yang dapat dikelola untuk mencegah terjadinya keloid adalah daya mekanik luka (stretching tension), pencegahan infeksi luka dan reaksi benda asing. (Ogawa, 2010) Beberapa hal penting untuk mencegah keloid adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Hindari gerakan berlebihan yang dapat meregangkan luka Gunakan perban dan kain pembalut luka dengan tepat. Hindarkan luka dari daya mekanis langsung (misalnya gesekan dan garukan) Gunakan gel sheeting dan plester perekat. Untuk pasien dengan luka di telinga, kurangi kontak dengan bantal ketika tidur, untuk mencegah gesekan. 6. 7. Untuk pasien dengan luka di supra pubik, dianjurkan untuk memakai korset. Setelah pembedahan dan trauma, luka yang terjadi harus dijaga tetap bersih dengan cara melakukan irrigasi dan mengoleskan obat antijamur. 8. Setelah pembedahan dan trauma, hindari kontak antara dermis daerah luka (termasuk lubang tindik telinga) dengan benda asing. (Kelly 2009; Ogawa, 2010) antibakteri atau

15

Karena keloid dapat timbul kembali setelah eksisi, banyak ahli bedah yang mengkombinasikan tindakan eksisi dengan terapi adjuvan. Kita dapat

menggabungkan eksisi keloid dengan terapi kortikosteroid intralesi pasca operasi. Suntikan kortikosteroid intralesi pada pasien ini dilakukan 1 bulan setelah operasi. Dan direncanakan dilakukan suntikan ulang 14 hari kemudian

16

DAFTAR PUSTAKA

1.

R Sjamsuhidajat, Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

2. Bagian Bedah Staf Pengajar FK UI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bina Rupa Aksara,435-442 3. American College Of Surgeon Committee On Trauma.2004.ATLS. 4. Robles, D.T., Berg, D. 2007. Abnormal wound healing: keloids. Clinics in Dermatology 25:26-32. 5. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P. Current progress in keloid research and treatment. J Am Coll Surg. 2008 206:731-41 6. Urioste, S.S., Arndt, K.A., Dover, J.S. Keloids and hypertrophic scars: Review and treatment strategies. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery 1999, 18(2):159-71 7. http://www.scribd.com/doc/78501533/Dermatology-in-Clinical-Practice 8. http://www.scribd.com/doc/61408792/keloids

17

Anda mungkin juga menyukai