Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH KERAPATAN DAN SUHU PIROLISA TERHADAP KUALITAS BRIKET ARANG SERBUK KAYU SENGON

Oleh : Agus Sunyata 1, Dewi Wulur P 2, ABSTRACK The utilizing of sengon woods dust as the material for the charcoal that can be an alternative way to solve the limited stock of energy source and it can also increase the benefit value of the sengon woods dust. This research is aimed at fining the influence of solidity and pyrolisys degree on the quality of charcoal. The material used in this research is sengon woods dust, which is taken from the UD. Maju Jaya Utama, Gamping Yogyakarta Sawing Industry. Clay as much as 20% of the charcoals weight is used as the glue. The design used is complete Random Design (RAL) factorials, namely solidity factor (0.322 g/cm3 and 0.477 g/cm3) and pyrolisys degree factor (2000 C and 2500C) Different significant result is tested again using Least Significant Different (LSD). The result of the research on the solidity and pirolisa degree shows that the average value of sengon woods charcoal are as follows : water height 4.61%, weight 0.45, heat value 4885.307 cal/g, ash 21.79%, evaporable essence 34.04% and attached carbon 44.17%. The influence of solidity and pyrolisys degree is significantly different on the weight, evaporable essence and the attached carbon. Compared to the standard quality of charcoal briket in stock, the one resulted from this has not yet met the standard but it has a good water height and heat value. Key words : sengon woods charcoal, solidity and pyrolisys degree

PENDAHULUAN Permintaan akan kayu sebagai bahan baku industri, bahan baku bangunan dan sumber energi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk. Banyaknya kayu yang digunakan sebagai sumber energi tidak sebanding dengan nilai kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran kayu secara langsung. Kayu kering udara yang dibakar secara langsung sebagai sumber energi menghasilkan panas lebih rendah dibandingkan kayu yang telah diubah bentuknya menjadi arang maupun briket arang. Bahan baku briket arang dapat berupa arang halus yang terdiri dari : kulit, serbuk dan sisa penggergajian melalui proses pengempaan yang dicampur dengan bahan perekat. Pemanfaatan kayu sengon sebagai bahan baku alternatif pengganti kayu komersil sudah banyak dilirik oleh para pengusaha kayu. Segon yang sudah dikenal masyarakat cukup lama karena biasa tumbuh secara bebas di kebun-kebun rakyat memiliki keuntungan antara lain: masa tebang yang pendek, pengelolaan yang relatif mudah, mudah tumbuh, kayu bernilai serbaguna, serta dapat menyuburkan tanah sudah tidak asing lagi bagi pengusaha perkayuan untuk dijadikan bahan baku yang siap diolah.
1. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta 2. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta

Seiring dengan semakin meningkatnya akan permintaan kayu sengon menyebabkan industri penggergajian banyak didatangi oleh pengusaha kayu untuk mengubah kayu gelondongan menjadi bahan baku yang siap dipakai. Residu yang dihasilkan pada penggergajian juga mengalami peningkatan sejalan dengan banyaknya permintaan tersebut. Melihat banyaknya residu yang dihasilkan pada proses penggergajian dan semakin meningkatnya kebutuhan akan sumber energi di masyarakat, penulis mencoba untuk memanfaatkan residu tersebut sehingga memiki nilai guna dengan mengubahnya menjadi briket arang, dengan menggunakan variasi kerapatan dan suhu pirolisa untuk menghasilkan briket arang yang berkualitas baik. Penentuan kualitas briket arang umumnya dilakukan terhadap komposisi kimia seperti kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat; dan sifat fisika seperti kadar air, berat jenis, nilai kalor; serta sifat mekanik (Hendra, 1999a). Kualitas briket arang yang berada di pasaran dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar Kualitas Briket Arang Sifat-Sifat Briket Arang Kadar Air (%) Zat Mudah Menguap (%) Kadar Abu (%) Kadar Karbon Terikat (%) Nilai Kalori (Kal/g) Kerapatan (g/cm3) Keteguhan Tekan (kg/cm2) Sumber: Hendra,1999a. Jepang 68 15 30 36 60 80 6000 7000 12 Inggris 34 16 8 10 75 7300 0,84 USA 6 19 18 58 6500 1 Indonesia 7,57 16,14 5,51 78,35 6814,11 0,4407

60

12,7

62

0,46

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk kayu sengon yang diperoleh dari industri penggergajian UD. Maju Jaya di jalan Wates KM 5 Gamping Jogjakarta. Tanah liat yang digunakan sebagai bahan perekat sebesar 20% dari berat serbuk arang. Alat yang digunakan pada penelitian adalah retort, pencetak briket, oven, timbangan, oksigen bom, kalorimeter, dan cawan.

Metode Cara kerja penelitian terdiri dari empat tahap. Tahap pertama atau tahap persiapan, pada tahap ini serbuk kayu sengon yang telah dikumpulkan disaring dengan saringan berukuran 20 mesh untuk memisahkan dari kotoran. Serbuk yang telah di saring kemudian di keringkan di bawah sinar matahari. Tahap kedua adalah pengarangan serbuk kayu sengon dengan menggunakan retort selama kurang lebih 3 jam. Tahap ketiga, pada tahap ini serbuk kayu yang telah menjadi arang di campur dengan tanah liat 20 % sebagai perekat. Kemudian dicetak dengan menggunakan alat yang berdiameter 9 cm. Tahap keempat, setelah briket arang yang telah dicetak kering kemudian dilakukan pengujian yang terdiri dari : pengujian kadar air, berat jenis, nilai kalor, kadar abu, kadar zat mudah menguap, dan kadar karbon terikat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian briket arang serbuk kayu sengon yang menggunakan perekat tanah liat sebesar 20 % dengan variasi kerapatan 0,322 g/cm3 dan 0,477 g/cm3 serta dua variasi suhu pirolisa 200 0C dan 250 0C seperti yang tercantum pada Tabel 2. Hasil penelitian tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kualitas briket arang seperti yang tercantum pada Tabel 1. Hasil perbandingan tersebut seperti yang tercantum pada Tabel 4.

Kadar Air Kadar air terendah hasil penelitian sebesar 4,31% diperoleh pada briket kerapatan 0,322 g/cm3 dengan suhu pirolisa 250 0C, sedangkan kadar air tertinggi sebesar 5,22% diperoleh pada kerapatan 0,33 g/cm3 dengan suhu pirolisa 200 0C. Hasil analisis varian kadar air pada Tabel 3 menghasilkan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata pada faktor kerapatan maupun suhu pirolisa. Kecilnya kadar air briket arang hasil penelitian ini disebabkan karena pada saat pengempaan dan pengeringan yang dilakukan air akan ikut terbuang keluar. Semakin lama pengempaan dan pengeringan yang dilakukan semakin banyak air yang terbuang, sehingga kadar air briket arang yang dihasilkan semakin rendah.

Tabel 2. Kualitas Briket Arang Serbuk Kayu Sengon Hasil Penelitian


Perlakuan

Sifat Briket Arang


B1

A1 B2 B1

A2 B2

Kadar Air (%) Berat Jenis Nilai Kalor (kal/g) Kadar Abu (%) Kadar Zat mudah Menguap (%) Kadar Karbon Terikat (%)
Keterangan :

5.22 0.31 4842.02 21.25 35.70

4.31 0.38 4907.61 21.41 30.20

4.51 0.66 4848.60 23.18 41.17

4.4 0.46 4942.99 21.33 29.09

43.05

48.39

35.65

49.59

A1 : Kerapatan 0,322 g/cm3 A2 : Kerapatan 0,477 g/cm3

B1 : Suhu Pirolisa 200 0C B2 : Suhu Pirolisa 250 0C

Hasil penelitian kadar air sangat kecil bila dibandingkan dengan standar kualitas briket arang Jepang, USA dan Indonesia (Tabel 1), tetapi lebih besar dibandingkan dengan standar Inggris. Rendahnya kadar air hasil penelitian ini telah memenuhi standar kualitas briket arang yaitu kadar air lebih kecil dari 6% (Sudrajat, 1983). Kadar air yang rendah akan menghasilkan nilai kalor yang besar.

Berat Jenis Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan berat jenis terendah diperoleh pada faktor kerapatan 0,322 g/cm3 dan suhu pirolisa 200 0C dengan nilai berat jenis sebesar 0,31. Berat jenis tertinggi diperoleh pada kerapatan 0,477 g/cm3 dan suhu 200 0C dengan nilai berat jenis sebesar 0,66. Dari data analisis varian (Tabel 3) diperoleh bahwa kerapatan berpengaruh nyata terhadap briket arang. Semakin tinggi kerapatan maka akan menghasilkan berat jenis yang tinggi. Untuk memperjelas perbedaan yang nyata pada kerapatan dapat dilihat pada Gambar 1, pada kerapatan 0,322 g/cm3 (A1) menghasilkan berat jenis sebesar 0,345, sedangkan pada kerapatan 0,477 g/cm3 menghasilkan berat jenis sebesar 0,56. Dari hasil penelitian tersebut kemudian dilakukan analisis varian untuk mengetahui pengaruh antara kerapatan maupun suhu pirolisa terhadap kualitas briket arang. Hasil analisis varian seperti yang tercantum pada Tabel 3.

Hal ini disebabkan bahwa dengan pengempaan maka briket arang akan semakin padat dan jarak pori-pori semakin rapat, sedangkan volume briket arang dalam keadaan sama akan diperoleh kerapatan lebih tinggi pada berat yang besar dan akan menghasilkan berat jenis tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Haygreen & Bowyer (1989), bahwa tujuan pengempaan suatu produk adalah untuk menaikkan berat jenisnya. Kerapatan yang dihasilkan dalam penelitian sangat kecil karena bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket arang adalah serbuk kayu sengon dengan berat jenis kecil. Menurut Sudrajat (1983), kayu yang kerapatannya tinggi akan menghasilkan briket arang berkerapatan tinggi, sedangkan kayu yang kerapatannya rendah akan menghasilkan briket berkerapatan rendah pula. Bila dibandingkan dengan standar kualitas briket arang yang ditetapkan dalam Anonimus (1976) bahwa berat jenis berkisar antara 1 sampai 1,2, berat jenis hasil penelitian sangat rendah.

Tabel 3. Analisis Varian F. Tabel Perlakuan Kerapatan Suhu Pirolisa Interaksi Kerapatan Berat Jenis Suhu Pirolisa Interaksi Kerapatan Nilai Kalor Suhu Pirolisa (kal/g) Interaksi Kerapatan Kadar Abu (%) Suhu Pirolisa Interaksi Kerapatan Suhu Pirolisa Zat Mudah Menguap (%) Interaksi Kerapatan Suhu Pirolisa Karbon Terikat Interaksi (%) Kadar Air (%) F. Hitung 5% 0,29 ns 0,77 ns 0,49 ns 9,49 * 0,84 ns 3,45 ns 0,41 ns 5,89 ns 0,19 ns 0,94 ns 0,80 ns 1,12 ns 0,33 ns 5,41 * 0,76 ns 0,72 ns 6,92 * 1,38 ns 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 7,71 7,71 7,71 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 5,32 1% 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26 21,20 21,20 21,20 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26 11,26

Keterangan : ns : non significan * : beda nyata pada taraf uji 5 %

0.6 0.5

0.56

Berat Jenis

0.4 0.3 0.2 0.1 0

0.345

A1

A2

Kerapatan
Gambar 1. Grafik Analisis Variasi Berat Jenis Briket Arang Tabel 4. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Standar Kualitas Briket Arang Hasil Keterangan Standar PenelitiPengujian an 1 2 3 4 Kadar Air (%) Berat Jenis Kadar Abu (%) Zat Menguap (%) Karbon Terikat (%) Nilai Kalor (Kal/g) Keterangan : 6-8 3-6 15 - 30 3-4 8 - 10 16 6 18 19 7,56 1 1,2 5,51 16,14 4,61 0,45 21,79 34,04 < 1,3,4 Kecil Besar Besar

60 - 80

75

58

78,35

44,17

Kecil

60007000

7300

6500

6814,11

4885,31 Kecil

1. Jepang 2. Inggris 3. USA 4. Indonesia Nilai Kalor

Hasil penelitian pada Tabel 2 diperoleh nilai kalor terendah 4842,02 kal/g dari faktor kerapatan 0,322 g/cm3 dengan suhu pirolisa 200 0C. Nilai kalor tertinggi dihasilkan pada faktor kerapatan 0,477 g/cm3 dan suhu pirolisa 250 0C. Dari hasil analisis varian seperti pada Tabel 3 diketahui bahwa tidak ada

perbedaan yang nyata antara faktor. Nilai kalor yang dihasilkan pada penelitian sangat rendah, hal ini disebabkan karena bahan baku yang digunakan adalah serbuk kayu sengon dengan kerapatan rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat (1983) bahwa briket arang dari kayu berkerapatan tinggi menghasilkan nilai kalor yang tinggi sedangkan kayu yang berkerapatan rendah akan menghasilkan briket arang yang menghasilkan nilai kalor rendah. Bila dibandingkan dengan standar kualitas seperti yang tercantum dalam Tabel 4, bahwa nilai kalor hasil penelitian sangat kecil. Tetapi dengan kadar air penelitian yang berkisar antara 4,31-5,22% nilai kalornya dapat mencapai 4842,02-4942,99 kal/g padahal proses pembuatannya masih sangat sederhana dan dapat menghasilkan kualitas yang baik. Kadar Abu Hasil penelitian kadar abu pada Tabel 2 menunjukkan nilai terendah diperoleh pada faktor kerapatan 0,322 g/cm3 dengan suhu pirolisa 200 0C sebesar 21,25%. Kadar abu tertinggi sebesar 23,18% diperoleh pada faktor kerapatan 0,477 g/cm3 dengan suhu 250 0C. Hasil analisis varian pada Tabel 3 diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara faktor. Kadar abu penelitian bila dibandingkan dengan standar kualitas (Tabel 4) cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya kerapatan dan tingginya kadar perekat yang digunakan. Sesuai dengan pernyataan Sudrajat (1984), briket arang yang dibuat dari bahan baku berkerapatan rendah akan menghasilkan kadar abu yang tinggi.Tingginya kadar perekat menyebabkan kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi, hal ini disebabkan karena adanya penambahan kadar abu dari tanah liat sebagai perekat dan terserapnya bahan-bahan mineral serta masuknya kulit pada saat pengarangan.

Kadar Zat Mudah Menguap Hasil penelitian kadar zat mudah menguap (Tabel 2) diperoleh nilai terendah sebesar 29,09% dari kerapatan 0,477 g/cm3 dengan suhu 250 0C, sedangkan nilai tertinggi sebesar 41,17% dari kerapatan 0,477 g/cm3 dengan suhu 200 0C. Hasil analisis varian (Tabel 3) menunjukkan bahwa faktor suhu pirolisa berpengaruh terhadar kadar zat mudah menguap briket arang. Semakin tinggi suhu pirolisa semakin rendah kadar zat mudah menguap sehingga akan meningkatkan kualitas briket arang. Tingginya nilai kadar zat mudah menguap briket arang dari hasil penelitian belum memenuhi standar kualitas briket arang (Tabel 4) hal ini disebabkan karena suhu pengarangan yang digunakan dibawah 500 0C sehingga penguraian senyawa karbon dan H2 tidak sempurna. Untuk mengetahui pengaruh suhu pirolisa terhadap kadar zat mudah menguap dapat dilihat pada Gambar 2, pada suhu 200 0C (B1) dihasilkan zat mudah menguap sebesar 38,43% dan suhu 250 0C (B2) dihasilkan zat mudah menguap sebesar 29,65%.

Kadar Zat Mudah Menguap (%)

40 30 20 10 0

38.43 29.65

B1

B2

Suhu Pirolisa

Gambar 2. Grafik Analisis Varian Kadar Zat Mudah Menguap

Kadar Karbon Terikat Hasil penelitian kadar karbon terikat (Tabel 2) diperoleh nilai terendah sebesar 35,65% dari kerapatan 0,477g/cm3 dengan suhu 200 0C, sedangkan nilai tertinggi dihasilkan pada kerapatan 0,477 g/cm3 dengan suhu 250 0C sebesar 49,59%. Hasil penelitian analisis varian (Tabel 3) menunjukkan bahwa faktor suhu pirolisa berpengaruh terhadap kadar karbon terikat. Semakin tinggi suhu pirolisa maka semakin rendah kadar abu dan zat mudah menguap sehingga akan meningkatkan kadar karbon terikatnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 3, pada suhu pirolisa 200 0C (B1) menghasilkan kadar karbon terikat sebesar 39,35 %, sedangkan pada suhu 250 0C (B2) menghasilkan kadar karbon terikat sebesar 48,99 %.
48.99 39.35

50 Kadar Karbon Terikat (%) 40 30 20 10 0


B1

B2

Suhu Pirolisa

Gambar 3. Grafik Analisis Varian Kadar Karbon Terikat Rendahnya kadar karbon terikat briket arang hasil penelitian disebabkan bahan baku yang digunakan berupa serbuk kayu sengon memiliki berat jenis yang kecil dan belum sempurnanya penguraian karbon serta H2, sehingga masih mengandung karbon pada briket arang. Seperti yang

dijelaskan oleh Pari (1990) bahwa besarnya kadar karbon terikat dapat disebabkan oleh besarnya berat jenis. Besarnya berat jenis dan kerapatan akan meningkatkan kadar abu sehingga akan menghasilkan kadar karbon terikat yang rendah. Bila dibandingkan dengan standar kualitas briket arang (Tabel 4), kadar karbon terikat hasil penelitian sangat kecil.

KESIMPULAN 1. Briket arang hasil penelitian mempunyai sifat fisik: Kadar air antara 4,31 % sampai 5,22 %, Berat jenis antara 0.31 sampai 0.66, kadar abu antara 21.25% sampai 23.18% dan kadar bahan mudah menguap antara 29.09% sampai 41.17%. 2. Nilai kalor briket arang yang dihasilkan adalah antara 4842,02 kal/g sampai 4942,99 kal/g dan kadar karbon terikat diperoleh sebesar 35,65 % sampai 49,59 %. 3. Hasil penelitian diperoleh bahwa serbuk kayu sengon dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku briket arang tetapi menghasilkan kualitas yang kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. Cory, Y. D, 2001. Pengaruh Kadar Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Serasah Daun Acacia mangium. Skripsi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Hendra, D. AAK, 1999a. Teknologi Pembuatan Arang dan Tungku Yang Digunakan. Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Hartoyo dan Nurhayati, 1976. Pengaruh Berat Jenis Kayu Daun Lebar Terhadap Sifat Arang. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Haygreen & Bowyer, 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang, Y.I., Prawira, S.A., Kadir, K., 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Pari, G., Hendra dan Hartoyo, 1990. Beberapa Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Limbah Arang Aktif. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Pari, G., Buchari dan Aminudin S., 1996. Pembuatan dan Kualitas Arang Aktif dari Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai Bahan Adsorben. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Sudrajat, R, 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Briket Arang. Laporan P3H/FPRDC No. 165. Bogor. ________, 1984. Pengaruh Kerapatan Kayu, Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat Terhadap Sifat

Briket Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Wijaya, A. M, 1994. Pengaruh Jenis Sortimen dan Letak Bagian Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria), terhadap Perubahan Sifat Fisik dan Lama Waktu Pengeringan secara Alami (Air Seasoning). Skripsi (tidak diterbitkan). Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai