Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA PASIEN CRONIC RENAL FAILURE DI RUANG KENANGA

Oleh: DANIAR DWI AYUNANI, S.Kep.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PROGRAM PROFESI NERS PURWOKERTO 2012

A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Seseorang harus mampu mempertahankan kesehatan.

Mempertahankan kesehatan salah satunya dilakukan dengan menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa didalam tubuh. Keseimbangan ini dipertahankan melalui asupan, distribusi dan haluaran air dan elektrolit, serta pengaturan kompone-komponen tersebut oleh sistem renal dan paru-paru. Banyak faktor yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan, salah satunya karena penyakit. Perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai intervensi perbaikan keseimbangan cairan,

elektrolit dan asam basa dan melakukan evaluasi pada klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Perry & Poeter, 2005). Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bayi prematur jumlahnya sebesar 80 % dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75 % dari berat badan, sebelum pubertas 65-70 % dari berat badan dan orang dewasa sebanyak 50-60 % dari berat badan. Kandungan air didalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air didalam sel otot, sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk (obesitas) lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk (Siregar, 2009). Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna (Siregar, 2009).

2. Tujuan A. Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat mengelola pasien dengan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit. B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat : a. Mengetahui konsep gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit. c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. d. Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya penanganan keseimbangan cairan dan elektrolit. e. Melakukan evaluasi kemampuan pasien dalam penanganan keseimbangan cairan dan elektrolit. f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan.

B. TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit. Cairan didalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan intrasel dan ekstrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total atau sebesar 36 % dari berat badan (BB) pada orang dewasa. Volume cairan ekstrasel sebesar sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari BB orang dewasa. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan interstisium 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari BB orang dewasa dan cairan intravaskuler (plasma) sebesar 10% dari cairan tubuh total atau

6% dari BB orang dewasa. Cairan ekstrasel dan intrasel dibatasi oleh membran sel (lipid soluble), merupakan membran semipermeabel yang bebas dilewati oleh air akan tetapi tidak bebas dilewati oleh solut yang ada dikedua kompartemen tersebut kecuali urea. Cairan interstisium dan intravaskuler dibatasi oleh membran permeabel yang bebas dilewati oleh air dan solut kecuali albumin. Albumin hanya terdapat di intavaskuler (Siregar, 2009). Berdasarkan Perry & Poeter (2005) menyatakan bahwa cairan tubuh bergerak melalui 3 proses yaitu: a. Difusi : proses dimana partikel yang terdapat dalam cairan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit didifusikan sampai menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsenrasi larutan, dan temperatur. b. Osmosis: bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik. c. Transpor aktif : partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung. Gangguan keseimbangan cairan adalah ketidakseimbangan antara cairan yang masuk ke dalam dan iar yang keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan intrasel dan ekstrasel serta

ketidakseimbangan antara cairan interstisium dan intravaskuler (Siregar, 2009). Keseimbangan asam dan basa tercapai jika kecepatan total tubuh yang memproduksi asam atau basa sama dengan kecepatan tubuh mengekskresikan asam dan basa tersebut. Keseimbanga ini menghasilkan stabilnya konsentrasi ion hidrogen didalam tubuh. Konsentrasi ion hidrogen didalam cairan tubuh dinyatakan sebagai nilai pH (Perry & Poeter, 2005).

Pengeluaran cairan di dalam tubuh sebagai mekanisme homeostasis terjadi melalui organ-organ seperti : a. Ginjal, merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah untuk disaring setiap hari. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1,5 lt/hari. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron. b. Kulit, hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan demam. Disebut juga Insesible Water Loss (IWL) sekitar 15-20 ml/24 jam. c. Paru-paru, menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari. Meningkatnya cairan yang hilang sebagai respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam. d. Gastrointestinal, dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/kgBB/24 jam, dengan kenaikan 10 % dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius.

Pengaturan

keseimbangan

cairan

di

dalam

tubuh,

dikompensasi dengan pengaturan: a. Rasa dahaga Mekanisme rasa dahaga: Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipotalamus untuk

melepaskan substrat neural yang bertangguang jawab terhadap sensasi haus. Osmoreseptor di hipotalamus, mendeteksi peningkatan tekanan osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensai rasa dahaga.

b. Anti Diuretik Hormon (ADH) ADH di bentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat air. c. Aldosteron Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absopsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, natrium serum dan sistem angiotensin renin serta sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.

Tabel rata-rata cairan tubuh yang diperlukan per hari sesuai umur dan berat badannya meliputi : UmurEstimasi 3 hari 1 tahun 2 tahun 6 tahun 10 tahun 14 tahun 18 tahun (dewasa) Estimasi berat mL/24 badan 3,0 9,5 11,8 20 28,7 45 54 mL/24 jam 250 300 1150 3300 1350 1500 1800 2000 2000 2500 2200 2700 2200 2700

Tabel rata-rata cairan yang keluar per hari : Rute Urin Cairan yang tidak terasa Paru-paru Kulit Keringat Feces Total Jumlah (mL) 1400 1500 350 400 350 400 100 100 200 2300 - 2600

2. Etiologi Berdasarkan (Herdman, 2010) menyatakan beberapa etiologi dari gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya sebagai berikut: a. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh diare, disfungsi endokrin, ketidakseimbangan cairan misalnya dehidrasi, intoksikasi air, adaya gangguan mekanisme regulasi misalnya diabetes insisipidus, disfungsi ginjal, efek samping terkait pengobatan, muntah, luka bakar, obstruksi intestinal, sepsis, cedera traumatik misal fraktur. b. Kelebihan cairan disebabkan oleh kelebihan asupan cairan dan kelebihan asupan natrium.

3. Faktor Predisposisi. Berdasarkan (Perry & Poeter, 2005) menyatakan bahwa faktor predisposisi dari gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit dapat disebabkan oleh : a. b. c. Penurunan asupan cairan peroral Penggunaan obat-obatan diuretik Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan danelektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh.Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengandemikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangancairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatanlaju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat. d. Kondisi stress ber pengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium. Stress

juga menyebabkan peningkatan produksi hormon anti diuretik yang dapat mengurangi produksi urin. e. Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidak seimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama periode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan bebancairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat anastesi. f. Usia mempengaruhi distribusi cairan tubuh dan elektrolit berkaitan dengan proses penuaan dan perkembangan. g. Ukuran dan komposisi tubuh berpengaruh pada jumlah total air dalam tubuh. Lemak tidak mengandung air, karena itu klien yang gemuk memiliki proporsio air yang lebih sedikit. h. Tubuh berrespon terhadap temperatur lingkungan yang

berlebihan, dalam bentuk perubahan cairan. Tubuh meningkatkan vasodilatasi perifer yang memungkinkan lebih banyak darah memasuki permukaan tubuh yang sudah menjadi dingin. Berkeringat akan meningkatkan kehilangan cairan tubuh, yang menyebabkan kehilangan ion-ion natrium dan klorida. i. Gaya hidup dapat memberi pengaruh tidak langsung pada keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Kebiasaan yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan meliputi diet, stres dan olahraga.

4. Patofisiologi Secara umum gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terbagi menjadi dua yaitu ketika seseorang mengalami kekuranan cairan dan elektrolit dan ketika seseorang dalam kondisi kelebihan cairan dan elektrolit. Patofisiologi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sebagai berikut:

a.

Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler. melakukan Untuk mengkompensasi cairan kondisi ini, tubuh

pemindahan

intraseluler.

Mekanisme

kompensasi pada hipovolumik adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, dan tekanan

vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolumik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut. Defisit volume cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah untuk

mengembalikanya ke lokasi semula dalam kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah dari lokasi intravaskuler menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium, perikardium, atau rongga sendi. Selain itu, kondisi tertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan (Tamsuri, 2009). b. Kondisi kelebihan volume cairan ekstraseluler disebabkan oleh adanya stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian cairan, perpindahan cairan interstisial ke plasma. Adanya perubahan pada membran glumerolus

menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar melalui urin (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindah ke ruang interstitisel, yang menghasilkan edema

dan hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang

peningkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap natrium dan air, yang menyebabkan bertambahnya edema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urin (Perry & Poeter, 2005).

5. Pathway Usia, temperature lingkungan, diet, stress, penyakit tertentu

Volume cairan CES Melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan

Volume cairan CES

Reabsorbsi Na dan air Ekresi natrium dan air

Sekresi ADH dan elektrolit Reabsorbsi Na dan air Rasa haus Kekurangan volume cairan Syok Hipovolemik Kekurangan volume cairan Perpindahan cairan interstisial ke plasma Kelebihan volume cairan

6. Tanda dan Gejala Herdman (2010), menyatakan bahwa tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah sebagai berikut: a. Hipovolemia, adanya penurunan tekanan darah, volume nadi, turgor kulit, turgor lidah, haluaran urin, membran mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, konsentrasi urin, kelemahan. b. Hipervolemia, terlihat udema anasarka, ansietas, azotemia,

penurunan hematokrit, hemoglobin, dipsnea, edema, peningkatan tekanan vena sentral,distensi vena jugularis, oliguri, ortopnea.

7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memperoleh data objektif lebih lanjut tentang keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Pemeriksaan meliputi kadar elektrolit serum, hitung darah lengkap, kadar BUN, kadar kreatinin darah, berat jenis urin, dan kadar gas darah arteri. a. Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi, konsentrasi elektrolit pada plasma darah dan keseimbangan asam basa. Elektrolit yang sering diukur dalam darah venba meliputi ion natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat. b. Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe sel darah putih dan sel darah merah per milimeter kubik darah. Perubahan hitung darah lengkap, khusunya hematokrit terjadi sebagai respon dehidrasi atau overhidrasi (hidrasi yang berlebihan). c. Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal. Kreatinin adalah produk normal metabolisme otot dan diekskresikan dalam kadar yang cukup konstan, terlepas dari faktor asupan cairan, diet dan olahraga.

d. Pemeriksaan berat jenis urin mengukur derajat konsentrai urin yang dapat diukur menggunakan urinometer. e. Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi mengenai keseimbangan asam dan basa dan tentang keefektifan fungsi ventilasi dalam mengakomodasiertukaran oksigen

karbondioksida secara normal. Pemeriksaan pH darah arteri mengukur konsetrasi ion hidrogen. Penurunan pH dihubungkan dengan asidosis sedangkan peningkatan pH dihubungkan dengan alkalosis. Tabel nilai normal kimia darah Kimia darah Kalsium Kandungan Nilai normal 4-5 karbondioksida 24-30 Satuan mEq/L mEq/L

(bikarbonat dalam darah vena) Klorida Magnesium Fosfat Kalium Natrium Osmolalitas serum Berat jenis urin Kadar gas darah arteri - pH = 7.35-7.45 - paCO2 = 35-45 mmHg - paO2 = 80-100 mmHg - SaO2 = 95%-99% - Kadar bikarbonat = 22-26mEq/L 100-106 1.5-2.5 2.5-4.5 3.5-5.3 135-145 280-295 1.003-1.030 mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L mEq/L mOsm/kg -

8. Penatalaksanaan Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit Berdasarkan Siregar (2009) bawah penatalaksanaan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti pada klien dengan hipovolemia dan hipervolemia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Penatalaksanaan hipovolemia Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengatasi

hipovolemia adalah mengatasi penyakit yang mendasari dan mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). Rehidrasi dilakukan dengan mengganti cairan yang keluar, bila pendarahan maka sebaiknya juga diganti dengan darah, bila persediaan darah tidak ada makan dapat diganti dengan cairan koloid atau cairan kistraloid seperti NaCl isotonis atau cairan ringer laktat (RL). b. Penatalaksanaan hipervolemia Hipervolemia adalah keadanaan dimana volume

intravaskuler meningkat, pada kegagalan otot jantung dan penurunan fungsi ginjal dapat menimbulkan udema paru. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian diuretik yang adekuat, furosemid, serta restriksi asupan air. Asupan air yang dianjurkan sebanyak 40ml/jam. Klien dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronik dengan hipervolemia maka memerlukan dialisis.

9. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama: klien merasa mengalami kelemahan, pusing atau bengkak ekstermitas 2. Riwayat penyakit sekarang: alasan klien mendatangi pelayanan kesehatan karena adanya kelemahan atau edema ekstermitas dari penyakitnya.

3. Riwayat penyakit dahulu: pernah dirawat di RS, menderita penyakit yang menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berapa lama, terdapat alergi obat, alergi makanan. b. Pemeriksaan fisik 1) Perubahan BB, - Turun 2%-5% = kekurangan volume cairan ringan - Turun 5%-10% = kekurangan volume cairan sedang - Turun 10-15% = kekurangan volume cairan berat - Turun 15-20% = kematian - Naik 2% = kelebihan volume cairan ringan - Naik 5% = kelebihan vlume cairan sedang - Naik 8% = kelebihan volume cairan berat. 2) Mata: cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada, edema periorbital, papiledema, penglihatan kabur, 3) Tenggorokan dan mulut: membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering, salivasi menurun, lidah dibagian longitudinal mengkerut. 4) 5) Vena leher datar atau vena leher distensi TTV: peningkatan atau pengurangan frekuensi denyut nadi, denyut nadi lemah atau kuat, tekanan darah rendah. 6) Pengkajian sistem pernafasan: peningkatan frekuensi napas, dispnea, auskultasi krekels 7) Pengkajiam sistem gastrointestinal: riwayat anoreksia, kram abdomen, abdomen cekung, abdomen distensi, muntah, diare, hiperperistaltik disertai diare atau hipoperistaltik. 8) 9) Pengkajian sistem ginjal: oliguri atau anuria, BJ urin. Sistem neuromuskuler: inspeksi adanya baal, kesemutan, kram otot, tetani, koma, tremor, perkusi reflek tendon menurun atau tidak ada menandakan terjadi hiperkalsemia, hipermagnesia sedangkan untuk reflek tendon meningkat atau hiperaktif makan terjadi hipokalsemia atau hipimagnesia.

10)

Periksa area kulit: kering, kemerahan, palpasi turgor kulit tidak elastis, kulit dingin dan lembab.

11)

Pengkajian pola gordon a. Pola manajemen kesehatan, klien jika sakit selalu pergi ke pelayanan kesehatan, atau hanya membeli obat di warung. b. Pola metabolik-nutrisi, BB menurun, intake cairan dan pengeluarannya, asupan diet cairan, garam, kalium, magnesium, kalsium, karbohidrat, lemak protein untuk membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. c. d. Pola eliminasi: oliguri, anuria. Pola aktivitas: aktivitas yang dilakukan sekarang memperparah kondisi sakitnya tidak. e. Pola istirahat, klien mengalami gangguan tidur atau dengan kualitas tidur yang buruk. f. g. Pola persepsi kognisi, memikirkan penyakitnya. Konsepsi diri-persepsi diri, bagaimana klien memandang kehidupannya sekarang dengan penyakitnya. h. Pola hubungan dan peran, bagaimana hubungan klien dengan keluarga, siapa yang menunggui. i. Pola reproduksi: adanya gangguan eliminasi urin menyebabkan gangguan aktivitas reproduksi. Keadaan genitalianya. j. Pola toleranis stress-koping: munculnya cemas, takut, gelisah. Tanyakan kepada klien bagaimana koping yang dilakukan klien jika klien merasa sakit. k. Pola keyakinan-nilai, keyakinan klien akan kesembuhan dan semangatnya dalam menghadapi penyakitnya.

10. Diagnosa Heardman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sebagai berikut: a. Kekurangan volume cairan b. Kelebihan volume cairan Dari kondisi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit diatas maka memunculkan berbagai diagnosa lainnya seperti: a. b. Kerusakan integritas jaringan, klien dengan udema. Penurunan curah jantung, klien dengan diagnosa ini biasanya mengalami disritmia karena adanya ketidakseimbangan elektrolit.

11. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional) DIAGNOSA Kekurangan volume cairan BATASAN KARAKTERISTIK Perubahan status mental Penurunan TD Penurunan tekanan nadi Penurunan volume nadi Penurunan turgor kulit Penurunan turgor lidah Penurunan haluaran urin Membran mukosa kering Kulit kering Peningkatan hematokrit Peningkatan suhu tubuh Peningkatan frekuensi nadi Peningkatan konsentrasi urin Penurunan BB tiba-tiba Haus Kelemahan. TUJUAN Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan keseimbangan cairan klien terpenuhi dengan kriteria hasil: 1. Tekanan darah, nadi, suhu dalam batas normal 2. Nadi perifer dapat teraba 3. Keseimbangan intake dan output selama 24 jam 4. Tidak terdapat rasa haus yang abnormal 5. Elektrolit serum dan hematokrit dalam batas normal Keterangan: 1: keluhan ekstrim 2: keluhan berat 3: keluhan sedang 4: keluhan ringan 5: tak ada keluhan INTERVENSI NIC : Manajemen cairan 1. Ukur intake dan output cairan serta timbang berat badan setiap hari. Pasang kateter urin, jika ada. Monitor status hidrasi (misalnya kelembaban membran mukosa, nadi, dan tekanan darah ortostatik). Monitor hasil laboratorium yang berhubungan dengan retensi cairan Monitor TTV Pasang IV line, sesuai dengan yang diresepkan. Berikan cairan Atur kemungkinan tranfusi Persiapan untuk tranfusi RASIONAL 1. Berat badan menggambarkan cairan dalma tubuh 2. Memberikan kenyamanan pada klien 3. Status hidrasi menggambarkan cairan dalam tubuh 4. Mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada klien 5. Kekurangan volum cairan mempengaruhi TTV 6. Pemberian infus dan nutrisi menambah cairan dalam tubuh

2. 3.

4.

5. 6. 7. 8.
9.

7. Catatan intake dan output untuk mengetahui status cairan 8. Bila klien perdarahan maka sebaik mungkin diganti dengan transfusi darah juga.

Kelebihan volume cairan

Bunyi nafas adventisius Gangguang elektrolit Anasarka Udema Ansietas Azotemia Perubahan TD Perubahan pola napas Penurunan hematokrit Penurunan hemoglobin Dispnea Peningkatan tekanan vena sentral Asupan melebihi haluaran Distensi vena jugularis Oliguri Ortopnea

Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen cairan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien mampu menunjukan 1. Ukur intake dan output cairan serta timbang berat badan kriteria hasil: setiap hari. 2. Monitor hasil laboratorium 1. Tekanan darah dalam batas yang berhubungan dengan normal kelebihan cairan 2. Berat badan stabil 3. Kaji lokasi dan luas edema 3. Tidak terdapat asites 4. Lakukan pemberian diuretik 4. Tidak terdapat distensi vena sesuai resep jugularis 5. Monitor TTV 5. Tidak terdapat edema perifer 6. Pasang IV line, sesuai dengan 6. Elektrolit serum dalam batas yang diresepkan. normal 7. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l

1. Berat badan menggambarkan cairan dalam tubuh 2. Mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit klien 3. Mengetahui timbunan cairan dalam tubuh pada klien 4. Untuk memacu pengeluaran cairan dalam tubuh 5. Kelebihan volum cairan mempengaruhi TTV

Keterangan : Efusi pleura Kongestif pulmonal 1: keluhan ekstrim Perubahan BJ urin 2: keluhan berat Bunyi jantung S3 Penambahan BB dalam 3: keluhan sedang 4: keluhan ringan waktu singkat 5: tak ada keluhan

6. Pemberian infus dan nutrisi memantau cairan dalam tubuh 7. Klien dengan gangguan natrium

DAFTAR PUSTAKA

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC. Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby. Philadelphia. McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA. Perry & Poeter. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC. Siregar. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing. Jakarta. Tamsuri, Anas. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit. EGC. Jakarta. Gangguan

Anda mungkin juga menyukai