DEFINISI Impetigo adalah penyakit kulit menular yang disebabkan bakteri dan biasanya menyerang anak-anak atau pioderma superficialis yang hanya terbatas pada epidermis. Walaupun sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui luka, namun impetigo dapat terjadi pada kulit yang sehat. Impetigo merupakan infeksi kulit yang mudah sekali menyebar, baik dalam keluarga, tempat penitipan atau sekolah. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. PENYEBAB Impetigo disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolyticus. Bakteri ini hidup normal di kulit manusia tanpa menimbulkan penyakit. Impetigo terjadi bila bakteri ini masuk melalui luka di kulit atau gigitan serangga dan berkembang biak. Ada 3 bentuk impetigo, yaitu : a. Impetigo nonbulosa/ krustosa/ kontagiosa b. Impetigo bulosa c. Impetigo neonatorum A. Impetigo nonbulosa/ krustosa/ kontagiosa Suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus yang ditandai oleh lesi berupa krusta kuning kotor dengan daerah eritem di sekitarnya. Istilah awamnya disebut cacar madu. Lesi selalu berawal dari kulit wajah atau ekstrimitas yang telah mengalami trauma. Lesi yang mengawalinya biasanya adalah cacar air, gigitan serangga, abrasi, laserasi dan luka bakar. Awalnya terbentuk beruntus
merah kecil yang kemudian menjadi beruntus bernanah yang cepat pecah dan berubah menjadi keropeng berwarna kuning atau awalnya berupa vesikel/pustula kecil dan dalam waktu singkat berubah menjadi plak berkrusta berwarna keemasan seperti madu, menebal, dan mudah lepas. Umumnya berdiameter kurang dari 2 cm. Krusta tersebut dapat dilepaskan dengan cepat sehingga meninggalkan permukaan yang halus, merah dan lembab seperti luka lecet. Tidak disertai gejala konstitusi (gejala infeksi pada tubuh manusia seperti demam, nyeri, lesu, dan lainnya). Biasanya terjadi disekitar lubang hidung, mulut, tangan dan leher. Infeksi dapat menyebar melalui jari, pakaian, dan handuk. Organisme yang paling banyak menginfeksi impetigo nonbulosa adalah Staphylococcus aureus, sedangkan Streptococcus beta-hemolitikus grup A (SBHGA) berperan dalam perkembangan sejumlah lesi. Diagnosis banding impetigo nonbulosa meliputi infeksi jamur (tinea korporis, kerion), dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, herpes simplek dan infeksi parasit (skabies, pedikulosis kapitis) yang semuanya dapat menjadi impetiginisasi. Impetigo nonbulosa memiliki gambaran histopatologi sama dengan gambaran pada varian impetigo bulosa, kecuali pembentukan lepuh lebih ringan. Pada 90% penderita yang tidak diobati terdapat Limfadenopati.Komplikasi yang dapat terjadi seperti selulitis lokal, limfadenopati, endokarditis bakterial, dan glomerulonefritis akut. Pemeriksaan penunjang dengan pewarnaan gram, kultur dan uji resistansi dari pus ( bila tidak ada perbaikan setelah diberi terapi selama 1 minggu). B. Impetigo bulosa Suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus ditandai oleh lesi berupa bula berdinding tipis yang terletak superfisial yang bila pecah akan menjadi krusta tebal yang transparan dan berwarna seperti pernis. Orang awam biasa menyebutnya dengan istilah cacar monyet. Dinamakan seperti itu karena impetigo bulosa sangat mudah menular dan berpindah dari satu bagian kulit ke bagian lain seperti monyet yang berpindah pohon. Disebabkan oleh Staphylococcus aureus koagulasepositif. Pada impetigo bulosa, lesi merupakan manifestasi sindrom kulit bersisik staphylococcus setempat dan berkembang pada kulit yang utuh. Pada anamnesis adanya vesikel berisi cairan jernih yang berkembang cepat menjadi bula berdinding tipis yang
kemudian berisi pus. Bula berdinding tipis biasanya lembek kadang kadang tegang mudah pecah dan berisi cairan berwarna jernih, kekuningan sampai putih atau pus yang berwarna kuning. Setelah pecah dasarnya yang eritematus dengan cepat mengering menebal mengkilat seperti pernis. Kelainan kulit berupa eritema, bula, dan bula hipopion. Ciri-cirinya berupa kemerahan di kulit dan terdapat gelembung-gelembung seperti kulit yang tersundut rokok. Predileksi pada daerah yang sering terkena gesekan. Paling sering terjadi pada kulit wajah, pantat, ketiak, dada, punggung dan daerah yang tidak tertutup pakaian. Gejala konstitusi biasanya menyertai kelainan ini berupa demam dan malaise. Diagnosis banding impetigo bulosa meliputi dermatitis kontak alergika, pemfigus vulgaris, pemfigoid bulosa, eritema multiforme, dermatitis herpetiformis, luka bakar, fixed drug reaction bentuk bula, Staphylococcal Scalded Skin Syndrom, Insect bites bentuk bula, infeksi virus (herpes simpleks, varisela zoster), dermatofitosis, dan impetigo krustosa. Pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan gram, kultur dan resistensi dari pus ( bila tidak terdapat perbaikan setelah diberi terapi selama 1 minggu). Pada pemeriksaan histopatologi, lesi impetigo bulosa menunjukkan pembentukan vesikel pada daerah sub-kornea atau granuler, sel neutrofil dan kadang-kadang sel akantolitik dalam lepuh, spongiosis, udem papila dermis dan campuran infiltrat limfosit dan netrofil disekitar pembuluh darah pleksus superficialis. C. Impetigo neonatorum Merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat pada neonatus. Dapat terjadi pada daerah yang dipakaikan popok. Serupa dengan impetigo bulosa tetapi lokasinya generalisata. Disertai gejala konstitusi yaitu demam. Diagnosis banding impetigo bulosa pada neonatus meliputi epidermolisis bulosa, infeksi herpetik dan sindrom kulit bersisik awal. Jika lesi tidak berespon terhadap terapi, harus dipertimbangkan kemungkinan dermatitis kontak alergika, luka bakar, dermatitis bulosa kronis pada anak, dan eritema multiforme.
PENGOBATAN A. Imetigo nonbulosa Jika jumlah lesi sedikit, bersihkan lalu beri salep antibiotik. Jika jumlah lesi luas dan banyak beri antibiotik sistematik seperti golongan penicilinase resistant penicilin (klosasilin), eritromisin atau sefalosporin dan injeksi benzatin penisilin. Ini lebih baik daripada plasebo atau pembersihan dengan sabun heksaklorofen 3%. Untuk infeksi Streptococcus pada anak-anak diberikan penisilin 4x250mg selama 5-7hari, sedangkan untuk infeksi campuran dengan Staphylococcus diberikan eritromisin, kloksalisin, atau sefalosporin dengan dosis sama dengan di atas selama 7-10 hari. Kompres 1-2x sehari untuk membersihkan krusta lalu diberi salep kombinasi basitrasin polimiksin B. Pada krusta yang tebal dan melekat dilakukan kompres dulu untuk mengangkat krusta kemudian dapat diberikan antibiotik topikal seperti mupirosin 2 % diberikan di kulit yang terinfeksi 3x sehari selama tiga sampai lima hari. B. Impetigo bulosa Memberikan salep antibiotik atau cairan antiseptik setelah vesikel/bula dipecahkan. Kompres dengan solutio Acidi salisilici 0,1 %, dilanjutkan dengan antibiotika topikal seperti salep mupirocin 2 %. Jika lesi lebih banyak atau luas diberikan antibiotik sistematik seperti golongan eritromisin, penicilinase-resistant penisilin (dikloksasilin, kloksasilin), sefalosporin, klindamisin atau kombinasi amoksisikin dan asam klavulanat. Yang terpenting memperbaiki higine.
C. Impetigo Neonatorum Sama seperti impetigo bulosa, jika lesi lebih banyak diberikan antibiotik sistematik. Sedangkan untuk pengobatan antibiotik topikal dapat diberikan bedak salisil 2%.
Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih
Jauhkan diri dari orang dengan impetigo Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol3 Edisi15. Jakarta : EGC 2. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., (ed.). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005.
3. Fitzpatrick JE., Morelli JG. Dermatology Secrets In Color. Third Edition. Mosby Elsevier.Philadelphia,USA.2007. 4. Graham-Brown R. Burns T. Lecture Note on Dermatology 8th Edition. Blackwell ScienceLt.2002 5. Mansjoer, Arief et.al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid2 Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FK UI 6. Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung. 2005.