Anda di halaman 1dari 23

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Alamat Agama Bangsa MRS : Nn. Mar. : Perempuan : 20 tahun : IRT : luar kota : Islam : Indonesia : Poli

B. ANAMNESIS ( autoanamnesis, tanggal 26 September 2012) Keluhan Utama Benjolan pada tungkai kanan

Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul benjolan pada tungkai kiri setelah pasien terjatuh, tidak dapat digerakan disertai nyeri terus menerus dan demam hilang timbul. Sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh benjolan pada tungkai kanan semakin bertambah besar, disertai penurunan berat badan dan terasa panas pada benjolan. Kemudian pasien berobat ke Poli bedah RSMH.

Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat penyakit yang sama disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat penyakit yang sama disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Kesadaran Tekanan Darah Pernafasan Nadi Suhu Pupil Kepala Kulit Thorax : Compos mentis : 110/80 mmHg : 22 x/menit : 86 x/menit : 36,5 C : Isokor, Refleks cahaya (+/+) : Konjungtiva palbebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-) : tidak ada kelainan : Jantung: HR 86x/menit, murmur (-), gallop (-), Paru: vesikuler (+/+), ronki (-), wheezing (-) Abdomen Genitalia Eksterna : Datar, lemas, BU (+) / N : tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior : tidak ada kelainan Ekstremitas Inferior : lihat status lokalis

Status Lokalis Regio Cruris sinistra Look : Tampak benjolan sebesar buah apel, venektasi (+) Feel : Teraba massa soliter ukuran 10 cm x 6 cm x 4 cm, konsistensi keras, terfiksir, batas tegas, hangat, nyeri tekan (+). Move : ROM aktif pasif terbatas.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (17 November 2012) Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit LED Hitung jenis : 13,8 g/dl : 40 vol% : 7.400 mm : 285.000 mm : 80 mm/jam : 0/0/0/56/28/6 (N : 14-18 g/dl) (N : 40-48 vol%) (N : 5000-10000/mm) (N : 200000-500000/mm) (N : <29 mm/jam)

Kimia Klinik BSS Natrium Kalium Ureum Creatinin : 109 mg/dl : 141 mmol/l : 3,7 vol/l : 10 mg/dl : 0,3 mg/dl (N : 135-155 mmol/l) (N : 3,5-5,5 vol/l) (N : 15-39 mg/dl) (N : L 0,9-1,3 mg/dl) (N : 6,0-7,8) (N : 3,5-5,0)

Protein Total : 5,8 g/dl Albumin Globulin : 2,5 g/dl : 3,3 g/dl

Pemeriksaan Radiologis ( 08 November 2012) Rontgen Cruris sinistra AP Lateral

- Alignment tulang-tulang baik - Gambaran osteolitik pada tibia 1/3 proksimal Sarcoma pada cruris

Pemeriksaan Patologi Anatomi Makros : FNAB Mikros : sediaan berasal dari sitologi FNAC regio tibia sinistra, populasi hiposeluler, latar belakang RBC, dijumpai matrix eosinofilik (osteoid) amorf, diantara cluster sel besar (inti besar, sitoplasma luas sebagian bervacuola, sel makrofag, sel radang limfosit dan PMN, beberapa multinucleated giant cell, sedikit sel fibroblast). Kesan : Osteosarcoma pada tibia sinistra.

E. DIAGNOSIS BANDING Osteosarkoma Sarkoma Ewing Kondrosarkoma

F. PEMERIKSAAN TAMBAHAN MRI

G. DIAGNOSIS KERJA Primary Bone Malignancy Regio Cruris Sinistra ec Osteosarkoma

H. PENATALAKSANAAN Non operatif o Analgetik : as.mefenamat 3 x 500mg

Operatif o Amputasi

I. PROGNOSIS Survivle rate penderita osteosarkoma mencapai 60-70% dengan terapi ajuvan pra bedah dan pasca bedah. Pada pasien dengan metastase 5 years survival rate nya adalah 15-30%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

DEFINISI Osteosarkoma merupakan keganasan primer pada tulang yang paling sering dijumpai dan ditandai dengan adanya sel-sel mesenkim ganas yang memproduksi osteoid atau tulang imature. Disebut osteogenik sarkoma oleh karena perkembangannya berasal dari seri osteoblastik sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma primer dari tulang yang tersering setelah myeloma multipel, bersifat sangat ganas dan cepat bermetastase ke paru-paru melalui aliran darah.

B.

EPIDEMIOLOGI Insidensi neoplasma tulang bila dibandingkan dengan neoplasma jaringan lain adalah jarang, akan tetapi osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering ditemukan (48,8%) diluar mieloma multipel. Di United States terdapat 400 kasus osteosarkoma per tahun, sedangkan menurut Errol Hutagalung seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2005) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31% dari seluruh tumor tulang ganas. Osteosarkoma banyak menyerang remaja dan dewasa muda, dengan usia berkisar antara 10-20 tahun. Jumlah kasus meningkat lagi pada dekade ke 6 kehidupan yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna, terutama pada

penyakit Paget. Pria lebih banyak menderita osteosarkoma dibandingkan wanita (2:1). C. ETIOLOGI Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui, tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu : Genetik : paget disease, hereditary rentinoblastoma, sindrom LiFraumeni, sindrom Rothmund-Thomson. Ada dua tumor suppresor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada

osteosarkoma, yaitu protein p53 dan RB gen. Radiasi ion merupakan penyebab langsung osteosarkoma (3%), begitu pula pada penggunaan alkyleting agent untuk kemoterapi. Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi osteosarkoma, dapat dilihat dengan meningkatnya insidens pada anak yang sedang tumbuh. Lokasi osteosarkoma paling sering adalah metafisis dimana area ini merupakan area pertumbuhan tulang panjang. Riwayat trauma

D.

LOKASI Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang dapat menyerang semua tulang, biasanya terjadi di daerah metafisis tulang panjang dimana pertumbuhan tulang tinggi, terutama pada femur (42% dan 75% nya pada distal femur), tibia ( 19%, 80% pada proksimal tibia) dan humerus (10%, 90% pada humerus

proximal). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis. Osteosarkoma juga dapat terjadi pada tulang tengkorak, mandibula, maksila dan pelvis (8%).

E.

GEJALA KLINIS Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan (4 bulan) sebelum pasien didiagnosa. Nyeri merupakan gejala utama yang pertama muncul yang bersifat konstan dan bertambah hebat pada malam hari. Penderita biasanya datang dengan tumor yang besar atau oleh karena terdapat gejala fraktur patologis. Karena keganasan ini sering muncul di metafise dekat dengan persendian, maka hal ini dapat mempengaruhi fungsi persendian. Neoplasma yang agresif ini menimbulkan kemerahan, tampak pembuluh darah vena yang melebar, nyeri tekan dan rasa hangat di kulit. Gejala-gejala umum lain yang dpat ditemukan adalah anemia, penurunan berat badan serta napsu makan yang berkurang.

F.

STAGING Staging osteosarkoma menggunakan sistem Enneking, berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase. Untuk menjadi intra kompartemen, osteosarkoma harus berada diantara periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastse (metastatic osteosarkoma). Stage I : low grade tumor IA : intracompartmental IB : ekstracompartmental Stage II : high grade tumor IIA : intracompartmental IIB : ekstracompartmental Stage III : any grade with metastase

Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi, perencanaan pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma tersebut.

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang meliputi: 1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium kebanyakan berhubungan dengan penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan laboratorium yang berhubungan dengan kepastian diagnosis dan prognosis dari osteosarkoma adalah ditemukan peningkatan alkaline phosphatase dan lactic dehydrogenase. 2. Pemeriksaan radiologik Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan. X-ray Tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada medula dan terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya dapat lamelar atau seperti garis-garis tegak lurus pada tulang ( sunray appearance ). Dengan membesarnya tumor, selain korteks

10

juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas keluar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih dapat dilihat, berbentuk segitiga dan dikenal sebagai segitiga Codman. Pada kebanyakan tumor ini terjadi penulangan ( ossifikasi ) dalam jaringan tumor sehingga gambaran radiologiknya variable bergantung pada banyak sedikitnya penulangan yang terjadi. Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pemeriksaan X-ray didapat bermacam-macam gambaran, yaitu daerah berawan osteolitik yang disertai dengan daerah osteoblastik. Batas endosteal kurang jelas. Terkadang korteks terbuka dan tumor melebar ke jaringan sekitarnya, saat itulah terbentuk suatu garis tulang baru, melebar keluar dari korteks yang disebut efek sunrays. Ketika tumor keluar dari korteksnya terjadi reaktivasi pembentukan tulang baru yang

menyebabkan peningkatan periosteum (segitiga Codman). Kedua gambaran itu merupakan tanda khas untuk osteosarcoma. CT scan CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada paru. CT sangat berguna dalam evaluasi

11

berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik. MRI MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor, keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah diketahui sering terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skip metastase. Pasien dengan skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan interval survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan penentuan otot manakah

12

yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago. Bone scan (Bone Scintigraphy) Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi. Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan satu satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk mengevaluasi komponen intermedula dari lesi. Angiografi Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat ditentukan diagnose jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif. Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan preoperative chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif berhasil Nuclear Medicine Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paru-paru

13

dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI. Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan bersifat sensitif namun tidak spesifik 3. Pemeriksaan histopatologi Biopsi osteosarkoma. merupakan Biopsi diagnosis pasti tidak untuk benar menegakkan sering kali

yang dikerjakan

menyebabkan kesalahan diagnosis (misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/FNAB) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat dicegah. Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer

mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid. Secara patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade dan low-grade variant bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis. Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel spindle yang ganas dengan pembentukan osteoid. Pada telengiektasis

osteosarkoma pada lesinya didapatkan adanya kantongan darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler yang mana elemen selulernya sangat ganas sekali

14

H.

DIAGNOSIS Menegakkan diagnosis tumor tulang mencakup beberapa hal, meliputi anamnesis lengkap, lalu melakukan pemeriksaan fisik, dan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan tumor yang sebenarnya. Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelainan atau trauma sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang menderita penyakit sejenis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah: Umur Umur penderita sangat penting untuk diketahui, karena banyak tumor tulang yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya, misalnya osteosarkoma paling banyak pada dekade ke-2. Lama dan progresivitas tumor Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan bila terjadi perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor jinak yang tiba-tiba menjadi besar maka perlu dicurigai adanya keganasan. Nyeri Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri menunjukkan ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan, atau degenerasi. Pembengkakan Kadang-kadang penderita mengeluhkan adanya suatu pembengkakan yang timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu lama atau secara tiba-tiba.

15

Hal-hal yang penting pada pemeriksaan fisik adalah: Lokasi Beberapa jenis tumor mempunyai lokasi yang klasik dan tempat predileksi tertentu seperti di daerah epifisis, metafisis tulang, atau menyerang tulang-tulang tertentu. Besar, bentuk, batas, dan sifat tumor Tumor yang kecil kemungkinan suatu tumor jinak, sedangkan tumor yang besar kemungkinan adalah ganas. Penting pula diperhatikan bentuk tumor, apakah disertai pelebaran pembuluh darah atau ulkus yang merupakan karakteristik suatu tumor ganas. Tanda-tanda efusi sendi mungkin dapat ditemukan pada tumor yang berdekatan dengan sendi. Gangguan pergerakan sendi Pada tumor yang besar di sekitar sendi akan memberikan gangguan pada pergerakan sendi. Fraktur patologis Beberapa tumor ganas dapat memberikan komplikasi fraktur patologis oleh karena terjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan datang dengan gejala fraktur. Diagnosis osteosarkoma dapat dibantu dengan foto polos akan tetapi . pemeriksaan histopatologi merupakan gold standard diagnostic. Untuk menegakkan diagnosis suatu tumor tulang diperlukan tiga hal yang meliputi pemeriksaan klinis, radiologis, serta histopatologis sehingga akan didapatkan suatu diagnosis yang akurat serta penatalaksanaan yang tepat.

I.

DIAGNOSIS BANDING 1. Kondrosarkoma Merupakan tumor ganas tulang rawan yang dapat tumbuh spontan (kondrosarkoma primer) atau merupakan degenerasi maligna lesi jinak (kondrosarkoma sekunder). Frekuensi kondrosarkoma sebesar 10% dari seluruh

16

tumor ganas tulang, lebih sering pada pria dan terutama ditemukan pada usia 3045 tahun. Perkembangan kondrosarkoma sangat lambat dengan gejala berupa nyeri tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Neoplasma ini lambat memberikan metastase. Kondrosarkoma terutama mengenai tulang ceper seperti panggul dan bahu, akan tetapi dapat mengenai tulang panjang juga. Pada patologi ditemukan terbentuknya tulang rawan oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Ditemukan jaringan dengan banyak sel pleomorf serta mitosis yang banyak.

2.

Sarkoma Ewing Tumor ganas yang berasal dari sumsum tulang dengan frekuensi

sebanyak 5% dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun (10-20 tahun) dan lebih sering pada pria. Gejalanya nyeri dan adanya benjolan, nyeri tekan pada benjolan dna peninggian laju endap darah, neoplasma ini berkembang sangat cepat dan penderita meninggal dalam 3-18 bulan pertama (95% meninggal pada tahun-tahun pertama). Lokasinya terutama terdapat pada diafisi dan metafisis tulang panjang dan pada tulang pipih. Pada radiologis terlihat adanya onion skin appearance. Patologi terdiri atas jaringan dengan gambaran histologis uniform dengan sel kecil dan nukleus yang bulat yang sulit ditentukan batasnya dengan batas sitoplasma.

J.

PENATALAKSANAAN Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb sparing dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan penting dalam manajemen rutin. Kemoterapi

17

Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut. Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy. Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi. Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60- 80%. Pembedahan Saat ini prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma. Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan rekonstrusinya kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan memberikan

18

kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95% dari penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak terdapat perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage tidak dapat atau tidak memungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-prostesis dari methal. Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik sehingga penderita dapat menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan menggunakan bone graft. Follow-up Post-operasi Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum operasi. Setelah Osteosarkoma Disgnosis dan Penganannya pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik. Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase. Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post opersinya, dan setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.

19

K.

PROGNOSIS Pada permulaanya prognosis osteosarkoma adalah buruk, 5 years Survival Rate nya hanya bekisar antara 10-20%. Dengan adanya kemoterapi neoajuvan dan ajuvan
yang digunakan sejak awal tahun 1970an, angka survival pasien osteosarkoma meningkat sampai 60-70%. Namun demikian masih dijumpai kekambuhan sekitar 30%-40% dan 80% di antaranya meninggal akibat metastasis. Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosis yang lebih baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastas pada saat di diagnosis, dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosis pasien dengan metastase 5 years survival rate nya adalah 15-

30%. Berkat terapi ajuvan maka terapi amputasi belakangan ini sudah berkurang, sekarang pada pusat-pusat pengobatan kanker yang lengkap, maka terapi non amputasi atau limb salvage lebih sering digunakan.

20

BAB III ANALISIS KASUS


Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita ini berusia 20 tahun. Perjalanan penyakit yang relatif cepat ( kurang dari 3 bulan), pertumbuhan benjolan dari mulai sebesar telur ayam lalu menjadi sebesar buah apel disertai demam dan penurunan napsu makan dan berat badan ini menunjukan suatu keganasan. Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa penderita merasakan nyeri terus menerus terutama pada malam hari pada benjolan di tungkai sebelah kiri. Penderita mengaku pernah terjatuh. Lalu, benjolan menjadi sebesar buah apel sehingga pasien tidak dapat berjalan, penderita berobat ke RSMH. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi, tekanan darah, dan suhu berada dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis regio pelvis sinistra didapatkan benjolan sebesar buah apel, venektasi (+), ukuran 10 cm x 6 cm x 4 cm, konsistensi keras, terfiksir, batas tegas, hangat disertai nyeri, mudah berdarah dan ROM yang terbatas. Dari pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa terdapat neoplasma pada tulang. Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium didapatkan HB, hematokrit dalam batas bawah, dan LED meningkat menunjukan suatu proses keganasan. Pemeriksaan radiologis didapatkan cruris sinistra tampak soft tissue massa yang besar pada tungkai kanan disertai dekstrusi tulang tungkai kanan yang menunjukan suatu sarcoma. Pemeriksaan histopatologi merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis neoplasma tulang. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita Primary bone malignancy regio cruris sinistra ec osteosarkoma.

21

Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini adalah kemoterapi dan operatif limb salvage. Prognosis survival rate penderita osteosarkoma mencapai 60-70% dengan terapi ajuvan pra bedah dan pasca bedah.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 2. Canale ST, James HB. Campbells Operative Orthopaedics. 11th ed. Mosby;2007:901-923. 3. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone; 2009: 276-300. 4. David S. Geller, Richard G, MD. Osteosarcoma: A Review of Diagnosis, Management, and Treatment Strategies. Clinical Advances in Hematology & Oncology Volume 8, 2010: 705-18. 5. Hutagalung EU, Achmad FK, Yogi P, dkk. Epiphyseal Preservation Surgery in Distal Femur Osteosarcoma. Majalah Kedokteran Indonesia volume 59, 2009:136-141. 6. Federman N, Bernthal N, Eilber, Fritz C, William D. The Multidisciplinary Management of Osteosarcoma. Current Treatment Options in Oncology, 2009.10:8293. 7. Mehlman CT. Osteosarcoma. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1256857-overview

23

Anda mungkin juga menyukai