Anda di halaman 1dari 22

GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

A. Anatomi Fisiologi Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paruparu, pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan : pericardium viceralis dan pericardium parietalis. Jantung sendiri terdiri dari tiga lapisan : epikardium, miokardium dan endokardium. Atrium secara anatomi terpisah dari ruang jantung bawah (ventrikel) oleh suatu annulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam ruang ini. Katub jantung berfungsi memprtahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung . Ada dua jenis katub : katub atrioventrikularis yang memisahkan atrium dan ventrikel dan katub semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Anulus fibrosus diantara atrium dan ventrikuler memisahkan ruangan ruangan ini baik secara natomis maupun elektris. Untuk menjamin rangsang ritmik dan sinkron , serta kontraksi otot jantung , terdapat jalur konduksi khusus dalam miokardium. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Otomatisasi : kemampuan menghasilkan impuls secara spontan. Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur. Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls. Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulasi.

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium mellui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat dari penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteri koronaria keotot jantung dan sistem penghantar. Sistem kardiovaskuler banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom yaitu simpatis dan parasimpatis dengan efek yang saling berlawanan dan bekerja bertolak belakang. B. Pengertian

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau

bahkan mencegah pompanya.

perkembangan

menjadi

gagal

jantung

dalam

fungsi

Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria. C. Etiologi dan Patofisiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada imfark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-fktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan emboli paru-paru. Pennganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penykit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung. D. Patofisiologi

Kelaina intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Tekanan rteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema. Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel dan menurunnya curah jntung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengn berlanjutny gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif. E. Penanganan

Gagal jantung ditngani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secar progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif . Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jngn sampai memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan gejala. F. Pemeriksaan Diagnostik

1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. 2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular. 3. Skan jantung pergerakan dinding. : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan

4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas. G. Rencan Asuhan Keperawatan

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

1. Dasar Data Pengkajian Klien a. Aktivitas/istirahat Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pad istirahat atau pada pengerhan tenaga. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas. b. Sirkulasi Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan). Tekanan Nadi ; mungkin sempit. Irama Jantung ; Disritmia. Frekuensi jantung ; Takikardia. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolic. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik. Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.

Hepar ; pembesaran/dapat teraba. Bunyi napas ; krekels, ronkhi. Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas. c. Integritas ego

Gejala : Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis) Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung. d. Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi. e. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting). f.Higiene Gejala diri. Tanda g. : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal. : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan

Neurosensori Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung. h. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot. Tanda melindungi diri. : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku

i. Pernapasan Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan. Tanda : Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan. Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. Warna kulit ; Pucat dan sianosis. j.Keamanan Gejala otot, kulit lecet. k. : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus

Interaksi sosial : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa

Gejala dilakukan.

h. Pembelajaran/pengajaran Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

2. Diagnosa Keperawatan a. 1) 2) 3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik Perubahan structural

Ditandai dengan ; 1) Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG 2) 3) 4) 5) 6) 7) Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi). Bunyi ekstra (S3 & S4) Penurunan keluaran urine Nadi perifer tidak teraba Kulit dingin kusam Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan : 1) Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung 2) Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina 3)Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Intervensi 1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel. 2) Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup. 3) Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan. 4) Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi. 5) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena. 6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti. b. 1) 2) 3) Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum Tirah baring lama/immobilisasi.

Ditandai dengan : 1) 2) 3) Kelemahan, kelelahan Perubahan tanda vital, adanya disrirmia Dispnea, pucat, berkeringat.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : 1) Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri. 2) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi 1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta. Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung. 2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat. Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

3)

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. 4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali, c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. Ditandai dengan : 1) 2) 3) 4) Ortopnea, bunyi jantung S3 Oliguria, edema. Peningkatan berat badan, hipertensi Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : 1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. 2) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi : 1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring. 2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. 3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. 4) Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung. 5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal. 6) 7) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus. Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : 1) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan. 2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.

Intervensi : 1) Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut. 2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen. 3) Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

4) -

Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan. Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan : 1) 2) Mempertahankan integritas kulit Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi 1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus. Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi. 2) Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. 3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah. 4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan. 5) Hindari obat intramuskuler Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal. Ditandai dengan : 1) 2) Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klin akan : 1) Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi. 2) Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani. 3) Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi 1) Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan. 2) Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala. 3) Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur. 4) Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

I. PENDAHULUAN Pandangan baru patofisiologi Gagal Jantung saat ini berbeda dengan patofisiologi yang selama ini dipakai sebagai pegangan dalam memberikan pengobatan. Dahulu, Gagal Jantung dianggap sebagai kegagalan kontraktilitas (bersifat mekanikal) yang menyebabkan abnormalitas hemodinamik. Obat utama yang selalu dipakai selama tenggang waktu tersebut adalah digitalis dan diuretik, namun ternyata obat-obatan tersebut hanya bermanfaat mengurangi gejala sesak napas dan retensi cairan tubuh, tapi sama sekali tidak meningkatkan kualitas hidup dan tidak mengurangi mortalitas seta efek pengobatannya tidak berlangsung lama. Teori patofisiologi Gagal Jantung yang baru lebih menekankan pada remodelling miokard dan kelainan fungsi neuroendokrin berupa aktivasi adrenergik dan

perubahan Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron yang mengakibatkan terjadinya disfungsi ventrikel. Remodelling merupakan proses selular-molekular kompleks yang menimbulkan perubahan pada struktur dan fungsi dan fenotipe otot jantung. Perubahan ini berbentuk hipertrofi, apoptosis dari sel miosit, dan perubahan kuantitas serta komposisi jaringan matriks ekstraselular(2). Dari beberapa penelitian telah terbukti bahwa obat-obat yang dapat menetralkan efek stress mekanikal pada miokard atau obat yang dapat menghambat angiotensin dan norepinefrin (seperti penyekat ACE, beta-blockers, dan vasodilator) ternyata dapat memperlambat progresifitas disfungsi ventrikel. Selanjutnya pada pemakaian klinis obat-obat tersebut terbukti dapat mengurangi gejala-gejala Gagal Jantung serta berhasil mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat Gagal Jantung. Hal inilah yang menjadi dasar yang rasional pengobatan Gagal Jantung saat ini. Adapun obat-obat beta-blockers yang dipakai untuk maksud ini antara lain Carvedilol, Bisoprolol, dan Metoprolol. Beberapa kepustakaan juga menyebutkan mengenai adanya efek anti oksidan pada Carvedilol. II. PEMBAHASAN 1. Definisi Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai dengan sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas ) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung 2. Etiologi dan patofisiologi Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh gangguan kemampuan jantung berkontraksi atau meningkatnya beban kerja dari jantung. Gagal jantung diikuti oleh meningkatnya volume darah yang abnormal dan cairan intertisial jantung. Karena itu umumnya pembuluh vena, dan kapiler umumnya melebar diisi darah. Istilah gagal jantung termasuk kongesti ke paru dengan gagal jantung kiri, edema perifer dengan gagal jantung kanan. Penyebab gagal jantung kanan antara lain penyakit jantung arterosklerosis, penyakit hipertenisi, penyakit katup jantung, kardiomiopati yang melebar, penyakit jantung kongenital. Disfungsi sistolik kiri akibat penyakit arteri koronaria adalah penyebab utama dari gagal jantung. Gagal jantung didasari oleh suatu beban miokard yang mengakibatkan remodeling structural, lalu diperberat progresifitaspenyakit tersebut dan menghasilkan sindrom yang disebut gagal jantung. Remodeling ini dipicu dan diperberat oleh mekanisme kompenssasi sehingga fungsi jantung terpelihara relative normal (asimptomatik gagal jantung) yang akan timbul factor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid, kehamilan, emosi, garam berlebih, hipertensi, demam reuma, endokarditis infektif. Gagal jantung simptomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresifitas penyakit yang mendasarinya. Ggn hemodinamik dini Cardiac performance SV Aktifasi reseptor aorta dan sinus karotis simpatis

Vasokontriksi vena, arteri dan jantung VR ,EDV ,SW EDP Tekanan vena & kapiler paru Bendungan paru Pelepasan renin Angiotensin II Vasokontriksi renal GFR aldosteron Reabsorbsi Na Eskresi Na Eskresi Na preload SW Udema perifer compensanted - Redistribusi aliran darah - Aliran koroner hampir normal - CO normal Hipertrofi ventrikel 3. jenis dan istilah dalam gagal jantung 1. Gagal Jantung Kronis : Kondisi patofisiologi, terdapat kegagalan jantung memompakan darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana hamper tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. Etiologinya berkembang secara lambat. Jantung mempunyai waktu untuk berkompensasi (hipertrofi ventrikel), Penderita sanggup mentoleransi penurunan cardiac output. Guna kepentingan praktis, gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan latihan ataupun istirahat , edema, dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat 2. Gagal Jantung Akut : Didefinisikan sebagai serangan akut dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Etiologinya berkembang cepat, ada faktor presipitasi, Perfusi organ-organ tidak adekwat, Bendungan akut vena-vena ke ventrikel, Dekompensasi kordis terjadi secara tiba-tiba 3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan. Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan sesak dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal , tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik

yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahunan tidak lagi berbeda. Maka bila etiologinya mengganggu fungsi ventrikel kiri seperti hipertensi dan penyakit jantung koroner GAGAL JANTUNG KIRI (Left ventricular failure = LVF). Bila etiologinya lebih mengganggu GAGAL JANTUNGfungsi ventrikel kanan seperti Infark ventrikel kanan KANAN (Right ventricular failure=RVF). Kebanyakan RVF disebabkan oleh LVF. 4. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik. Disfungsi sistolik : ketidak mampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan , fatik, kemampuan, aktifitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi. Disfungsi diastolik : gagngguan relaksasi dan gangguan pengisisn ventrikel dan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi > 50% Diagnosis dibuat dengan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak bisa dibedakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik saja. 5. Gagal jantung Backward dan Forward. tekanan atrium kanan tekanan vena pulmonalis Pulmonary Hypertension RVF dan tekanan vena sistemik meningkat bendungan (kongesti) vena organ-organ backward heart failure CO menurun forward failure. Manifestasi gagal jantung -fatigue, weakness (perfusi keotot skelet ). - mental confusion. LVDP (tekanan ventrikel kiri saat diastole), 4. Manifestasi klinis Menurut The Framingham criteria for CHF terdapat 2 criteria major atau 1 kriteria major plus 2 kriteria minor : Criteria major: 1. Paroxysmal nocturnal dyspnoea 2. Neck venin distension 3. Rales 4. Radiographic cardiomegaly 5. Acute pulmonary oedema 6. S3 gallop 7. CVP > 16 cm H2O 8. Hepatojugular reflux 9. Circulation time > 25 seconds 10. Weight loss 4.5 kg in 5 days in response to treatment of CHF 11. Pulm.oedema, visc. congestion or cardiomegaly at autopsy

Criteria minor: 1. Bilateral ankle oedema 2. Nocturnal cough 3. Dyspnoea on exertion 4. Hepatomegaly 5. Pleural effusion 6. Heart rate 120 bpm 7. FVC decreased by 33% from max. value recorded Menurut klasifikasi NYHA : Class I. No limitation: ordinary physical exercise does not cause undue fatigue, dyspnoea or palpitation. Class II. Slight limitation of physical activity: comfortable at rest but ordinary activity results fatigue, palpitation or dyspnoea. Class III. Marked limitation of physical activity: comfortable at rest but less than ordinary activity results in symptoms. Class IV. Unable to carry out any physical activity without discomfort: symptoms of heart failure are present even at rest with increased discomfort with any physical activity. Gejala klinis: Pada prinsipnya gejala-gejala CHF timbul akibat menurunnya CO atau terjadinya bendungan vena pulmonalis dan vena sistemik I. Fatigue, weakness. Timbul akibat turunnya CO mengakibatkan penghantaran O2 ke otot skelet tidak adekwat early anaerobic metabolism & acidosis. Juga perubahan di otot skelet sendiri : deconditioning, atrofi, kelainan struktur dan seluler, gangguan elektrolit dan depressi. II. Dyspnoea. Meningkatnya tekanan pengisian LV mengakibatkan tekanan atrium kiri meningkat sehingga transudasi cairan ke paru-paru compliance paru-paru menurun maka usaha bernafas meningkat..Sensasi dyspnoea juga bisa disebabkan oleh menurunnya aliran darah keotot-otot pernapasan. Awalnya dyspnoea hanya terjadi waktu exercise, tapi bila CHF memburuk, dyspnoea juga bisa timbul pada waktu beristrahat. III. Orthopnoea. Merupakan kesukaran bernapas yang timbul setelah berbaring telentang (supine) beberapa menit. Pada posisi supine pooling perifer menurun venous return (VR) meningkat tekanan pengisian LV meningkatbendungan paru. IV. Paroxysmal Nocturnal Dyspnoea (PND). Penderita dengan CHF mungkin terbangun dari tidurnya secara mendadak akibat perasaan susah bernapas beberapa jam setelah tidur telentang. PND khas terjadi pada penderita dengan edema perifer. PND timbul akibat bendungan paru yang meningkat, setelah terjadinya mobilisasi cairan secara gradual sewaktu kaki ditinggikan. V. Cough. Sering menyertai gejala dyspnoea, orthopnoea dan PND. Batuk disebabkan oleh edema cabang bronchial atau adanya tekanan pada cabang bronkhus akibat

pembesaran atrium kiri. (LA enlargement). VI. Nocturia. Retensi garam dan air pada CHF produksi urine menurun (selama terjaga/ siang hari). Namun pada posisi supine/malam hari terjadi mobilisasi cairan secara gradual sehingga timbullah nocturia. VII. Anorexia. CO menurun disertai vasokonstriksi splanchnic perfusi viscera abdominalis menurun sehinnga timbul gejala-gejala nausea, vomiting dan nyeri perut dan nafsu makan menghilang dan berat badan menurun.Gejala tadi diperburuk dengan adanya edema intestinal yang menyertai peningkatan tekanan vena sistemik. Dan malabsorbsi dan protein-losing enteropathy dapat terjadi bila edema intestinal makin bertambah. VIII. Right upper quadrant (epigastric) discomfort. Gagal jantung kanan bendungan sistemik hepatomegali distensi capsula hepatis nyeri perut kanan atas (hipokhondrium kanan) / nyeri epigastrium. Symptom APE biasanya lebih berat dan timbul lebih cepat dibanding CHF kronis. Penderita mengeluh sesak napas mendadak disertai wheezing dan batuk paroxismal, dengan produksi sputum yang banyak berbusa dan berwarna merah. Transudasi cairan yang banyak kedalam ruang alveolar bisa menimbulkan perasaan kelelap (tenggelam) yang kerap kali disertai dengan anxietas akut dan rasa cemas akan kematian. Keringat banyak dan muka pucat akibat rangsangan simpatis. Tanda-tanda CHF kronis bervariasi tergantung pada penyakit dasarnya, apakah hanya ada gagal ventrikel kiri saja atau berkombinasi dengan gagal ventrikel kanan I. Tachycardia. Terjadi Penurunan SV. HR meningkat disebabkan oleh tonus simpatis meningkat ( melalui perangsangan baroreseptor karotis dan aorta ). II. Cheyne-Stokes respiration. Type pernapasan hiperventilasi diselingi periode apnoea, dijumpai pada CHF yang lanjut dengan mekanisme tak jelas, tapi mayoritas biasanya dijumpai pada penderita dengan kelainan serebral yang luas dan menunjukkan adanya peningkatan sensitivitas pada pusat pernapasan untuk meningkatkan level karbon dioksida. III. Cyanosis. Menurunnya pengangkutan O2 kejaringan perifer dan meningkatnya ekstraksi O2 di perifer pada penderita CHF Hb menurun secara bermakna ( 5 gr%) sianosis. IV. Pulsus alternans. Pada CHF berat denyut jantung bisa berubah-ubah BP bisa berubah-ubah pula ( perbedaan > 5 mmHg). V. Rales. Bersama-sama dengan rhonchi dan wheezing, rales merupakan tanda yang umum dari bendungan paru, tanda ini bisa hilang walaupun terdapat peningkatan LVFP akibat aktivitas drainage limfatik paru . VI. Jugular venous pressure. Merupakan refleksi peningkatan tekanan vena sistemik pada gagal jantung

kanan (RVF). Kompressi manual pada abdomen VR level dan pulsasi vena jugularis. (hepato-jugular reflux test). VII.Precordial palpation. Kardiomegali akibat CHF Impuls apeks kordis berpindah kekiri bawah (pda LVF). Bila ada PH dan RVF impuls teraba pada daerah substernal, parasternal kiri atau subxyphoid. VIII. Heart sounds. Tidak ada tirotoksikosis, MS, atau pemendekan interval PR (pada EKG) S1 melemah (kontraksi ventrikel melemah). Bila ada PH S2(P2) mengeras. Bila ada paradoxical splitting S2 waktu ejeksi LV memanjang (pada hipertensi yang dihubungkan dengan LVF. Terdengar gallop S3 (ventrikel) dan S4 (atrial) yang kadang-kadang teraba pada palpasi apeks kordis. IX. Murmurs. Murmur (bising jantung) yang terdengar sesuai dengan kelainan anatomis yang ada. Bising jantung bisa bersifat organis ataupun fisiologis. X. Hepatosplenomegaly. Jika pada gagal jantung kanan (RVF) bendungan vena sistemik hepatomegali dan kadang-kadang dgn splenomegali. Bila ada Insufisiensi trikuspidalis teraba pulsasi pada hepar. CHF kronis terjadi deposisi progressif jaringan ikat dihepar sirosis hepatis (sirosis kardiak) ikterus. XI. Ascites. Terjadi sekunder akibat hipertensi portal (tekanan vena sistemik meningkat bila ada gagal jantung kanan/RVF). XII. Peripheral oedema. Secara primer merupakan tanda dari RVF, tapi bisa juga dijumpai pada gagal jantung kiri/ LVF. Curiga gagal jantung Nilai gejala dan tanda5. pemeriksaan penunjang Penyskit jantung? EKG/BNP/foto roentgen? normal Pertimbangkan diagnosa lain Evaluasi fungsi jantung dengan EKG atau pencitraan lain normal

Gagal jantung dengan ekokardiografi Seleksi tes (angio, monitoring hemodinamik unit, PAC) Cari tipe dan beratnya

6. Penatalaksanaan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) ACEI merupakanfirst line therapy. Efek klinisnya : meningkatkan- Menghambat angiotensin-converting enzyme CO (stroke work dan cardiac index), tanpa meningkatkan HR. Pemberiannya dimulai dengan dosis rendah kemudian dititrasi. Contra indications/precautions: - pregnancy - angioneurotic oedema - hypotension - renal vascular disease - hyperkalemia Drug Initiating dose Maintenance Benazepril 2,5 mg 5-10 mg b.I.d. Captopril 6.25 mg t.I.d. 25-50 mg t.I.d. Enalapril 2.5 mg daily 10 mg b.I.d. Lisinopril 2.5 mg daily 5-20 mg daily Quinapril 2.5-5 mg daily 5-10 mg daily Perindopril 2 mg daily 4 mg daily Ramipril 1.25-2.5 mg daily 2.5-5 mg b.I.d. Cilazapril 0.5 mg daily 1-2.5 mg daily Fosinopril 10 mg daily 20 mg daily Trandolapril 1 mg daily 4 mg daily Diuretics menanggulangi kelebihan cairan, bendungan paru atau edema perifer. Diuretika sebaiknya dikombinasi dengan ACEI bila memungkinkan. Pemberian diuretika: - dimulai dengan loop-diuretics (furosemide) atau HCT. - Bila GFR < 30 ml jangan beri HCT. Bila tidak memberi respons yang cukup : - increase dose of diuretic - combine furosemide and HCT. Potassium-sparing diuretics: triamterene, amiloride, spironolactone : - Digunakan hanya bila hipokalemia menetap setelah pemberian ACEI dan diuretika. - Mulai dengan dosis rendah selama satu minggu, periksa creatinine dan K setelah 5-7 hari dan dosis kemudian dititrasi. Beta-adrenoceptor antagonists menghambat pengaruh yang jelek dari aktivasi kronis sistim neurohormonal pada miokard ( dalam hal ini SSS). Beta-blockers dianjurkan pada penderita CHF : - baik yang ringan, sedang maupun yang berat, - kausa kardiomiopati iskemik maupun non-iskemik,

; fraksi ejeksi LV - NYHA class II-IV. Hanya diberikan pada penderita yang telah stabil dengan terapi standard (diuretika dan ACEI), ---- kecuali bila ada indikasi kontra. Dimulai dengan dosis yang paling kecil, lalu dititrasi. Saat ini ada 3 jenis obat : Carvedilol (antagonis beta-1, beta-2, dan alfa-1), bisoprolol (antagonis selektif beta-1) dan metoprolol (antagonis- selektif beta-1). Angiotensin II receptor antagonists (AIIRA) AIIRA = Angiotensin II receptor blockers (ARB) diberikan pada penderita yang tak dapat mentoleransi ACEI sebagai terapi simptomatik. Tidak jelas apakah ARB sama efektif dengan ACEI dalam hal penurunan mortalitas. Kombinasi dengan ACEI: - memberi perbaikan bermakna terhadap gejala-gejala CHF, - mengurangi kekerapan hospitalisasi (akibat perburukan gejala). Efek batuk lebih kurang dibanding dengan ACEI. Monitoring terhadap fungsi ginjal juga penting seperti halnya dgn ACEI. Cardiac glycosides diindikasikan pada atrial fibrillation dengan gejala symptomatic HF, dengan atau tanpa LV dysfunction in order to slow ventricular rate, thereby improving ventricular function and symptoms. kombination digoxin dengan beta-blocker lebih baik dibandingkan dengan pemberian tunggal. Cardiac glycoside yang lain adalah digitoxin yang efek farmakodinamiknya sama dengan digoxin, namun efek farmakokinetiknya berbeda. Contraindication cardiac glycosides : bradycardia, hypokalemia, and hypercalcemia. Dosis harian DIGOXIN (oral) : 0,25 0,375 mg bila serum creatinine dalam 0,0625- 0,125 mg,batas normal (pada orang tua, dosis lebih rendah kadang-kadang 0,25 mg). Tidak perlu loading dose bila diberikan pada penderita CHF kronis dapat dimulai dengan 0,25 mg dua kali sehari selama 2 hari. Sebelum terapi, fungsi renal dan kadar K darah harus selalu diperiksa. Pada renal failure dosis digoxin harus dikurangi. Vasodilator agents Vasodilators are classified according to site of their action : = Predominant arterial dilators : hydralazine, phentolamine, prazosin. = Mixeed arterial and venous dilators : Na nitroprusside, ACEI. = Predominant venodilators : nitrates. Tidak ada peranan spesifik dari vasodilator (khususnya hydralazine,isosorbide dinitrate) pada pengelolaan terapi tambahan bila ada angina pectoris atau hipertensi. Pada kasus-kasus dengan intoleransi ACEI, ARB merupakan pilihan yang dikombinasi dengan hidralazine-nitrate. Hidralazine-nitrat umumnya diberikan pada penderita NYHA II-IV.Contraindications/precautions adalah hypotension, Dosis : - Hidralazin : 25 mg (2X sehari) sampai 50 mg (3 kali sehari) plus Isosorbid dinitrat (ISDN) slow release 2x20 mg -3x60 mg. Alternatif : ISDN 3x 10-20 mg.; Isosorbid mononitrat 10-20 mg (sekali sehari); Nitrogliserine patch 5-10 mg/12 24 jam. Anticoagulants/Antithrombotic Pada CHF berat (NYHA IV), ada kecenderungan peningkatan terjadinya

tromboemboli yang berasal dari trombus mural LV. Juga insiden timbulnya trombosis vena dan emboli paru INDIKASI ANTIKOAGULAN : Moderate-severe CHF (NYHA III-IV) in Atrial fibrillation (AF). Severe CHF (NYHA IV). CHF with valve disease in AF. INDIKASI KONTRA : Keadaan yang cenderung terjadi perdarahan gastrointestinal (ulkus peptik). hipertensi, endokarditis. Kehamilan (trimester I dan III). JENIS OBAT : Warfarin, Acenocoumarin, Low molecular weight heparin (LMWH). Antiarrhythmic drugs Secara umum, tidak ada indikasi pemberian obat anti-aritmik pada CHF. Indikasinya bersifat individual (bila ada AF, SVT atau takhikardia ventrikel yang menetap). Jenis obat : Sulfas chinidine, beta-blocker, amiodarone. Contraindication amidaron : Bradycardia, Iodine sensitivity, porphyria, pregnancy, breast-feeding, Pre-existing interstitial lung disease/ severe liver disease, pre-existing thyroid dysfunction (relative) Dosis amiodarone: oral--- 200 mg (3xsehari), dosis pemeliharaan : 200 mg/hari.

Anda mungkin juga menyukai