Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN Epilepsi di masa lalu didefinisikan sebagai gangguan sistem saraf karena gangguan saraf otak pada

otot. Hal ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran tiba-tiba, perubahan persepsi atau penurunan fungsi psikis, kejang, gangguan sensasi atau kombinasi keduanya. Epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neutron kortikal secara berlebihan. 1,2,3 Salah satu masalah dalam penanggulangan epilepsi ialah menentukan dengan pasti diagnosis epilepsi oleh karena sebelum pengobatan dimulai diagnosis epilepsi harus ditegakkan dulu.4 Diagnosis dan pengobatan epilepsi tidak dapat dipisahkan sebab

pengobatan yang sesuai dan tepat hanya dapat dilakukan dengan diagnosis epilepsi yang tepat pula.5 Diagnosis epilepsi berdasarkan atas gejala dan tanda klinis yang karakteristik. Jadi membuat diagnosis tidak hanya berdasarkan dengan beberapa hasil pemeriksaan penunjang diagnostik saja, justru informasi yang diperoleh sesudah melakukan wawancara yang lengkap dengan pasien maupun saksi mata yang mengetahui serangan kejang tersebut terjadi dan kemudian baru dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologi. Begitu diperkirakan diagnosis epilepsi telah dibuat barulah dilanjutkan pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebabnya, lesi otak yang mendasari , jenis serangan kejang dan sindrom epilepsi.6 Sindrom Lennox-Gastaut (LGS) adalah salah satu contoh dari sindrom epilepsi pada anak. LGS merupakan sindrom epilepsi yang terdiri dari kumpulan gejala berupa epilepsi yang sangat sukar diatasi dengan obat-obatan dan bermanifestasi pada usia 1-8 tahun. Gambaran klinis kejang yang paling sering adalah bangkitan kejang kejang tonik-aksial, atonik, dan bangkitan kejang absans atipik, serta retardasi mental. EEG interiktal berupa paku ombak lambat < 3 Hz dan EEG iktal 10 13 Hz. Kejadian sindrom ini sangat kecil yaitu 0,5/100.000 per tahun. Laki-laki lebih sering dijumpai dibanding perempuan dengan rasio 20:14. Penyebab LGS bersifat multi faktor mencakup faktor idiopatik, genetik, cacat otak struktural, dan gangguan metabolisme otak.7 Dalam 5 tahun pertama kehidupan, kasus baru epilepsi biasanya bermanifestasi sebagai bangkitan kejang umum dan sindrom Lennox-Gastaut (LGS) merupakan salah satu di antaranya. Oleh karena sukar mengatasi sindrom tersebut, Sindrom Lennox-Gastaut dikelompokan sebagai salah satu bentuk intractable epilepsy. Sindrom Lennox-Gastaut 1

tercakup kira-kira pada 1 2% kasus epilepsi anak dan kurang dari 50% kasus muncul sebelum usia 2 tahun.8 Tujuan penulisan makalah ini adalah membahas bagaimana cara-cara menentukan diagnosis sindrom epilepsi anak pada umumnya dan sindrom Lennox-Gastaut pada khususnya, secara baik dan cermat.

BAB II SINDROM LENNOX-GASTAUT A. DEFINISI Sindrom Lennox-Gastaut didefinisikan sebagai:7 1. Epilepsi pada anak dengan beberapa jenis serangan, terutama serangan tonik, tapi juga atipikal absence dan atonik seizure 2. Gambaran EEG menunjukan Slow spike and wave (<2,5 Hz) dan fast rhythms pada 10 12 Hz sewaktu tidur 3. Ensefalopati statik dan keterbatasan dalam belajar, dan kebanyakan disertai dengan retardasi mental

B. EPIDEMIOLOGI Kejadian Sindrom Lennox-Gastaut sangat kecil, yaitu 1 - 4% pada epilepsi anak tapi 10% dari onset epilepsi pada pasien anak kurang dari 5 tahun. Rasio jumlah pengidap Sindrom Lennox-Gastaut laki-laki terhadap perempuan adalah 5:1.8

C. KLASIFIKASI Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi kejang parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang). Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak,biasanya di korteks serebri. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada fokus lokasi, apakah di korteks motorik maupun korteks sensorik. Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan

diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa adanya tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. 1, 2, 3

Adapun klasifikasi sindrom epilepsi yang dipakai saat ini berdasarkan The International Classification of Epilepsi sebagai berikut:2 INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF EPILEPSI SEIZURES I. Generalized seizures (bilaterallysymmetrical and without local onset) A. Tonic, clonic, or tonic-clonic (grand mal) B. Absence (petit mal) 1. With loss of consciousness only 2. Complex with brief tonic, clonic or automatic movements

C. Lennox-Gastaut syndrome D. Juvenile myoclonic epilepsy E. Infantile spasms (West syndrome) F. Atonic (astatic, akinetic) seizures (sometimes with myoclonic jerks) II. Partial, or focal seizures (seizures beginning locally) A. Simple (without loss of consciousness or alteration in psychic function) 1. Motor-frontal lobe origin (tonic, clonic, tonic-clonic; jacksonian; benign childhood epilepsy, epilepsia partialis continua) 2. Somatosensory or special sensory (visual auditory, olfactory, gustatory, vertiginous) 3. 4. Autonomic Pure psychic

B. Complex (with impaired consciousness) 1. Beginning as simple partial seizures and progressing to impairment of consciousness 2. With impairment of consciousness at onset III. Special epileptic syndromes A. Myoclonus and myoclonic seizures B. Reflex epilepsy C. Acquired aphasia with convulsive disorder D. Febrile and other seizures of infancy and childhood E. Hysterical seizures

KLASIFIKASI ILAE 1981 Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi.5,9 Serangan parsial Serangan parsial sederhana (kesadaran baik). - Motorik - Sensorik - Otonom - Psikis Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran. - Gangguan kesadaran saat awal serangan. Serangan umum sekunder - Parsial sederhana menjadi tonik klonik. - Parsial kompleks menjadi tonik klonik - Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik. Serangan umum. - Absans (lena) - Mioklonik - Klonik - Tonik - Atonik. Tak tergolongkan.

KLASIFIKASI ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi. 9 Berkaitan dengan letak fokus Idiopatik (primer) - Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna) - Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital - Primary reading epilepsy.

Simptomatik (sekunder) - Lobus temporalis - Lobus frontalis - Lobus parietalis - Lobus oksipitalis - Kronik progesif parsialis kontinua

Kriptogenik

Umum Idiopatik (primer) - Kejang neonatus familial benigna - Kejang neonatus benigna - Kejang epilepsi mioklonik pada bayi - Epilepsi absans pada anak - Epilepsi absans pada remaja - Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga. - Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak. Kriptogenik atau simptomatik. - Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia). - Sindroma Lennox Gastaut. - Epilepsi mioklonik astatik - Epilepsi absans mioklonik Simptomatik - Etiologi non spesifik - Ensefalopati mioklonik neonatal - Sindrom Ohtahara - Etiologi / sindrom spesifik. - Malformasi serebral. - Gangguan Metabolisme. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum. Serangan umum dan fokal - Serangan neonatal - Epilepsi mioklonik berat pada bayi 6

- Sindroma Taissinare - Sindroma Landau Kleffner Tanpa gambaran tegas fokal atau umum Epilepsi berkaitan dengan situasi - Kejang demam - Berkaitan dengan alkohol - Berkaitan dengan obat-obatan - Eklampsi. - Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

D. ETIOLOGI Lennox-Gastaut Sindrom dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi sebagai berikut: 1. Idiopatik: Biasanya berupa epilepsi dengan serangan kejang umum, penyebabnya tidak diketahui. Pasien dengan idiopatik epilepsi mempunyai inteligensi normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi genetik. Ditemukan pada sekitar 23-23% pasien Sindroma Lennox-Gastaut. Dikatakan idiopatik jika segi psikomotornya berkembang dengan baik sebelum onset gejala, tidak ada kelainan neurologik maupun neuroradiologik.8 2. Simptomatik: Pada simptomatik terdapat lesi struktural di otak yang mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (encephalitis dan atau meningitis), malformasi otak (misalnya displasia korteks), trauma lahir, trauma iskemia-hipoksia, lesi lobus frontal., kelainan kongenital, proses desak ruang di otak, gangguan pembuluh darah diotak, toksik (alkohol, obat), gangguan metabolik dan kelainan neurodegeneratif.8 Ditemukan sekitar 70-78% pasien Sindroma Lennox-Gastaut, sebanyak 9-39% mereka yang pada masa bayi menderita spasme infantil (sindroma West).6,8,9 3. Kriptogenik: Dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui. Kebanyakan lokasi yang berhubungan dengan epilepsi tanpa disertai lesi yang mendasari atau lesi di otak tidak

diketahui. Termasuk disini adalah sindroma West, Sindroma Lennox Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa ensefalopati difus.6, 9 4. Genetik: Sebanyak 2,5-47,8% memiliki riwayat epilepsi dan kejang demam keluarga.8

E. PATOFISIOLOGI Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebellum dan batang otak umumnya tidak memacu kejang.1,2,3 Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk berikut:1 1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. 2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuik melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan. 3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hyperpolarisasi, atau kejang dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gamma aminobutirat (GABA) 4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan kelebihan neurotransmiter eksitatorik atau depresi neurotransmiter inhibitorik. Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demokian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami depresi selama kejang. 1 Berbagai kemungkinan patofisiologi telah diajukan. Satu hipotesis menyatakan bahwa adanya permeabilitas yang berlebihan pada jalur eksitasi interhemisfer di daerah frontal ketika 8

bagian anterior dari otak yang matur. Hipotesis lain menunjukan adanya ketrlibatan mekanisme immunogenetik dalam memicu beberapa kasus Sindroma Lennox-Gastaut. Meskipun satu penelitian menemukan adanya hubungan yang kuat antara mencermati dan Human Lymphocyte Class I antigen B7, penelitian yang lain tidan menunjukan hal yang demikian.8 Beberapa nilai karakteristik berikut perlu untuk dipertimbangkan:8 1. Keberadaan Sindroma Lennox-Gastaut terkait erat dengan lobus frontalis otak dengan aktivitas slow waves and spikes dominan di lobus tersebut. 2. Dijumpai adanya sinkronisasi kedua lobus frontalis namun bukan akibat sinkronisasi bilateral secara sekunder dari satu fokus tunggal 3. Terdapat sejumlah kasus Sindroma Lennox-Gastaut sebagai kesinambungan sindroma West. 4. Pada Sindroma West yang mengalami perbaikan umumnya tidak ditemukan lesi otak dan bila ada minimal di bagian posterior. Spike Wave dan Slow Spike Wave Mekanisme yang terlibat dalam bysnchronous spike wave dan slow spike wave melibatkan neuron kortikal dan thalamus.7 Ada dua mekanisme utama untuk terjadinya spike-wave dan slow spike wave:7 1. Antara abnormal yang kuat dari neuron dari neuron GABAergik thalamic oleh serabut aferen corticothalamic 2. Hilangnya penghambatan yang diperantarai GABA reseptor antara thalamic retikuler sel yang menimbulkan potensi ledakan. Fase Rhythmic Waves Ledakan gelombang berirama cepat atau polyspikes merupakan ciri khas Sindroma Lennox-Gastaut. Kegiatan ini berhubungan dengan kejang tonik atau tidak dengan gambaran tonik. Selama kegiatan tersebut, kebanyakan sel-sel korteks mengalami depolarisasi tonik.7

F. GEJALA KLINIS Gejala klinis yang paling sering terjadi pada Sindroma Lennox-Gastaut, terdiri dari: Manifestasi Klinik Interictal Gejala neurologis interiktal tidak spesifik untuk Sindroma Lennox-Gastaut, itentukan mereka oleh lokasi dan luas patologi yang mendasarinya. Meskipun sekitar 20% - 30% anakanak dengan LGS bebas dari defisit neurologis dan defisit neuropsikologik terutama pada masa onset, tetapi jika pada masa onset tersebut masalah defisit neurologis tersebut tidak muncul, maka akan muncul pada masa perjalanan penyakit LGS tersebut. Faktor-faktor yang disertai dengan retardasi mental yang ringan sampai berat ditemukan etiologi LGS, riwayat Sindroma West, biasanya gejalanya muncul di antara umur 12 24 bulan dan memiliki frekuensi lebih sering.11 Keterbelakangan mental dianggap sebagai komponen. Kebanyakan anak dengan sindroma Lennox-Gastaut memiliki tingkat intelektual yang lebih rendah dan gangguan proses belajar ringan sampai parah. Masalah perilaku dan depresi juga umum terjadi, yang dapat disebabkan oleh cedera otak, sering kejang, kurangnya stimulasi sosial yang normal atau sebagai efek samping dari obat anti epilepsi (OAE). Anak-anak dengan Sindroma LennoxGastaut juga lebih cenderung memiliki cerebral palsy, penurunan progresif dalam IQ dan gangguan gaya berjalan progresif. Perkembangan anak sering terbelakang pada awal penyakit, tergantung pada etiopathogenesis penyakit otak.12,13 Biasanya pasien dengan LGS memiliki IQ rata-rata rendah dari pada pasien kriptogenik. Pada pasien yang tidak ditemukan gejala-gejala LGS dapat disebut sebagai suspek LGS. Dalam kajian ditemukan pemeriksaan IQ menunjukan variasi derajat untuk retardasi mental. Terjadi korelasi yang signifikan antara umur, onset kejang dan disorientasi mental. Kebanyakan 98% pada pasien yang onset kejangnya sebelum umur 2 tahun akan memiliki penurunan yang pasti secara kognitif, berbanding 63% yang mengidap kejang dengan onset sampai umur 2 tahun.8 Anak-anak denga LGS mungkin memiliki gangguan mood, personality, perkembangan psikomotor yang menurun dan dari segi pembelajaran. Biasanya gejala ini memakan waktu yang lama. Karakteristik utama dari disorientasi mental dilaporkan sebagai apati, kehilangan ingatan dan kerusakan visuomotor.8

10

Manifestasi Klinik Iktal Sindroma Lennox-Gastaut ditandai dengan gangguan kejang campuran, sindrom ini selalu dimulai di masa kanak-kanak. Kejang Tonik Jenis-jenis utama dari kejang yang biasanya terjadi adalah kejang tonik, yang sering malam hari, biasanya singkat, berlangsung dari beberapa detik sampai satu menit, dengan durasi rata-rata sekitar 10 detik. Bangkitan tonik terdiri atas ekstensi lembat keseluruhan anggota badan dan deviasi mata ke atas disertai perlambatan pernafasan. Keterlibatan fungsi motorik bervariasi dengan beberapa bangkitan kejang yang terbatas pada mata atau perubahan pernafasan. Bangkitan kejang yang ringan ini umumnya terjadi di saat tidur dan berlangsung tanpa sempat diketahui kecuali bila dimonitor dengan video disertai rekaman EEG. Selama kejang pasien tidak sadar, meskipun gairah dari tidur ringan dapat terjadi dan dapat terjadi berulang-uang sepanjang malam. Gambaran vegetatif terdiri atas pernafasan ireguler, berhenti nafas, muka merah, takikardi atau pelebaran pupil.12, 13, 14 Kejang Atonik Kejang atonik memiliki karakterstiknya yang ditandai dengan kehilangan tonus secara tiba-tiba dan melibatkan kepala/seluruh tubuh. Kejang atonik terjadi sangat singkat dan bisa disertai dengan kejang myoklonik pada awal kejang.15 Bangkitan Absans Atipik Bangkitan kejang ini terdiri atas gangguan kesadaran fluktuatif yang waktu awal dan berakirnya sulit ditentukan. Tonus aksial yang sering terganggu menyebabkan penderita terjatuh. Kekejangan kelopak mata, bangkitan kejang tonik ringan, gambaran otonomik atau otomatismus dapat pula terlibat. Keseluruhan manifestasi klinis bisa bervariasi dari absans yang khas hingga gejala yang sangat ringan. Pada anak dengan gangguan intelektual sering ditemukan kesulitan menghitung bangkitan kejang yang sifatnya ringan tersebut baru disebut, bahkan dengan video sekalipun.14 17%- 100% absen atipikal adalah hasil dari berbagai ketidakmampuan orang tua dalam mengenali dan mengidentifikasi absen atipikal. Dalam sebuah penelitian menggunakan video / pemantauan EEG 27% orang tua mengenali kejang absen atipikal, 80% untuk kejang myoklonik dan 100% untuk tonik, lemah, tonik-klonik, klonik, dan kejang parsial kompleks. Absen atipikal 11

mungkin sulit untuk mendiagnosis sejak awal, mungkin secara bertahap dan mungkin tidak mengalami kehilangan kesadaran dan pasien melanjutakan kegiatannya lagi. Pasien mungkin memiliki asosiasi myoclonis kelopak mata, yang tidak berirama seperti di absan khas tetapi sering dikaitkan dengan myoklonis perioral atau fleksi progresif kepala sekunder. Automatisms dapat diamati. Akhir kejang mungkin bertahap pada beberapa pasien dan menndadak pada orang lain.8

Status Epileptikus Sekitar 54 97% pengidap LGS dilaporkan mengalami satu atau beberapa kali episode status epileptikus (SE) yang terdiri atas bangkitan kejang absans, tonik atau campuran. Pada seri itu 94% penderita memperlihatkan komponen tonik selama SE yang dicerminkan oleh irama EEG 10 Hz, identik dengan ciri-ciri sewaktu tidur. SE tonik tersebut dapat dipresipitasi kemunculannya oleh pemberian benzodiazepin intravena. Awal munculnya SE absan biasanya tersembunyi dan mungkin terabaikan untuk beberapa jam atau hari, terlebih pada penderita retardasi mental.14 Berbagai bentuk status epileptikus terjadi, mulai dari keadaan bingung berbahaya yang dapat berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu untuk status epileptikus tonik murni, yang lebih sering terlihat pada remaja atau orang dewasa dari pada anak-anak.11

Jenis-jenis Lain Tipe Bangkitan Kejang Jenis lain dari kejang yang dicatat kejang tonik-klonik Generalized dilaporkan dalam 15% pasien, sedangkan kejang kompleks parsial terjadi pada 5%. Status epileptikus Absan, status epileptikus tonik dan status epileptikus nonconvulsive semua bisa terjadi, dapat memiliki durasi panjang dan dapat tahan terhadap terapi.8

12

BAB III DIAGNOSIS A. DIAGNOSIS AWAL Langkah awal adalah menentukan untuk membedakan apakah ini serangan kejang atau bukan , dalam hal ini memastikannya biasanya dengan melakukan

wawancara baik dengan pasien, orangtua atau orang yang merawat dan saksi mata yang mengetahui serangan kejang itu terjadi. Beberapa pertanyaan yang perlu diajukan adalah untuk menggambarkan kejadian sebelum , selama dan sesudah serangan kejang itu berlangsung. Dengan mengetahui riwayat kejadian serangan kejang tersebut biasanya dapat memberikan informasi yang lengkap dan baik mengingat pada kebanyakan kasus, dokter tidak melihat sendiri serangan kejang yang dialami pasien. 4 Adapun beberapa pertanyaan adalah sebagai berikut:9 1. Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali selama ini? Usia serangan dapat memberi gambaran klasifikasi dan penyebab kejang. Serangan kejang yang dimulai pada neonatus biasanya penyebab sekunder gangguan pada masa perinatal, kelainan metabolik dan malformasi kongenital. Serangan kejang umum cenderung muncul pada usia anak-anak dan remaja. Pada usia sekitar 70 tahunan muncul serangan kejang biasanya ada kemungkinan mempunyai kelainan patologis di otak seperti stroke atau tumor otak dsb. 2. Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi? Gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang muncul disebut dengan aura dimana suatu aura itu bila muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana berarti ada fokus di otak. Sebagian aura dapat membantu dimana letak lokasi serangan kejang di otak. Pasien dengan epilepsi lobus temporalis dilaporkan adanya dj vu dan atau ada sensasi yang tidak enak di lambung, gringgingen yang mungkin merupakan epilepsi lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin dialami oleh pasien dengan epilepsi lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum bisa tidak didahului dengan aura hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer , tetapi jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber fokus yang patologis. 3. Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung? Bila pasien bukan dengan serangan kejang sederhana yang kesadaran masih baik tentu pasien tidak dapat 13

menjawab pertanyaan ini, oleh karena itu wawancara dilakukan dengan saksi mata yang mengetahui serangan kejang berlangsung. Apakah ada deviasi mata dan kepala kesatu sisi? Apakah pada awal serangan kejang terdapat gejala aktivitas motorik yang dimulai dari satu sisi tubuh? Apakah pasien dapat berbicara selama serangan kejang berlangsung? Apakah mata berkedip berlebihan pada serangan kejang terjadi? Apakah ada gerakan automatism pada satu sisi ? Apakah ada sikap tertentu pada anggota gerak tubuh? Apakah lidah tergigit? Apakah pasien mengompol ? Serangan kejang yang berasal dari lobus frontalis mungkin dapat menyebabkan kepala dan mata deviasi kearah kontralateral lesi. Serangan kejang yang berasal dari lobus temporalis sering tampak gerakan mengecapkan bibir dan atau gerakan mengunyah. Pada serangan kejang dari lobus oksipitalis dapat menimbulkan gerakan mata berkedip yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Lidah tergigit dan inkontinens urin kebanyakan dijumpai dengan serangan kejang umum meskipun dapat dijumpai pada serangan kejang parsial kompleks. 4. Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung? Periode sesudah serangan kejang berlangsung adalah dikenal dengan istilah post ictal period

Sesudah mengalami serangan kejang umum tonik klonik pasien lalu tertidur. Periode disorientasi dan kesadaran yang menurun terhadap sekelilingnya biasanya sesudah mengalami serangan kejang parsial kompleks. Hemiparese atau hemiplegi sesudah serangan kejang disebut Todds Paralysis yang menggambarkan adanya fokus patologis di otak. Afasia dengan tidak disertai gangguan kesadaran menggambarkan gangguan berbahasa di hemisfer dominan. Pada Absens khas tidak ada gangguan disorientasi setelah serangan kejang. 5. Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari? Serangan kejang tonik klonik dan mioklonik banyak dijumpai biasanya pada waktu terjaga dan pagi hari. Serangan kejang lobus temporalis dapat terjadi setiap waktu, sedangkan serangan kejang lobus frontalis biasanya muncul pada waktu malam hari. 6. Apakah ada faktor pencetus ? Serangan kejang dapat dicetuskan oleh karena kurang tidur, cahaya yang berkedip,menstruasi, faktor makan dan minum yang tidak teratur, konsumsi alkohol, ketidakpatuhan minum obat, stress emosional, panas, kelelahan fisik dan mental, suara suara tertentu, drug abuse, reading & eating epilepsy. Dengan mengetahui faktor pencetus ini dalam konseling dengan pasien maupun keluarganya dapat membantu dalam mencegah serangan kejang.

14

7. Bagaimana frekwensi serangan kejang ? Informasi ini

dapat membantu untuk

mengetahui bagaimana respon pengobatan bila sudah mendapat obat obat anti kejang . 8. Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang ? Pertanyaan ini mencoba untuk mencari apakah sebelumnya pasien sudah mendapat obat anti kejang atau belum dan dapat menentukan apakah obat tersebut yang sedang digunakan spesifik bermanfaat ? 9. Apakah ada jenis serangan kejang lebih dari satu macam? Dengan menanyakan tentang berbagai jenis serangan kejang dan menggambarkan setiap jenis serangan kejang secara lengkap. 10. Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan serangan kejang? Pertanyaan ini penting mengingat pasien yang mengalami luka ditubuh akibat serangan kejang ada yang diawali dengan aura tetapi tidak ada cukup waktu untuk mencegah supaya tidak menimbulkan luka ditubuh akibat serangan kejang atau

mungkin ada aura , sehingga dalam hal ini informasi tersebut dapat dipersiapkan upaya upaya untuk mengurangi bahaya terjadinya luka. 11. Apakah sebelumnya pasien pernah datang ke unit gawat darurat? Dengan mengetahui gambaran pasien yang pernah datang ke unit gawat darurat dapat mengidentifikasi derajat beratnya serangan kejang itu terjadi yang mungkin disebabkan oleh karena kurangnya perawatan pasien, ketidakpatuhan minum obat, ada perubahan minum obat dan penyakit lain yang menyertai.

B. RIWAYAT MEDIK DAHULU Dengan mengetahui riwayat medik yang dahulu dapat memberikan informasi yang berguna dalam menentukan etiologinya. Lokasi yang berkaitan dengan serangan kejang dan pengetahuan tentang lesi yang mendasari dapat membantu untuk pengobatan selanjutnya. 10 1. Apakah pasien lahir persalinannya? 2. Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratory distress? 3. Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia? 4. Apakah ada riwayat kejang demam? Risiko terjadinya epilepsi sesudah serangan kejang demam sederhana sekitar 2 % dan serangan kejang demam kompleks 13 %. 15 normal dengan kehamilan genap bulan maupun proses

5. Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis? atau penyakit infeksi lainnya seperti sepsis, pneumonia yang disertai serangan kejang. Dibeberapa negara ada yang diketahui didapat adanya cysticercosis. 6. Apakah ada riwayat trauma kepala seperti fraktur depresi kepala, perdarahan intra serebral, kesadaran menurun dan amnesia yang lama? 7. Apakah ada riwayat tumor otak?

C. RIWAYAT SOSIAL Ada beberapa aspek sosial yang langsung dapat mempengaruhi pasien epilepsi dan ini penting sebagai bagian dari riwayat penyakit dahulu dan sekaligus untuk bahan evaluasi.10 1. Apa latar belakang pendidikan pasien? Tingkat pendidikan pasien epilepsi mungkin dapat menggambarkan bagaimana sebaiknya pasien tersebut dikelola dengan baik. Dan juga dapat membantu mengetahui tingkat dukungan masyarakat terhadap pasien dan bagaimana potensi pendidikan kepada pasien tentang cara menghadapi penyakit yang dialaminya itu. 2. Apakah pasien bekerja? Dan apa jenis pekerjaannya? Pasien epilepsi yang seragan kejangnya terkendali dengan baik dapat hidup secara normal dan produktif. Kebanyakan pasien dapat bekerja paruh waktu atau penuh waktu. Tetapi bila serangan kejangnya tidak terkendali dengan baik untuk memperoleh dan menjalankan pekerjaan adalah merupakan suatu tantangan tersendiri. Pasien sebaiknya dianjurkan memilih bekerja dikantoran, sebagai kasir atau tugas - tugas yang tidak begitu berisiko, tetapi bagi pasien yang bekerja di bagian konstruksi, mekanik dan pekerjaan yang mengandung risiko tinggi diperlukan penyuluhan yang jelas untuk memodifikasikan pekerjaan itu agar supaya tidak membahayakan dirinya. 3. Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor? Pasien dengan epilepsi yang serangan kejangnya tidak terkontrol serta ada gangguan kesadaran sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan bermotor. Hal ini bisa membahayakan dirinya maupun masyarakat lainnya. Dibeberapa negara mempunyai peraturan sendiri tentang pasien epilepsi yang mengemudikan kendaraan bermotor. 4. Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral? Apakah pasien merencanakan kehamilan pada waktu yang akan datang? Pasien epilepsi wanita sebaiknya diberi penyuluhan terlebih dahulu tentang efek teratogenik obat-obat anti epilepsi, demikian

16

juga beberapa obat anti epilepsi dapat menurun efeknya bila pasien juga menggunakan kontrasepsi oral seperti fenitoin, karbamasepin dan fenobarbital. Dan bagi pasien yang sedang hamil diperlukan obat tambahan seperti asam folat untuk mengurangi risiko terjadinya neural tube defects pada bayinya. 5. Apakah pasien peminum alkohol? Alkohol merupakan faktor risiko terjadinya serangan kejang umum, sebaiknya tidak dianjurkan minum-minuman alkohol. Selain berinteraksi dengan obat-obat anti epilepsi tetapi dapat juga menimbulkan ekstraserbasi serangan kejang khususnya sesudah minum alkohol

D. RIWAYAT KELUARGA Mengetahui riwayat keluarga adalah penting untuk menentukan apakah ada sindrom epilepsi yang spesifik atau kelainan neurologi yang ada kaitannya dengan faktor genetik dimana manifestasinya adalah serangan kejang. Sebagai contoh Juvenile myoclonic epilepsy (JME), familial neonatal convulsion, benign rolandic epilepsy dan sindrom serangan kejang umum tonik klonik disertai kejang demam plus.10 E. RIWAYAT ALLERGI Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan seperti antiepilepsi, perlu dibedakan apakah ini suatu efek samping dari gastrointestinal atau efek reaksi

hipersensitif. Bila terdapat semacam rash perlu dibedakan apakah ini terbatas karena efek fotosensitif yang disebabkan eksposur dari sinar matahari atau karena efek hipersensitif yang sifatnya lebih luas. 10 F. RIWAYAT PENGOBATAN Bila pasien sebelumnya sudah minum obat-obatan antiepilepsi, perlu ditanyakan bagaimana kemanjuran obat tersebut, berapa kali diminum sehari dan berapa lama sudah diminum selama ini, berapa dosisnya, ada atau tidak efek sampingnya.10

G. RIWAYAT PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN Perlu ditanyakan juga kemungkinan apa pasien sudah dilakukan pemeriksaan penunjang seperti elektroensefalografi atau CT Scan kepala atau MRI.10

17

H. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan fisik dapat menjadi penting dalam membantu mengidentifikasi penyebab spesifik yang mungkin terjadi antara sistemik dan gejala neurologis. Pada pemeriksaan fisis umum pada pasien dengan LGS biasanya normal, tidak ditemukan gejala patognomonic. Pasien mungkin akan mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya. Hasil pemeriksaan yang tidak spesifik lebih cenderung terjadinya kerusakan otak dari pada sindroma epilepsi yang spesifik.5, 10 Pemeriksaan fisik harus menapis sebab-sebab terjadinya serangan kejang dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular. Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti caf au lait spots dan iris hamartoma pada neurofibromatosis, Ash leaf spots , shahgreen patches , subungual fibromas , adenoma sebaceum pada tuberosclerosis, port wine stain ( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome. Juga perlu dilihat apakah ada bekas gigitan di lidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang dapat terlihat oleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada dupytrens contractures yang dapat terlihat oleh karena pemberian fenobarbital jangka lama. 5,10 Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis pada pasien LGS memberikan hasil yang abnormal pada fungsi status mental, khususnya pada fungsi kortikal luhur dengan ketidakmampuan intelektual. Tidak ditemukan kelainan patognomonic pada pemeriksaan neurologis pasien LGS.8 Kelainan pada tingkat kesadaran fungsi nervus kranial, pemeriksaan sensorik, motorik, refleks, cerebellar testing, atau gait memberikan hasil yang tidak spesifik dan

18

lebih cenderung menggambarkan suatu kerusakan pada otak atau efek dari pemberian obat anti konvulsi.10 Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, gait , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan lapangan pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak yang terbatas. Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu serangan kejang terjadi. Dysmorphism dan gangguan belajar mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti demensia, mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif. Unilateral automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis. 5,10 I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM. Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen , kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya dilakukan bila dicurigai adanya drug abuse.5,10

J. PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan beberapa alasan sebagai berikut.5,10 1. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan membantu dalam membuat diagnosis, mebgklarifikasikan jenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi. 19

2. Dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik dan neurologi, pola epileptiform pada EEG (spikes and sharp waves) sangat mendukung diagnosis epilepsi. Adanya gambaran EEG yang spesifik seperti 3-Hz spike-wave complexes adalah karakteristik kearah sindrom epilepsi yang spesifik. 3. Lokalisasi dan lateralisasi fokus epileptogenik pada rekaman EEG dapat menjelaskan manifestasi klinis daripadaaura maupun jenis serangan kejang. Pada pasien yang akan dilakukan operasi, pemeriksaan EEG ini selalu dilakukan dengan cermat.

Sebaliknya harus diketahui pula bahwa terdapat beberapa alasan keterbatasan dalam menilai hasil pemeriksaan EEG ini yaitu :5, 10 1. Pada pemeriksaan EEG tunggal pada pertama kali pasien dengan kemungkinan epilepsi didapat sekitar 29-50 % adanya gelombang epileptiform, apabila dilakukan pemeriksaan ulang maka persentasinya meningkat menjadi 59-92 %. Sejumlah kecil pasien epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG yang normal, sehingga dalam hal ini hasil wawancara dan pemeriksaan klinis adalah penting sekali. 2. Gambaran EEG yang abnormal interiktal bisa saja tidak menunjukkan adanya epilepsi sebab hal demikian dapat terjadi pada sebagian kecil orang-orang normal oleh karena itu hasil pemeriksaan EEG saja tidak dapat digunakan untuk menetapkan atau meniadakan diagnosis epilepsi. 3. Suatu fokus epileptogenik yang terlokalisasi pada pemeriksaan EEG mungkin saja dapat berubah menjadi multifokus atau menyebar secara difus pada pasien epilepsi anak. 4. Pada EEG ada dua jenis kelainan utama yaitu aktivitas yang lambat dan epileptiform, bila pada pemeriksaan EEG dijumpai baik gambaran epileptiform difus maupun yang fokus kadang-kadang dapat membingungkan untuk menentukan klasisfikasi serangan kejang kedalam serangan kejang parsial atau serangan kejang umum.

EEG Interiktal Latar belakang EEG interiktal sifatnya lambat, terutama selama periode bangkitan kejang berfrekuensi tinggi. Aktivitas tersebut memiliki korelasi dengan fungsi kognitif 20

yang buruk. Pole slow waves and spikes adalah petanda EEG interiktal dalam keadaan sadar, terdiri atas letupan ireguler, gelombang umum paku atau tajam diikuti gelombang lambat sinus 35 400 milidetik yang simetris atau asimetris dengan pergeseran asimetris, terutama pada sadapan verteks. Lepas muatan listrik seringkali menyebar difus, tetapi kadangkala dominan di bagian anterior. POL tidak dipengaruhi oleh stimulasi fotik tetapi kadangkala berubah oleh hiperventilasi. Tiga perempat dari para penderita juga menunjukkan adanya paku fokal atau multifokal maupun gelombang tajam di daerah frontotemporal atau anterotemporal. 14 Gambaran EEG LGS tidak segera tampak pada saat kemunculan penyakit. Bangkitan kejang terutama terjadi saat usia 1 hingga lebih dari 8 tahun, kadang sekitar pubertas, sementara puncaknya terjadi antara 3 5 tahun. Bangkitan kejang terdiri atas absans atipik, tonik, atau tak terklasifikasi. Recruiting rhythm dapat mendahului ciri-ciri lain dari sindrom ini. LGS dapat timbul pada anak normal atau didahului epilepsi, mencakup epilepsi parsial, absans, dan SE. Tercatat 30 41% kasus dengan riwayat sindroma West yang positf LGS dicirikan oleh fluktuasi frekuensi bangkitan kejang, episode SE yang rekuren, atau masa yang relatif baik. Pengobatan tidak berkaitan dengan fluktuasi frekuensi bangkitan kejang. LGS memiliki prognosis yang buruk untuk frekuensi bangkitan kejang dan fungsi kognitif. Bangkitan kejang menetap pada 60 80% kasus.14 Dalam semua kasus Elektroencefalogram (EEG) latar belakang tidak normal dan terdiri dari berdifusi lambat dan gelombang spike (1 - 1,5 CPS), dominan di daerah frontal dan temporal. Dua puluh empat kasus memiliki polyspike-gelombang. Semburan ritme cepat (10 14 CPS) yang diamati pada 29 pasien selama tidur.16

21

Gambar 1. Interictal during sleep in a 6-year-old boy with drug-resistant partial epilepsy a left temporal DNET

EEG Ictal yang terbentuk sesuai jenis kejang yang terjadi

Gambar 2. Ictal recording in the same patient. This seizure is characterized by behavioral arrest and retching

22

K. PEMERIKSAAN VIDEO-EEG Pemeriksaan ini dilakukan bila ada keraguan untuk memastikan diagnosis epilepsi atau serangan kejang yang bukan oleh karena epilepsi atau bila pada pemeriksaan rutin EEG hasilnya negatif tetapi serangan kejang masih saja terjadi, atau juga perlu dikerjakan bila pasien epilepsi dipertimbangkan akan dilakukan terapi pembedahan. Biasanya pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi.11

L. PEMERIKSAAN RADIOLOGI CT Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural di otak.5 Indikasi CT Scan kepala adalah:9 Semua kasus serangan kejang yang pertama kali dengan dugaan ada kelainan struktural di otak. Perubahan serangan kejang. Ada defisit neurologis fokal. Serangan kejang parsial. Serangan kejang yang pertama diatas usia 25 tahun. Untuk persiapan operasi epilepsi.

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi

23

pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted dengan minimal dua irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital.9,11

M. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.5 N. DIAGNOSIS BANDING Letak kesulitan diagnosis LGS adalah dalam hal karakteristik kejang dan EEG. Sebagai contoh adalah drop attack yang dapat disebabkan oleh bangkitan kejang tonik, tonik klonik atau atonik. Berikut ini adalah diagnosis banding LGS.14 Diagnosis Banding 1 Kondisi nonepileptik Contoh Kelainan Paroxysmal dystonia Temuan Klinik Bangkitan tonik paroksismal, EEG normal 2 Kelainan non progresif Sindroma angelman Drop attack, absans atipik, sesekali muncul spike disertai bangkitan tonik klonik 3 Kelainan progresif a. Kelainan metabolisme Jansky-Bielschowsky Retardasi mental (RM) absans atipik, bangkitan tonik klonik, spike

b. Subacute Schlerosiing

Bangkitan absans Panencephalitis atipik, drop attack akibat klonus otot periodik

4 Bangkitan umum

a. Kalsifikasi aksipital

Bangkitan kejang sekunder dan penyakit celiac parsial atau tanpa menjadi umum secara sekunder, kadangkala tonik, EEG interiktal: menunjukan 24

POL, kalsifikasi subkorteks

b. Encephalopati pasca radiasi

RM, bangkitan umum kompleks, parsial/atonik POL. Kalsifikasi subkorteks

c. Epilepsi pasca trauma

POL-paku majemuk Lobus frontal / temporal

d. Epilepsi lobus temporal Kontraksi tonik, umum gelombang lambat ritmis, EEG normal atau gelombang paku di sebuah focus frontal

e. Epilepsi area motorik tambahan

f. Epilepsi lesi frontal bilateral / unilateral 5 Sindrom epilepsi a. Epilepsi multifokal dan umum

Sinkroni bilateral sekunder

Riwayat Sindroma West (+) berat, sclerosis tuberosum

b. Epilepsi mioklonik encefalopati non progresif c. Sindroma bangkitan absans mioklonik d. Sindroma West awitan lambat

Tahun I kehidupan gangguan kesadaran episode status mioklonik, POL

RM, mioklonus ritmis anggota gerak atas, spikes 3 Hz 5-20

Umur 1-2 tahun, EEG interiktal tersinkronisasi

25

O. PENATALAKSANAAN 1. Pertolongan pertama Jika terjadi serangan bangkitan, hal yang paling pertama dilakukan adalah menghindarkan pasien dari hal-hal yang membahayakan. Buka pakaian dan perhiasan serta singkirkan barang-barang yang berbahaya. Pastikan jalan nafas tetap terjaaga. Untuk mencegah aspirasi, pasien dibaringkan miring dan tetap diawasi hingga pasien sadar kembali. Keluarga perlu diberitahu untuk mencatat lamanya kejang dan segera menghubungi petugas kesehatan jika kejang terjadi lebih dari tiga menit.17 2. Medikamentosa LGS bukanlah kelainan yang homogen, untuk itu dalam penatalaksanaannya memerlukan pendekatan individual. Efek OAE pada tipe bangkitan kejang tidaklah menentu untuk satu gangguan dengan beberapa tipe bangkitan kejang.14 Jenis Bangkitan Bangkitan Umum Tonik Klonik Bangkitan Lena Sodium Valproate Lamotrigin Topiramite Carbamazepine Sodium Valproate Lamotrigin Clobazam Toporamite OAE Lini Pertama OAE Lini ke dua Clobazam Levetiracetam Oxcarbazepine OAE yang dipertimbangkan Clonazepam Phenobarbital Phenytoin Acetazolamide Carbamazepine Gabapentine Oxcarbazepine Bangkitan Mioklonik Sodium Valproate Toporamite Clobazam Toporamite Levetriacetam Lamotrigin Piracetam Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan jenis bangkitan kejang Carbamazepine Gabapentin Oxcarbazepine OAE yang dihindari

26

Pemilihan OAE tersebut disesuaikan dengan jenis bangkitan yang terjadi dengan dosis sebagai berikut:17 DOSIS (mg/kgbb) Obat Phenytoin Jenis Kejang GM, CPS, SPS Dosis Awal 5 (oral), 10-20 (iv) Carbamazepine Asam Valproat GM, CPS, SPS GM, PM, CPS, SPS, M Clonazepam Gabapentin Primidone M GM, CPS, SPS GM, CPS, SPS 0,01 0,03 10 - 15 10 0,025 0,2 25 - 50 10 - 30 20 4800 1500 5 - 10 10 - 15 15 - 30 15 - 60 2000 3000 Dosis harian 5 - 15 Dosis Maksimal 700

Ket.: GM=Gran mal, PM=Ptit mal, CPS=Complex Partial Seizure, SPS=Simplex Partial Seizure, M=Mioklonik

3. Tata laksana diet Diet ketogenik merupakan salah satu alternatif tatalaksana epilepsi dan telah diperkenalkan sejak tahun 1921. Diet terdiri atas lemak sebagai sumber kalori utama dan sisanya karbohidrat (19%) serta protein (10%).13,14 Livingstone melaporkan bahwa dari 426 anak dengan epilepsi mioklonik, terdiri dari 341 anak sesudah menerima diet ketogenik, 221 (52%) anak dapat dikontrol kejangnya. 116 anak (27%) menunjukan perbaikan nyata, sedang sisanya 89 anak (21%) tidak memeperlihatkan respon sama sekali. Meski diet ini dinyatakan bermanfaat bagi kasus epilepsi seperti di atas, namun sejauh mana pengaruhnya terhadap LGS masih belum jelas.14 4. Tata laksana Bedah Kraniotomi untuk epilepsi pertama kali di era modern dilakukan oleh Sir Victor Horsley. Semasa prang dunia Foerster dan Penfield melaporkan keberhasilan mereka dalam menangani 12 pengidap epilepsi dengan cara mengeksisi bagian otak yang rusak seperti luka tembak atau trauma kelahiran. Terdapat laporan keberhasilan anterior callosotomy untuk mengatasi LGS. Tindakan ini kurang efektif untuk LGS dengan riwayat positif Sindroma West, kecuali dilakukan completion of callosotomy, dengan 2/3 kasus menunjukan kemajuan seperti berkurangnya bangkitan kejang, perbaikan perilaku serta kewaspadaan.14, 17

27

P. PROGNOSIS Prognosis LGS tergantung pada banyak faktor. Prognosis dinyatakan buruk bila terdapat riwayat Sindroma West, awitan penyakit kurang dari 3 tahun, terdapat gangguan kognitif atau deficit neurologis sebelumnya, bersifat simtomatik, bangkitan kejang sangat sering, dan terdapat status epileptikus (SE). Dengan tatalaksana konvensional, 15 - 20% penderita mengalami penurunan bangkitan kejang dan pengurangan obat, tetapi fungsi mentalnya tetap kurang baik. Hanya sekitar 5% penderita mengalami bebas bangkitan kejang dengan fungsi mental normal.14

28

BAB IV KESIMPULAN Sindroma Lennox-Gastaut merupakan epilepsi berat yang sangat sulit di atasi dengan OAE dan merupakan sindrom yang terkait dengan umur, terdiri atas bangkitan kejang tonik, absans atipik, dan status epileptikus yang sangat sering, paku ombak lambat, serta paku majemuk 10 Hz dalam gelombang lambat tidur. LGS disebabkan oleh berbagai macam bentuk lesi otak atau sebagai kesinambungan Sindroma West serta sangat sulit dibedakan dengan sindrom epilepsi berat lainnya, terutama epilepsi umum sekunder dan epilepsi genetik seperti miokloniks astatik. Pada LGS dapat ditemukan gangguan mental tanpa tendensi sembuh spontan. Sindrom ini tidak banyak, namun demikian tetap diperlukan perhatian secara lebih seksama. Meskipun tindakan bedah memberi harapan, untuk kasuss yang tidak memenuhi sarat pembedahan diperlukan upaya penemuan OAE spesifik untuk peningkatan kalitas hidup penderitanya.

29

Anda mungkin juga menyukai