Anda di halaman 1dari 6

68 Buletin Teknik Pertanian Vol. 16, No.

2, 2011: 68-73

Yessy Anastasia: Analisis residu golongan tetrasiklin dalam daging ayam

TEKNIK ANALISIS RESIDU GOLONGAN TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Yessy Anastasia
Teknisi Litkayasa Nonkelas pada Balai Besar Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata No. 30, Kotak Pos 52, Bogor 16114, Telp. (0251) 8331048, 8334456, Faks. (0251) 8336425 E-mail: balitvet@litbang.deptan.go.id, balitvet@indo.net.id

aging ayam merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi dan berperan penting dalam memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Daging ayam yang beredar di Indonesia sebagian besar berasal dari ayam pedaging. Ayam pedaging mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat, yaitu 5-7 minggu. Ayam pedaging memiliki peran penting sebagai sumber protein hewani asal ternak (Resnawati 2005). Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang sangat rendah (Wiryosuhanto 1990). Sinaga (2004) mengungkapkan, penambahan obat-obatan antibakteri (antibiotik) ke dalam ransum pakan ternak bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan berat badan atau memperbaiki laju efisiensi pakan. Penggunaan obat-obatan tersebut meningkat tajam, khususnya pada sapi potong dan ayam pedaging untuk mempercepat laju pertumbuhan bobot badan. Salah satu antibiotik yang banyak digunakan adalah golongan tetrasiklin untuk menghambat sintesis protein bakteri. Penggunaan antibiotik tersebut harus sesuai dengan aturan karena bila menyalahi aturan, akan menimbulkan residu pada produk ternak. Residu antibiotik dapat menimbulkan alergi, keracunan, gagalnya pengobatan akibat resistensi, dan gangguan jumlah mikroflora dalam saluran pencernaan (Murdiati 1997). Dilaporkan bahwa lebih dari 50% dari 200 sampel susu sapi yang dianalisis mengandung residu antibiotik cukup tinggi. Residu antibiotik tetrasiklin pada daging ayam belum dilaporkan. Oleh karena itu, perlu diketahui kemungkinan adanya residu antibiotik tersebut dalam daging ayam dengan melakukan pemeriksaan sampel daging ayam dari lapangan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau high performance liquid chromatography (HPLC). Kromatografi adalah suatu istilah umum untuk berbagai teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel di antara suatu fasa gerak, yang bisa berupa gas ataupun cair,

dan fasa diam yang bisa berupa cairan ataupun padatan (Putra 2004). Sampel dibawa oleh carrier atau disebut fase gerak (mobile phase) melewati kolom. Kolom berisi fase diam (stationery phase) yang berfungsi memisahkan komponen sampel. Hampir setiap senyawa kimia, baik yang memiliki bobot molekul rendah maupun tinggi, dapat dipisahkan komponen-komponennya dengan metode kromatografi. KCKT merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia yang menggunakan teknologi kolom sistem pompa tekanan tinggi dan detektor yang sensitif sehingga dapat memisahkan senyawa kimia dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Detektor yang dipergunakan adalah diode array, yang merupakan modifikasi dari detektor ultraviolet, yang lebih sensitif dan spesifik dengan dua panjang gelombang yang telah ditentukan. Detektor ini digunakan untuk mendeteksi sampel pada daerah spektrum ultraviolet sampai cahaya tampak (visible). Pembacaan dan pengukuran dilakukan oleh monokromator yang menggunakan lampu tungsten atau deuterium. Percobaan bertujuan untuk mengetahui keberadaan residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam daging ayam dengan menggunakan KCKT.

BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Toksikologi, Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet), Bogor pada bulan Februari-Juni 2011. Bahan yang digunakan ialah daging ayam, standar oksitetrasiklin (OTC), tetrasiklin (TC), klortetrasiklin (CTC), asam oksalat, 0,0025M, asetonitril (grade), asam trikloroasetat 20%, asam sitrat monohidrat, dinatrium hidrogenfosfat dihidrat, garam dinatrium EDTA, gas nitrogen, metanol p.a, kertas saring 0,45 m, alumunium foil, parafilm, akuades, dan akuabides. Alat yang digunakan ialah KCKT Shimadzu LC-20AD, syringe KCKT, kolom varian Polaris 5 C18-A 150 x 4,6 mm, kolom solid phase extraction (SPE) varian C18, sentrifuse Backman model Tj-6, tabung sentrifuse,

Yessy Anastasia: Analisis residu golongan tetrasiklin dalam daging ayam

69 Pembuatan Larutan Bufer Mc Illvaine Larutan bufer Mc Illvaine merupakan larutan yang digunakan untuk mengekstrak sampel daging ayam. Pembuatan larutan bufer Mc Illvaine dilakukan dengan cara menimbang masing-masing 11,8 g asam sitrat monohidrat, 13,72 g dinatrium hidrogenfosfat dihidrat, dan 33,62 g garam dinatrium EDTA, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1.000 ml, diencerkan, dan ditera dengan akuabides.

vortex, penyaring vakum, neraca analitik, syringe plastik, mikropipet, tip mikropipet, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, labu takar, pipet tetes, batang pengaduk, vial kecil, dan sudip.

Pembuatan Larutan Baku Larutan baku merupakan stok larutan baku yang nantinya akan diencerkan menjadi larutan baku campuran, kemudian digunakan sebagai larutan baku kerja. Untuk membuat larutan baku, ditimbang 10 mg standar tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan klortetrasiklin, kemudian masing-masing dilarutkan dengan metanol lalu dimasukkan ke dalam labu takar dan ditepatkan hingga 10 ml untuk mendapatkan konsentrasi larutan standar 1.000 mg/l. Sebanyak 500 l larutan standar tetrasiklin, 500 l larutan standar oksitetrasiklin, 1.000 l larutan standar klortetrasiklin konsentrasi 1.000 mg/l dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml, kemudian ditepatkan dengan metanol sehingga didapat konsentrasi larutan standar campuran antibiotik tetrasiklin (1:1:2) 100:100:200 mg/l.

Pembuatan Larutan Metanol 5% Larutan metanol 5% merupakan larutan yang digunakan untuk mencuci kolom SPE setelah ekstrak sampel dilewatkan. Pembuatan larutan metanol 5% dilakukan dengan cara menuang metanol 5 ml ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditera dengan akuabides.

Pembuatan Larutan Metanol Oksalat Larutan metanol oksalat merupakan pelarut untuk elusi kolom SPE, yang di dalamnya sudah dilewatkan ekstrak sampel daging ayam. Larutan metanol oksalat dibuat dengan cara menimbang 1.297 g asam oksalat dan dilarutkan dengan metanol p.a, kemudian dituang ke dalam labu takar 100 ml serta ditera dengan metanol p.a.

Pembuatan Larutan Baku Campuran Larutan baku campuran merupakan larutan baku yang nantinya akan digunakan sebagai larutan baku kerja, yang diinjeksi setiap akan melakukan analisis dengan menggunakan alat KCKT. Untuk membuat larutan baku campuran OTC 10 ppm, TC 10 ppm, dan CTC 20 ppm, dipipet 200 l larutan baku pembanding oksitetrasiklin 100 ppm, 200 l larutan baku pembanding tetrasiklin 100 ppm, dan 400 l larutan baku pembanding klortetrasiklin, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 2 ml dan dilarutkan dengan fase gerak hingga tanda dan dikocok hingga homogen. Pembuatan larutan baku campuran OTC 1 ppm, TC 1 ppm, dan CTC 2 ppm dilakukan dengan memipet 200 l larutan baku campuran OTC 10 ppm, TC 10 ppm, dan CTC 20 ppm kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 2 ml dan dilarutkan dengan fase gerak hingga tanda tera dan dikocok sampai homogen.

Pembuatan Larutan Fase Gerak Larutan fase gerak merupakan larutan campuran dari berbagai bahan kimia, air, dan pelarut organik dan digunakan sebagai fase gerak pada alat KCKT. Pembuatan fase gerak dilakukan dengan cara mencampur 200 ml asam oksalat 0,0025 M dengan 50 ml asetonitril. Setelah itu, campuran disaring dengan menggunakan penyaring vakum dengan kertas saring 0,45 m sehingga diperoleh perbandingan metanol dan asam oksalat 4:1 (v/v).

Proses Ekstraksi Sampel Pembuatan Larutan Trikloroasetat 20% Larutan trikloroasetat 20% merupakan larutan yang digunakan untuk melarutkan sampel daging ayam. Pembuatan larutan trikloroasetat dilakukan dengan menimbang 20 g asam trikloroasetat kemudian dilarutkan dengan akuabides, setelah itu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditera dengan akuabides. Sebanyak 5 g daging ayam yang telah digiling, ditempatkan dalam tabung sentrifus. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan asam trikloroasetat 20% kemudian diaduk. Sampel ditambahkan 18 ml larutan bufer Mc Ilvaine-EDTA kemudian diputar pada kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit. Larutan supernatan hasil sentrifus dipisahkan dari residunya kemudian dimasukkan ke dalam kolom SPE. Sebelumnya, kolom SPE

70 diaktifkan terlebih dahulu dengan 20 ml metanol dan 20 ml air. Setelah sampel dimasukkan, kolom SPE dicuci dengan 20 ml metanol 5%, kemudian kolom SPE tersebut dielusi dengan 6 ml metanol oksalat. Setelah proses ekstraksi selesai, filtrat dipindahkan ke dalam aliran gas nitrogen sampai kering, kemudian dilarutkan dengan 250 l larutan fase gerak. Sebanyak 40 l sampel dianalisis dengan KCKT Shimadzu LC-20 AD dengan kondisi alat sebagai berikut: Kolom : varian Polaris 5 C18-A 150 x 4,6 mm Sistem : fase terbalik Fase gerak : asam oksalat 0,0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju alir : 1 ml/menit Detektor : Photodiode array (UV), 355 nm dan 368 nm Perhitungan kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam zat uji dilakukan dengan menggunakan rumus: As x Cbp x V Abp Kadar (g/g) = B di mana: As Abp Cbp V B = luas puncak zat uji = luas puncak baku = konsentrasi larutan baku (g/ml) = volume akhir (l) = bobot sampel (gram)

Yessy Anastasia: Analisis residu golongan tetrasiklin dalam daging ayam

Sistem kromatografi cair kinerja tinggi dapat dilihat pada Gambar 1. Teknik pemisahan KCKT dilakukan dengan cara menginjeksi sampel yang berbentuk cairan ke dalam fase gerak yang dialirkan melalui kolom yang berisi partikel dari suatu fase diam. Komponen yang keluar dari kolom, kemudian dideteksi oleh detektor. Sinyal yang dihasilkan direkam dalam bentuk suatu kromatogram.

Uji Linearitas Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respons secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematika terhadap konsentrasi analit dalam sampel, biasanya dinyatakan dalam variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematika dari data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Persamaan dinyatakan dengan rumus y = a + bx, di mana a adalah intersep dan b adalah kemiringan garis dengan koefisien korelasi 0,995 (Harmita 2004). Untuk uji linearitas, dibuat larutan standar campuran antibiotik tetrasiklin dengan konsentrasi 0,125; 0,250; 0,500; 1,000; 2,000; dan 4,000 mg/l. Sebanyak 40 l larutan dianalisis dengan KCKT. Linearitas ditentukan menggunakan metode regresi kuadrat terkecil sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing konsentrasi. Persamaan linearitas yang di-

Kolom HPLC Kromatogram

Injektor

Stasiun data komputer Penampung larutan (fase gerak) Pompa

Sampel Detektor

Limbah Gambar 1. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi, Bbalitvet, Bogor, 2011

Yessy Anastasia: Analisis residu golongan tetrasiklin dalam daging ayam

71
mAU 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 300 mAU 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 438,13 0,0 300 mAU 368,10 400 mm 355,22 400 mm 437,98 355,04

gunakan ialah y = a + bx, dengan a adalah titik potong dan b adalah kemiringan.

Penentuan Batas Konsentrasi Terendah Penentuan batas konsentrasi terendah dilakukan sebelum mencari limit deteksi alat. Larutan standar tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan klortetrasiklin dengan konsentrasi 50; 25; 10; 5; dan 1 g/l sebanyak 40 l dianalisis dengan KCKT. Standar terendah yang dapat terbaca pada alat KCKT kemudian diinjek sebanyak lima kali ulangan, kemudian dihitung respons simpangan bakunya menggunakan rumus:

Limit of detection (LOD) = x + kSD

dengan x adalah luas puncak rata-rata konsentrasi terendah, SD (standar deviasi) adalah simpangan baku luas puncak blanko, nilai k adalah 3 untuk LOD.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam daging ayam pedaging secara KCKT dilakukan menggunakan KCKT Shimadzu LC-20AD dengan detektor fotodioda. Detektor tersebut dapat mendeteksi senyawa yang memiliki sperktrum serapan pada daerah UV (200-380 nm) dan visibel (380-780 nm). KCKT tersebut juga dapat digunakan untuk menganalisis lebih dari satu senyawa yang memiliki dua panjang gelombang yang berbeda secara simultan. Menurut Cinquina et al (2003), antibiotik golongan tetrasiklin memiliki karakteristik serapan UV-Vis pada panjang gelombang di sekitar 350 nm sehingga dapat dideteksi oleh KCKT dengan detektor PDA. Panjang gelombang maksimum OTC dan TC adalah 355 nm, sedangkan CTC 367,5 nm (Oneil et al 2006). Hasil pembacaan spektrum serapan sinar UV untuk standar antibiotik golongan tetrasiklin menunjukkan bahwa spektrum serapan OTC, TC, dan CTC memiliki serapan maksimum masing-masing pada panjang gelombang 355,04; 355,22; dan 368,10 nm (Gambar 2.). Oleh karena itu, untuk tahapan analisis selanjutnya dilakukan pada dua panjang gelombang, yaitu 355 dan 368 nm secara simultan. Uji linearitas dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi dari serangkaian konsentrasi larutan baku antibiotik golongan tetrasiklin. Setelah diperoleh kurva kalibrasi, persamaan regresi dihitung untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi antibiotik dan luas puncak.

1,0 0,5 437,88 0,0 300 400 mm Gambar 2. Spektrum serapan sinar UV tetrasiklin (a), oksitetrasiklin (b), dan klortetrasiklin (c), Bbalitvet, Bogor, 2011

Nilai koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,99969 untuk OTC, 0,99947 untuk TC, dan 0,99934 untuk CTC (Gambar 3). Nilai ini telah memenuhi persyaratan metode yang baik dari segi linearitas, yaitu koefisien korelasi lebih dari 0,995. Oleh karena itu, analisis antibiotik golongan tetrasiklin dapat dilakukan secara simultan dengan KCKT. Limit deteksi merupakan ukuran sensitivitas dari KCKT, yang dilihat dari nilai batas deteksi yang merupakan konsentrasi terendah senyawa yang dapat dideteksi. Alat KCKT tidak dapat mendeteksi keberadaan OTC, TC, dan CTC pada konsentrasi 1 ppb (OTC dan TC) dan 2 ppb (CTC) (Tabel 1). Konsentrasi standar OTC, TC, dan CTC yang dapat terdetek-

72
Luas puncak (V) 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 0
s s s s s

Yessy Anastasia: Analisis residu golongan tetrasiklin dalam daging ayam Tabel 2. Residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam daging ayam pedaging. Bbalitvet, Bogor, 2011 Sampel A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 C4 Kandungan antibiotik dalam sampel (g/l) Oksitetrasiklin 5,94 7,30 4,31 2,31 41,29 2,63 4,63 7,83 Tetrasiklin 14,28 Klortetrasiklin 35,95 38,68 19,46 18,24 15,55 9,11 31,07 26,45 43,13 58,92

y = 37906,2 x -864,083 R = 0,99947

y = 29018,1 x -271,125 R = 0,99969 OTC TC s CTC Linear (OTC) Linear (TC) Linear (CTC) 2 2,5

y = 18536,7 x -848,563 R = 0,99934

0,5

1,5

Konsentrasi antibiotik (mg/l) Gambar 3. Linearitas antibiotik golongan tetrasiklin, Bbalitvet, Bogor, 2011

KESIMPULAN Penentuan kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam daging ayam menggunakan metode KCKT dengan detektor PDA layak digunakan untuk analisis residu antibiotik golongan tetrasiklin secara simultan pada panjang gelombang 355 dan 356 nm dengan fasa gerak asam oksalat 0,0025 M asetonitril (4:1) dan laju alir 1 ml/menit. Limit deteksi alat KCKT untuk OTC, TC, dan CTC masing-masing adalah 5,29; 5,21; dan 10,53 g/l. Linearitas yang dihasilkan cukup baik, yaitu koefisien determinasi > 0,995 yang terdapat pada kurva standar OTC, TC, dan CTC. Analisis terhadap 10 sampel daging ayam pedaging menunjukkan bahwa semua sampel positif mengandung antibiotik CTC, sedangkan hampir semuanya tidak mengandung residu TC, tetapi kandungan tetrasiklin masih berada di bawah BMR (100 g/kg) sehingga daging aman dikonsumsi.

Tabel 1. Batas konsentrasi terendah antibiotik golongan tetrasiklin, Bbalitvet, Bogor, 2011 Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata SD LOD Luas puncak Oksitetrasiklin 358 352 356 343 361 354 6,964 5,29 g/l Tetrasiklin 367 356 355 356 360 358,8 4,970 5,21 g/l Klortetrasiklin 297 298 302 292 306 299 5,291 10,53 g/l

si oleh KCKT dengan detektor photodiodida array masingmasing adalah 5, 5, dan 10 g/l. Oleh karena itu, konsentrasi di bawah angka tersebut tidak dapat ditentukan. Berdasarkan nilai yang dihasilkan melalui uji linearitas dan limit deteksi alat KCKT maka alat tersebut sudah baik untuk menentukan residu antibiotik golongan tetrasiklin. Kandungan residu antibiotik golongan tetrasiklin dalam daging ayam pedaging cukup rendah, yaitu OTC sekitar 241 g/l, TC hanya satu sampel yang terdeteksi, sedangkan CTC yaitu sekitar 9-59 g/l (Tabel 2). Kandungan tetrasiklin dalam semua sampel daging ayam pedaging yang dianalisis berada di bawah batas maksimum residu (BMR) tetrasiklin, yaitu 100 g/kg (SNI 2001) sehingga daging aman dikonsumsi. Kan-dungan residu yang melewati BMR akan menyebabkan daging tidak aman dikonsumsi karena dapat mengakibatkan reaksi alergis, keracunan, dan resistensi mikroba tertentu (Bahri et al. 2005).

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Tri Budhi Murdiati, Ph.D dan Dr. Rapahella Widiastuti atas saran dan bimbingan selama penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S., E. Masbulan, dan A. Kusumaningsih. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. http://www.pustaka-deptan. go.id/publication/p3241054. pdf. [20 September 2006]. Cinquina, Al., F. Longo, G. Anastasi, L. Gianetti, and R. Cozzani. 2003. Validation of a high-performance liquid chromatography

Yessy Anastasia: Analisis residu golongan tetrasiklin dalam daging ayam

73
Resnawati, H. 2005. Preferensi Konsumen terhadap daging dada ayam pedaging yang diberi ransum menggunakan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Penelitian Ternak, Bogor. hlm 744-748. Sinaga, S.M. 2004. Perspektif pengawasan makanan dalam kerangka keamanan makanan dan untuk meningkatkan kesehatan. http://digilib.usu.ac.id/artikel/sinaga.pdf. [11 Februari 2009]. SNI. 2001. Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Wiryosuhanto, S.D. 1990. Tinjauan penggunaan antibiotik di Indonesia saat ini dan yang akan datang. Kumpulan Makalah Seminar Nasional: Penggunaan Antibiotik dalam Bidang Kedokteran Hewan, Jakarta.

method for the determination of oxytetracycline, tetracycline, chlortetracycline and doxycycline in bovine milk and vmuscle. J. Chromatography 987: 227-233. Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3): 117-135. Murdiati, T.B. 1997. Pemakaian antibiotik dalam usaha peternakan. Wartazoa 6: 18-21. Oneil, M.J., P.E. Heckelman, K.J. Roman, C.M. Kenny, P.H. Dobelaar, and L.S. Karaffa. 2006. The Merck Index. 14th Ed. An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals. Merck Research Laboratories Inc., New Jersey. Putra, E.D.L. 2004. Kromatografi cair kinerja tinggi dalam bidang farmasi. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. http://digilib.usu.ac.id/skripsi/farmasi.pdf. [11 Februari 2009].

Anda mungkin juga menyukai