Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit.Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang banyak ditemukan didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus hidup,dan hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini bersifat uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang menginfeksi manusia diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale sedangkan yang menginfeksi hewan

(anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di usus.Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan.tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah.Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol.Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus, disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas.Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita.Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya
1

mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted helminths.

A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung larva.Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paruparu, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak.Gejala klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual.Infeksi askariasis yang berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus.Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan telunya di daerah perianal.Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat cacing, seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil yang cukup memuaskan. Penyakit filarial cukup populer di negeri ini.Cacing filaria merambat di sekeliling jaringan subkutan dan sekujur pembuluh limfe.Di antara spesies antropofilik yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Onchocerca volvulus, dan Loa loa. Dari nematoda itu, menurut Prof.Dr.Herdiman Pohan, Sp.PD, KPTI dari Guru besar FKUI/RSCM, Brugia dan Wuchereria merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara Onchocerca dan Loa loa tidak terdapat. Selain itu, Mansonella ozzardi, Mansonella perstans, serta Mansonella streptocerca, tidak terlalu populer di Indonesia dan penyakit yang ditimbulkan tidak terlalu parah. Satu konsep mutakhir yang menjadi target pengobata ialah terdapatnya endosimbion yang terjadi di dalam tubuh filaria. Para pakar Tropical Medicine menemukan terdapat
2

individu semacam rickettsia yang hidup intraseluler pada setiap stadium Wuchereria, Mansonella, dan Onchocerca yang dinamakan Wolbachia.Konon, individu ini berhubungan endosimbiosis sangat erat dengan filaria sehingga dapat dijadikan target kemoterapi antifilarial. W. bancrofti merupakan spesies yang sangat terkenal di dunia, meski hanya sedikit sekali mahasiswa kedokteran di dunia yang mempelajari secara intensif mata kuliah Parasitologi atau Tropical Medicine. Sekitar 115 juta manusia terinfeksi parasit ini di daerah subtropis dan tropis, meliputi Asia, Pasifik, Afrika, Amerika Selatan, serta Kepulauan Karibia. Spesies dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Kepulauan Pasifik dengan vektor Aedes sp., sementara sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan vektor Culex fatigans dan Culex cuenquifasciatus di Indonesia.Vektor Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan vektor Aedes dapat ditemukan di daerah-daerah rural. Brugia malayi lazim ditemui di China, India, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia, dan tentu saja Indonesia.Sementara Brugia timori merupakan satwa khas Indonesia yang hanya bisa ditemui di kepulauan Timor.Mirip dengan W.bancrofti, Brugia malayi memiliki juga memiliki dua bentuk periodisitas.Bedanya, biasanya B.malayi dengan periodisitas nokturnal ditemukan di daerah pertanian dengan vektor Anopheles atau Mansonia.Sedangkan spesies dengan periodisitas subperiodik ditemuakn di hutan-hutan dengan vektor Mansonia dan Coquilettidia (jarang). Prinsip patologis penyakit filariasis bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa (bukan mikrofilaria).Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya.Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut.Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
3

Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh.Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.

BAB II SUB PEMBAHASAN

1. skenario ANEMIA KRONIS NY. Sembiring (54th) adalah seorang petani sayur di Berastagi. Dibawa keluarganya ke rumah sakit karena keluhan merasa lemah, penglihatan berkunang-kunang. Sewaktu tiba dirumah sakit penderita terlihat sangat pucat, napa pendek dan lemah. Dari anamnesis diketahui keluhan ini dialami pasien sejak 3 bulan yll. Tetapi kejadian hari ini adalah yang paling berat. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda anemia berat dan hasil pemeriksaan Hb. 5.5gr/dl, eosinofil 5%. Oleh dokter dilakukan pemeriksaan lanjut berupa pemeriksaan tinja dan ternyata dijumpai banyak telur cacing berbentuk oval dengan dinding tipis, isi morula, dan sedikit telur cacing bentuk oval dinding tebal terdiri dari tiga lapis dan isi ovarium 2. learning objective Mengetahuid dan memahami : penyebab penyakit cacing cacing yang sering menyeran manusis pemeriksaan penatalaksanaan

BAB III PEMBAHASAN

1. Cacing Tambang Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh infeksi cacing nematode parasit Necator americanus dan Ancylostoma duodenale dan ditularkan melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi. Infeksi cacing tambang adalah salah satu infeksi kronis yang paling umum, dengan perkiraan 740 kasus di daerah pedesaan miskin di daerah tropis dan subtropis. Karena infeksi cacing tambang terjadi kebanyakan di kalangan orang-orang yang paling miskin di dunia, infeksi cacing menduduki tempat yang unik dalam sejarah modern. Yakni, reputasi China pra1949 sebagai orang sakit dari Asia adalah sebagian hasil dari prevalensi tinggi dan intensitas infeksi cacing tambang. Mohandas Ghandi terjangkit infeksi cacing tambang di akhir hidupnya. Cacing tambang juga merupakan faktor yang memberikan kontribusi dalam memperlambat perkembangan ekonomi selama awal abad 20 di bagian barat Amerika Serikat. Sekarang, infeksi cacing tambang adalah di antara penyakit tropis yang paling penting pada manusia; penggunaan tahun-tahun kehidupan yang disesuaikan kecacatan sebagai sebuah ukuran kuantitatif dari beban penyakit memperlihatkan bahwa infeksi ini mempunyai tingkat yang lebih tinggi dari trypanosomiasis Afrika, demam berdarah, penyakit Chagas, schistosomiasis dan leprosy. Jumlah terbesar kasus cacing tambang terjadi di Asia, diikuti oleh sub-Sahara Afrika. Di China saja, sekitar 190 juta orang terinfeksi cacing tambang, sebuah perkiraan yang didasarkan pada sebuah studi/penelitian nasional yang melibatkan pemeriksaan spesimen kotoran yang diambil dari hampir 1.5 juta orang antara 1988 dan 1992. N.Americanus adalah cacing tambang yang paling umum di seluruh dunia, sementara A. duodenale lebih terbatas secara geografis. Berbeda dengan spesies anthropophilic utama ini, tiga spesies cacing tambang zoonotis adalah penyebab minor penyakit pada manusia. A. ceylanicum menginfeksi anjing dan kucing dan juga bisa menginfeksi manusia tetapi tidak dianggap sebagai pathogen penting. Cacing tambang anjing A. caninum menyebabkan manusia enteritis eosinopholik di timur laut Australia, dan A. braziliense menyebabkan cutaneous larva migrans.

Patofisiologi dan Klinis Penyakit


Invasi Larva Pada Jaringan Beberapa rata-rata tertinggi dari penularan cacing tambang terjadi di daerah pantai dunia, di mana tahap ketiga larva yang bisa menginfeksi dapat bermigrasi secara bebas pada tanah berpasir di mana temperatur dan kelembaban cukup optimal untuk kelangsungan hidup larva. Di wilayah-wilayah ini, terpapar yang terjadi berulang-ulang oleh tahap ketiga larva N. americanus atau A. duodenale menyebabkan pruritis local, erythematous, papular local yang dikenal sebagai ground itch. Walaupun seluruh permukaan tubuh rentan, ground itchi lebih sering muncul di tangan dan kaki, yang merupakan tempat utama masuk untuk tahap ketiga larva. Berbeda dengan ground itch, kulit yang diinvasi oleh zoonotik A. braziliense tahap ketiga larva menghasilkan larva migrans cutaneous, atau creeping eruption, sebuah kondisi dermatologis yang selflimited yang ditandai oleh lubang serpiginous, 1 5 cm panjangnya. Disebabkan oleh tahap ketiga larva yang bermigrasi pada epidermis, lubang mucul pada kaki di 39 persen kasus (Gambar 1), pada bokong sebanyak 18 persen, dan pada abdomen sebanyak 16 persen; dalam kasus yang lain, lubang kebanyakan muncul dibagian bawah kaki, lengan dan wajah. Di Amerika Serikat, larva migrans cutaneous umumnya terlihat pada personel militer, pada pelancong yang pulang dari tempat berlibur yang memiliki pantai berpasir, dan pada penduduk Florida dan Gulf Coast; larva migrans ini berhasil ditangani dengan sukses dengan penggunaan pengobatan oral jangka pendek dengan albendazole atau ivermectin. Sementara di tanah, tahap ketiga larva berada dalam keadaan pemberhentian perkembangan; perkembangan mulai kembali sesudah larva masuk ke dalam host. Pada manusia, jalan masuk melalui kulit diikuti dalam waktu 10 hari oleh migrasi larva ke dalam paru-paru (Gambar 2), menyebabkan batuk dan sakit tenggorokan. Infeksi cacing tambang paru-paru menyerupai sindrom Lffler karena hubungannya dengan eosinophilia dalam paru-paru. Dalam kasus yang jarang, pneumonitis menyertai larva migrans cutaneous. Cacing tambang pneumonitis biasanya tidak parah, walaupun mungkin akan bertahan selama lebih dari sebulan, sampai larva meninggalkan paru-paru dan masuk ke saluran percernaan. Hal ini tidak dikenali secara umum bahwa A. duodenale tahap ketiga larva menginfeksi manusia melalui mulut dan kulit. Ketika infeksi oleh A. duodenale terjadi melalui mulut, migrasi awal dari tahap ketiga larva
7

menyebabkan sebuah sindrom yang dikenal dengan penyakit Wakana, yang ditandai dengan mual, muntah, iritasi pharyngeal, batuk, kesulitan bernafas, dan suara serak. Peningkatan tingkat sirkulasi IgE terjadi sebagai respon pada migrasi larva tingkat tiga di paru-paru dan usus.

Gambar 2. Siklus kehidupan Necator americanus dan Ancylostoma duodenale Keterangan Gambar 2 : Manusia mendapatkan cacing tambang ketika tahap ketiga larva yang bersifat infektif berada di tanah menembus kulit (seperti halnya juga N. americanus and A. duodenale) atau ketika larva tersebut tertelan (hanya A. duodenale). Larva masing-masing panjangnya kira-kira 600 m dan terhenti secara perkembangan. Setelah memasuki host, larva menerima signal yang berasal dari host yang menyebabkan mereka kembali berkembang. Larva kemudian migrasi melalui pembuluh darah dan tersapu oleh sirkulasi aferen ke sisi kanan jantung dan kemudian ke

pembuluh darah paru-paru. Dari kapiler paru-paru, larva pecah dan memasuki parenkim, di mana mereka naik ke alveoli, bronchioles, bronkus dan trakea. Setelah terbatukan dan tertelan, larva memasuki saluran perncernaan, di mana mereka berganti kulit dua kali dan berkembang menjadi dewasa. Kira-kira enam atau delapan minggu berlalu dari saat pertama larva menginfeksi manusia sampai mereka mencapai kematangan seksual dan berpasangan. Tiap cacing tambang betina menghasilkan ribuan telur tiap harinya. Kehilangan darah usus pada host inang dimulai tepat sebelum produksi telur dan pelepasan dan berlanjut untuk kehidupan cacing tambang. Cacing tambang ke luar dari tubuh melalui tinja. Ketika tersimpan dalam tanah, dengan kehangatan yang memadai, keteduhan, dan kelembaban, telur menetas dalam waktu 24 48 jam dan berkembang menjadi larva tahap pertama. Larva-larva ini berganti kulit dua kali ketika mereka berkembang menjadi tahap tiga. Larva adalah organism yang tidak diberi makan/nonfeeding yang dapat hidup untuk beberapa minggu dalam tanah, sampai mereka menghabiskan penggunaan cadangan metabolis lipid mereka. Penularan cacing tambang yang paling dominan di daerah-daerah di mana ada kelembaban yang tinggi dan kondisi tanah yang sesuai. Tanah berpasir yang mengandung lumpur (contohnya, lempung pasir) adalah yang paling disukai dan menjadi satu-satunya faktor prevalensi tinggi infeksi cacing tambang di daerah-daerah pantai. (Diadaptasi/disadur dari Despommier et al.8)

Klinis Penyakit
Cacing tambang utama yang berhubungan dengan cedera pada manusia terjadi ketika parasit dewasa menyebabkan kehilangan darah pada interstitial
14,15,16

. Istilah penyakit cacing

tambang merujuk utamanya pada anemia karena kekurangan zat besi yang merupakan akibat dari infeksi yang yang sedang atau berat. Kehilangan darah terjadi ketika cacing-cacing tersebut menggunakan alat pemotong untuk menempelkan mereka pada mucosa dan submucosa intestinal/usus dan mengerutkan esophagi otot mereka untuk menciptakan tekanan negative, yang menghisap potongan jaringan kedalam kapsul buccal mereka (Gambar 3). Kapiler dan arteriol pecah bukan hanya secara mekanis tetapi juga secara kimiawi, melalui aksi dari enzim hidrolitis. Untuk memastikan aliran darah, cacing tambang dewasa mengeluarkan agen/unsure anticlotting.
17,18

(Salah satunya, sebuah faktor VIIa/faktor inhibitor jaringan, yang sedang


9

dikembangkan sebagai sebuah unsure terapetis untuk memblokir coagulopathy dari infeksi fulminant dikarenakan virus Ebola.19) Cacing tambang mencerna sebagian dari darah extravasasi. Beberapa sel darah merah mengalami lisis, sehingga melepaskan hemoglobin, yang dicerna oleh sebuah kaskade hemoglobinases yang menandai usus parasit.

Gambar 3. Patogenesis dan Sequelae Klinis dari Penyakit Cacing Tambang. Panel A memperlihatkan sebuah pemindai mikrograf electron Necator americanus. Capsul buccal ditandai dengan memotong plat yang memungkinkan parasit dewasa untuk memakan mucosa intestinal, submucosa dan darah. Tiap cacing tambang panjangnya berkisar dari 5 sampai 13 mm dan menyebabkan kehilangan darah 0,3 ml per hari. (Foto oleh David Scharf; dicetak ulang dari Despommier et al.8 dengan izin dari penerbit.) Panel B memperlihatkan seekor cacing tambang dewasa memakan mucosa intestinal dan submucosa (hematoxylin dan Eosin). (Foto courtesy Dr. Bernard Zook, Departemen Patologi, George Washington University Medical Center.)

Manifestasi klinis utama dari penyakit cacing tambang adalah konsekuensi dari kehilangan darah interstinal yang kronis. Anemia karena kekurangan zat besi terjadi dan hypoalbuminemia berkembang ketika kehilangan darah melebihi asupan dan cadangan zat besi host dan protein.15 Bergantung pada status zat besi host, beban cacing tambang (yakni, intensitas infeksi, atau jumlah cacing per orang) dari 40 sampai 160 cacing diasosiasikan dengan tingkat hemoglobin di bawah 11g per desiliter.21,22 Namun, studi lain telah memperlihakan bahwa anemia bisa terjadi dengan beban cacing tambang yang lebih ringan.23 Karena infeksi oleh A.duodenale menyebabkan kehilangan darah yang lebih hebat dibandingkan terinfeksi oleh N. americanus, tingkatan anemia karena kekurangan zat besi yang disebabkan oleh cacing tambang bergantung pada spesies.16 Contohnya, di Zanzibar, di antara anak-anak yang terinfeksi hanya dengan cacing tambang N. americanus, prevalensi hypoferritinemia (tingkat ferritin, <12 g per liter) adalah 33.1 persen, sementara pada anak-anak yang terinfeksi oleh cacing tambang A.
10

duodenale, prevalensinya adalah 58.9 persen.24 Ketika cadangan zat besi di host menjadi habis/berkurang, ada sebuah korelasi langsung antara intensitas infeksi cacing tambang (biasanya diukur dengan total jumlah telur kuntitatif) dan penurunan pada hemoglobin, serum ferritin, dan tingkat protoporphyrin (Gambar 4).

Gambar 4. Hubungan antara Berat Cacing Tambang dan Anemia. Keterangan Gambar 4 : Total jumlah telur kuantitatif berfungsi sebagai ukuran tidak langsung dari berat cacing tambang dewasa (yakni, jumlah cacing per pasien). Tingkat hemoglobin turun dalam proporsi terhadap infeksi. (Data dari Albonico et al.16)

Kebanyakan tanda fisik dari infeksi cacing tambang kronis mencerminkan adanya anemia karena kekurangan zat besi. Selain itu, anasarca dari plasma hypoproteinemia yang luas diasosiasikan dengan edema di wajah dan anggota tubuh bagian bawah dan dengan perut gendut. Kulit menjadi licin dan memperoleh warna kekuningan yang tidak sehat (sebuah fitur chlorosis tropis). Cacing tambang dapat menyebabkan hypothermia yang cukup parah untuk mengurangi demam yang disebabkan oleh malaria.25 Selain dari anemia microcytic hypochromic, penemuan laboratorium yang paling menonjol adalah eosinophilia. Eosinophilia mencapai puncaknya pada lima sampai Sembilan minggu setelah awal infeksi, sebuah periode yang bertepatan dengan
11

kemunculan cacing tambang dewasa dalam usus.13 Pasien dengan beban cacing tambang yang lebih ringan biasanya asympthomatis/tanpa gejala; namun, beberapa pasien melaporkan perbaikan klinis subjektif setelah diobati.25 Beban cacing tambang yang sedang atau berat mengakibatkan rasa sakit epigastris dan fisik yang lemah, mual, exertional dyspnea, rasa sakit ekstremitis pada bagian bawah, palpitasi, nyeri sendi dan sternum, sakit kepala, kelelahan dan impotensi.27,28 Pada orang dewasa, kapasitas untuk bekerja mungkin akan terpengaruh secara berbeda-beda, dan banyak orang melaporkan ketidakmampuan bekerja.26,29 Penyakit Cacing Tambang pada Para Ibu dan Anak-anak Keseluruhan prevalensi dan intensitas infeksi cacing tambang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, sebagian karena lelaki kemungkinan terpapar yang lebih besar terhadap infeksi. Namun, wanita dan anak-anak kecil memiliki cadangan zat besi yang paling sedikit dan sehingga sangat rentan terhadap kehilangan darah kronis sebagai akibat dari infeksi cacing tambang.15,24 Pada anak-anak, penyakit cacing tambang kronis menghambat pertumbuhan fisik,
30

yang kadang-kadang lebih menjadi jelas saat pubertas. Kira-kira 80 tahun yang lalu,

sebuah korelasi terbalik diamati antara jumlah cacing tambang dan kecerdasan anak.31 Bukti yang lebih terbaru menunjukan bahwa infeksi cacing tambang juga tidak jelas tetapi efek berbahaya yang mendalam pada ingatan, kemampuan penalaran, dan pemahaman bacaan di masa kanak-kanak.32 Sebagian besar efek ini kemungkinan dapat memberikan kontribusi terhadap adanya anemia karena kekurangan zat besi. Bayi dan anak-anak pra-sekolah khususnya, mereka rentan terhadap kekurangan perkembangan dan perilaku yang disebabkan oleh anemia karena kurang zat besi, 33 dan dua analisis mengindikasikan bahwa infeksi cacing tambang tetap menjadi kontributor penting bagi anemia pada kelompok usia ini. Infeksi cacing tambang pada anak-anak bisa mengurangi kehadiran di sekolah, dengan efek berikutnya pada produktifitas dan potensi pendapatan penghasilan pada masa kedewasaan.4,29 Infeksi cacing tambang dianggap sebagai ancaman kesehatan yang utama bagi remaja putri dan wanita pada usia produktif, dengan efek negative/berbahaya pada hasil kehamilannya.22,36,37 Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa dikarenakan kebutuhan fisiologis yang meningkat untuk zat besi selama kehamilan dikombinasikan dengan kekurangan gizi, lebih dari setengah wanita hamil di negara berkembang memiliki masalah yang
12

berhubungan dengan anemia karena kekurangan zat besi.37 Anemia karena kekurangan zat besi yang parah saat kehamilan telah dihubungkan pada angka kematian ibu, laktasi cacat, dan premature dan berat badan lahir yang rendah.37 Diperkirakan 44 juta wanita hamil terinfeksi oleh cacing tambang di seluruh dunia, dengan 7.5 juta di Sub-Sahara saja.22,38 Pada tahun 1929 A.C. Chandler pertamakali menyebutkan bahwa kehamilan adalah faktor yang kuat dalam menekankan efek dari penyakit cacing tambang, atau mungkin akan lebih akurat untuk menyebutkan sebaliknya.39 Diperkirakan di Kenya dan Nepal menunjukan bahwa infeksi cacing tambang menyebabkan 30 persen dan 41 persen, masing-masing, kasus yang sedang atau parah dari anemia di antara wanita hamil (tingkat hemoglobin, <9 g per desiliter).15 Hubungan antara infeksi cacing tambang dan anemia sangat besar dalam multigravidas.40,41 Telah diperkirakan bahwa di Cina dan di wilayah lain di mana terjadi A. duodenale, infeksi cacing tambang selama kehamilan dapat mengakibatkan penularan vertical pada neonates, kemungkinan melalui menelan tahap ketiga larva A. duodenale dalam susu atau kolostrum.42 Di banyak daerah sub-Sahara Afrika, penyakit cacing tambang bertumpang tindih secara geografis dengan malaria falciparum. Dikarenakan banyak dari morbiditas diasosiasikan dengan kedua penyakit yang diakibatkan oleh anemia
14,15,43

ada kemungkinan bahwa penyakit cacing

tambang memperparah anemia malaria dan sebaliknya. Sebuah jalan potensial yang menjanjikan dari penelitian adalah pemeriksaan lebih lanjut infeksi co-endemis, seperti infeksi cacing tambang, malaria dan infeksi HIV, di mana morbiditas sangat besar disebakan atau setidaknya sebagian dikarenakan anemia 15,43,44 Diagnosa pada Para Pelancong yang Pulang dan Imigran Manifestasi cutaneous infeksi cacing tambang harus dibedakan dari dermatitis cercarial (swimmers itch) dan creeping eruption dari penyebab yang lain, seperti gnathostomiasis, strongyloidiasis, dan infeksi karena larva lalat. Manifestasi paru-paru biasanya tidak cukup spesifik untuk menghubungkan mereka khususnya pada cacing tambang. Eosinophilia yang kuat pada para pengungsi, khususnya mereka yang berasal dari Asia Tenggara, umumnya dihubungkan dengan infeksi cacing tambang aktif.45 Kelemahan abdominal atau adanya anemia karena kekurangan zat besi pada para imigran dari daerah-daerah di mana cacing tambang adalah investigasi penyelidikan endemik untuk infeksi.27 Pemeriksaan mikroskopis kotoran yang tidak
13

terkonsentrasi cukup untuk mengindentifikasi telur-telur cacing tambang dan untuk mendiagnosa secara klinis infeksi penting. Beberapa teknik kuantitatif yang tersedia untuk memperkirakan hasil produksi telur cacing tambang; teknik-teknik ini bermanfaat untuk studi epidemiologis karena mereka memberikan pengukuran yang tidak langsung dari beban cacing. Telur A. duodenale dan N. americanus tidak dapat dibedakan, walaupun reaksi rantai polymerase dan pemeriksaan morfologis tahap ketiga larva yang dibiakan dapat membedakan dua spesies tersebut.46 Infeksi cacing tambang Zoonotis tidak menyebabkan infeksi yang berisi telur pada manusia

Epidemiologi, Pengobatan, dan Prospek untuk Pengendalian


Penyebaran yang berlebihan dari dan Kecenderungan pada Infeksi Cacing Tambang Di semua daerah di mana cacing tambang merupakan endemik, variasi dalam beban cacing di antara orang-orang yang terinfeksi cukup besar. Infeksi intensitas tinggi dan intensitas rendah telah dicatat di antara orang-orang yang tinggal di kondisi yang sama yang terpapar oleh parasit. Distribusi beban cacing di antara host manusia yang berbeda penyebaran yang berlebihan cukup tinggi sehingga sering hanya 10 persen dari populasi yang terinfeksi membawa 70 persen cacing.47 Karena kebanyakan cacing tidak bereplikasi pada manusia, rata-rata morbiditas dari infeksi oleh cacing umumnya tertinggi di antara pasien-pasien dengan beban cacing terberat. Ada bukti bahwa beberapa orang cenderung memiliki beban cacing tambang yang berat (atau ringan) dikarenakan oleh baik genetik maupun faktor terpapar.48,49 Cacing Tanah dan Umur Bagi banyak infeksi cacing yang umum, termasuk ascariasis, trichuriasis, dan schistosomiasis, intensitas infeksi biasanya memuncak saat masa kanak-kanak dan remaja (Gambar 5).47 Sebaliknya, ada variasi yang penting/banyak pada umur-profil intensitas infeksi cacing tambang. Walaupun beban cacing tambang mungkin berat pada anak-anak, khususnya mereka di subSahara Afrika,30,34 pola yang paling umum dikenali adalah peningkatan yang stabil pada intesitas infeksi saat anak-anak, dan baik dengan puncak atau dataran tinggi/penurunan pada masa kedewasaan. Di Cina, umur berpengaruh sebanyak 27 persen dari variasi intensitas infeksi cacing tambang, dengan intensitas tertinggi di antara orang-orang setengah baya, atau bahkan pada
14

mereka yang berumur lebih dari 60 tahun.50 Pola infeksi seperti itu memiliki implikasi terhadap populasi lansia dunia yang meluas.

Gambar 5. Pola Infeksi Cacing Tambang Berdasarkan Umur. Keterangan Gambar 5 : Beban cacing tambang meningkat dengan usia, berbeda dengan beban cacing yang ditransmisikan oleh tanah (contohnya, Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura), yang jumlahnya sangat tinggi pada anak-anak. Beban cacing diperlihatkan dalam unit arbitrary untuk menekankan bentuk relative kurva.

Pengamatan bahwa intensitas infeksi cacing tambang meningkat dengan usia telah mengarah pada pernyataane bahwa cacing tambang bisa menghindar atau juga menekan respon kekebalan tubuh inang.51,52 Untuk memahami bagaimana hal ini terjadi, beberapa para peneliti telah menggambarkan atau mengisolasi anti-inflammatory/anti peradangan dan molekul immunomudulatory dari cacing tambang dewasa, termasuk faktor T-sell apoptotis, antagonis integrin host CD11b dan CD18, protein yang mengikat retinol, lectin tipe C, penghambat jaringan metalloproteases, protein sekretori yang kaya cysteine, dan faktor yang merusak
15

eotaxin.53 Polypeptides bioaktif ini juga bisa memiliki efek yang mencakup seluruh sistem yang menurunkan respon host terhadap infeksi lain. Dalam proses penggalian genum cacing tambang,54 para peneliti cenderung untuk menemukan molekul tambahan.55 Studi lebih lanjut tentang molekul immunomodulating berasal dari parasit yang mungkin menjelaskan kemunculan kontroversi tentang pertanyaan apakah cacing tambang seperti halnya cacing yang lain memberikan kontribusi untuk kerentanan terhadap infeksi HIV, Pengurangan Cacing - Berbasis Sekolah Meskipun sanitasi yang layak dan alas kaki sering dianggap penting untuk pengendalian cacing tambang, efek dari sanitasi dan alas kaki terhadap transmisi ini sering baik tidak penting atau jelas hanya sesudah beberapa decade.50,53,58 Pilihan pengobatan tertentu untuk menghilangkan cacing tambang dari usus adalah satu dosis benzimidazole anthelmintic, baik albendazole (400mg) ataupun mebendazole (50mg).59 unsur manapun biasanya mengurangi beban cacing tambang sampai pada tingkat di bawah ambang batas yang dapat menyebabkan penyakit, dan kedua unsur tersebut tersedia secara generik dengan biaya rendah. Dikarenakan hal ini, sebuah resolusi diajukan pada Majelis Kesehatan Dunia tahun 2001 memaksa negara-negara untuk mengendalikan schistosomiasis dan cacing yang ditransmisikan lewat tanah ascariasis, trichuriasis, dan infeksi cacing tambang. Target global adalah pada tahun 2010 untuk menyediakan pengobatan rutin setidaknya 75 persen dari semua anak-anak usia sekolah yang beresiko terkena infeksi, menggunakan benzimidazole anthelmintic saja atau bersama dengan praziquantel.37 Pada waktunya, hal ini menjadi program kesehatan public terbesar yang pernah dicoba. 60 Dasar pemikiran untuk memfokuskan pada sekolah-sekolah adalah bahwa anak-anak usia sekolah memiliki intensitas tingi terhadap infeksi ascaris, trichuris, dan schistosome dari kelompok usia manapun, dan sekolah-sekolah menyediakan cara biaya efektif untuk memberikan anthelmintics.37,61 Benzimidazole anthelmintic manapun dapat diberikan sebagai satu tablet kepada semua anak, terlepas dari ukuran dan usia. Dalam masyarakat di mana infeksi adalah hal yang umum, dokter dapat menawarkan pengobatan kepada semua anak tanpa perlu untuk memeriksa tiap anak untuk keberadaan cacing. Dengan dukungan dari sistem kesehatan local, para guru dapat dengan aman memberikan benzimidazole anthelmintics dan praziquantel.37,69

16

Pengurangan cacing - berbasis Sekolah menawarkan sejumlah yang berhubungan dengan kesehatan dan keuntungan lainnya bagi anak-anak, termasuk perbaikan dalam status zat besi dan hemoglobin,62,63 dalam pertumbuhan fisik,30,63 dalam kognitif, dalam pencapaian pendidikan, dan dalam absensi kehadiran,63,64 juga sebagai keuntungan utama bagi seluruh masyarakat, termasuk mengurangi transmisi cacing melalui tanah dan beban penyakit rendah, khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.61,63,65 Namun kurang begitu jelas apakah efek pengurangan cacing berbasis sekolah akan terus mengurangi beban penyakit cacing tambang dalam sebuah masyarakat. Karena beban penyakit sering terkonsentrasi di antara populasi dewasa (termasuk para wanita dan usia reproduktif), dan karena anak-anak pra-sekolah khususnya rentan terhadap efek dari kekurangan zat besi,
33,34

dalam beberapa program komunitas berbasis sekolah

melewatkan populasi penting yang rentan yang beresiko terkena cacing tambang. Berbeda dengan infeksi oleh ascaris dan trichuris, kemungkinan bahwa pengurangan cacing berbasis sekolah akan mengurangi transmisi cacing tambang.66 Namun, di daerah-daerah di mana cacing tambang adalah endemik, terinfeksi ulang sering terjadi hanya dalam beberapa bulan setelah pengurangan cacing dengan menggunakan benzimidazole anthelmintic.67 Dalam beberapa kasus, pengobatan diperlukan tiga kali setahun untuk meningkatkan status zat besi host.63,68 Data tambahan mengindikasikan bahwa kemanjuran pengobatan dengan benzimidazole anthelmintics berkurang setelah periode terapi.69 Masalah-masalah ini, dibarengi dengan kepedulian teoritis tentang kemunculan resistensi terhadap benzimidazole anthelmintics,70 telah mengarah pada usaha di antara para peneliti untuk mengidentifikasi alat-alat yang baru untuk mengontrol cacing tambang. Untuk dicatat, pengurangan kemiskinan dan perkembangan ekonomi yang meningkat telah lebih banyak menghilangkan infeksi cacing tambang di negara-negara industry dibandingkan faktor lainnya, termasuk sanitasi, penggunaan anthelmintics, penggunaan alas kaki, dan pendidikan kesehatan.2 sampai reformasi sosioekonomis seperti itu menjadi tersebar luas, implementasi resolusi Majelis Kesehatan Dunia untuk mengurangi infeksi dan mengembangkan vaksin mungkin bisa menolong pengendalian infeksi cacing tambang.

17

2. Ascaris lumbricoides

Klasifikasi Ilmiah Kingdom: Animalia Filum: Nematoda Kelas: Secernentea Ordo: Ascaridida Famili: Ascarididae Genus: Ascaris Spesies: A. lumbricoides nama populer : roundworm, cacing gelang,cacing bulat

Nama Penyakit Askariasis Hospes Manusia Distribusi Kosmopolit geografik Morfologi Cacing Bentuk silindris Dewasa Kepala & ekor lancip Kutikula bergaris-garis melintang Mulut mempunyai 3 buah bibir, 1 dorsal-2 papil peraba, 2 ventrolateral 1 papil peraba : panjang 15-31 cm, diameter 2-4 mm,ekor melingkar, memiliki 2 spikula : panjang 22-35cm, diameter 3-6mm,ekor lurus, pada 1/3 bagian anterior memiliki cincin kopulasi, uterus 2/3 posterior

Telur

cacing betina mengandung 27 juta telur dan mampu bertelur 200.000 butir tiap harinya. Berdasarkan jumlah lapisannya, terdapat 2 jenis telur: o Telur corticated : memiliki 3 lapisan, dari luar ke dalam :albumin,hyaline, vitteline o Telur decorticated : memiliki 2 lapisan, karena lapisan albumin terlepas Telur fertile : ukuran 60x45 mikron,oval,dinding tebal, corticated atau decorticated ,berisi embrio Telur infertile : ukuran 90x40 mikron, bentuk bulat lonjong atau tidak teratur, corticated atau decorticated, dalamnya bergranula Telur fertile berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 3 minggu Telur berkembang baik pada tanah liat, kelembaban tinggi,
18

dan suhu antara 250-300

Larva

Larva bentuk infektif menetas di usus halus Larva memasuki siklus paru sebelum menetap di usus halus Larva dapat menyebabkan sindrom Loeffler , bronkopneumonia Cacing dewasa menyebabkan gangguan ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi Cacing dewasa dapat menyebabkan ileus obstruktif Infeksi ektopik ( infeksi di tempat tidak biasa, seperti apendiks,peritoneum,saluran empedu,trakea) Ada telur dalam tinja Cacing dewasa keluar dari mulut, hidung, atau tinja Piperazin sitrat,pirantel pamoat,mebendazol, dan albendazol

Patologi Klinis

Diagnosis

Terapi

3. Trichuris Trichiura Klasifikasi ilmiah : Kingdom: Animalia Filum: Nematoda Kelas: Adenophorea Ordo: Trichurida Famili: Trichuridae Genus: Trichuris Spesies: T. trichiura Nama populer : cacing cambuk, whipworm Nama penyakit Hospes Distribusi geografik Morfologi cacing dewasa Trikuriasis Manusia Kosmopolit, terutama di daerah panas dan lembab

Bentuk menyerupai cambuk dan gagangnya : panjang 4cm, 3/5 bagian anterior halus sperti cambuk,2/5 bagian posterior gemuk,bagian ekor melingkar dengan sebuah spikulum
19

: panjang 5cm, 3/5 bagian anterior halus seperti cambuk, 2/5 bagian posterior gemuk, ekor lurus berujung tumpul

Telur

Betina bertelur 3000-10.000 buitr per hari Ukuran 50-54x 32 mikron Berbentuk seperti tempayan dengan kedua ujung (operculum) menonjol dinding tebal kulit telur bagian luar berwarna kekuningan, dan bagian dalam jernih Telur berkembang baik pada tanah liat,tempat lembabdan teduh dengan suhu optimum kira-kira 300 Telur matang dalam waktu 3-6 minggu

Larva Patologi Klinis

Tidak memiliki siklus paru, langsung masuk ke daerah kolon Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang khas Infeksi berat dan menahun menyebabkan disentri, prolapsus rekti, apendisitis, anemia berat, akit perut,mual, dan muntah Telur dalam tinja Mebendazol, oksantel pamoat

Diagnosis Terapi

4. Strongyloides stercoralis Klasifikasi ilmiah : Kingdom: Animalia Filum: Nematoda Kelas: Secernentea Ordo: Rhabditida Famili: Strongyloididae Genus: Strongyloides Spesies: S. stercoralis Nama populer : cacing benang, threadworm Nama penyakit Hospes Distribusi geografik Morfologi cacing dewasa Strongiloidiasis Manusia Terutama terdapat di daerah tropic dan subtropik, sedangkan didaerah yang dingin jarang ditemukan Terdapat 2 macam bentuk : o Bentuk parasit
20

Bentuk bebas (non parasit) hanya hidup sebagai parasit : panjang 2 mm,filiform, halus, tidak berwarna cacing dewasa bentuk bebas : panjang 1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, ekor melingkar dengan spikulum cacing dewasa bentuk bebas : panjang 1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, ekor lurus Betina bentuk parasit bertelur dengan cara parthenogenesis Generasi rabditiform o Telur dalam uterus 30-40 butir (70x40 mikro meter) o Menetas menjadi larva rabditiform Generasi filariform o Telur dalam uterus 50x40 mikro meter o Dibebaskan beberapa butir/hari o Menetas menjadi larva rabditiform dalam jarinagn mukosa Telur berkembang baik pada tanah gembur, berpasir, dan humus

Telur

Larva

Larva rabditiform o Panjang 225 mikron o Ruang mulut terbuka, pendek, dan lebar o Esophagus dengan 2 bulbus o Ekor runcing

Larva filariform o Panjang 700 mikron o langsing,tanpa sarung o ruang mulut tertutup o esophagus menempati panjang badan o bagian ekor berujung tumpul berlekuk Larva rabditiform dapat menjadi bentuk filariform jika kondisi sekitar tidak menguntungkan. Larva ini akan menembus kulit untuk memulai siklus paru. Siklus kehidupan ini disebut siklus langsung Larva rabditiform dapat menjadi bentuk dewasa bebas bila kondisi sekitar menguntunkan. Siklus ini disebut siklus tidak langsung Stadium larva : o Kulit :cutaneus larva migrans o Paru-paru : pneumonitis,bronkopneumonia
21

Patologi Klinis

Stadium dewasa : hiperinfeksi,autoinfeksi,hipereosinofilia, hepatitis,ileus paralitik

Diagnosis Terapi

larva dalam tinja, biakan, atau aspirasi duodenum Tiabendazol,pirvinium pamoat

5. Enterobius vermicularis (Oxyuris vermicularis) Klasifikasi Ilmiah Kingdom: Animalia Filum: Nematoda Kelas: Secernentea Subkelas: Spiruria Ordo: Oxyurida Famili: Oxyuridae Genus: Enterobius Spesies : Enterobius vermicularis Nama popular :cacing kremi,cacing peniti, cacing benang, pinworm Nama Penyakit Oksiuriasis atau enterobiasis Hospes Manusia Distribusi Kosmopolit , lebih banyak di daerah dingin daripada panas geografik Morfologi Cacing Kutikula bergaris-garis melintang Dewasa Mempunyai chepalic alae : panjang 2-5mm,ekor melengkung, memiliki sebuah spikula : panjang 10 mm,ekor runcing

Telur

cacing betina gravid mengandung 11.000-15.000 telur dan bermigrasi dari kolon ke daerah perianal untuk bertelur Telur berukuran 55x25 mikron,lonjong asimetris,dinding tebal Telur jarang dijumpai di feses Dapat masuk ke hospes melalui tangan yang terkontaminasi, debu, retroinfeksi

Patologi Klinis

Priritus ani terutama pada malam hati, gejala intestinal biasanya


22

Diagnosis

ringan, peradngan pada vagina atau tuba fallopi Adanya telur dan cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan anal swab

Terapi

Piperazin sitrat,pirvinium pamoat,mebendazol, dan tiabendazol

6. Trichinella Spiralis

Klasifikasi Trichinella spiralis Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Adenophorea Ordo : Enoplida Super famili : Ttichinelloidea Genus : Trichinella Species : Trichinella spiralis

Hospes dan Nama Penyakit

Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum, sampai sekum manusia. Selain menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain, seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang, dll. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis.

Morfologi

Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung posteriornya melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak mempunyai spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens yang bisa dikeluarkan sehingga da[at membantu kopulasi. Cacing betina panjangnya 34 mm, posteriornya membulat dan tumpul.

Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva (larvipar). Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai 1500 buah. Panjang larva yang baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian anterior runcing dan ujungnya menyerupai tombak.
23

Siklus Hidup

Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus -> babi mengandung kista yang infektif -> manusia terinfeksi olh karena makan daging babi atau mamamlia lain yang mengandung kista -> cacing dewasa hidup di dalam dinding usus -> larva membentuk kista di dalam otot bergaris

Patologi dan Gejala Klinis Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi. Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejal nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem, eusinofilia dan hipereosinofilia. Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernafasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot. Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau kelainan jantung.

Epidemiologi

Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan Pasifik dan Australia. Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan. Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan daging babi. Di daerah tropis dan subtropis frekuensi trikinosis sedikit. Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak mati pada daging yang diasap dan diasin.

24

7. Toxocara canis (dog worm) dan Toxocara cati (cat worm) Klasifikasi Toxocara canis dan Toxocara cati Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Secernemtea Ordo : Ascoridida Super famili : Ascoridciidea Genus : Toxocara Species : Toxocara canis /cati

Hospes dan Nama Penyakit

Toxocara canis ditemukan pada anjing, sedangkan Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang mengembara dan menyebabkan penyakit yang disebut Visceral larva migrans.

Morfologi Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3.6 8.5 cm. Sedangkan yang betina antara 5.7 10 cm. Toxocara cati jantan antara 2.5 7.8 cm, yang betina antara 2.5 14 cm. bentuknya menyerupai Ascaris lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk kedua ekor spesies hamper sama, yang jantan ekornya lurus dan meruncing (digitiform), yang betina bulat meruncing. Siklus Hidup

Telur -> ditelan manusia -> menetas -> larva mengembara.

25

Patologi dan Gejala Klinis Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat dalam ususnya di hati.penyakit yang disebabkan larva yang mengembara disebut visceral larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Penyakit tersebut dapat juga disebabkan oleh larva Nematoda lain.

Epidemiologi

Prevalensi Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta masingmasing mencapai 38.3 % dan 26.0 %. Pencegahan dapat dihindarkan dengan cara melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun kucing dan tidak dibiasakan bermain di tanah.

8. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum

Klasifikasi Strongyloides stercoralis Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Subclass : Adenophorea Ordo : Enoplida Super famili : Rhabiditoidea Genus : Strongyloides Species : Strongyloides stercoralis

Hospes dan Nama Penyakit

Cacing ini hidup di dalam usus halus kucing dan anjing. Pada manusia, A.braziliense dan A. Caninum menimbulkan kelainan kulit.

26

Morfologi dan Siklus Hidup Cacing dewasa tidak ditemukan pada manusia. A. braziliense dewasa yang jantan panjangnya 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya 6,1-8,4 mm. Mulutnya mempunyai sepasang gigi besar dan sepasans gigi kecil. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik kecil dengan rays pendek. A. caninum jantan panjangnya 10 mm dan betinanya 14 mm. Mulutnya mempunyai 3 pasang gigi besar. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik besar dengan rays panjang dan langsing. Secara tidak langsung dapat terinfeksi larva filariform melalui penetrasi kulit dan selanjutnya larva mengembara di kulit.

Patologi dan Gejala Klinis Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang disebut creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans. Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelaianan intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Pada tempat larva filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal. Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit yang tampak sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva didalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder karena kulit di garuk. Epidemiologi Kucing dan anjing merupakan hospes definitif A.braziliense dan A.Caninum. Penularan bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja anjing dan kucing.

27

BAB IV PENUTUP Manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda ini merupakan masalah masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penularan cacing Nematoda parasitusus dapat melalui tanah yang disebut Soil transmitted helminth (Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis) dan yang yang tidak ditularkan melalui tanah (Enterobius vermicularis dan Trichinella spiralis) (Retno Widyastuti, 2002). Faktor tingginya infeksi cacing usus di Indonesia disebabkan oleh iklim tropik yang panas dan lembap, pendidikan rendah, sanitasi lingkungan dan perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran lingkungan oleh tinja manusia dan kapadatan penduduk yang tinggi.

Penularan cacing Nematoda parasit usus yaitu: -> Telur infektif masuk melalui mulut : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura -> Larva infektif menembus kulit sehat : Cacing tambang, S.stercoralis -> Telur infektif masuk melalui mulut, melalui udara atau secara langsung melalui tangan penderita : E. vermicularis -> Larva infektif masuk mulut bersama daging yang dimakan : T.spiralis. Kelainan patologik yang ditimbulkan oleh infeksi cacing parasit usus yaitu: -> Cacing dewasa dapat menimbulkan : gangguan pecernaan, perdarahan dan anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus dan perforasi usus. -> Larva cacing dapat menimbulkan : reaksi alergik, kelainan jaringan. Diagnosis pasti infeksi nematode parasit usus dilakukan melalui: -> Pemeriksaan tinja : A.lumbricoides, cacing tambang, S.stercoralis dan T.trichiura. -> Pemeriksaan mukosa rektum : T.trichiura -> Anal swab : E.vermicularis -> Biopsi otot : T.spiralis

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2. Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Penertbit Buku Kedokteran, Jakarta. 3. Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta. 4. Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran.. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta 5. Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta. 6. Widyastuti, Retno. 2002. Paraitologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.

29

NAMA KELOMPOK

Tutor Anggoa -

:dr. Nurul Utami

Liana Fadlia Deby Resty Surhayanti Wan Andre Nnugraha Baros Romaitu Rambe Eliza Iwan Sanusi Indra gunawan Reyza Mega febrianti lubis Patricia veronica olii Donalry agus saputra Candra rama Nafratul muhayya

30

Anda mungkin juga menyukai