Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak dengan perhitungan kurang

lebih 3 % dari semua kanker pada anak. jarang namun bisa berakibat fatal. 2 Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras.
3, 4 1

Tumor ini bersifat

Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita kanker ini. 5, 6

Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik) atau kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel-sel tumor ke dalam vitreus. Retinoblastoma endofitik akan meluas ke dalam vitreus. Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama nervus opticus ke otak. Tumor ini terkadang tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata depan. Dengan demikian, menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai retinitis, vitritis, uveitis atau endoftalmitis.2 Perkembangan tumor ini diperkirakan terjadi akibat hilangnya dari dua anggota pasangan kromosom alel-alel dominan profektif normal di sebuah lokus di dalam pita kromosom 13q14. Gen ini berperan menghasilkan suatu fosfoprotein inti dengan aktivitas pengikat DNA. Hilangnya alel disebabkan adanya mutasi di sel-sel somatic saja (retinoblastoma herediter) atau juga di sel-sel germinativum (retinoblastoma non herediter). 2 Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan intraocular harus dievaluasi untuk mencaari adanya retinoblastoma. Tumor stadium awal biasanya terlihat apabila dicari, misalnya pada anak dengan riwayat herediter atau pada kasus-kasus yang mata sebelahnya sudah terkena. 2 Enukleasi adalah terapi pilihan untuk Retinoblastoma ukuran besar. Mata dengan tumor yang berukuran lebih kecil pada anak dapat diterapi secara efektif dengan Radioterapi Plaque atau External Beam, Krioterapi, atau Fotokoagulasi. Kemoterapi dapat digunakan

untuk memperkecil ukuran tumor besar sebelum dilakukan terapi jenis lain dan terkadang sebagai terapi tunggal. Kemoterapi juga digunakan untuk mengobati tumor yang sudah meluas ke otak, orbita atau ke distal dan mungkin diberikan setelah dilakukan enukleasi pada pasien dengan resiko penyebaran yang tinggi. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan fisiologi retina

Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran dari serabut-serabut saraf optik. Retina melapisi dua pertiga posterior dinding bola mata. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas lapisan mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut: 1. Membran limitan interna 2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus 3. Lapisan sel ganglion

4.

Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal 6. Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor 7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membran limitan eksterna 9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut 10. Epitel pigmen retina Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Aderah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis yang secara histology merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Macula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning (xantofil). Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histology, fovea ditandai dengan daerah yang mengalami penipisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal-hal ini terjadi karena akson sel fotoresepsor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histology fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstra sel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula). Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaris yang berada tepat di luar membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diarahi

oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. Fungsi Retina Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang dikirim ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina. Terdapat dua sel pada retina yaitu: Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea, berfungsi untuk sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan penglihatan warna. Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau cahaya remang. Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut rhodopsin.

2.2. Retinoblastoma Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak dengan perhitungan kurang lebih 3 % dari semua kanker pada anak. jarang namun bisa berakibat fatal. 2 Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras.
3, 4 1

Tumor ini bersifat

Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita kanker ini. 5, 6 Klasifikasi Klasifikasi Reese-Ellworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraocular yang paling sering digunakan tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi ini diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan dijumpai adanya vitreous seeding. 7 Klasifikasi Reese-Ellsworth

Group I a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang equator b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau dibelakang equator Group II a. Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator Group III a. Ada lesi dianterior equator b. Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator. Group IV a. Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc Group V a. Massive tumors melibatkan lebih dari setengah retina b. Vitreous seeding Childrens Oncology Group (COG) sekarang ini melakukan evaluasi sebuah sistem klasifikasi internasional yang baru, yang akan digunakan pada percobaan klinis serial yang akan datang. International Classification of Retinoblastoma 7 b. Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata b. Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator

Group
A Small tumor: 3 mm Large tumor: >3 mm

Features

Macular: 3 mm to foveola Juxtapapillary: 3 mm to disc Subretinal fluid: 3 mm from the margin Focal seeds Subretinal seeds: 3 mm Vitreous seeds: 3 mm Both subretinal and vitreous seeds: 3 mm Diffused seeds

Subretinal seeds: >3 mm Vitreous seeds: >3 mm Extensive retinoblastoma occupying more than 50% or neovascular glaucoma or opagque media from hemorrhage in anterior chamber, vitreous or subretinal space

Patogenesis Retinoblastoma dapat terjadi secara familial atau sporadik. Hanya 6-10% penderita yang mempunyai riwayat familial. Kebanyakan kasus dapat terjadi pada kedua mata, walaupun beberapa tumor terjadi pada satu mata.
8, 9

Anak dari pasien retinoblastoma

herediter yang sembuh mempunyai satu atau dua kemungkinan untuk membawa mutasi gen germinal sedangkan carrier kemungkinan menderita retinoblastoma adalah 90% jika orang tuanya menerita retinoblastoma bilateral dan kemungkinan kecil menderita retinoblastoma unilateral. 6, 9 PENDERITA Penderita dengan carrier mutasi gen RB1 Keturunan Saudara kandung (jika diwarisi orang tua) Saudara kandung dengan retinoblastoma bilateral Saudara kandung dengan retinoblastoma unilateral % kemungkinan menderita retinoblastoma 90 45 45 2 1

Prototipe gen penekan kanker/tumor yang pertama kali ditemukan adalah retinoblastoma. Sekitar 60% retinoblastoma bersifat sporadic dan sisanya familial dengan presdiposisi terjangkit tumor diwariskan sebagai sefat dominan autosomal. Untuk menjelaskan kasus sporadic dan familial tumor ini, Knudson pada tahun 1974 mengajukan two-hits hypothesis-nya yang sekarang terkenal. Dari aspek molecular, hipotesis ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 10 Diperlukan dua mutasi (hits) untuk menghasilkan retinoblastoma. Keduanya melibatkan gen retinoblastoma yang terletak di kromosom 13q14. Kedua alel normal lokus retinoblastoma harus diinaktifkan (dua hits) agar retinoblastoma dapat muncul Pada kasus familial, anak mewarisi satu salinan detektif gen retinoblastoma di sel germinativum dan salinan lainnya normal. Retinoblastoma timbul apabila gen retinoblastoma normal lenyap di retinoblas akibat mutasi somatic. Karena pada keluarga retinoblastoma hanya diperlukan satu mutasi somatic agar ekspresi penyakit terjadi, pewarisan familial mengikuti pola dominan autosomal. Pada kasus sporadik, kedua alel retinoblastoma normal hilang akibat mutasi somatic di salah satu retinoblas. Hasil akhirnya sama yaitu sel retina yang kehilangan kedua salinan normal dari gen retinoblastoma menjadi kanker. Gambaran Klinis Usia median pasien saat datang adalah 2 tahun, walaupun tumor sudah ada sejak lahir. Gambaran awal adalah gangguan penglihatan, strabismus, rona keputihan di pupil (pantulan mata kucing) dan nyeri spontan atau nyeri tekan pada mata. Gejala yang paling sering

muncul pada retinoblastoma adalah leukocoria (56,1 % kasus) yang disebabkan karena adanya masa intraokuler yang luas dan strabismus. Gejala sekunder yang juga dapat muncul akibat tumor ini antara lain glukoma, retinal detachment, dan inflamasi akibat nekrosis tumor. Beberapa gejala yang jarang muncul antara lain pseudouveitis disebabkan oleh tumor yang menginvasi retina secara difus tanpa ada massa padat pusat dan inflamasi seperti selulitis orbita akibat nekrosis tumor. Di negara-negara yang kualitas kesehatannya masih rendah juga dapat ditemukan penderita dengan proptosis. Leukokoria selain oleh retinoblastoma juga dapat disebabkan oleh katarak kongenital, persistent hyperplastic primary vitreous, retinopati prematuritas, toxocariasis okular, Coats disease, dan beberapa penyebab lain misalnya astrositoma retina yang jarang ditemukan. 11, 12, 13 Diagnosis

Computed Tomography Scanning (CT scan) merupakan pencitraan ideal untuk mendeteksi adanya kalsifikasi intraocular. Magnetic Resonance Imaging (MRI) orbita lebih sensitive untuk mengevaluasi penyebaran ekstraokular. Khususnya keterlibatan saraf mata. Selain itu, MRI otak dan medulla spinal serta pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal juga dilakukan untuk melihat adanya penyebaran ke sum-sum saraf mata. Bone marrow puncture (BMP) dan bone scan diindikasikan apabila ada kecurigaan metastasis atau ditemukan kelainan darah. 6,14 Tatalaksana Dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy. Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor

sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada Retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular. 1. Enukleasi Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral 12. Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika : Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular. 2. Kemoterapi Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi. a. Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.

3.

Periocular Chemotherapy Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.

4.

Photocoagulation dan Hyperthermia Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (810mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi.

5.

Krioterapi Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi.

6.

External-Beam Radiation Therapy Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder. Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :

a.

Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan External Beam Radiotherapy.

b.

Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy. Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.

7.

Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy ) Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium 106. Prognosis Anak-anak dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan medis modern mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Di negara berkembang laju keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor resiko penting yang dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung melalui sclera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada pembedahan Reseksi Margin. Anak yang bertahan dengan Retinoblastoma Bilateral meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kira-kira waktu laten untuk perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan Retinoblastoma primer. Mutasi RBI dihubungkan dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun pada pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi.

BAB III STATUS OFTALMOLOGIS 3.1 Identitas Nama Jenis kelamin Umur Nama Ibu Usia Ibu Pekerjaan Ibu Nama Ayah Usia Ayah Suku Alamat Masuk poli mata 3.2 Anamnesis Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Desember 2011 Keluhan utama: Mata kiri menonjol sejak 3 bulan yang lalu Keluhan tambahan: Mata kiri pasien berair dan keluar kotoran Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang berobat diantar ibunya ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan mata kiri yang menonjol sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya hanya terdapat bulatan putih di bagian mata kiri yang sedikit mengganggu penglihatan. Bulatan putih tersebut sudah ada sejak bayi. Mata kiri pasien kemerahan, berair, sakit, silau saat terkena cahaya, gatal dan belekan. Sejak saat itu pasien terlihat lebih rewel apalagi ketika ingin tidur. Hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan yang semakin membesar pada bola mata kiri pasien. Pasien juga mengeluh demam hilang timbul, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien berobat ke puskesmas tanggal 18 Desember 2011 dan diberi obat penurun panas serta obat tetes mata tetapi ibu pasien tidak tahu jenis obat tetes mata tersebut. Riwayat penyakit dahulu: Sebelumnya tidak ada riwayat trauma Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini. Tidak ada riwayat kanker atau tumor dalam keluarga. : An. U : Perempuan : 2 tahun : Ny. H : 30 tahun : IRT : Tn. M : 36 tahun : Betawi : *** (disensor yaaa :p) : 28 Desember 2011

Riwayat kelahiran: Tidak ada gangguan saat hamil, ditolong dengan bidan dan dokter, lahir dengan vacum , langsung menangis dengan usia kelahiran 12 bln. Riwayat perkembangan: Normal sesuai dengan usianya. Riwayat makanan: Tidak diberi ASI tetapi diganti dengan susu formula. Riwayat imunisasi: Hanya imunisasi campak. 3.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan umum : baik Kesadaran : Compos mentis Tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/mnt Suhu : 37,5 C Pernafasan : 20 x/mnt Kepala : Normocephali THT : Dalam batas normal Mulut : Lidah kotor (-), tonsil T1-T1 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-) Abdomen : Buncit (-), nyeri tekan (-), bising usus (+) normal. Ekstremitas : Akral hangat, edem -/-tidak ada deformitas pada ekstremitas pasien. Status oftalmologi Visus ODS: sulit dinilai Pemeriksaan kamar terang 1. Kedudukan bola mata Posisi Eksoftalmus Enoftalmus Ortoposisi OD Ortoposisi + OS

2. Pergerakan bola mata Nasal Temporal Superior Inferior Nasal superior Nasal inferior Temporal superior Temporal inferior 3. Supersilia Alopesia Sikatrik 4. Palpebra superior Edema Spasme Hiperemis Benjolan Ulkus Fistel Ektropion Entropion Hordeolum Kalazion Ptosis Lagoftalmus 5. Palpebra inferior Edema Hiperemis Benjolan Ulkus Fistel OD Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

OD Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik OD OS + + OD + + -

OS

OS

OS

Ektropion Entropion Hordeolum Kalazion 6. Margo palpebra superior Edema Hiperemis Sekret Benjolan Trikiasis Distrikiasis Madarosis Ulkus Fistel

OD -

+ OS + + -

7. Margo palpebra inferior et silia Edema Hiperemis Sekret Benjolan Trikiasis Distrikiasis Madarosis Ulkus Fistel 8. Area Kelenjar Lakrimal Edema Hiperemis Benjolan Fistel 9. Punctum lakrimalis -

OD + + OD OD

OS

OS

OS

Edema Hiperemis Sekret Epikantus

OD

OS + OD + OD + OD + OS OS OS

10. Konjungtiva tarsalis superior Kemosis Hiperemis Anemis Folikel Papil Lithiasis Simblefaron -

11. Konjungtiva tarsalis inferior Kemosis Hiperemis Anemis Folikel Papil Lithiasis Simblefaron -

12. Konjungtiva fornix superior et inferior Kemosis Hiperemis Simblefaron 13. Konjungtiva bulbi Kemosis Pterigium Pinguekula Flikten Simblefaron -

Injeksi konjungtiva Injeksi episklera Injeksi silier Perdarahan subkonjungtiva 14. Kornea Kejernihan Edema Ulkus Flikten Makula Leukoma Leukoma adheren Stafiloma Neovaskularisasi Pigmen iris Bekas jahitan Tes fluoresin Tes sensibilitas Tes Placido 15. Limbus kornea Arkus senilis Bekas jahitan 16. Sklera Sklera biru Episkleritis Skleritis 17. Tekanan intra okuler Palpasi Tonometri Schiotz -

OD Jernih Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan OD OD

+ + OS Keruh + + + Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan OS

OS -

OD Normal Tidak dilakukan NTidak dilakukan

OS

Pemeriksaan kamar gelap 1. Kornea Kejernihan Nebula Keratik presipitat Imbibisio Infiltrat Ruptur terepitelisasi 2. Kamera Okuli anterior Kedalaman Kejernihan Flare Sel Hipopion Hifema 3. Iris Warna Gambaran radier Eksudat Atrofi Sinekia anterior Sinekia posterior Coklat tua Jelas Dalam Jernih OD Sulit dinilai Sulit dinilai + + OD Bulat 3 mm Regular Tidak bulat 3 mm ireguler OS Jernih OD Sulit dinilai Sulit dinilai OS OD Keruh OS OS

Sinekia anterior perifer Iris bombe Iris tremulans 4. Pupil Bentuk Besar Regularitas -

Isokoria Letak Refleks

Isokor

anisokor sentral Sulit dinilai Sulit dinilai + + OD OS Sulit dinilai OD OS Sulit dinilai OD OS Sulit dinilai Sulit dinilai

Sentral cahaya + Refleks cahaya tidak langsung Seklusio pupil langsung Oklusio pupil Leukokoria 5. Lensa Kejernihan Iris shadow test Refleks kaca Pigmen iris Luksasi 6. Badan kaca Kejernihan Flare 7. Funduskopi Reflek fundus Papil + Jernih Jernih -

Bulat, batas tegas, warna orange, Aa/vv Retina 2:3 Sulit dinilai

Eksudat (-), sikatrik (-), Makula lutea Gambar Refleks macula (+)

Sulit dinilai Sulit dinilai

IV. RESUME Pasien datang berobat diantar ibunya ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan mata kiri yang menonjol sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya hanya terdapat bulatan putih di bagian mata kiri yang sedikit mengganggu penglihatan. Bulatan putih tersebut sudah ada sejak bayi. Mata kiri pasien kemerahan, berair, sakit, silau saat melihat cahaya, gatal dan belekan. Sejak saat itu pasien terlihat lebih rewel apalagi ketika ingin tidur. Hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan yang semakin membesar pada bola mata kiri pasien. Pasien juga mengeluh demam hilang timbul, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien berobat ke puskesmas tanggal 18 Desember 2011 dan diberi obat penurun panas serta obat tetes mata. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada riwayat kanker atau tumor dalam keluarga Pasien lahir prematur dgn dibantu vacum. Pasien tidak diberi ASI dan hanya imunisasi campak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal, sedangkan pada status oftalmologi:

OD Ortoposisi Baik ke segala arah Tenang

Pemeriksaan Visus s.c -

OS

c.c Posisi bola mata Ortoposisi, eksoftalmus Pergerakan bola mata Baik ke segala arah Palpebra Edema, entropion, hiperemis,

Tenang Tenang Tenang Jernih, arcus senilis (-) Jernih, dalam Coklat, kripti teratur Bulat, isokor, regular, sentral, 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+ jernih Jernih Palpasi: Normal Refleks fundus (+), papil bulat, batas tegas, orange, CDR 0,3, aa/vv 2:3, retina dalam batas normal, refleks makula (+)

Konjungtiva tarsal Hiperemis Konjungtiva fornix Hiperemis Konjungtiva bulbi Kemosis, injeksi konjungtiva Kornea dan silier Keruh, edema, leukoma,

neovaskularisasi Kamera okuli anterior Sulit dinilai Iris Pupil Sulit dinilai Sulit dinilai

Lensa Cairan vitreus

Sulit dinilai Sulit dinilai

Tekanan bola mata Palpasi: N Funduskopi Sulit dinilai

V. DIAGNOSA KERJA Retinoblastoma OS VII. DIAGNOSIS BANDING VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan USG Pemeriksaan CT-Scan orbita VII. PENATALAKSANAAN Operasi retinoblastoma secara enukleasi dan kemoterapi

IX. PROGNOSIS OS Ad Vitam Ad Visam Ad Fungtionam : dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam

BAB IV DISKUSI KASUS Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis serta dipertegas dengan pemeriksaan fisik berupa USG dan CT-Scan orbota. Pasien mengeluh mata kiri pasien berair, sakit, merasa silau saat melihat cahaya, rewel apalagi ketika ingin tidur, hal ini sesuai dengan gejala glaukoma. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya bulatan putih di bagian mata kiri yang sudah terjadi sejak pasien masih bayi lalu pada hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan pada bola mata kiri yang semakin membesar. Gejala yang dialami pasien ini sesuai dengan retinoblastoma karena gejala awal seseorang terkena retinoblastoma adalah munculnya leukoria dan matanya bercahaya jika dalam keadaan redup (seperti mata kucing). Hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi dapat dipertegas melalui pemeriksaan penunjang seperti USG dan CT-Scan. Apabila dari hasil pemeriksaan penunjang tersebut terdapat kalsifikasi intraokular, maka sudah pasti diagnosis kerja pasien adalah retinoblastoma. Prognosis ad vitam, ad visam dan ad fungtionam pada mata kiri pasien ini adalah dubia ad malam karena retinoblastoma pada mata kiri pasien sudah mencapai group V.

BAB V KESIMPULAN Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja pasien adalah retinoblastoma OS. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dialami pasien, dan pemeriksaan oftalmologi. Tatalaksana yang akan dilakukan pada pasien ini adalah pembedahan dengan teknik enukleasi serta kemoterapi. Prognosis pada pasien ini adalah buruk, terlihat retinoblastoma yang sudah mencapai group V. dari

DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach, second edition. Oxford:

Butterworth-Heinemann, 1993, 542-552.


2. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi 14.

Jakarta: Widya Medika, 2000, 208-209.


3. Lanzkowsky P. Retinoblastoma. Dalam : Manual of Pediatric Hematology and

Oncology. Edisi ke 2. Churchill Livingsome. 1995. 513-26. 4. Hurwitz RL. Shields CL. Shields JA. Barrios PC. Hurwitz MY. Chintagumpala MM. Retinoblastoma. Dalam: Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of Pediatric Oncology. Edisi ke 4. Lipincott Williams & Wilkins. 825-46. 5. Moll AC, Imhoff SM, Van Meeteren AY, Boers M. At What Age Could Screening for Familial Retinoblastoma Be Stopped? ARegister Based Study 1945-98. Br I Ophthalmol. 2000: 84:1170-2. 6. Chintagumpala M, Barrios PC, Paysse EA, Plon SE, Hurwitz R. Retinoblastoma: Review of Current Management. The Oncologist. 2007; 12: 1237-46. 7. Saudi Journal of Ophthalmology, Volume 20, No. 3, July September 2006. 8. Chantada GL, Schvartzman E. Retinoblastoma. Dalam: Voute PA. Barset A, Stevens MCG, Carron HN. Penyunting. Cancer in Children: Clinical Management. Edisi 4. Oxford. 2005. 384-95. 9. Bakhshi S. Genetics and Management of Retinoblastoma. Indian Associated Pediatric Surgery. 2007: 12: 109-15. 10. Kumar, Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. Hlm. 205-207. 11. Fredrick DR. Special subjects of pediatric interest. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, editors. General ophthalmology. 15th ed. Stanford: Prentice Hall International. 1999. pp.336-8. 12. Smirniotopoulos JG, Bargallo N, Mafee MF. Differential diagnosis of leukokoria: radiologic-pathologic correlation. RadioGraphics 1994; 14(9): 1059-79. 13. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. Hlm 182. 14. Scott IU, O Brien M, Murray TG. Retinoblastoma: A Review Emphasizing Genetics and Management Strategies. Seminars in Ophtalmology. 1997; 12:59-71.

Anda mungkin juga menyukai