Anda di halaman 1dari 17

BAB I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang Masalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dua hal yang saling berkaitan, yang merupakan dasar negara kita. Keduanya sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Seiring 66 tahun Indonesia berdiri, keduanya menjadi patokan dalam dalam tata penyelenggaraan Negara ini. Makalah ini akan membahas tentang konsep dasar Pancasila dan UUD 1945 sebagai bahan mata kuliah bagi mahasiswa/ calon guru yang sedang mendalami mata kuliah Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan sebagai materi isi atau discipline content knowledge. Pemahaman dan penguasaan tentang Pancasila dan UUD 1945 beserta amandemennya bagi mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar sangat penting karena keduanya merupakan landasan dan sumber utama materi PKn. Selanjutnya diharapkan agar para calon guru Sekolah Dasar mampu membelajarkan materi Pancasila dan UUD 1945 kepada siswanya dalam rangka meningkatkan kemampuan dan mutu layanan pendidikan kepada peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran PKn

I.2 Rumusan Masalah Apa hakikat dan fungsi dari Pancasila? Apa itu UUD 1945 dan bagaimana sifat serta fungsinya bagi Negara Republik Indonesia? Bagaimana proses dan hasil amandemen UUD 1945 Negara RI Tahun 1945? 1

I.3 Tujuan Penulisan Makalah ini disusun agar pembaca memahami hakikat dan fungsi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta materi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB II Pancasila dan UUD 1945 Beserta Perubahannya

II.1 Hakikat dan Fungsi Pancasila Pancasila dapat diartikan secara harfiah, yaitu lima Dasar Negara yang perumusannya terdapat pada alinea keempat dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila sebagai dasar Negara mengalami proses yang panjang dan penuh perjuangan, yang perumusannya dilakukan oleh BPUPKI yang dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, sedangkan penetapan/pengesahannya dilakukan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 bersamaan ditetapkannya UUD 1945. Sepanjang sejarah Indonesia, terdapat beberapa kali pergantian dasar hukum kita, namun melalui Dekrit presiden 5 Juli 1959 dinyatakan kembali kepada UUD 1945, yang berarti perumusan Pancasila dalam UUD 1945 itulah yang berlaku secara sah dan resmi hingga sekarang. Pada hakikatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia dan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, maka setiap sikap dan perilaku manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari nilainilai Pancasila. Dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan dan pikiran-pikiran yang terdalam serta gagasan yang dianggap baik, sehingga dari segi kedudukannya Pancasila dipandang juga sebagai cita-cita dan Pandangan Hidup Bangsa dan Negara RI, sedangkan dari segi fungsinya Pancasila memiliki fungsi utama sebagai Dasar Negara RI. Pancasila sebagai Dasar Negara RI berarti Pancasila dijadikan dasar dalam mengatur penyelanggaraan pemerintahan Negara. Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara RI yang sah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yang memuat kalimat: maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam 3

suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesian, dan kerakyatan yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya Pancasila sebagaimana yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut dituangkan dalam wujud berbagai aturan-aturan dasar/pokok seperti yang terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasalpasalnya, yang kemudian dijabarkan lagi kedalam berbagai Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu sekedar mengenai bagian yang tertulis, sedangkan yang tidak tertulis terpelihara dalam konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Dalam kaitannya dengan fungsi Pancasila ini, maka pelaksanaan Pancasila mempunyai fungsi mengikat dan keharusan atau bersifat imperatif, artinya sebagai norma-norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan maupun dilanggar, sedangkan pelanggaran atasnya dapat berakibat hukum dikenakannya suatu sanksi. Dari aspek hukum ketatanegaraan Indonesia, Pancasila sebagai dasar Negara pada hakikatnya mengandung pengertian sebagai sumber dari segala sumber hukum, yaitu seperti yang dinyatakan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS.1966 juncto Ketetapan MPR-RI No. V/MPR/1973 dan No. IX /MPR/ 1978. Nilai-nilai Pancasila mempunyai sifat subjektif dan objektif. Dikatakan subjektif, karena karena Pancasila merupakan hasil perenungan dan pemikiran bangsa Indonesia, sedangkan dikatakan objektif karena nilai-nilai moral Pancasila sesuai dengan kenyataan (objeknya) dan bersifat universal yang diterima oleh bangsa-bangsa beradab.selain itu, Pancasila termasuk golongan nilai kerohanian (yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia), tetapi nilai kerohanian yang mengakui pentingnya nilai material dan nilai vital secara seimbang (harmonis). Susunan sila-sila Pancasila adalah sistematis-hierarki, 4

yang mengandung arti bahwa kelima sila Pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat, di mana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan kesatuan sehingga tidak dapat dipindah-pindahkan.

II.2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebelum terjadinya perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), maka yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas tiga bagian, yaitu: 1. 2. Bagian Pembukaan, terdiri atas 4 alinea. Bagian Batang Tubuh, terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan. 3. Bagian Penjelasan, yang meliputi Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal. UUD 1945 diperoleh dengan cara revolusi, karena ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, secara hukum Indonesia berada di bawah kekuasaan sekutu yang berhasil mengalahkan Jepang yang pada saat itu menjajah Indonesia. Sejak tanggal 18 Agustus 1945, Negara kita menggunakan UUD 1945 sebagai hukum dasar dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara RI. Pada waktu UUD 1945 disahkan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi Pembukaan dan Batang Tubuh saja, sedangkan Penjelasannya baru menjadi bagian UUD 1945 pada tanggal 15 Februari 1946. Namun seiring dengan berubahnya bentuk negara dari Negara kesatuan menjadi Negara serikat pada tanggal 27 Desember 1949, maka sejak saat itu hukum dasar yang digunakan dalam negara Republik Indonesia Serikat adalah konstitusi RIS 1949. Lalu, pada tanggal 17 Agustus 1950 negara kita menggunakan UUD Sementara (UUDS 1950) hingga pada tanggal 5 Juli 1959 melalui Dekrit Presiden dasar hukum Negara kembali kepada UUD 1945.

Adapun yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis. Maka sebagai hukum, UUD itu mengikat, baik bagi pemerintah, setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat, serta mengikat bagi setiap warga Negara Indonesia di mana pun ia berada, maupun bagi setiap penduduk yang ada di wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai hukum, Undang-Undang Dasar itu berisikan norma-norma, aturan-aturan atau ketentuanketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati. Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum, sehingga setiap produk hukum seperti undangundang, peraturan-peraturan atau keputusan pemerintah, termasuk kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumberkan pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan pada ketentuanketentuan UUD 1945. Dalam kata lain, UUD 1945 berfungsi sebagai pengontrol bagi norma hukum yang kedudukannya lebih rendah. Selain dari pada Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar tertulis, masih ada hukum lainnya yang tidak tertulis, yaitu yang dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan sebagai Aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam penyelanggaraan negara, meskipun tidak tertulis, yang dikenal dengan sebutan konvensi. Konvensi merupakan aturan-aturan pelengkap yang mengisi kekosongan yang timbul dalam praktik kenegaraan yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar. Walaupun demikian adanya konvensi tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar. Apabila kita perhatikan isi daripada UUD 1945 bersifat singkat, yakni hanya berisikan sebanyak 37 Pasal, ditambah dengan 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Tambahan. Selain bersifat singkat, UUD 1945 juga bersifat supel. Sifat singkat dan supel dari UUD 1945 ini dinyatakan dalam penjelasan, yang memuat alasan-alasan sebagai berikut: 1. UUD sudah cukup apabila memuat aturan-aturan pokok saja, yaitu hanya memuat garis-garis besar sebagai intruksi kepada Pemerintah pusat dan 6

lain-lain penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan kesejahteraan sosial. Sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan-aturan pokok tersebut diserahkan kepada undang-undangyang lebih mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut. 2. Masyarakat dan negara Indonesia masih harus berkembang dan hidup secara dinamis, karena itu harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia tidak perlu tergesa-gesa dalam memberikan kristalisasi, danbentuk (Gestaltung) kepada pikiran-pikian yang mudah berubah. 3. Sifat dari aturan yang tertulis itu mengikat, karena itu makin supel (elastis) sifat aturan itu akan makin baik, dan harus dijaga agar sistem UUD jangan sampai ketinggalan zaman. Jangan sampai membuat

undang-undang yang lekas usang. Selain daripada penjelasan UUD 1945 juga menekankan pentingnya semangat dari para penyelenggara negara dan pemimpin pemerintahan dalam pelaksanaan praktiknya. Antara pembukaan dengan pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan merupakan satu rangkaian terpadu. Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi dan hubungan langsung dengan pasalpasal UUD 1945 karena pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok yang dijabarkan lebih lanjut oleh pasal-pasal UUD 1945. Tetapi, meski berkaitan keduanya memiliki hukum yang berbeda karena pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan Pembukaan UUD 1945 dapat diubah oleh MPR melalui aturan Pasal 37 UUD 1945, sedangkan Pembukaannya tidak dapat diubah oleh siapapun termasuk MPR karena sebagai pernyataan terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Endang Sudardja A. (1980) berpendapat bahwa Pembukaan UUD Negara RI

Tahun 1945 merupakan stats fundamental norm (pokok kaidah Negara yang fundamental).

II.3 Amandemen UUD 1945 Amandememn berasal dar bahasa Inggris yaitu amandement, yang berarti prubahan. Seiring dengan tuntutan reformasi dan lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, MPR melakukan perubahan UUD 1945 dengan cara Adendum, yang berarti naskah perubahan UUD 1945 diletakan melekat pada naskah asli UUD 1945. Adanya pasal perubahan pada UUD 1945 ini adalah untuk mengantipasi segala kemungkinan yang terjadi dengan pertimbangan politik/masyarakat akan terus berkembang dan UUD/konstitusi itu bersifat statis sehingga akan ketinggalan zaman. Perlu dipahami bahwa mengubah UUD dapat berarti dua pengertian yaitu, mengubah sesuatu yang sudah diatur dalam UUD itu, atau menambahkan sesuatu yang belum diatur dalam UUD (Sri Soemantri, 1979). UUD Negara RI Tahun 1945 meliputi pengertian keduanya, artinya ada perubahan yang berarti menambahkan sesuatu yang belum diatur (misalnya tentang HAM Pasal 28A28J), dan ada pula yang mengubah yang sudah diatur (misalnya Pasal 5 ayat 1 yang semula Presiden memegang kekuasaan membentuk UU diubah menjadi Presiden berhak mengajukan rancangan UU). Penetapan dan pengubahan UUD 1945 dilakukan oleh MPR. Persyaratan mengubah UUD Negara RI Tahun 1945 diatur Pasal 37 ayat (3), yang mengeaskan bahwa untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. Kemudian pada ayat (2) disebutkan bahwa putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota MPR. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannnya perubahan UUD 1945 antara lain:

susunan ketatanegaraan dalam UUD 1945 bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi pada lembaga-lembaga Negara;

UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi kekuasaan eksekutif dan legislatif khususnya dalam membentuk undang-undang;

UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir); kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukandan

mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945. Selain itu, penjelasan banyak mengandung muatan yang tidak konsisten dengan pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945 (Setjen MPR RI, 2005) Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan sebagaimana

dikemukakan Setjen MPR RI (2005), antara lain: menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam mencapai tujuan nasional dan memperkukuh NKRI; menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi; menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat bagi suatu Negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945; menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara

demokratis dan modern;

melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah Negara dan pemilihan umum;

menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara. Dalam melakukan perubahan UUD 1945, ada lima kesepakatan dasar

yang disusun oleh panitia Ad Hoc I yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD 1945; tetap mempertahankan NKRI; mempertegas sistem presidensial; penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normative akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945; melakukan perubahan dengan cara adendum. Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan selama empat tahap melaui mekanisme sidang MPR yaitu: Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999 Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 7-9 November 2001 Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 dimaksudkan untuk

menyempurnakan UUD itu sendiri, MPR mengubah, membuat rumusan baru, menghapus atau menghilangkan, memindahkan tempat pasal atau ayat sekaligus mengubah penomoran pasal atau ayat. Hal-hal perubahan yang mendasar antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Batang Tubuh UUD 1945 yang meskipun pada dasarnya formatnya masih tetap, yakni terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan, namun sesungguhnya telah 10

mengalami perubahan, sehingga bila telah dicermati menjadi 20 Bab, 73 Pasal, 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan. Dengan demikian UUD 1945 telah diamandemen ini tidak lagi dapat disebut bersifat singkat, supel atau elastis, melainkan bersifat rigid/kaku. 2. Penjelasan UUD 1945 telah ditiadakan (diadakan pencabutan secara diam-diam/implicit), yakni ternyatadari ketentuan Pasal II Aturan Tambahan yang menyebutkan bahwa: Dengan ditetapkannya

perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasalpasal. Materi dan Penjelasan sebagian ada yang sudah ditampung dalam perubahan UUD 1945, meskipun dalam nuansa dan dengan alasan yang berbeda, seperti penegasan Negara hukum (lihat Pasal I ayat (3)), pembatasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden (lihat Pasal 7, maksimum hanya dua periode), pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden sebelum masa jabatannya berakhir (lihat Pasal 7A, 7B, Pasal 8, Pasal 24C ayat (2)). 3. Lahirnya lembaga-lembaga baru, seperti Dewan Perwakilan Daerah (lihat Bab VIIA Pasal 22C dan 22D), Komisi Yudisial (lihat Pasal 24B), Mahkamah Konstitusi (lihat Pasal 24C), dan hapusnya lembaga lama, yakni Dewan Pertimbangan Agung (lihat Bab IV). 4. Berkurangnya kekuasaan, wewenang, dan berubahnya kedudukan lembaga tinggi Negara (Majelis Permusyawaratan Rakyat), yakni kekuasaannya tidak lagi tak terbatas, tidak lagi menetapkan GBHN, (lihat Pasal 3 ayat (1)), tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden (lihat Pasal 6A ayat (1), sehingga kedudukan MPR juga tidak dapat disebut sebagai lembaga tertinggi Negara seperti yang dinyatakan dalam Penjelasan, melainkan sebagai lembaga negara biasa, yang 11

sifatnya hanya merupakan gabungan dua kamar/bicameral, yakni dengan joint session antara lembaga DPR dan lembaga DPD.

12

BAB III Analisis Kasus

Setelah penjelasan di atas, kita dapat menganalisi beberapa kasus seperti dalam artikel berikut : Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Walaupun begitu, Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan Lee Kuan Yew yang pernah manjadi Perdana Menteri Singapura yang beretnis Tionghoa. Pada 1970 Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik. Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudarasaudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam. Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan "electoral college". dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan

13

Pembangunan, sementara partai-partai non-Islam (Katolik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Pada 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki bekas koloni Portugal Timor Timur setelah Portugal mundur dan gerakan Fretilin memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur Sendiri, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan Uni Soviet. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli 1976 Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai wilayah tersebut dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.

Soeharto dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat William Cohen pada tahun 1998. Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan. Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS Bill Clinton mendukungnya.

14

Pada 1996 Soeharto berusaha menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai "Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli) Melihat permasalahan di jaman orde baru, kita dapat melihat terdapat suatu permasalahan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan dasar Negara Indonesia yaitu UUD 1945. Contohnya ketika pada masa itu demokrasi yang merupakan suatu sistem pemerintahan Indonesia tidak berjalan sebagai mana mestinya. Hal ini, seperti pemerintahan yang dictator, pembungkaman terhadap pihak-pihak yang menggugat pemerintahan, pembatasan terhadap organisasiorganisasi tertentu, pembungkaman pers, pelanggaran HAM ( diantaranya : genosida, penculikan dan pembunuhan), korupsi yang meraja lela di setiap lembaga/instasi Negara. Oleh karena itu, dari permasalah-permasalahan di jaman orde baru menjadi dasar pemikiran perubahan UUD 1945 untuk menghasilkan hukum tertulis yang lebih jelas. Hasil amandemen UUD yang baru pun menjelaskan kekuasaan presiden dibatasi hanya dua kali masa jabatan tidak seperti Soeharto yang sampai menjabat selama 32 tahun.

15

BAB IV Simpulan

Pada hakikatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia dan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia sehingga Pancasila merupakan sumber dari segala hukum. Perumusan Pancasila ada di Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Nilai-nilai Pancasila mempunyai sifat objektif dan subjektif. Selain itu, Pancasila juga termasuk ke dalam nilai kerohanian (yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia), tetapi nilai kerohanian yang mengakui pentingnya nilai material dan nilai vital secara seimbang (harmonis). Susunan sila-sila Pancasila sistematis-hierarki, yaitu bahwa kelima sila Pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat, sehingga tidak dapat dipindah-pindahkan. Seiring tuntutan reformasi, UUD 1945 mengalami amandemen. Amandemen UUD 1945 terjadi dalam empat tahap oleh MPR. Perubahan UUD 1945 dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD yang telah ada dengan mengubah, membuat rumusan baru, menghapus atau menghilangkan, memindahkan tempat pasal atau ayat sekaligus mengubah penomoran pasal atau ayat, tetapi tidak sedikt pun menyentuh Pembukaan UUD 1945 karena merupakan stats fundamental norm (pokok kaidah Negara yang fundamental). Hal-hal yang mendasar perubahan tersebut: berkurangnya kekuasaan Presiden (baik dalam wewenang membuat UU, atau pun dalam masa jabatannya), lahirnya lembaga-lembaga baru, dan MPR menjadi sejajar dengan lembaga-lembaga Negara lainnya. UUD 1945 hasil amandemen terdiri atas; Pembukaan (4 alinea), Pasal-pasal yang berisi 21 bab, 73 pasal, dan 170 ayat ditambah 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan, tidak disertai dengan penjelasan. Seiring tuntutan reformasi, UUD 1945 mengalami amandemen.

16

Daftar Pustaka

Dr. H. Kaelan, M.S. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma. Sapriya, M. Ed, Prof. Dr. , dkk. 2010. Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia. Setiadi, Elly M., Dra., M.Si. 2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto [31 Oktober 2011]

17

Anda mungkin juga menyukai