Anda di halaman 1dari 25

Tugas : Makalah Presentasi Kelompok VIII Dosen MK : Dr. Asep Supena, M.

Si

MOTIVASI

Disusun oleh:

RAMLI GUNAWAN HAJRI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, menyatakan, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Motivasi adalah salah satu unsure ang berperan penting dalam proses pembelajaran peserta didik. Karena dengan motivasi (positif), peserta didik akan mencurahkan peerhatiannya untuk mengikuti pembelajaran dengan seksama. Dan pada akhirnya, pelajaran sangat dimungkinkan dipahami oleh peserta didik. Dengan demikian tujuan pembelajaran bias tercapai. Pada Bab II makalah ini akan dibahas hal-hal yang terkait dengan motivasi belajar.

BAB II PEMBAHASAN A. TEORI MOTIVASI

1. DEFINISI MOTIVASI

Sartain menggunakan kata motivasi dan drive untuk menunjukkan arti yang sama. Menurutnya (dalam Purwanto, 2010, hal: 61): pada umumnya suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahakan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentive).

Dalam kehidupan sehari-hari, motif sering diungkapkan dengan berbagai kata, misalnya: hasrat, maksud, niat, minat, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita, kehausan, dan sebagainya.

Penggunaan kata Motivasi dan Motif seringkali sulit dibedakan. Motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut melakukan sesuatu. Sedangkan, motivasi adalah pendorongan, suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Purwanto, 2010)

Berikut ini disajikan beberapa definisi motovasi dari perspektif psikologi: 1. Perspektif Behavioristik Motivasi dipandang dalam pengertian yang sangat pasti. Motvasi sekedar pengharapan imbalan. Individu terdorong untuk mendapatkan imbalan

positif, dan terdorong oleh imbalan-imbalan yang diterima karena prilakuperilaku tertentu. ( Brown Douglas. 2008) Skinner, Palvov dan Thorndike menempatkan motivasi pada pusat teori tentang prilaku manusia. Dalam pandangan behivioristik, performa dalam kegiatan dan motivasi untuk melakukan itu tampaknya bergantung pada faktor-faktor eksternal: orang tua, guru, teman sebaya, persyaratan pendidikan, spesifikasi kerja dan seterusnya. Teori ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Artinya, segala perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungan sekitarnya. Di mana lingkungan tempat manusia tinggal, di sanalah seluruh kepribadiannya akan terbentuk. Lingkungan yang baik akan membentuk manusia menjadi baik. Juga sebaliknya, lingkungan yang jelek akan menghasilkan manusia-manusia yang bermental jelek sesuai dengan kondisi lingkungan tadi. Selain itu, konsep belajar behavioristik juga menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulan tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulan. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon) (Dalyono. M. 2007)

Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasiasosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon

(R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat, sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam hal ini, akan menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. (http://www.psikomedia.com article pdf. Akses Agustus 2011)

Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan dibiarkan objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal ini objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya. Cirri-ciri belajar dengan trial and error yaitu:

a. Ada motif pendorong aktivitas b. Ada berbagai respon terhadap situasi c. Ada eliminasi respon-respon yang gagal/salah d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan

Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon stimulus, apabila murid tidak menunjukan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tidak mungkin dapat membimbing tingka lakunya kearah tujuan behavior. Guru berperan penting di dalam kelas untuk mengkontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan Jenis-jenis stimulus.

1) Positive reinforcement; penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon 2) Negative reinforcement; yang pembatasan dihentikan stimulus akan yang tidak

menyenangkan,

jika

mengakibatkan

probabilitas respon 3) Hukuman; pemberian stimulus yang tidak menyenangkan, misalnya consideration or reprimand bentuk hukuman. (Dalyono, M. 2007) Paham ini menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer, dkk, 2000). 2. Perspektif Humanistik Menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka dan peka terhadap orang lain. Berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow diberi perhatian khusus yaitu aktualisasi diri. 3. Perspektif Kognitif Pemikiran murid akan memandu motivasi mereka, juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk,

2001). Jadi perspektif behavioris memandang motivasi murid sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif

berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif mengusulkan konsep menurut White (1959) tentang motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien. 4. Perspektif Sosial Kebutuhan afiliasi adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman serta membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang punya hubungan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sifat akademik yang positif dan lebih senang bersekolah (Baker, 1999; Stipek, 2002).

Dari definisi motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa ada tiga komponen utama yang berperan dan saling terkait untuk timbulnya motivasi. Jadi, motivasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan sadar yang timbul dalam diri individu (internal power) atau karena faktor luar individu (external power) yang mendorongnya melakukan usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini dapat ditunjukkan melalui ilustrasi beriku ini:

MOTIVA TION

BEHAVIOURS

GOALS

2. TEORI-TEORI MOTIVASI Gambar 1. Hubungan Motivasi, Perilaku, Tujuan Ketertarikan dari para penggiat pendidikan, manajer, dan peneliti terhadap isu motivasi telah lama muncul, terutama kaitannya dengan upaya pencapaian prestasi kerja individu. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Konsep teori motivasi telah banyak diajukan oleh berbagai ahli. Berikut ini adalah beberapa teori motivasi menurut beberapa ahli: 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya menegaskan bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 2. Abraham Maslow, pencetus hierarki teori kebutuhan

Aktualisasi Diri Penghargaan

Kasih Sayang

Rasa Aman

Kebutuhan Fisiologi
Gambar 2. Hierarki Kebutuahn Menurut Maslow

(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self-actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda antara satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori klasik Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami koreksi. Penyempurnaan atau koreksi tersebut terutama diarahkan pada konsep hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah hierarki dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik jenuh dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan: Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu:

(1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. 3. Teori Clyton Alderfer (Teori ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG. Akronim ERG dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan) Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena Existence dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; Relatedness senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan Growth mengandung makna sama dengan self-actualization menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa: Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri

pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam

kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu: Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya; Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis; Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.

6. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :

A. tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; B. tujuan-tujuan mengatur upaya; C. tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan D. tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.

7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan) Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work And Motivation mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori Harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat

menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. 8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.

Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku. Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan. Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.

Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang

harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan gaya yang manusiawi pula.

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu.

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah: (1) jenis dan sifat pekerjaan; (2) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (3) organisasi tempat bekerja; (4) situasi lingkungan pada umumnya; (5) sistem imbalan yang berlaku dan (6) cara penerapannya.

3. JENIS-JENIS MOTIVASI 1. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), motivasi yang didasarkan pada sebuah nilai dari kegiatan yang dilakukan tanpa melihat penghargaan dari luar. Misalnya: Murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu sendiri. Ada 2 jenis motivasi intrinsik: a. Determinasi diri Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Disini, motivasi internal dan minat intrinsik dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka. b. Pilihan personal Pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan bahagia yang besar. Pengalaman optimal ini kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah. 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi entrinsik ini sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan (reward) dan hukuman. Imbalan eksternal dapat berguna untuk mengubah perilaku. Fungsi imbalan adalah sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, di mana tujuannya adalah mengontrol perilaku murid. Contohnya: guru memberi reward permen

kalau murid bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Tetapi tentu kita juga menginginkan motivasi siswa adalah motivasi yang memang berasal dari dirinya sendiri (intrinsik), hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan hadiah yang mengandung informasi tentang kemampuan murid sehingga motivasi instrinsik dapat meningkat, kenapa? Karena dengan memberikan pujian dapat juga meningkatkan perasaan bahwa diri mereka kompeten. 4. KONFLIK MOTIF Pada kondisi tertentu satu motif mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu, dan motif lain justru menolak (mendorong untuk menghindarinya). Ini disebut dengan konflik antarmotif. Menurut Sartain, konflik motif terbagi tiga: 1. Approach avoidance conflict Konflik jenis ini merupakan pertentangan antara motif-motif yang saling berlawanan maksud dan tujuannya. Lebih jelasnya, motif yang satu mendorong seseorang untuk mencapai tujuan sementara motif yang lain mendorong untuk menghindari/menjauhi tujuan. Yang menjadi objek dan tujuan dalam konflik ini adalah sama. 2. Approach approach conflict Konflik ini terbagi lagi menjadi 2, yaitu: a. Convergent approach approach conflict Konflik jenis ini dapat terjadi apabila dua motif yang saling bertentangan mendorong seseorang kepada tujuan yang sama. b. Divergent approach approach conflict

Konflik ini terjadi apabila terdapat dua motif dan dua yang bersaing satu sama lain pada saat yang sama. Biasanya satu motif diarahkan pada dua tujuan yang berbeda dan bertentangan. 3. Avoidance approach conflict Pada konflik ini, terdapat dua objek-tujuan yang kedua-duanya tidak diinginkan, tetapi salah satunya harus dipilih.

Berikut ini ilustrasi dari ketiga jenis konflik di atas.

Gambar 4. Konflik Motif 5. Fungsi dan Tujuan Motivasi Fungsi/tujuan motif: 1. Mendorong manusia untuk bertindak. Motif berfungsi sebagai penggerak yang memberika energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.

2. Menentukan arah perbuatan. Motif menuntun kepada perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujua. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh. 3. Menyeleksi perbuatan kita. Motivasi menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan mengenyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu. Seseorang yang ingin menggapai gelar sarjananya tidak akan menyianyiakan waktunya dengan berfoya-foya/bermain kartu, sebab perbuatan itu tidak cocok dengan tujuan.

BAB III PENUTUP

A. Saran Pengembangan Motivasi dalam Pendidikan Mengingat pentingnya peran motivasi dalam dunia pendidikan, maka kiranya saran-saran berikut dapat mendapat perhatian yang serius dari para pihak yang bergelutdi dunia pendidikan 1) Masing-masing teori motivasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk itu dalam penerapannya kiranya kita tidak hanya terpaku pada satu teori saja tetapi semua teori bisa digunakan secara terpadu dimana masing-masing teori bersifat komplementer terhadap yang lain. 2) Untuk membangun dan mengembangkan motivasi pada anak didik adalah dengan membina pribadi anak agar dalam diri mereka terbentuk motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima oleh masyarakat. 3) Tunjukkan secara konkrit melalui contoh-contoh nyata sehari-hari dalam masyarakat bahwa dapat tercapai atau tidakna suatu maksud atau tujuan sangat bergantung pada motivasi apa yang mendorongnya untk mencapai maksud atau tujuan tersebut. 4) Pada umumnya motivasi intrinsik lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, kuatkanlah motivasi intrinsik pada peserta didik. Janganlah anak kiranya mau belajar atau bekerja hanya karena takut dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus ujian.

DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2008. Psikologi Pendidikakan (Cetakan IV). Jakarta: PT. Grasindo. Purwanto, M. Ngalim, Drs., MPd. 2010. Psikologi Pedidikan (Cetakan XXIV). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Santrock, John, W. 2008. Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Referensi Weblog: 1) http://iril-superhandz.blogspot.com/2009/11/pengertian-motivasi.html Aksess 20 Agustus 2011 2) http://www.masbied.com/2010/01/14/aplikasi-teori-motivasi-maslow-dalammodel-pembelajaran-berbasis-psikologi/ aksess 17 Agustus 2011 3) http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_education aksess 17 Agustus 2011

Anda mungkin juga menyukai