Anda di halaman 1dari 2

I.

Pendahuluan
Perkembangan teknologi di era globalisasi seperti sekarang ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industry di Indonesia. Agar dapat terus mengikuti era globalisasi industry harus terus melakukan pengembangan agar terus dapat bertahan. Kemajuan pengembangan industry ini memberi dampak berupa tersedianya banyak lapangan pekerjaan, namun juga memberikan dampak buruk terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Kegiatan industri dalam proses produksinya hampir selalu disertai faktor-faktor yang mengandung risiko bahaya dengan terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja. Hal ini disebabkan oleh adanya sumber bahaya yang ditemukan di lingkungan kerja yang beranekaragam, salah satunya adalah bahaya ergonomi. Menurut Sumamur (1982), ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya produktifitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Penerapan ergonomi berprinsip bahwa semua aktivitas pekerjaan dapat menyebabkan pekerja mengalami tekanan fisik dan mental. Ergonomi mengupayakan agar tekanan ini masih dalam batas toleransi, hasil kinerja memuaskan, dan kesehatan dan kesejahteraan pekerja dapat meningkat. Jika tekanan yang dialami pekerja berlebihan, maka akan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan, kecelakaan cidera, dan penurunan fisik dan mental. Upaya yang dilakukan antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban yang bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Cidera dan penyakit akibat ergonomi bervariasi, mulai dari kelelahan mata, sakit kepala, sampai gangguan otot rangka (musculoskeletal disorders) (Pulat, 1997). Definisi musculoskeletal disorders (MSDs) adalah kelainan yang disebabkan

penumpukan cidera atau kerusakan kecil-kecil pada system musculoskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga membentuk kerusakan yang cukup besar dan menimbulkan rasa sakit (Humantech, 2005). Gangguan MSDs biasanya merupakan suatu akumulasi dari benturan-benturan kecil atau besar yang terjadi dalam waktu pendek ataupun lama, dalam hitungan beberapa hari, bulan, atau tahun tergantung dari berat atau ringannya trauma (Humantech, 2005).

Faktor-faktor risiko yang terdapat pada aktifitas terkait MSDs dapat diklasifikasikan menjadi : faktor risiko yang terkait dengan pekerjaan, karakteristik objek, lingkungan kerja, dan faktor individu. Karaktristik lingkungan kerja seperti kebisingan, pencahayaan, suhu dan kelembaban di usaha laundry perlu diperhatikan, karena karakteristik lingkungan krja juga dapat menjadi penyebab kelelahan kerja. Untuk mengetahui karakteristik pekerjaan, karakteristik objek dan karakteristik individu dapat dilakukan dengan observasi dan kuesioner. Untuk mengetahui tingkat kelelahan kerja akibat aktivitas fisiologis selama bekerja dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran denyut nadi, konsumsi oksigen, dan tekanan darah. Molen et al. (2007) melakukan salah satu studi untuk mengetahui hubungan berat balok terhadap beban kerja fisik pada pekerja pemasangan balok. Pada penelitian ini digunakan pengukuran denyut nadi dan konsumsi oksigen. Selain itu dilakukan juga pengukuran kelelahan di industri konstruksi dengan melakukan pengukuran tekanan darah, denyut nadi dan critical flicker fusion (CFF) bersamaan dengan pengukuran kelelahan subjektif dengan skala RCIF (Hsu et al., 2008). Abdelhamid & Everett (2002) melakukan pengukuran beban kerja fisik pekerjaan konstruksi menggunakan pengukuran konsumsi oksigen dan denyut nadi. Studi tentang musculoskeletal disorders (MSDs) pada berbagai industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meiputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah (NIOSH, 1996). Salah satu industri yang memiliki potensi MSDs pada pekerjanya adalah industri laundry. Proses pekerjaan dalam usaha laundry terdiri dari penyortiran, penimbangan, pencucian, pengeringan, penyetrikaan, dan pembungkusan (Laraswati, 2009). Pada proses-proses tersebut terdapat masalah diantaranya sarana pekerjaan yang tidak ergonomis dan lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat yang dapat menyebabkan terjadinya kelelahan kerja. Selain terjadinya kelelahan kerja, pekerja laundry juga memiliki potensi risiko terhadap bahaya fisik dalam hal keluhan nyeri punggung, siku, dan lainnya. Keluhan ini dinamakan Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Ayoub & Dampsey, 1999). Masalah tersebut lazim dialami para pekerja yang melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus menerus. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai resiko terjadinya MSDs pada pekerja laundry khususnya sector usaha informal dengan melihat aktivitas kerjanya.

Anda mungkin juga menyukai