Anda di halaman 1dari 23

Identitas Pasien

Nama TTL Usia Jenis Kelamin Alamat Tangal masuk RS No.rekam medis

: An. S : Jakarta, 24-5-2005 : 5 th 8 bulan : Laki-laki : Jakarta pusat : 20-2-2011 JAM 16.30 : 00-72-76-75

Status di Poli 19-2-2011 jam 08.28

KU : Mata, perut, kaki bengkak KT : batuk PF : Edema palpebra, ascites, edema pretibial, Th/ Cefixime syrup 2 x cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet) Lasix 1 x 200 mg

Diagnosa : GNA

ALLOANAMNESIS 20-2-2011

Keluhan Utama: mata sedikit bengkak Keluhan Tambahan: panas, batuk, pilek RPS : 12 hari SMRS Panas terus menerus, tidak turun dengan obat. Batuk berdahak & pilek, dahak bisa keluar
1

Muntah isi makanan 3x/hari Makan mau, minum air putih (8 gelas)

10 hari SMRS Berobat ke puskesmas : panas , batuk, pilek tidak membaik

6 hari SMRS Berobat ke puskesmas : panas, batuk, pilek tidak membaik Perut mulai membesar, mata mulai bengkak BAK 4x/hari tapi sedikit-sedikit Muntah isi makanan 5x/hari Rujuk ke rumah sakit

1 hari SMRS Berobat ke poli RS Diberi obat, berobat jalan karena kamar penuh. Bila kamar kosong dirawat di RS Batuk, pilek, panas sudah membaik setelah diberi obat dari poli

MRS Mata sedikit bengkak (tidak panas, batuk, pilek, pusing, nyeri telan, nyeri pinggang, bak tidak sakit, BAK kuning, sedikit ) Rawat dengan rencana pemeriksaan urin/24 jam

Riwayat Penyakit Dahulu

: tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga : di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini
Tidak ada tekanan darah tinggi

Riwayat kelahiran menangis

: Spontan, cukup bulan, BL = 3,5 kg, PB = 48 cm. langsung

Riwayat Pengobatan

: tidak sedang dalam pengobatan jangka panjang

Riwayat Alergi

: Alergi obat tidak ada Alergi makanan : ikan, madu (gatal, bentol-bentol merah)

Riwayat Imunisasi

: sudah imunisasi Hepatitis B, BCG, DPT-Polio I, II, III, dan Campak

Kesan : imunisasi lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang : Jalan usia 12 bulan, duduk usia 6 bulan, tengkurap usia 3 bulan. Kesimpulan riwayat tumbuh kembang sesuai usia

Riwayat Psikososial

: Kontak TB (-)

PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran Keadaan Umum : Compos mentis : Sakit ringan

Tanda vital: Suhu Nadi Pernapasan TD : 36,3 0C : 80 x/menit, reguler, kuat : 24 x/menit : 130/100 mmHg

Antropometri BB : 17 kg TB : 110 cm LK : 50 cm (Normocephal)

Status Gizi BB/U : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi baik)


3

TB/U : 110/110 x 100 = 100 (Gizi baik) BB/TB : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi kurang) Kesan = Gizi kurang

STATUS GENERALIS

Kepala Bentuk UU Rambut Mata : normocephal : sudah menutup : hitam,distribusi merata : cekung (-), edema (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Hidung Mulut Telinga

: simetris, sekret -/-, napas cuping hidung : mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1 : serumen -/-

Leher

: pembesaran KGB-/-, pembesaran tyroid -/-

Paru Inspeksi Palpasi : pergerakan dinding dada simetris : vocal premitus simetris

Auskultasi : vesikuler, wheezing-/-, ronkhi -/-, slam (+/+) Perkusi : redup pada kedua lapangan paru

Cor : Inspeksi Palpasi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba

Auskultasi : Bj 1 dan Bj 2 reguler, gallop -/-, murmur -/ Perkusi Abdomen Inspeksi Palpasi : Datar : Supel, turgor baik
4

: tidak dilakukan

Nyeri tekan (-) Hepar, lien dan ginjal tidak teraba Nyeri ketuk pinggang Perkusi : timpani seluruh abdomen

Auskultasi :peristaltik usus + normal Lingkar Perut : 52cm

Ekstremitas: Ekstremitas atas Akral : Hangat Edema : Negatif (-/-) Petekie : - /RCT : < 2 detik Sianosis :-

Ekstremitas bawah Akral : Hangat Edema : Negatif (-/-) Petekie : - /RCT : < 2 detik Sianosis :-

Inguinal : pembesaran KGB Anus dan rektum : dalam batas normal Genitalia : fimosis -, edema -

Pemeriksaan Penunjang H2TL Urin Lengkap Kimia Darah

Laboratorium Darah perifer (19-2-11 jam 10.00) Hb : 10, 3 g/dl (N : 10,8-15,6) Leukosit : 8,80 ribu/L (N : 5,00-14,50) Basofil 0 % (N : 0-1) Eosinofil 1 % (N :2-4) Neutrofil batang 3 % (N : 3-5) Neutrofil segmen 55 % (N : 25-60) Limfosit 36 % (N : 25-50) Monosit 5% (N : 1-6) LED 10 mm (N :0-10) Trombosit 341.000 (N : 181-521) Hematokrit 32 % (N : 33-45)

Urinalisis Warna : kuning (Normal : kuning) Kejernihan : keruh (jernih) Leukosit 8-10/LPB (N : 0-5) Eritrosit 3-4/LPB (N : 3) Silinder 2-3 granula kasar/LPK Sel epitel : gepeng 1+ (N : 1+) Kristal - (N : negatif)

Bakteria - (N : negatif) BJ 1,02 (N : 1,005-1,03) pH 7,0 (N : 5,00-7,00) Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl) Glukosa negatif (< 100 mg/dl) Keton (normal : negatif) Darah samar /Hb 1+ (normal : negatif) Bilirubin (Normal : negatif) Urobilin ogen 0,2 mg/dl (N : 0,2-1,00) Nitrit (Normal : negatif) Leukosit esterase (Normal : negatif)

Kimia Darah Protein total 6,4 g/dl (N : 6,00-8,00) Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2) Ureum darah 21 mg/dl (N : 10-50) Kreatinin darah 0,4 mg/dl (N : < 1,4) Asam urat 6,3 mg/dl (N : 3,00-7,00) Kolesterol total 166 mg/dl (N : < 200) Kolesterol HDL 50 mg/dl (N : 42-67) Kolesterol HDL direk 74 mg/dl (N < 100)

RESUME Anamnesis Anak laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kedua mata sejak 6 hari SMRS. Bengkak juga terjadi pada kaki dan perut sejak 6 hari SMRS namun sudah tidak

membengkak saat MRS. BAK 4x/hari, sedikit sejak 6 hari SMRS. Panas, batuk, pilek sejak 12 hari SMRS. Os dirawat dengan rencana pemeriksaan urin/24 jam.

Pemeriksaan Fisik Kesadaran composmentis kesan sakit ringan Suhu 36,3 C, nadi 80x.mnt reguler, kuat, napas 24 x/mnt. Tensi 130/100 mmHg status gizi kurang edema palpebra + ascites, edema pretibial ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA -.

Laboratorium Darah perifer Hb : 10, 3 g/dl ( N : 10,8-15,6) Eosinofil 1 % (N : 2-4) Hematokrit 32 % (N :33-45)

Urinalisa Kejernihan : keruh (N :jernih) Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl) Darah samar /Hb 1+ (N : negatif) Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)

Working Diagnosis : GNA

Terapi Terapi di bangsal Cefixime syrup 2 x cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet) Lasix 1 x 200 mg Diet nefrotik

Follow Up TANGGAL 21-2-2011 S Tidak ada keluhan O T : 36 c RrR: 24 x/menit HR : 80 x/menit TD : 120/80 mmHg Nyeri ketuk CVA Edema palpebra-, ascites -, edema pretibial LP : 52 CM BAK 400 cc T : 36,5 RR : 24 x/menit HR : 80 x/menit TD : 120/70 mmHg Edema pretibial -, ascites -, edema pretibial LP : 51 cm BAK 800 cc A GNA P Cefixime syrup 2 x cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet) Diet nefrotik

22-2-2011

Tidak ada keluhan

GNA

Cefixime syrup 2 x cto Novakal syrup 2 x 1 cto Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet) Diet nefrotik

TANGGAL 23-2-2011

S Tidak Ada keluhan

O T : 37 c RR: 20 x/menit HR : 80 x/menit TD : 110/70 mmHg Nyeri ketuk CVA Edema palpebraLP : 50 CM BAK 900 cc

A GNA

P Rencana pulang

10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Glomerulunefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri,oliguri, GFR menurun,insuffisiensi ginjal (Enday, 1997) Glomerulonefritis sebenarnya merupakan istilah umum kelainan ginjal berupa proliferaasi dan inflamasi glomeruli yang disebabkan sekunder oleh mekanisme imunologis terhadap antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit tertentu dan zat lain. Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria, hematuria, silinder, eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus (parenkhim) baik primer maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut (SNA)

B. Epidemiologi Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).3

C. Etilogi Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas, misalnya pharyngitis atau tonsillitis dan penyakit kulit. Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala

11

klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7 Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa : 1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina 2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A 3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4 Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,

Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl 3. Parasit : malaria dan toksoplasma 1,8

Streptokokus Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10 S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

12

a. Sterptolisin O Sterptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

b. Sterptolisin S Sterptolisin S Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9 Bakteri Sterptokokus hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9

D. Patomekanisme Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi
13

mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2 Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.11 Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13 Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7

14

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7 Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik kompleks imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13 Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain. Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2 Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :

15

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. 2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.4

16

E. Gejala Klinis Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8 Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
17

maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak seberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7 Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. 1,2 Oliguria tidak sering dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti gejala edema, hematuria, hipertensi, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulknya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek. Gejala sistem kardiovaskuler antara lain kongesti sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Dahulu diduga kongesti sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik kongesti tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa kongesti terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia. Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat kongesti sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimptomatik, artinya hanya terlihat secara radiologis. Gejala klinik adalah batuk dan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki.

H. Pemeriksaan penunjang Urinalisis Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4). Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2/24 jam, tetapi pada keadaan tertenu dapat melebihi jumlah tersebut.
18

Hematuria mikroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita. Adanya eritrosit dalam urin merupakan tanda penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang ditemukan pada 60-85% kasus GNAPS. Adanyatorak eritrosit ini menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus. Walaupun begitu bentuk torak ini bisa pula dijumpai pada penyakit ginjal lain seperti Acute tubular Necrosis. Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase (AH ase), dan anti Dnase B (AD Nase-B). Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O. Sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat (> 200) pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7 Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut

pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.2,12 Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1

19

I. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. kini penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi dan kelainanlaboratorium urin yang masih ada dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. 2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 \dosis. Cefixim pada anak 1-4 tahun 100mg/hari dibagi dalam 2 dosis,usia 5-10 tahun 200mg/hari dibagi dalam 2 dosis,1 tablet mengandung 200mg. Furosemide inj. 0,5-6mg/kg,oral 1-2mg/kg(6-8 jam bila perlu) Prednison 1-2 mg/kg/hari. 3. Makanan. Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam dan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari.

20

Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi yaitu sebanyak 0,5-1 gram/kg/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 mg/kg/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kg/hari) Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972). Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

21

J. Komplikasi 1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. 2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. 3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.1,3,4,7

K. Prognosis Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%.

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta. 3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta. 4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009. 5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtmterm=g lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009. 6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta. 7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed April 8th, 2009. 8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009. 9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klari fikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009. 10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaA nak.html. Accessed April 8th, 2009. 11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009. 12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April 8th, 2009. 13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th, 2009 14. Rauf, Syarifuddin. Nefrologi Anak.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UH. Makasar, 2009

23

Anda mungkin juga menyukai