Anda di halaman 1dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus (DM) dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.1 Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaringan atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut pasien diabetes mellitus sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosis sebagai diabetes mellitus dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada kulit seperti gatal-gatal, bisulan. Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis seperti keputihan dan lain-lain. 1 Gejala-gejala pada DM merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan dalam metabolisme karbohidrat, protein, lemak dengan produksi ataupun fungsi horman insulin. Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinik yang terdiri dari peningkatan kadar gula darah, ekskresi gula melalui air seni dan gangguan mekanisme kerja hormon insulin. Kelainan tersebut timbul secara bertahap dan bersifat menahun. 1 Berdasarkan suatu hasil studi epidemiologi terbaru, tanpa memandang gender, ras, usia, Indonesia telah memasuki epidemi diabetes melitus tipe 2. Di Indonesia diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Jika sudah terdiagnosis pun, dua pertiganya saja yang menjalani pengobatan (non farmakologik maupun farmakologik) dan hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. 2 Diabetes merupakan penyakit seumur hidup, jadi bukan hanya tim medis saja yang memiliki peran penting dalam pengelolaan penyakit ini, namun pasien dan orang disekelilingnya memiliki peran yang jauh lebih penting. 3

Salah satu komplikasi dari DM adalah Kaki diabetes, yang disebabkan adanya gejala neuropati,
terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan faktor aliran darah yang berkurang. Di Indonesia, kaki diabetes merupakan permasalahan yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit orang yang berminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengelola kaki diabetes. Disamping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat mencolok, lagipula adanya permasalahn biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umummya menambah peliknya pengelolaan dari kaki diabetes. Di RSUPN dr. CiptoMangunKusumo, masalh kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% pada tahun 2003. Nasib penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahu pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Karena peliknya masalah kai diabetes, maka kami menyusun responsi ini dengan harapan memberi sebuah pemahaman terhadap masalah diabetes melitus dan kaki diabetes kepada dokter muda di SMF Ilmu penyakit Dalam sehingga nantinya dapat menajadi

BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan Status perkawinan Pekerjaan Alamat : I Komang Neka Wijaya : 44 tahun : Laki-Laki : Bali : Indonesia : Hindu : SMA : Sudah menikah : Petugas Keamanan : Jln Bukit Hijau Jimbaran, Bhuana Gubug, Jimbaran

2.2 Anamnesis (2 Juni 2011)

Keluhan Utama Bengkak pada kaki kiri Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Dua hari kemudian, pasien mengatakan bahwa kulit pada kaki kiri mulai mengelupas, timbul bisul dan akhirnya luka pada kaki kiri. Rasa sakit dirasakan dengan tingkat kesakitan sedang sehingga membuat pasien tidak mampu beraktivitas seperti saat sebelum bengkak. pasien merasa sakit pada kaki bertambah apabila digerakkan dan sedikit berkurang apabila diistirahatkan. Pasien sempat memeriksakan keluhan ini kepada dokter umum, dan diberikan obat untuk mengontrol gula darah (Glibenclamid) dan salep. Rasa sakit dirasakan berkurang setelah pemberian salep, tetapi hanya berlangsung sebentar dan kemudian sakit kembali dirasakan. Keluhan dirasakan
4

menetap selama dua bulan karena itu pasien dirujuk ke RSUP Sanglah. Riwayat trauma pada kaki kiri disangkal oleh pasien. Riwayat kaku sendi di pagi hari disangkal oleh pasien. Pasien juga terkadang mengeluhkan mengeluhkan adanya kesemutan yang hilang timbul pada telapak kaki kanan, dan hal ini dikatakan tidak menganggu aktivitas pasien. Keluhan dirasakan timbul sejak dua bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya penglihatan kabur yang terus memburuk sejak dua tahun yang lalu. Selain itu pasien juga merasakan keluhan susah ereksi yang dikatakan perlahan lahan semakin terasa sejak dua tahun yang lalu. Riwayat Penyakit Dahulu Penderita sudah didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak tahun 2005. Saat itu dikatakan pasien mengalami keluhan sering kencing dimana frekuensi kencing lebih dari sepuluh kali per hari, dengan volume kurang lebih seperempat gelas aqua setiap kali kencing dan sering kencing pada malam hari sehingga menggangu tidur penderita. Dikatakan pula saat itu pasien sering merasa haus sehingga terus menerus minum air. Berat badan pasien dikatakan berkurang sebanyak kurang lebih 5 kg. Sehingga saat itu pasien memeriksakan dirinya ke dokter umum setempat dimana kemudian pasien diperiksa gula darah sewaktunya dan didapatkan hasil 525. Pasien dikatakan menderita diabetes mellitus serta mendapat obat minum yaitu Glibenclamid diminum 2 x 1 setiap hari. Riwayat penyakit jantung, Hipertensi, alergi obat, dan penyakit ginjal disangkal oleh pasien. Riwayat Keluarga Di keluarga pasien dikatakan terdapat kakak kandung pasien yang menderita penyakit kencing manis. Riwayat sosial Pasien saat ini merupakan seorang kepala keluarga dan saat ini bekerja sebagai pecalang dan security di sebuah villa. Pasien sehari-hari bekerja dengan jam kerja yang di-shiftkan,
5

kadang pagi, siang, atau malam. Pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki kecenderungan makan makanan yang manis dan makanan yang banyak mengandung lemak dan kolesterol. Makanan favorit pasien adalah tahu dan hanya makan daging apabila tersedia, dan frekuensinya dikatakan jarang. Pasien dikatakan selalu menyempatkan diri untuk berolahraga (jogging) apabila tidak terlalu banyak kesibukan. Setelah didiagnosa diabetes melitus pun pasien selalu menjaga kebiasaan ini, tetapi setelah timbul bengkak pada kaki pasien, pasien tidak bisa berlari lagi. Pasien dikatakan meminum alkohol, tetapi frekuensinya tidak tentu. Riwayat merokok disangkal oleh pasien.

2.3

Pemeriksaan Fisik (5 April 2011) Status Present Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu aksila Berat badan Tinggi badan BMI Status General Mata THT Cor Auskultasi Pulmo Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) : anemia -/-, ikterus -/- , odem palpebra -/- . refleks pupil +/+ isokor, terdapat pterigium pada kedua mata pasien : kesan tenang Thorax: simetris (+) : 120/70 mmHg : 96 x/mnt reguler isi cukup : 20 x/mnt tipe pernafasan torakoabdominal reguler : 36,4 C : 76 kg : 182 cm : 22,9 kg/m2

Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Ekstremitas Status Lokalis :


Inspeksi: Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm

: distensi (-) : Bising Usus (+) Normal : timpani, shifting dullnes (-), Nyeri Ketok CVA (-) : Nyeri tekan (-) Hepar/Lien/Ginjal : ttb,

: akral hangat ++/++, edema --/--,

oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis


Palpasi: hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+) Pemeriksaan ROM: range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak

dan nyeri

Gambar 1. Foto Kaki Kiri Pasien 2.4 Pemeriksaan Penunjang 2.4.1 Tekanan Darah Tgl TD (mmHg) 27/5/11 120/80 28/5/11 135/75 29/5/11 136/78 30/5/11 120/68 31/5/11 125/75 1/6/11 120/70 3/6/11 120/80

2.4.2 Gula darah 27/5/11 Gula Darah Glukosa Darah Puasa Glukosa Darah 2 jam 28/5/11 29/5/11 30/5/1 1 115 161 31/5/11 1/6/11 3/6/11 Nilai Rujuka n 80125 70-140 215 199 156 156 213 102

137

157

112

133

110

84

2.4.3 Albumin Tgl Albumin 27/5/11 2,9 29/5/11 2,538 30/5/11 2,742 Nilai Rujukan 3,4 4,8

2.4.4 Darah Lengkap


Darah Lengkap WBC Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT MPV 18/5/11 14,4 11,2 (77,5%) 2,2 (15%) 0,9 (6,6%) 0,10 (0,5%) 0,3 (0,3%) 2,93 8,6 25,6 87,1 29,5 33,8 566 5,5 31/5/11 9,55 6,99 (73,2%) 1,77 (18,6%) 0,61 (6,39%) 0,055 (0,579 %) 0,121 (1.26%) 3,52 10,1 30,2 85,8 28,6 33,3 301 7,28 Nilai Rujukan 4,1 - 11 2,5 7,5 (4780%) 1-4 (13-40%) 0,1 1,2 (211%) 0 0,5 (05%) 0 0,1 (0-2%) 4,5 5,9 13,5 17,5 41 53 80 100 26 34 31 36 150 440 6.8 - 10
8

2.4.5 Urinalisis
Urinalisis WBC Leucocyte Nitrite Protein Glucose Ketone Urobilinogen Bilirubin Erytrocyte Specific Gravity Color Sedimen Urine Lekosit Eritrosit Sel Epitel - Sel gepeng Lain-lain 18/5/11 5,00 Neg Neg 150 1.000 Neg Norm Neg 25 1,02 p. yel 2-3 4-5 Nilai Rujukan 5-8 Negative Negative Negative Normal Negative 1 mg/dl Negative Negative 1,005-1,020 p.yellow-yellow < 6/lp < 3/lp

2.4.6 Profil Lipid Lipid Profile Cholesterol HDL direct LDL Triglycerides 2.4.7 HbA1C Pemeriksaan HbA1C 20/05/11 11,9 Nilai Rujukan <6.5 21/05/11 141 25,26 101,3 71 Nilai Rujukan <200 40-60 <100 <150

2.5 Diagnosis
-

Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kaki diabetes Wagner Grade II Pedis sinistra Anemia Ringan Normokromik Normositer etc susp. Anemia on Chronic Disease Hipoalbuminemia etc Chronic Infection
9

2.6

Chronic Kidney Disease stage II etc susp DKD

Penatalaksanaan - IVFD Normal Saline 0,9% 20 tetes/menit - Diet DM 1900 kkal - Cefotaxim 3x1 g - Metronidazole 3x50 mg - Ciprofloxacin 2x200 mg - Lantus 0-0-0-20 IU - Novorapid 3x6 IU - Simvastatin 0-0-0-20 mg
- Rawat Luka setiap Hari konsul Bedah Thorax Kardio Vaskular

M/x -

: Vital Sign (Tekanan Darah, Suhu, Denyut Nadi, Pernafasan) Gula darah puasa dan 2 jam PP setiap Hari Kondisi kaki diabetes keluhan

10

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Diagnosis Diabetes Mellitus.

Untuk mendiagnosa Diabetes Mellitus (DM), kita memerlukan informasi baik dari pemeriksaaan klinis dan pemeriksaan gula darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Kriteria diagnosis DM : 1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dL 2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL 3. Kadar glukosa darah 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) 200 mg/dL Gejala Klasik DM dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu gejala yang khas dan gejala yang kurang khas. Keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan yang tidak khas yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, dan mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita). Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain.2 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu atau Glukosa Darah Puasa Terganggu tergantung hasil yang diperoleh. - TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL - GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL
11

Gambar 2. Skema langkah-langkah diagnosis DM4

Klasifikasi diabetes melitus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain (defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM), dan DM gestasional.2,4 DM tipe 1 dan 2 secara epidemiologis menggambarkan dua bentuk onset penyakit yang berbeda, namun secara klinik keduanya memperlihatkan gejala penyakit yang amat susah dibedakan. DM tipe 2 dapat tidak menunjukkan gejala klinis selama beberapa tahun sebelum didiagnosis dan angka insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya umur, serta dipengaruhi oleh peningkatan berat badan4 . Prevalensi DM tipe 2 meningkat seiring dengan umur, dan >9% orang yang berusia diatas 65 tahun akan menderita penyakit ini. Hal yang karakteristik terjadi pada DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan menurunnya sekresi insulin.
12

Adapun beberapa faktor resiko yang mendukung diagnosa Diabetes Mellitus. Faktor-faktor resiko ini dapat kita gali menggunakan teknik Fundamental Four. Tabel 1. Faktor-faktor resiko Diabetes Melitus Tipe 24

Obesitas sangat mempengaruhi sensitivitas insulin. Resistensi insulin juga erat kaitannya dengan terjadinya komplikasi hipertensi, dislipidemia, dan resiko aterosklerosis.1 Penderita DM tipe 2 biasanya terjadi pada umur tua (>45 tahun), onset lambat, penderita biasanya gemuk, terapi tidak harus dengan insulin. Sedangkan karakteristik DM tipe 1 biasanya terjadi pada umur yang lebih muda, onset akut, badan kurus, dan pengobatan harus dengan insulin.2 Pasien ini, didiagnosis menderita diabetes melitus karena berdasarkan hasil anamnesis didapatkan keluhan khas DM yaitu banyak kencing, banyak minum, dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, serta didapatkan pula keluhan lain yang tidak khas pada DM yaitu rasa lemah, kesemutan, pandangan kabur, dan juga disfungsi ereksi. Pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan hasil 525 mg/dl (>200 mg/dl). Berdasarkan hasil anamnesis yaitu adanya keluhan khas DM, dan dari hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih dari 126 mg/dl, maka pasien ini didiagnosis menderita diabetes melitus. Penderita dimasukkan ke dalam DM tipe 2 karena umur yang tua (44 tahun), onset lambat dan

13

terdiagnosis 5 tahun yang lalu. Adapun beberapa faktor resiko yang dimiliki oleh pasien adalah faktor genetik karena kakak kandung pasien juga terdiagnosa dengan diabetes mellitus. 3.2 Profil Lemak Darah Pada Diabetes Mellitus Kelainan lemak darah yang khas pada diabetes adalah peningkatan kadar trigliserida, dan menurunnya kadar kolesterol HDL, sedangkan kolesterol LDL pada kebanyakan kasus tidak berbeda dengan non diabetes. Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar non kolesterol HDL ( kolesterol LDL dan VLDL) pada penderita diabetes, khas dijumpai kolesterol LDL yang lebih kecil dan lebih padat yang disebut dengan small dense LDL cholesterol yang terbukti lebih aterogenik meskipun kadar kolesterol LDL absolute tidak meningkat.5 Adanya dislipidemia dapat berupa peningkatan faktor aterogenik seperti trigliserida total, trigliserida VLDL, dan kolesterol LDL serta adanya penurunan faktor antiaterogenik seperti kolesterol HDL.2 LDL yang berasal dari sirkulasi dapat berdifusi pasif melewati tigh junction yang mengikat sel endotel yang berdekatan, dan laju difusi akan meningkat jika jumlah LDL yang ada dalam sirkulasi juga meningkat. Akumulasi lipid subendotel, terutama lipid yang telah teroksidasi dapat menstimulasi reaksi inflamasi local yang dapat menimbulkan aktivasi sel endotel diatasnya. Sel endotel yang teraktivasi ini akan melepaskan selektin, molekul-molekul adesi, dan juga beberapa jenis kemokin seperti MCP 1. Disisi lain HDL yang mempunyai fungsi protektif akan mencegah terjadinya aterosklerosis melalui kemampuan memblok pengeluaran sejumlah molekul adesi oleh sel endotel. Kemokin merupakan proinflammatory cytokine yang bertanggung jawab terhadap terjadinya kemoatraksi, migrasi dan aktivasi leukosit. Proses aterosklerosis dimulai dari lapisan tunika intima dinding arteri. Secara histology awal dari terjadinya proses ini adalah akumulasi dari lipid laden macrophage/foam cells yang disebut sebagai fatty streak. Seiring waktu lesi akan berkembang progresif, kemudian plak yang sudah terbentuk akan nekrotik, mengandung debris sel, kolesterol, dan sel-sel inflamasi seperti macrophage foam cells. Lesi menjadi kompleks dan mengalami kalsifikasi, ulserasi yang secara progresif akan menimbulkan komplikasi dan penyakit. Arteri adalah pembuluh darah yang paling sering mengalami aterosklerotik. Terlihat peningkatan intima media thickness dinding arteri pada hipertensi, perokok, dan hiperkolesterolemia.5 Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini menunjukkan kelainan profil lipid yaitu berupa peningkatan Kolesterol LDL dan penurunan Kolesterol HDL. Nilai kolesterol total dan trigliserida didapatkan normal pada pasien.

Lipid Profile Cholesterol

21/05/11 141

Nilai Rujukan <200


14

HDL direct LDL Triglycerides

25,26 101,3 71

40-60 <100 <150

3.3 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 2 Prinsip penatalaksanaan DM antara lain: 1. Edukasi Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan prilaku telah terbentuk secara mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Diantaranya pemahaman tentang perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, faktor penyulit DM dan faktor resikonya, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, serta pentingnya latihan jasmani yang teratur.4

2. Terapi Gizi Medis Terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap diabetis sebaiknya mendapatkan penatalaksanaan TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi. Pada diabetis perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Pada konsensus PERKENI 2002, telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi yang seimbang berupa karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (15-20%), diet cukup serat, serta pembatasan garam. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, usia, aktifitas fisik/ pekerjaan, dan berat badan.2
Penentuan Kebutuhan Kalori Berdasarkan Rumus Brocca4 Kalori basal = BB Ideal (82)30 kal/kg =2460 kal

15

Koreksi / Penyesuaian 1. Umur > 40 th = -5% 2460 kal 2. Aktivitas ringan = + 10% 2460 3. Berat badan lebih -10% 2460 4. Stres metabolik: ulkus di kaki 10% x 2460 Total Kebutuhan Kalori yaitu = -123 kal =+246 kal = -246 kal = +246 kal = 2583 kal

1. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang.4

2. Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani. Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
a. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea, glinid, GLP 1 Agonist, dan DPP-IV

Inhibitor b. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolindindion


c. Penghambat glukoneogenesis : metformin, GLP 1 Agonist, dan DPP-IV Inhibitor

16

d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

17

Tabel 2. Mekanisme Kerja beberapa jenis OHO

18

GLP Agonist

1 Exenatide

Hormon incretin (GLP-1) merupakan respon terhadap asupan makanan, berfungsi membantu meningkatkan respon ssekresi insulin oleh makanan, menekan sekresi glukagon menghambat glukoneogenesi. juga memiliki sentral.4 Incretin memperlambat efek anoreksia sehingga

pengosongan lambung dan

DPP-IV Inhibitor

Sitagliptin Vildagliptin

GLP 1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek akibat inaktivasi oleh enzim DPP IV. Obat ini menghambat kerja enzim tersebut sehingga masa kerja hormon GLP-1 menjadi lebih lama dan efektif untuk menurunkan hiperglikemia4
19

Insulin Indikasi pemberian Insulin pada keadaan:


a. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin

endogen oleh sel-sel kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada b. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
c. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark

miokard akut atau stroke d. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. e. Ketoasidosis diabetik
f. Insulin

seringkali

diperlukan

pada

pengobatan

sindroma

hiperglikemia

hiperosmolar non-ketotik. g. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat i. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

20

Tabel 3. Klasifikasi dan Spesifikasi Terapi Insulin

Gambar 3. Algoritme pemberian kombinasi insulin dan OHO

Gambar 4. Algoritma Kontrol Glikemik pada pasien Diabetes Mellitus PERKENI 20067

21

22

Gambar 5. Algoritma pengendalian kadar glikemik pada pasien DM tipe 2 menurut AACE6
23

Gambar 6. Kriteria DM terkendali4

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang merupakan target terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.4 Lima tahun lalu saat pasien pertama kali didiagnosa DM, obat yang diberikan adalah Glibenclamid, yaitu Obat anti hiperglikemik oral golongan sulfonilurea. Hal ini mungkin kurang sesuai dengan algoritma dari PERKENI tahun 2006 maupun AACE tahun 2009, dimana seharusnya pasien diberikan metformin terlebih dahulu dan diedukasi untuk meningkatkan/memperbaiki pola hidupnya. Saat pasien datang ke RSUP Sanglah, pemeriksaan HbA1C menunjukkan nilai 11,9 % dan nilai ini cukup tinggi menilik target terapi diabetes adalah < 6,5 %. Hal ini menjadi petunjuk apabila Penyakit Diabetes pada pasien ini tidak terkontrol dengan baik. Pemberian terapi insulin pada pasien ini berdasarkan beberapa indikasi antara lain : 1. Nilai HbA1C pasien yang tinggi (>9%). Menurut PERKENI 2006, apabila setelah diberikan dual therapy OHO angka HbA1C pasien > 7%, maka Insulin Basal dapat diberikan pada pasien. Algoritma AACE 2009 pun mengatakan hal serupa dimana kadar HbA1C pasien > 9% maka Terapi Insulin dapat dimulai. 2. Pemberian terapi insulin dapat dipertimbangkan saat pasien mengalami keadaan stress seperti pada infeksi berat. Pasien saat ini mengalami keadaan Kaki diabetes dan dengan adanya nanah
24

dan kenaikan White Blood Cell pada pemeriksaan Darah Lengkap (14,4 dengan nilai rujukan 411). Maka dapat disimpulkan bahwa pasien sedang mengalami infeksi walaupun tidak terlalu berat. Insulin yang digunakan adalah Lantus (Gargline/Long Acting Insulin) dikombinasikan dengan Novorapid (Aspart/Ultra Rapid Acting insulin). Metode pemberian insulin adalah empat kali sehari basal bolus insulin. Yaitu pemberian Novorapid 3x dalam sehari saat makan dan Lantus 1x sehari sebelum tidur. Dalam penentuan dosis insulin, digunakan rumus dari Joslin Diabetes Mellitus 2005:
Calculate Total Daily Insulin (TDI)

Insulin Insulin Gambar 7. Penentuan Dosis dalam terapi Insulin Diabetes Mellitus
dengan kebutuhan yaitu x 76 kg yaitu 38 IU (20+18 IU).

(lispro, aspart or regular) Breakfast = 60% of TDI Lunch doses doses = 1/3 of = 1/3 of mealtime mealtime

= 0.5 unitsx weight (kg) OR (sum of current doses) Total Mealtime eg: if weight is 60 kg, Total Basal Insulin Insulin TDI = 30 units (NPH, glargin,
Dinner doses = 1/3 of mealtime

= 40% of TDI Bedtime

ultralente)

Insulin

doses = total basal insulin

Dosis yang diberikan adalah Novorapid 3x6 IU dan Lantus 20 IU. Total dari Insulin yang diberikan sesuai

3.4 Terapi Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL. Dalam proses aterosklerosis, semuanya mempunyai peranan penting. Langkah awal pengelolaan dislipidemia adalah upaya non-farmakologis yang meliputi modifikasi diit, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. Walaupun kelainan lipid yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah hipertrigliseridemia dan rendahnya kolesterol HDL, menurut NCEP ATP III pilihan obat pertama adalah golongan statin, kecuali bila penderita disertai dengan hipertrigliseridemia >450 mg/dl. Statin sangat efektif dalam menurunkan kolesterol LDL dan relatif aman . Dari beberapa penelitian besar seperti 4-S dengan simvastatin, dan sebagainya terbukti kemampuannya menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat
25

penyakit kardiovaskular. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis kolesterol di sel hati sehingga kandungan kolesterol di hati menurun. Untuk mengoptimalkan kandungan kolesterol tersebut, sel meningkatkan produksi dan aktivitas reseptor LDL, kemudian memasukkan LDL ke dalam sel hati. Dengan demikian terjadi katabolisme LDL sehingga terjadi penurunan LDL. Pemakaian obat hipolipidemik pada pasien ini dipilih simvastatin 20 mg (120 mg).3

3.5 Kaki diabetes Sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus4 Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling ditakuti. Terjadinya masalah Kaki diabetes diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang diabetes melitus yang menyebabkan kelainan neuropati, naik neuropati sensorik, sensorik maupun autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, kemudian menyebabkan terjadi perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinnya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang berkurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan Kaki diabetes. Klasifikasi dari Kaki diabetes menurut Wagner sebagai berikut : 0 = kulit intak/ utuh 1 = Tukak superfisial 2 = Tukak Dalam ( sampai tendon, tulang ) 3 = Tukak Dalam dengan infeksi 4 = Tukak dengan ganggren pada 1-2 jari 5 = Tukak dengan ganggren luas seluruh kaki.

Pada pasien dari anamnesis ditemukan pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba-tiba

26

pada pagi hari saat pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ekstremitas ditemukan :
o

Look : Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis

o o

Feel

: hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+)

Move : range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak dan nyeri

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :


Darah Lengkap WBC Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil 18/5/11 14,4 11,2 (77,5%) 2,2 (15%) 0,9 (6,6%) 0,10 (0,5%) 0,3 (0,3%) 31/5/11 9,55 6,99 (73,2%) 1,77 (18,6%) 0,61 (6,39%) 0,055 (0,579 %) 0,121 (1.26%) Nilai Rujukan 4,1 - 11 2,5 7,5 (4780%) 1-4 (13-40%) 0,1 1,2 (211%) 0 0,5 (05%) 0 0,1 (0-2%)

Peningkatan WBC mengindikasikan adanya infeksi pada Ulkus di kaki. Penatalaksaan pasien ini diberikan IVFD Cefotaxim 3x1 g, Metronidazole 3x50 mg, Ciprofloxacin

2x200 mg, Rawat Luka setiap hari dengan konsultasi ke bagian bedah.

3.6 Penyakit Ginjal Kronis Sebagai Komplikasi Diabetes Mellitus8,9,10,11,12


27

Diagnosis PGK mengacu pada kriteria K/DOQI didasarkan atas 2 kriteria, yaitu :
1. Kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa

penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urin atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.
2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal. PGK diklasifikasikan berdasarkan oleh laju filtrasi glomerolus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerolus yang lebih rendah, berdasarkan ada atau tidaknya penyakit ginjal.

Tabel 4. Stadium Penyakit Ginjal Kronik

Stadium 1 2 3 4 5

Deskripsi Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan Penurunan LFG sedang Penurunan LFG berat Gagal Ginjal

LFG (ml.min/1,73 m3) > 90 60-89 30-59 15-29 < 15 atau dialisis

LFG dihitung menggunakan rumus Cockroft Gault yaitu : LFG (ml/menit/1,73 m3) = ( 140 umur ) x BB x 0,85 (jika wanita) 72 x kreatinin plasma Pasien ini didiagnosis dengan PGK stadium II ec. susp. DKD. Berdasarkan rumus Cockroft Gault, LFG pasien saat ini adalah 77,5. Hal ini berarti sesuai dengan kriteria dan klasifikasi yaitu PGK Stadium II. Penyakit ginjal diabetik (PGD) atau nefropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes. Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada filter ginjal atau yang dikenal dengan glomerulus. Oleh karena terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah
28

protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin. Pada keadaan normal albumin juga diekskresikan dalam jumlah sedikit dalam urine. Peningkatan kadar albumin dalam urine merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal oleh karena diabetes. PGD dapat dibedakan menjadi dua kategori utama berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu: 1. Mikroalbuminuria Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari. Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien. 2. Proteinuri Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati overt. Pada PGD ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/ 24 jam atau >200g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan Dasar dari diagnosis penyakit ginjal diabetik adalah adanya riwayat diabetes mellitus yang lama disertai dengan ditemukannya protein atau albumin dalam urin. Secara klinis nefropati diabetik ditandai dengan adanya peningkatan proteinuria yang progresif, penurunan GFR, hipertensi, dan risiko tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskular. Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
Tabel 5. Tahapan nefropati diabetik oleh Mogensen

Tahap 1 2 3 4

Kondisi Hipertropi hiperfungsi Kelainan struktur

AER N N

LFG /N Rendah

TD N /N

Prognosis Reversibel Mungkin reversibel Mungkin reversibel

Mikroalbuminuria 20-200 persisten mg/menit Makroalbuniuria Proteinuria >200 mg/menit

Hipertensi Mungkin bisa stabilisasi

Uremia

Tinggi/rendah <10 Hipertensi Kesintasan ml/menit 2 tahun + 50%


29

Pasien ini juga didiagnosa anemia ringan normokromik normositer ec. PGK. Secara laboratorik anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin, eritrosit dan hematokrit di bawah normal. Sesuai dengan umur pasien maka kadar RBC 2,93juta/mm3, HgB 8,6gr/dL, HCT 25,6% berada dibawah normal. Derajat anemia pada pasien ini adalah anemia ringan, sesuai dengan klasifikasi derajat anemia ringan yaitu HgB 8-9,9 g/dl. Klasifikasi anemia pada pasien ini didasarkan atas morfologik dan etiopatogenesis yaitu anemia normokromik normositer ec. ACD karena nilai MCV 87,1fl (80-94), MCH 29,5pg (27-32) masih dalam batas normal serta penyebab anemia pada pasien ini oleh karena ACD.

30

BAB IV KESIMPULAN

Pasien dengan inisial KNW datang pada tanggal 18 mei 2011 ke triage interna RSUP Sanglah dengan keluhan utama bengkak pada kaki kiri. Pasien mengeluh bengkak pada kaki kiri sejak dua bulan

sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Bengkak dikatakan muncul tiba tiba pada pagi hari saat pasien terbangun dari tidurnya. Pasien merasakan panas dan sakit seperti ditusuk tusuk pada daerah kaki, tungkai hingga selangkangan pada kaki kiri. Dua hari kemudian, pasien mengatakan bahwa kulit pada kaki kiri mulai mengelupas, timbul bisul dan akhirnya luka pada kaki kiri. Rasa sakit dirasakan dengan tingkat kesakitan sedang sehingga membuat pasien tidak mampu beraktivitas seperti saat sebelum bengkak. pasien merasa sakit pada kaki bertambah apabila digerakkan dan sedikit berkurang apabila diistirahatkan. Pasien sempat memeriksakan keluhan ini kepada dokter umum, dan diberikan obat untuk mengontrol gula darah (Glibenclamid) dan salep. Rasa sakit dirasakan berkurang setelah pemberian salep, tetapi hanya berlangsung sebentar dan kemudian sakit kembali dirasakan. Keluhan dirasakan menetap selama dua bulan. Penderita sudah didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak tahun 2005. Diagnosa diabetes
mellitus ditegakkan dari adanya keluhan khas DM yaitu poliuri dan polydipsi disertai penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Selain itu dari pengakuan pasien didapatkan informasi bahwa gula darah sewaktu pasien saat itu adalah 525 mg/dl. Pasien dikatakan menderita diabetes mellitus serta

mendapat obat minum yaitu Glibenclamid diminum 2 x 1 setiap hari


Pada pemeriksaan fisik general dan tanda vital tidak ditemukan kelainan pada pasien. Pada pemeriksaal lokalis ditemukan Pemeriksaan

Inspeksi: Ulkus di dorso pedis dengan ukuran 4x1 cm oedem (+), erythema (-), pus (+) in dorso pedis

Palpasi: hangat (+), nyeri (+), pulsasi arteri pedis dorsalis (+) ROM: range of motion digiti pedis I-V D terbatas karena bengkak dan nyeri

31

Pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan beberapa abnormalitas seperti : Kriteria Nilai Interpretasi Menurun Meningkat Seharusnya Negative Seharusnya Negative Seharusnya Negative Menurun Meningkat Meningkat

Albumin
WBC Protein Glucose Erytrocyte

2,9
14,4 150 1.000 25

HDL direct LDL HbA1C

25,26 101,3 11,9

Diagnosis pasien saat ini adalah -

Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kaki diabetes Wagner Grade II Pedis sinistra Anemia Ringan Normokromik Normositer etc susp. Anemia on Chronic Disease Hipoalbuminemia etc Chronic Infection Chronic Kidney Disease stage II etc susp DKD

Dari Diagnosis tersebut, maka rencana penanganan pasien adalah

- IVFD Normal Saline 0,9% 20 tetes/menit - Diet DM 1900 kkal - Cefotaxim 3x1 g - Metronidazole 3x50 mg - Ciprofloxacin 2x200 mg - Lantus 0-0-0-20 IU
32

- Novorapid 3x6 IU - Simvastatin 0-0-0-20 mg


- Rawat Luka setiap Hari konsul Bedah Thorax Kardio Vaskular

Rencana Follow up tiap hari: -

Vital Sign (Tekanan Darah, Suhu, Denyut Nadi, Pernafasan) Gula darah puasa dan 2 jam PP setiap Hari Kondisi kaki diabetes keluhan

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Kahn R. Dissorder of fuel metabolism. 2001. In: Principles and Practice of

Endocrinology and metabolism. 3rd ed. 2. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; p.506-512;
2. Perkeni. Konsensus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2002. Jakarta: PB

Perkeni; p.9-19;
3. Amerikan Diabetes Association.2003. Pheripheral arterial disease in people with

diabetes. Diabetes Care;2003; 26: 3333-12.


4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata MK, Setiati S. 2009. PAPDI Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Faxon. DP, Fuster V, Libby P, et al. 2004.Atherosklerosis vascular disease conference

writing group III: Pathophysiology. American Heart Association. New York;2617-2625.


6. American

Association

of

Clinical

Endocrinologists

American

College

of

Endocrinology. 2009. AACE/ACE Glycemic Control Algorithm Consensus Panel. Glycemic Control Algorithm, Endocr Pract. 2009;15(No. 6) 541
7. PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia. Jakarta.
8. Bethesda.Kidney Disease of Diabetes . 2006.Available at: http: // www. kidney. niddk.

nih. gov / kudiseases / pubs / kdd / index.htm. Accessed December l8 (5)


9. Joshua, A.,Diabetic Nephropathy, 2008. Available at: http: // www. Cleveland

clinicmeded. com / disease management/ nephrology.htm. (Accessed: at December l8 .(9)


10. DeFronzo RA, (1996), Diabetic Nephropathy. In: Ellendberg & Rifkins DM, 5th ed.

Connecticut: Appleton Lange. pp: 971-1008.


11. Michael, S., Diabetic Nephropathy: Clinical Evidence Concise, Available at:

http://www.aafp.org/afp/20051201/bmj.html, (Accessed 2008, December l8). (14)


12. Roesli R, Endang S,Djaafar J. Nefropati Diabetik.1996. In: Buku ajar ilmu penyakit

dalam . 3rd ed. Jakarta: Gaya Baru; II: 356-365 (17)

34

Anda mungkin juga menyukai