Anda di halaman 1dari 25

TUGAS PROMOSI KESEHATAN LINGKUNGAN RENCANA PROGRAM KPP/COMBI DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK DI KELURAHAN DULALOWO KECAMATAN KOTA

TENGAH KOTA GORONTALO

OLEH SAFRUDIN TOLINGGI (101214353004)

UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA 2012

Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo I.1 Identifikasi geografis a. Lokasi Batas wilayah Kelurahan Dulalowo: Utara Selatan Barat Timur : Kecamatan Kota Utara : Kecamatan Kota Selatan : Kecamatan Dungingi dan Kota Barat : Kecamatan Kota Utara

Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, dengan luas wilayah 307,125 km2, terdiri dari 6 kelurahan, 36 RW, 136 RT, dengan jarak dari ibukota Kota Gorontalo 6 km. Letak geografis Kecamatan Kota Tengah Terletak pada 00 28' 17" - 00 35' 56" Lintang Utara dan 122 59' 44" - 123 05' 59" Bujur Timur dengan batas wilayah b. Iklim Iklim tropis dengan suhu rata-rata 28 derajat celcius I.2 Bisnis dan perdagangan a. Agrikultural Tidak terdapat kegiatan agricultural dalam wilayah ini. b. Industri Di kelurahan ini hanya terdapat industry rumah tangga dan tidak terdapat industri berskla besar c. Perkebunan, peternakan, dan perikanan Karena masuk dalam wilayah kota gorontalo maka tidak ada kegiatan perkebunan, maupun peternakan dan perikanan I.3 Karakteristik Demografi Jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah 20.605 Jiwa dan jumlah KK adalah 5499 KK, dengan jumlah masyarakat miskin 4919 jiwa, jumlah KK miskin 1120 jiwa, jumlah peserta Askes Sosial 5507 jiwa, Ibu Hamil 567, Ibu Menyusui/Bersalin 536, Bayi 0 1 thn 515 Anak Balita 1 5 thn 2061 orang.

a. Struktur mata pencaharian Ciri khas suatu kota adalah kondisi struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa. Untuk Kecamatan Kota Tengah struktur perekonomiannya didominasi oleh sektor perdagangan yang kemudian diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi serta jasa-jasa lainnya. b. Tingkat pendidikan Pendidikan formal : tamat SD/sederajat 10%, tamat SLTP/sederajat 10%, tamat SLTA/sederajat 20%, sarjana 50%, dan pascasarjana 10%, c. Tingkat pendapatan dan kemiskinan Pendapatan penduduk bervariasi tergantung jenis pekerjaan penduduk.Masih banyak penduduk yang tergolong miskin dengan pendapatan rendah dan mata pencaharian utamanya adalah sebagai pedangang kecil. I.4 Struktur sosial dan politik a. Struktur pemerintahan Struktur Pemerintahan dikepalai seorang Lurah dengan perangkat Kelurahan meliputi sekretaris, kepala seksi, kepala urusan, kepala RT dan RW. Administrasi pemerintahan meliputi administrasi umum, administrasi penduduk dan administrasi keuangan. b. Sistem pendidikan Sistem pendidikan di kelurahan ini adalah pendidikan formal dengan lembaga TK, SD, SLTP, SLTA.. c. Kegiatan agama Kegiatan agama tidak rutin dilaksanakan kecuali pada hari-hari besar keagamaan seperti hari raya idul fitri, dll. d. Lembaga kemasyarakatan Lembaga yang ada di masyarakat antara lain RT, RW, PKK, Koperasi, dan Posyandu.Lembaga kemasyarakatan yang aktif/ yang sering dimanfaatkan warga yaitu posyandu, dan koperasi. I.5 Status Kesehatan a. Statistik vital Tidak ada data valid b. Morbiditas

1. Penyakit menular

: penyakit menular dengan spektrum luas TBC, ISPA, malaria,

DBD.
2. Penyakit tidak menular : gangguan mata, antara lain kelainan refraksi, katarak,

glukoma,kelainan kornea,dan penyakit mata lainnya, serta seperti infeksi telinga tengah dan infeksi mastoid c. Faktor Perilaku

penyakit pada telinga

1. Perilaku manajemen pembuangan limbah baik limbah cair (rumah tangga) dan limbah padat/sampah masih buruk. Untuk sampah domestic telah dibuat parit di depan rumah warga, Walaupun telah di buatkan parit-parit di depan rumah warga tetapi masih banyak yang membuang limbah cair hasil rumah tangga yang dibuang sembarang tempat.. 2. Kesadaran masyarakat mengenai posyandu (imunisasi) selama ini sudah meningkat dan mulai sadar betapa pentingnya posyandu. Setiap ada informasi mengenai adanya imunisasi, warga berbondong-bondong ke tempat posyandu. d. Harapan hidup Tidak ada data valid. e. Sistem kesehatan Sistem kesehatan di Kelurahan Dulalowo gratis I.6 Sistem Kesehatan a. Tenaga professional kesehatan formal yang diakui Masyarakat sudah menggunakan tenaga kesehatan (perawat dan bidan) untuk pertolongan ibu bersalin dan pemeriksaan ibu hamil di bidan (posyandu) serta tenaga fungsional tetapi ada beberapa yang masih mempercayai dukun beranak. Untuk penyakit-penyakit yang masih sederhana, sebagian besar warga masih berobat di dukundukun/ paranormal. Terdapat puskesmas sebagai pendukung kesehatan warga.
b. Tenaga professional non formal : masih terdapat dukun beranak dan dukun-dukun

yang lain. c. Hubungan kerja sama Terjalin kerja sama yang baik antara tenaga kesehatan dan masyarakat untuk menjaga kesehatan, seperti kerja sama PKK dengan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan setempat. d. Sistem rujukan kesehatan

Sistem rujukannya melalui puskesmas langsung ke rumah sakit kota. Kebanyakan rujukan ditujukan ke rumah sakit provinsi lain misalnya ke Sulawesi Selatan maupun utara karena belum adanya rumah sakit provinsi di Gorontalo. I.7 Community Assistance System Sistem bantuan yang diandalkan adalah bantuan dari pemerintah daerah.Selain itu bantuan juga diperoleh dari perusahan yang bergerak di bidang pertambangan yaitu PT. Gorontalo Mineral langsung tanpa melalui pemerintah Kota.Misalnya kegiatan pendidikan, keagamaan, kesehatan dan lain-lain tetapi tidak rutin. PERENCANAAN PROGRAM I. LATAR BELAKANG Kelurahan Dulalowo merupakan salah satu Kelurahan yang terletak di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo. Mayoritas utama mata pencaharian penduduknya adalah sebagai pegawai negeri sipil maupun pegawai swasta yang sebagian besar lulusan merupakan lulusan sarjana, namun pengetahuan serta perilaku dalam pengelolaan sampah dan penanganan limbah rumah tangga masih kurang. Sebagian besar warga setempat masih membuang sampah di sembarang tempat khususnya di drainase yang dibuat pemerintah sehingga akan menyebabkan genangan air sehingga menyebabkan banjir. Selain itu juga dapat mengganggu estetika dan akan menjadi tempat bersaranganya vektor penyakit. Peran serta pemerintah dalam pengelolaan sampah dianggap masih sangat kurang misalnya dalam pengadaan sarana sanitasi lingkungan dan kegiatan penyuluhan tentang pengolahan sampah masih kurang sehingga akan berimplikasi pada kesehatan manusia, lingkungan serta sosial ekonomi. Dari masalah sampah yang mengakibatkan genangan air yang menjadi tempat hidupnya vektor menimbulkan masalah penyakit demam berdarah yang semakin meningkat. Sampai saat ini Demam Berdarah Dengue masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat dimana penyakit ini merupakan penyakit endemis disebagian wilayah sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan terutama dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) kegiatan melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutupdi Indonesia. Dari tahun ketahun angka kejadian dan daerah terjangkit terus meningkat serta

Mengubur). Kegiatan PSN telah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1992 dan pada

tahun 2002 dikembangkan menjadi 3M Plus, dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Berbagai upaya penanggulangan tersebut belum menampakkan hasil yang diinginkan. Salah satu penyebab tidak optimalnya upaya penanggulangan tersebut karena belum adanya perubahan perilaku masyarakat dalam upaya PSN. Departemen Kesehatan telah menetapkan 5 kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan mengobati sesuai protap, memutuskan mata rantai penularan dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan Peningkatan profesionalisme pelaksana program. Untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD, pada tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu Komunikasi Perubahan Perilaku/KPP (Communications for Behavioral Impact /COMBI), tetapi beberapa negara di dunia seperti negara Asean ( Malaysia, Laos, Vietnam), Amerika Latin (Nikaragua, Brazil, Cuba) telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik. Di Indonesia sudah diterapkan daerah uji coba yaitu di Jakarta Timur dan memberikan hasil yang baik. Pendekatan ini lebih menekankan kepada kekompakan kerja tim, yang disebut sebagai tim kerja dinamis. Perumusan dan penyampaian pesan, materi dan media komunikasi direncanakan berdasarkan masalah yang ditemukan oleh masyarakat dengan cara pemecahan masalah yang disetujui bersama. Diharapkan dengan pendekatan KPP/COMBI ini, perubahan perilaku masyarakat kearah pemberdayaan PSN dapat tercapai secara optimal. Serta diharapakan dapat menjadi suatu upaya program intervensi dalam menekan tingginya insiden DBD. II. TUJUAN UMUM Untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD

III.TUJUAN PERILAKU YANG DIHARAPKAN


Program Pendidikan dan Promosi kesehatan khususnya dalam PSN, yaitu dengan Mengadakan pelatihan KPP/ COMBI sebagai salah satu pendekatan dalam PSN Teraplikasikannya perilaku masyarakat dalam memberantas Pelatihan mengidentifikasi vektor sarang nyamuk Setelah mengikuti pembelajaran peserta mampu menjelaskan vektor penular DBD kepada orang lain Informasi kebijakan nasional, pokokpokok kegiatan serta strategi program pengendalian penyakit DBD dan situasi terkini DBD. Advokasi pada pemerintah kabupaten dan kecamatan maupun tetangganya Peserta latih mampu menjelaskan kebijakan nasional, pokokpokok program pengendalian penyakit DBD dan situasi terkini DBD Teralokasikannya dana bantuan dalam pengadaan fasiilitas pelatihan Observasi wawancara 1 bulan program dimulai Teroptimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD Observasi wawancara 2 bulan program dimulai Indikator : meningkatnya angka rumah bebas jentik Semua warga Kelurahan Dulalowo Survey 5 bulan pasca program dimulai Survey 5 bulan pasca program dimulai Tujuan Diharapakan masyarakat mampu mengenal, menjelaskan dan melaksanakan pelatihan KPP/ COMBI dalam PSNDBD Parameter Keberhasilan 90% dari masyarakat yang menjadi peserta pelatihan mampu mampu mengenal, menjelaskan dan melaksanakan pelatihan KPP/ COMBI dalam PSNDBD. Alat verifikasi Pra dan post test Target waktu Pada saat pelaksanaan penyuluhan

IV. ANALISA SITUASI DAN PROGRAM

A. PENDEKATAN COMBI/KPP

B. SEGMENTASI KHALAYAK SASARAN

KhalayakSasaran Primer

sasaran pokok mereka yg akan melaksanakan kebiasaan atau perilaku baru yg diharapkan

(Ibu R.T, Petugas kebersihan/pelayan,penjaga sekolah,murid)

KhalayakSasaran Sekunder

sasaran antara mereka yg mempunyai pengaruh terhadap khalayak sasaran primer( mis. ptgs

kshtn, tkh masyr.formal&non-formal, guru, kepala-keluarga)

KhalayakSasaran Tersier

sasaran penunjang mereka yg turut menentukan keberhasilan program, seperti pengambil

keputusan, penyandang dana & orang/institusi yg berpengaruh atas keberhasilan program

C. TATANAN Dimana seseorang menjalani kehidupannya sehari-hari, seperti: makan, minum, tidur, bekerja, belajar, bermain, bercinta, memberi & menerima kasih sayang, bercengkrama, bercanda, berolah raga, dengan berkualitas Kita ber COMBI/KPP ria di tatanan :

Rumah tangga sekolah/institusi/pendidikan Tempat kerja Tempat tempat umum Sarana kesehatan/RS & institusi lainnya,termasuk POSYANDU atau UKBM lainnya

D. 15 LANGKAH PERENCANAAN COMBI/KPP ( Versi WHO-Jenewa) 1. Membentuk suatu Tim Perencana yang anggotaanggotanya MULTIDISIPLINER 2. Menetapkan Tujuan Perilaku Awal
3. Merencanakan & Melaksanakan Kajian/Survey/Riset Formatif,

4. Upayakan umpan-balik dari kajian Formatif,


5. Menganalisis, menentukankan prioritas & menetapkan Tujuan Perilaku definit/final,

6. Mensegmentasi Khalayak Sasaran, 7. Mengembangkan Strategi, 8. Mem-Pre-Test Perilaku, Pesan & Materi, 9. Mendisain Sistem Pemantauan/Monitoring, 10. Memperkuat/meningkatkan keterampilan Staf,
11. Mendisain & Menetapkan Sistem utk mengkelola & membagi informasi

12. Menyusun Struktur Program, 13. Menyusun Rencana Pelaksanaan Strategis, 14. Mempertimbangkan pembiayaan/anggaran,
15. Melaksanakan Uji-coba daerah Pilot & merevisi Rencana Pelaksanaan Strategis

E. PROSES MENDISAIN COMBI: 10 LANGKAH UTK.MENDISAIN PERENCANAAN COMBI


1. Tetapkan Latar-belakang & Tujuan Umum 2. Tetapkan Tujuan Perilaku yg.diharapkan 3. Laksanakan Analisa Situasi Pasar, untuk memastikan tujuan perilaku yang

sesuai/tepat: Keadaan sekarang(tkt.pengetahuan, sikap,perilaku sekarang, kecenderungan perilaku);Segmentasi Pasar (sasaran,segmen prioritas pasar,Force field analysis,SWOT analysis,Keinginan/kebutuhan /harapan konsumen, Biaya/cost;Kenyamanan (DILO/MILO:Day/Moment in life of),Positioning(persepsi posisi mental berdasarkan TOMA/Top Of the Mind,Pesaing(alternatif perilaku/pelayanan yg.ditawarkan,termasuk uji terhadap.Tidak melakukan apa-apa & TAC/Take A Chance option, MS.CREFS,kajian lebih lanjut,program pendahuluan seperti pelatihan staf
4. Sajikan seluruh strategi untuk mencapai Tujuan Perilaku yg.telah ditetapkan

Pastikan-ulang Tujuan Perilaku Tetapkan Tujuan Komunikasi Garis-besar/rancangan Strategi Komunikasi dgn.memanfaatkan Bintang

Bauran Aksi Komunikasi


5. Sajikan Rencana Aksi COMBI :Rinci secara spesifik Rencana Aksi Komunikasi

sehubungan dengan Bintang Bauran Aksi Komunikasi 6. Manajemen:Uraikan struktur manjemen pelaksanaan Rencana COMBI 7. Monitoring: Uraikan bagaimana kemajuan pelaksanaan dipantau 8. Kajian Dampak: Uraikan bagaimana dampak perilaku dikaji 9. Penjadwalan: Sediakan kalender/ jadwal waktu/Rencana Aksi Kegiatan
10. Pembiayaan : Sajikan pembiayaan/budget, yang terintegrasi.

F. DIAGNOSIS MASALAH Timbulnya penyakit serta tidak indahnya lingkungan itu disebakan oleh kurangnya kesadaran warga untuk memanagemen lingkungan untuk selalu sehat dan bersih.Dari diagnosis communnitas diatas ada beberapa masalah yang bersangkutan dengan kesehatan lingkungan yaitu masalah sampah dan managemen pengelolaan tinja yang masih kurang baik.Selain itu kelengkapan alat kesehatan di puskesmas masih belum memadai sehingga diperlukan adanya kontribusi dari pemerintah dan pihak-pihak pemerhati serta semua stakeholders. Apabila masalah tersebut terus dibiarkan tanpa ada upaya intervensi maka angka kejadian penyakit akan terus meningkat.Semua masalah tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat, lingkungan yang kurang sehat, dan kurang aturan (policy) dari pemerintah setempat, sehingga diperlukan suatu tindakan.
G. ANALISIS SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threatness )

Strength 1. Tidak terdapat industri besar


2. Terdapat

Weakness 1. Iklim yang panas 2. Kurangnya peran serta tokoh agama 3. Kurangnya fasilitas puskesmas 4. Minimnya tenaga dokter spesialis 5. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai sarana sanitasi yang baik
6. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

Perusahaan

yang

membantu kekurangan warga 3. Kesadaran terhadap meningkat 4. Tingkat pendidikan masyarakat yang mayoritas merupakan lulusan sarjana pentingnya masyarakat imunisasi

vektor penyakit DBD maupun malaria yang mengancam masyarakat di musim penghujan 7. Masyarakat masih percaya dukun

Opportunity Threatness Adanya system kesehatan, pendidikan 1. Banjir gratis


2. Timbulnya berbagai penyakit akibat perilaku

dan sarana sanitasi yang kurang baik misalnya DBD, dan penyakit malaria. 3. Kurangnya menyebabkan kesehatan V. STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN fasilitas kurang di puskesmas pelayanan efektifnya

Kegiatan/program utama yang ingin dicapai terkait dengan COMBI. Ada beberapa rangkaian kegiatan yang mendukung program tersebut yaitu :
a) Pendekatan kepada suatu kelompok masyarakat baik dalam tingkat RT maupun RW:

sosialisai/penyuluhan (DBD, vektor penyebab, menentukan langkah dalam memilih perilaku sasaran, serta memilih cara pemberantasan) dari nara sumber (dinas kesehatan setempat maupun para ahli) yang diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam aktualisasi program yang akan dibuat. Sehingga suatu kelompok masyarakat mendapat pengetahuan COMBI sebagai pendekatan dalam memberantas sarang nyamuk. Media promosi kesehatan : pamflet, leaflet, poster dll
b) Pelatihan Mengidentifikasi vektor: diharapkan suatu kelompok masyarakat mampu

mengidentifikasi vektor DBD sehingga PSN dapat berjalan optimal, selain itu masyarakat diharapkan mampu menjelaskan dan menginformasikan dengan menggunakan mediamedia yang mereka buat untuk menginformasikan ciri-ciri jentik vektor dan cara pemberantasannya c) Pendekatan yang dilakukan untuk tercapainya program a) Advokasi : teraktulisasi dalam bentuk aturan/kebijakan yang sifatnya memaksa dari pihak pemerintah setempat. Tidak hanya aturan/kebijakan yang diinginkan tetapi aspek materil/dana sangat diperlukan.
b) Social Support (dukungan sosial) : melibatkan tokoh masyarakat (TOMA)

dan tokoh agama (TOGA) yang paling berpengaruh. Selain itu juga, dukungan sosial dari komponen pemerintah setempat sangat dibutukan. Dalam hal ini yang terkait adalah dinas kesehatan. d) Strategi program pengendalian penyakit DBD dan situasi terakhirnya: Masyarakat diharapkan mampu menentukan strategi upaya pengendalian penyakit DBD secara mandiri sehingga secara tidak langsung terjadinya program pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk

VI.

RENCANA AKSI

Perencanaan Kegiatan Inti Program Pengelolaan Sampah secara benar untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD di Kelurahan Dulalowo

No. 1.

Nama Kegiatan Pelatihan KPP/ COMBI sebagai salah satu pendekatan dalam PSN

Sasaran

Metode

Kader, Ceramah, perangkat diskusi desa, dan masyarakat

Media dan alat Lembar pre dan post test, LCD, doorprize

Kriteria Evaluasi

2.

Pelatihan mengidentifikasi vektor

Kader, toma, masyarakat

Ceramah, diskusi, simulasi

90% dari masyarakat yang menjadi peserta pelatihan mampu mampu mengenal, menjelaskan dan melaksanakan pelatihan KPP/ COMBI dalam PSN-DBD. LCD , Poster, 90 % warga Kelurahan leaflet Dulalowo dapat mengidentifikasi vektor LCD, Poster, 90 % Peserta latih leaflet mampu menjelaskan kebijakan nasional, pokok-pokok program pengendalian penyakit DBD dan situasi terkini DBD

3.

Informasi kebijakan nasional, pokokpokok kegiatan serta strategi program pengendalian penyakit DBD dan situasi terkini DBD.

Kader, Demo, diskusi toga, toma, masyarakat

VII.

STRUKTUR MANAJEMEN PELAKSANAAN RENCANA COMBI

VIII. MONITORING

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dan kontinyu untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan (target) program Communication For Behavioural Impact. a) Mengetahui Kemajuan Perubahan Secara Fisik dengan menggunakan peta sosial 1. 2. 3. Apakah masih ada warga yang membuang sampah di sembarang tempat Apakah ada penambahan sarana sanitasi (bak sampah) di sekolah, di kantorApakah dalam waktu 5 bulan setelah program berjalan, apakah masih ada (sungai, tanah lapang dll) kantor pemerintah dan di tempat-tempat umum. sampah-sampah atau kontener-kontener yang berserakan yang menjadi tempat perkembang biakkan vektor. 4. Apakah TPS (Tempat Pembuangan Sementara) selalu dimanfaatkan warga dan selalu di tutup agar tidak ada genangan air yang menjadi tempat perkembang biakkan nyamuk 5. Apakah masih ada saluran drainase yang tersumbat akibat sampah yang dibuang sembarangan b) Evaluasi Perubahan Perilaku Secara Partisipatif 1. 2. 3. 4. Apakah warga sudah membuang sampah pada tempatnya Apakah warga bisa mengidentifikasi vektor DBD dan mulai mengetahui cara Apakah warga sudah mengaplikasikan pelatihan yang sudah dilakukan Apakah warga sering memantau perkembangan jumlah sarang nyamuk di

memutuskan daur hidup vektor DBD yang efisien, efektif serta ramah lingkungan.

rumah maupun dilingkungan tempat tinggalnya serta melakukan kegiatan PSN dan masih melakukan kegiatan 3M 5. Apakah warga melakukan suatu proses pemberdayaan masyarakat misalnya pemberdayaan kelompok masyarakat lain dalam melakukan PSN melalui kegiatan promosi secara persuasif dan berkesinambungan 6. IX. Apakah warga mampu secara mandiri menentukan strategi pemberantasan KAJIAN DAMPAK sarang nyamuk. Merupakan evaluasi pada tahap akhir pelaksanaan program yang biasanya akan dapat dilihat setelah kurang lebih 5 tahun program berjalan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah Apakah ada peningkatan derajad kesehatan masyarakat di Kelurahan Dulalowo setelah pelaksanaan program?

X.
XI.

PENJADWALAN PEMBIAYAAN

1. Bantuan dari perusahaan dan pemerintah 2. Iuran warga

XII.

Teori Terdapat beberapa teori berkaitan dengan perubahan perilaku, baik perilaku secara

umum maupun dalam aspek kesehatan Berdasarkan permasalahan yang ada di kelurahan Dulalowo yaitu masalah tingginya penyakit berbasis lingkungan seperti penyakit DBD sehingga memerlukan suatu program yang efektif dalam menekan tingginya angka kejadian DBD namun dengan cara memberdayakan suatu kelompok masyakarat dalam proses PSN. Program intervensi yang dinilai mampu memberdayakan suatu kelompok masyarakat yaitu dengan COMBI/KPP. Maka teori perubahan perilaku yang dinilai sesuai untuk dijadikan sebagai salah-satu landasan dalam penyusunan rencana program antara lain: Teori S-O-R( Stimulus-Organisme-Respons ) Perubahan perilaku didasari oleh adanya stimulus, organisme dan respons. Perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau memperbanyak rangsangan (stimulus).Oleh sebab itu, perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran (learning process).Materi pembelajaran adalah stimulus.Proses perubahan perilaku menurut teori S-O-R.: a. Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak

b. Apabila diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami) stimulus. c. Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:
1) Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude) 2) Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas (practice)

Teori ini menunjukkan bahwa respone yang timbul pada organisme akan sangat dipengaruhi oleh stimulus yang diterimanya. Maka oleh karena itu, stimulus yang diberikan seharusnya bersifat konsisten dan terus-menurus hingga perubahan yang diharapkan dapat terwujud. Bahkan ketika perubahan perilaku tersebut tercapai, stimulus harus tetap diberikan sebagai salah-satu bentuk monitoring. Adapun proses perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R yaitu :
a. Adanya stimulus (rangsangan), rangsangan yang diberikan harus melalui proses

pembelajaran, dan materi pembelajaran inilah yang dimaksud sebagai stimulus, stimulus ini dapat diterima oleh organisme ataupun sebaliknya ditolak. Dalam mengatasi permasalahan buruknya aplikasi PHBS warga Kelurahan Dulalowo, diperlukan adanya pendidikan kesehatan bagi warga sebagai stimulus untuk terjadinya learning process. Pendidikan kesehatan yang diberikanpun sifatnyatidaklah incidental melainkan periodic dan berkesinambungan. Hal ini dalam mendukung learning process bagi masyarakat untuk menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaraan akan pentingnya PHBS terutama dalam permasalahan ini yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Untuk itu pendidikan yang diberikan tidak hanya dapat dalam bentuk penyuluhan pada waktu-waktu tertentu saja, namun stimulus ini dapat terus diberikan pada warga melalui media lain seperti pamflet, leaflet, poster dll. Stimulus pendidikan ini dapat rutin diberikan melalui stakeholders yang telah dibentuk di Kelurahan Dulalowo atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang ada, ataupun tokoh-tokoh masyarakat. Sehingga secara tidak langsung pendidikan dapat diberikan secara periodic. Adapun yang dimaksud dengan berkesinambungan ialah adanya tingkatan dalam materi pendidikan kesehatan yang diberikan. Pada awalnya warga diberikan pemahaman terlebih dahulu akan pentingnya PHBS secara umum, untuk kemudian dispesifikan dalam aspek sanitasi lingkungan, sebagai salah-satu factor utama dalam kejadian dan penyebaran penyakit infeksi yang ada. Untuk selanjutnya stimulus yang

diberikan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan namun juga keterampilan warga, yaitu dengan mulai memberikan keterampilan berupa pelatihan-pelatihan dalam mengelola dan mengolah limbah kotoran yang menjadi sumber utama kejadian penyakit. b. Stimulus/rangsangan yang diberikan dalam bentuk pendidikan kesehatan ini memiliki dua kemungkinan dalam disikapi oleh warga. Diterima ataupun ditolak. Apabila diterima maka warga akan memberikan perhatian khususterhadap masalah ini, sehingga dari pendidikan yang didapat diharapkan akan timbul kesadaran warga akan pentingnya PHBS terkhusus sanitasi lingkungan. c. Organisme yang dalam hal ini ialah warga kelurahan Dulalowo, yang setelah menerima dan memahami pendidikan yang diberikan selanjutnya akan mengolah pengetahuan yang telah dimilikinya.Maka dari proses inilah pada akhirnya akan menghasilkan kesediaan untuk mengaplikasikan pendidikan kesehatan yang telah didapatkan dalam kehidupannya sehari-hari. Diawali dengan adanya langkah awal untuk selanjutnya menjadikan sebagai sebuah kebiasaan sebagai wujud dari perubahan perilaku.Jika sebelumnya warga tidak menaruh perhatian terhadap kebersihan lingkungan, maka dengan adanya perubahan perilaku kearah yang lebih baik sehingga warga menjadi lebih peduli dan menerapkan dalam tindakan nyata. Namun tentunya perubahan perilaku ini harus didukung pula dengan fasilitas yang ada. Sehingga masyarakat tidak hanya sekedar mau dan sadar namun juga mampu untuk melakukan perubahan itu. Teori Kognitif Sosial Terdapat 6 konsep dalam teroi kognitif sosial :
a. Reciprocal Determinism (timbal balik)

Konsep ini menunjukkan adanya interkasi dinamis, sehingga menimbulkan hubungan timbal balik antara tiga faktor, yaitu perilaku (B), faktor kognitif dan personal (P), dan pengaruh lingkungan (E), yang masing-masing berperan secara mandiri sebagai faktor penentu bagi faktor-faktor lainnya.Besar pengaruh dari masing-masing faktor ini pun bervariasi dalam kekuatannya.Perilaku manusia merupakan hasil interaksi timbal-balik antara peristiwa eksternal dan faktor-faktor personal seperti kemampuan genetiknya, kompetensi yang dipelajarinya, pikiran reflektif dan inisiatifnya. Interaksi antara ketiga faktor ini yang akan berpengaruh terhadap perilaku yang tampak dari seseorang. Maka, dalam perencanaan

perubahan perilaku terhadap suatu komunitas masyarakat harus memperhatikan ketiga faktor ini.Bukan hanya dari individu masyarakat itu sendiri, namun juga perlunya intervensi/treatment terhadap lingkungan, baik lingkungan dimana masyarakat tersebut tinggal maupun lingkungan sekitarnya.
b. Behavioral capability(kemampuan berperilaku)

Termasuk di dalamnya yaitu pengetahuan serta keterampilan, dua hal yang akan mempengaruhi perilaku yang akan ditampakkan oleh individu. Sehingga untuk melakukan perubahan terhadap perilaku individu ataupun masyarakat, hal yang harus diubah lebih awal ialah pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh individu tersebut. c. Expectations (harapan) Merupakan hasil yang akan didapatkan dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan. Sehingga model harapan positif menjadi strategi dalam mendapatkan potensi perubahan. d. Self-efficacy Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan individu untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut dengan self-efficacy atau efikasi diri(Bandura, 1977a), dan hal ini dipandang sebagai sebuah factor yang paling penting dalam perubahan perilaku. Keyakinan efficacy juga turut menentukan berapa besar usaha yang harus dilakukan dan berapa lama orang dapat bertahan dalam menghadapi kegagalan dan kesulitan.Keyakinan yang kuat tentang self-efficacy dapat memperkuat daya tahan orang bila menghadapi tugas yang sulit.Di samping itu, keyakinan efficacy mempengaruhi pikiran dan perasaan orang. Empat sumber informasi yang penting untuk self-efficacy adalah: 1) Pengalaman melalui perbuatan langsung (enactive attainment) 2) Pengalaman tak langsung (vicarious experience) 3) Persuasi verbal (verbal persuasion) dan 4) Keadaan fisiologis (physiological state). Setiap metode perlakuan dapat dipergunakan dengan satu atau lebih dari sumbersumber ini.Strategi untuk meningkatkan self-efficacymeliputi: menetapkan tujuantambahan, adanya pengaruh olehperilakuindividu lain (kontrak formal, dan penghargaan), monitoring serta adanya penguatan terhadap individu tersebut dari orang lain.
e. Observational learning (modeling)

Fungsi Observational Learning adalah sebagai berikut:


1) Modelling dapat mengajari observer keterampilan dan aturan-aturan berperilaku. 2) Modelling dapat menghambat ataupun memperlancar perilaku yang sudah

dimiliki orang. 3) Perilaku model dapat berfungsi sebagai stimulus dan isyarat bagi orang untuk melaksanakan perilaku yang sudah dimilikinya. 4) Modelling dapat merangsang timbulnya emosi. Orang dapat berpersepsi danberperilaku secara berbeda dalam keadaan emosi tinggi.
5) Symbolic

modelling

dapat

membentuk

citra

orang

tentang

realitas

sosial

karenamenggambarkan hubungan manusia dengan aktivitas yang dilakukannya. Proses ObservationalLearning Belajar mencakup pemrosesan informasi.Kekuatan modelling terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi proses tersebut.Observational learning memerlukan empat macam proses utama: 1) Proses memperhatikan (attention processes). Jika orang belajar melalui modelling, maka mereka harus memperhatikan dan mempersepsi perilaku model secara tepat. 2) Proses retensi (retention processes). Agar efektif, modelling harus disimpan dalam ingatan. 3) Proses produksi. Pada tahap tertentu, gambaran simbolik tentang perilaku model mungkin perlu diterjemahkan ke dalam tindakan yang efektif. 4) Proses motivasi. Apakah orang mempraktekkan apa yang sudah dipelajarinya atau tidak, tergantung pada motivasinya f. Reinforcements (bantuan/penghargaan) Merupakan bentuk tanggapan terhadap perilaku atau tindakan dari individu, baik perilaku yang berubah ke arah yang lebih baik, maupun perilaku yang justru menjadi lebih buruk. Pemberian reinforcements ini dapat berupa penghargaan ataupun insentif. Table. Teori Kognitif Sosial (Social Kognitif Theory) Konsep Definisi Stategi Potensial Untuk Mengubah Reciprocal Determinism Interaksi dinamis dari orang Mertimbangkan beberapa cara untuk (P), perilaku (E) (B), di dan mempromosikan mana perilaku, termasuk perubahan membuat lingkungan

perilaku dilakukan

penyesuaian terhadap lingkungan atau mempengaruhi sikap pribadi

Behavioral capability

Pengetahuan dan keterampilan Promosikan untuk melakukan

penguasaan

belajar

perilaku melalui pelatihan keterampilan

tertentu Expectations Hasil dari suatu perilaku Model positif hasil perilaku sehat

Self-efficacy

Keyakinan pada kemampuan Pendekatan tindakan hambatan dan mengatasi memastikan diinginkan

perubahan keberhasilan;

perilaku lebih

seseorang untuk mengambil dalam langkah-langkah kecil untuk spesifik tentang perubahan yang

Observational learning(modeling )

Perilaku akuisisi yang terjadi Menawarkan dengan mengamati tindakan yang lain

model-model yang

peran

kredibel

melakukan

dan hasil dari perilaku orang perilaku yang ditargetkan

Reinforcements

Tanggapan terhadap perilaku Promosikan atau kemungkinan kembali menurunkan terjadinya

diri

diprakarsai

seseorang yang meningkatkan penghargaan dan insentif

Community Level (Level Masyarakat) Inisiatif melayani komunitas dan populasi, bukan hanya berpusat pada individu sebagai tolak ukur utama dari pendekatan kesehatan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Tetapi dapat dilakukan pada level masyarakatnya misalnya institusi pelayanan kesehatan, sekolah, tempat kerja, kelompok masyarakat, dan lembaga pemerintah. Program promosi kesehatan yang komprehensif sering menggunakan teknik advokasi untuk membantu mendukung perubahan perilaku individu dengan perubahan organisasi. Ada beberapa kerangka kerja konseptual dalam melakukan intervensi di tingkat masyarakat : Organisasi Masyarakat dan Model Partisipatif Menekankan pada pendekatan berbasis masyarakat untuk menilai dan memecahkan masalah kesehatan dan sosial.Berbagai organisasi yang terlibat dan berpartisiapasi dalam perubahan perilaku masyarakat.
Teori Difusi Inovasi

Membahas bagaimana ide-ide baru, produk, dan praktek-praktek sosial terdistribusi dalam sebuah organisasi, komunitas, atau masyarakat, atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Teori Komunikasi

Menjelaskan bagaimana jenis komunikasi mempengaruhi perilaku kesehatan. Precaution Adoption Model Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan bagaimana seseorang dapat memutuskan untuk mengambil tindakan, dan bagaimana seseorang menterjemahkan keputusan menjadi tindakan. Adapun modelnya dapat dilihat dalam skema berikut ini:
TAHAP 1 Tidak menyadari TAHAP 2 Tidak Terkait TAHAP 5 Memutusk an untuk bertindak

TAHAP 3 Ragu-ragu

TAHAP 6 Bertindak

TAHAP 4 Memutuskan untuk tidak bertindak

TAHAP 7 Pemeliharaan

Dalam penerapan COMBI pada masyarakat Dulalowo memperhatikan model ini. Biasanya masyarakat cenderung tidak menyadari dampak negative dari permasalahan lingkungan yang mereka hadapi, kecenderungan paradigma masyarakat yang selalu bertindak ketika menyadari diri mereka sakit yang membuat status derajat kesehatan di Indonesia itu rendah sehingga paradigma yang demikian harus di rubah. Program COMBI yang dilaksanakan oleh puskesmas menitik beratkan pada penguatan informasi dalam konsep preventif, masyarakat di berikan informasi dampak negative dari lingkungan yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Tujuan informasi ini untuk membuat masyarakat Dulalowo sadar, kemudian mereka menyadari mempunyai peran penting dalam mencegah penyakit DBD yang menjadi endemis di wilayah mereka. Apabila kesadaran mereka terbentuk melalui promosi dan pelatihan-pelatihan yang diberikan maka akan membentuk kesadaran masyarakat untuk bertindak dalam mengatasi permasalahan kesehatan lingkungan dan tetap konsisten mempertahankan perilaku positif karena mereka telah diberikan pemahaman tentang bahaya penyakit yang berbasis lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai