Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) terus menurun, namun perlu upaya dan kerja keras untuk mencapai target MDG sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Angka Kematian Ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI) (Gambar 5.1). WHO memperkirakan bahwa 15-20 persen ibu hamil baik di negara maju maupun berkembang akan mengalami risiko tinggi dan/atau komplikasi. Salah satu cara yang paling efekif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7 persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada tahun 2010 (Data Sementara Riskesdas, 2010). Salah satu penyebab kematian ibu adalah terlambatnya

penanganan terhadap penyulit persalinan. Sehingga diperlukan adanya deteksi dini penyulit persalinan agar penanganan pada penyulit persalinan tidak terlambat. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh bidan adalah deteksi dini penyulit persalinan dengan partograf. Sehingga bila ditemukan adanya tanda dan gejala penyulit persalinan, ibu bersalin dapat segera dirujuk untuk mendapat pertolongan yang lebih tepat dan berkualitas dengan dibantu penolong yang lebih berkompeten terhadap kasus- kasus penyulit persalinan. Penyulit dalam persalinan dapat di nilai dengan partograf dari data identitas ibu (nama, umur, paritas, dll), data bayi (djj, moulage), ketuban (pecah/ utuh, jernih, darah, atau mekonium), data kemajuan persalinan (pembukaan, penurunan kepala, his (frekuensi,durasi, intensitas), data tekanan darah dan nadi, data suhu, data proteinuri,aseton, dan volume urin. Sehingga dengan data yang diperoleh dari partograf sudah cukup disimpulkan apakah ibu mengalamipenyulit persalinan atau tidak.

Sehingga dapat dengan cepat di berikan penanganan yang sesuai dengan keadaan ibu bersalin. Oleh karena itu, kelompok bermaksud mengupas mengenai deteksi dini penyulit persalinan dengan partograf.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana menggunakan partograf dalam persalinan? 2. Bagaimana deteksi dini penyulit persalinan dengan partograf?

C. TUJUAN Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Secara terperinci tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui penggunaan partograf dalam persalinan. 2. Untuk mengetahui deteksi dini penyulit persalinan dengan partograf.

D. MANFAAT 1. Mengetahui penggunaan partograf dalam persalinan. 2. Mengetahui mengetahui deteksi dini penyulit persalinan dengan partograf.

BAB II PEMBAHASAN

A. Partograf Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinis. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk : 1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam. 2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama. 3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan. Sementara itu pengisian partograf selalu dibantu dengan lembar observasi yang akan mencatat atau mendokumentasikan keadaan ibu dan janin dari fase laten hingga pembukaan lengkap. Informasi atau temuan yang harus dicatat dalam partograf yakni: 1. Informasi tentang ibu a. Nama, umur; b. Gravida, para, abortus; c. Nomor catatan medik/ nomor puskesmas; d. Tanggal dan waktu mulai dirawat; e. Waktu pecahnya selaput ketuban. 2. Kondisi janin a. DJJ; b. Warna dan air ketuban;

c. Penyusupan (molase) kepala janin; 3. Kemajuan persalinan a. Pembukaan serviks; b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin; c. Garis waspada dan garis bertindak. 4. Jam dan waktu a. Waktu mulainya fase aktif persalinan; b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian. 5. Kontraksi uterus a. Frekwensi kontraksi dalam waktu 10 menit; b. Lama kontraksi (dalam detik). 6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan a. Oksitosin; b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan. 7. Kondisi ibu a. Nadi, tekanan darah, dan temperatur tubuh; b. Urin (volume, aseton atau protein).

B. Deteksi Dini Persalinan dengan Partograf 1. Informasi tentang Ibu a. Usia ibu Usia ibu berkaitan dengan kurun reproduksi sehat. Kurun reproduksi sehat adalah kurun waktu yang sehat bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan yaitu antara usia 20 sampai dengan 35 tahun (BKKBN, 2008, p.11). Berdasarkan hal tersebut, umur Ibu hamil maupun bersalin dapat digolongkan menjadi 2, yakni: 1) Reproduksi sehat ( 20-35 tahun) Pada usia ini, ibu hamil memiliki resiko yang minimal saat persalinan. 2) Reproduksi tidak sehat (<20/>35) Ketika ibu bersalin berumur <20, alat reproduksi ibu belum sepenuhnya siap untuk mengalami perubahan-perubahan ketika hamil dan bersalin. Selain itu pada usia <20 tahun merupakan masa-masa remaja yang secara psikologis belum

mampu menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu, dan emosionalnya pun belum stabil. Komplikasi yang mungkin terjadi: preeklamsia, BBLR , perdarahan, kelainan bawaan, persalinan yang lama dan sulit. Ketika usia ibu lebih dari 35 tahun, kondisi kesehatan ibu, terutama alat reproduksi sudah menurun. Sementara itu komplikasi yang dapat terjadi yakni kelainan his, seksio caesarea, Intra Uterine Growth Retardation (IUGR),

abnormalitas kromosomal, kematian janin. b. Riwayat Obstetri Riwayat obstetri meliputi gravida (G), paritas (P), Abortus (Ab). Riwayat obstetri ini akan berpengaruh pada 1) Durasi persalinan/ lamanya persalinan berlangsung Teori menyebutkan bahwa persalinan primipara

berlangsung lebih lama, sedangkan multipara bersalin lebih cepat, dan grandemultipara lebih lama. 2) Komplikasi Pada multipara terdapat peningkatan resikountuk

terjadinya abrupsio plasenta, plasenta previa, perdarahan postpartum, mortalitas maternal dan perinatal. (Varney, 2002 : 184). Grandemultipara, merupakan faktor resiko terjadinya atonia uteri dan ruptur uteri. c. Waktu saat Ketuban Pecah Waktu ketuban pecah harus ditulis dalam partograf, untuk mengetahui atau mendeteksi lamanya selaput ketuban pecah, sehingga dapat segera dilakukan tindakan apabila terdapat temuan abnormal. Berdasarkan protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah partus.Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Sementara itu ketuban pecah 24 jam memiliki risiko infeksi yang meningkat hingga 2 kali lipat. Prognosis ibu dengan ketuban pecah sebelum waktunya atau ketuban pecah lama yakni: 1) Infeksi intrapartal/ dalam persalinan

2) 3) 4) 5) 6)

Infeksi puerperalis/ masa nifas Dry labour/ Partus lama Perdarahan post partum Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC) Morbiditas dan mortalitas maternal

Prognosis janin 1) 2) Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi) 3) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus cerebral lama, apgar score rendah, ensefalopaty, renal failure,

palsy,

perdarahan

intrakranial,

respiratory distress. 4) Sindrom deformitas janin yang terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT) 5) Morbiditas dan mortalitas perinatal

d. Waktu Mules Waktu mules akan mencatat saat ibu mulai kenceng-kenceng teratur. Hal tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk memantau apakah persalinan ibu memanjang atau tidak, terutama pada kala I fase aktif. Bila terlalu lama dan tidak terdapat kemajuan, dikhawatirkan ibu dapat mengalami kelahan, stress, kesadaran menurun, dan syok. Prognosis bagi bayi yakni dapat terjadi asfiksia, fetal distress, hingga IUFD.

2.

Kondisi Janin a. Denyut Jantung Janin Pemeriksaan DJJ saat persalinan bertujuan untuk memantau kesejahteraan janin.Pemeriksaan DJJ saat persalinan sebaiknya dilakukan setelah ada his (lebih sering jika dalam kondisi

kegawatdaruratan) kemudian DJJ ditulis pada partograf setiap 30 menit pada fase aktif.

Denyut jantung janin normalnya adalah 120 160 x/ menit. Temuan abnormal jika denyut jantung janin < 120 x/ menit (bradikardi) atau >160 x/ menit (takikardi), yang menunjukkan adanya fetal distress. b. Warna dan Adanya Air Ketuban Keadaan cairan ketuban membantu dalam menilai keadaan janin.Pengamatan dilakukan pada setiap dilakukan pemeriksaan vagina (VT) setiap 4 jam sekali. 1) Normal : U = selaput utuh J = selaput pecah, air ketuban jernih 2) Abnormal M = Bercampur mekonium Ketuban keruh atau kehijauan terjadi pada waktu bersalin ini merupakan kondisi gawat janin karena

menggambarkan janin kekurangan oksigen berat yang menyebabkan janin mengeluarkan mekonium sehingga mewarnai air ketuban. D = Bercampur darah Jika air ketuban bercampur darah dimungkinkan terjadi solusio plasenta, sehingga diperlukan perawatan rujukan. K= Sudah tidak terdapat cairan ketuban/kering Cairan ketuban kering menandakan bahwa ketuban sudah pecah lama.Hal ini dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan prognosis jelek bagi janinseperti asfiksia, fetal distress, hingga IUFD. Untuk itu diperlukan

perawatan rujukan ke tempat yang memiliki perawatan lengkap seperti di rumah sakit. c. Penyusupan/ Molase Kepala Janin Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian atas panggul ibu. Tulang kepala yang sampai menyusup adanya atau tumpang tulang

tindihmenunjukkan

kemungkinan

disproporsi

panggul( CPD ). Ketidakkemampuan akomodasi akan benar

benar terjadijika tulang kepala yang bisa menyusup tidak mampu dipisahkan.CPD dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lainpanggul ibu sempit, janin besar, dan kelainan kongenital janin (hydrocephalus). Lambang lambang dalam mollase : 0 : tulang tulang kepala janin terpisah, sutura dengan : tulang tulang kepala janin hanya saling bersentuhan. : tulang tulang kepalajanin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan. 3 : tulang tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak

mudah dipalpasi. 1 2

dapat dipisahkan.

3.

Kemajuan Persalinan a. Dilatasi serviks Kemajuan persalinan pada partograf diukur dari dilatasi serviks dan penurunan kepala janin.

a. Fase Laten : pembukaan serviks kurang dari 4 cm. b. Fase Aktif : pembukaaan serviks dari 4 sampai 10 cm.
Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat pada lembar observasi Sedangkan apabila telah masuk dalam fase aktif maka dituliskan di dalam lembar partograf Pembukaan serviks dinilai dan dicatat pembukaan servik setiap 4 jam ( lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan.Tanda X harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.Beri tanda untuk temuan temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungankan tanda X dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh ( tidak terputus )

Garis waspada dimuali pada pembukaan servik 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm / jam.Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai digaris waspada jika pembukaan servik mengarah kesebelah kanan garis waspada (pembukaan < 1 cm/jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll).Perimbangkan pula adanya tindakan interfensi yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu

menangani penyulit dan kegawat daruratan obstetri.Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur kesisi kanan.Jika pembukaan servik berada disebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan.Ibu harus tiba ditempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui. b. Penurunan bagian terbawah janin Penurunan kepala dilakukan setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tandatanda penyulit).Penurunan kepala diperiksa tiap 4 jam sekali dengan cara palpasi.Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul.Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin.Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. Pada primipara dalam kala I fase aktif jika penurunan kepala janin dengan palpasi masih 5/5 merupakan suatu tanda bahaya dalam persalinan. Pada ibu multipara bisa terjadi penurunan kepala janin masuk ke panggul baru terjadi pada saat persalinan sedangkan seorang ibu primipara seharusnya pada usia kehamilan aterm kepala janin sudah masuk

panggul.Sedangkan penurunan kepala 5/5 berarti kepala janin

10

masih di atas PAP, menunjukkan bahwa kepala belum masuk panggul. Keadaan tersebut dapat menjadikan partus lama atau bahkan partus macet.Ada beberapa hal yang menyebabkan pada kala I fase aktif tersebut penurunan kepala janin masih pada 5/5, antara lain: jika bayi besar atau makrosomia, panggul ibu sempit atau DKP (Disproporsi Kepala Panggul). Penyulit lain dari posisi kepala diatas pintu atas panggul adalah tali pusat menumbung yang disebabkan pecahnya selaput ketuban yang disertai dengan turunnya tali pusat.

4. Kontraksi Merupakan salah satu pemantau keadaan ibu yang menjadi salah satu faktor yang behubungan dengan kemajuan persalinan (Power /kontraksi: frekuensi, durasi, intensitas) Dengan memantau kontraksi dapat di deteksi bila terjadi his tidak adekuat yang dapat menyebabkan tidak ada kemajuan persalinan.Memeriksa dan

mendokumentasikan frekuensi kontraksi yang dating dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik dilakukan setiap 30 menit pada fase aktif. Untuk fase laten dilakukan tiap 60 menit. a. His tidak adekuat His tidak adekuat adalah: frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 2 kontraksi per 10menit dan kurang dari 30 detik. His yang tidak adekuat dapat terjadi karena Kondisi ibu: kecapekan, dehidrasi, dan keadaan umum ibu yang kurang baik sehingga diperlukan tindakan untuk memperbaiki KU ibu b. Hipertonik Hipertonik adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.Disebut juga sebagai incoordinate uterine action.Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang

berlebihan.Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan

11

berlangsung hampir terus-menerus.Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya. 5. Obat Obatan dan Cairan yang Diberikan a. Oksitosin, Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,

dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetasan per menit. b. Obat-obatan lain dan cairan Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotrak yang sesuai dengan kolom waktunya.

6. Kondisi Ibu a. Tekanan darah Tekanan darah merupakan salah satu tanda vital yang mencerminkan kondisi dan kenyamanan ibu bersalin. Tekanan darah ibu dipantau setiap 4 jam sekali. Pengukuran dilakukan

saat tidak ada his.Hal ini dikarenakan, tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Tenaga kesehatan harus waspada bila ditemukan

keadaan- keadaan abnormal sebagai berikut. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg yang merupakan tanda/ gejala preeklampsia, apalagi disertai protein urin (+). Tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg disertai pucat, nafas cepat, nadi cepat, produksi urin sedikit merupakan

12

tanda/ gejala syok hipovolemik dikarenakan kekurangan cairan. b. Nadi Nadi merupakan salah satu pemantau keadaan Ibu, dilakukan setiap 30 menit pada kala I fase aktif.Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.Sedangkan batas normal denyut nadi Ibu bersalin < 100 x/menit. Tenaga kesehatan harus waspada bila ditemukan keadaankeadaan abnormal sebagai berikut: Denyut nadi Ibu bersalin yakni > 100 x/menit (takikardi) atau < 60 x/menit (bradikardi) Takikardi dan bradikardi merupakan tanda gejala syok hipovolemik jika disertai denyut nadi yang lemah, tekanan sistolik < 90 x/menit, pucat, nafas cepat, dan produksi urin sedikit. c. Suhu/ temperature Pemantauan suhu pada ibu dilakukan 1 jam sekali untuk memantau keadaan Ibu selama bersalin.Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan. Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5 10 C. Temuan dianggap abnormal jika temperatur badan ibu > 380 C. Suhu/ temperatur > 380 C merupakan salah satu tanda gejala infeksi, dan biasanya disertai menggigil, nyeri abdomen, dan cairan ketuban berbau. d. Urin Pemeriksaan urin harus diukur dan dicatat. Pemeriksaan urin dilakukan setiap 1 jam, yang terdiri dari protein urin, aseton, dan volume. 1) Protein Urin Sedikit proteinuria (+1) umum ditemukan pada sepertiga sampai setengah jumlah wanita bersalin.Proteinuria +2 dan lebih adalah data yang abnormal. (varney,2008). Hal tersebut abnormal dikarenakan lebih sering pada ibu primipara anemia, prsalinan lama atau pada kasus pre eklamsia. 2) Aseton

13

Adanya aseton diketahui melalui tes urin dan dari bau yang sangat menyengat urin ibu menandakan ibu bersalin dalam kondisi dehidrasi, serta dapat merupakan tanda gejala syok hipovolemik. 3) Volume Volume urin umumnya meningkat pada ibu bersalin

disebabkan polyuri sering dan umum terjadi selama persalinan karena kardiak output yang meningkat. Volume urin pada ibu bersalin normalnya > 30 ml/jam, dan merupakan temuan abnormal jika < 30 ml/jam dan merupakan tanda gejala syok hipovolemik yang biasanya disertai dengan warna urin yang pekat/ tidak kuning jernih.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Partograf merupakan lembaran form dengan berbagai grafik dan kode yang menggambarkan berbagai parameter untuk menilai kemajuan persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Gambaran partograf dinyatakan dengan garis tiap parameter (vertical) terhadap garis perjalanan waktu (horizontal). Tujuan utama dari pembuatan partograf adalah untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan, mendeteksi proses

persalinan berlangsung normal atau tidak, data pelengkap yang terkait dengan pemantauan ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana yang semuanya dicatat secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.

B. Saran 1. Diharapkan bidan dalam setiap pertolongan persalinan dicatat dengan menggunakan partograf sehingga dapat mendeteksi masalah dan penyulit sesegera mungkin. 2. Diharapkan bidan dalam melakukan pencatatan dalam partograf segera pemeriksaan sehingga dapat dengan cepat melakukan tindakan bila terdapat keadaan yang abnormal.

14

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Gramedia. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

15

Anda mungkin juga menyukai