Anda di halaman 1dari 29

PRE EKLAMPSIA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
Araafi Hariza Mahandaru (20080310212)

Dokter Pembimbing : dr. H. M. Any Ashari, Sp.OG (K)

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2011

HALAMAN PENGESAHAN
PRE EKLAMPSIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh: Araafi Hariza Mahandaru 20080310212

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Oleh : Dosen Pembimbing

Oktober 2011

dr. H. M. Any Ashari, Sp. OG (K)

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI,2007). Gangguan hipertensi sering dijumpai dalam kehamilan dan menjadi 3 besar penyumbang AKI bersama dengan perdarahan dan infeksi (William, 2006). Preeclampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut yang dapat terjadi ante, intra dan post partum. Di Indonesia, pre eklamsia dan eklamsia masih merupakan sebab utama kematian ibu dan perinatal yang tinggi. Diagnosis dini dan penanganan pre eklamsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklamsia perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Prawirohardjo,2010).

B. DEFINISI Pre eklamsia adalah suatu keadaan patologis pada kehamilan yang ditandai dengan adanya trias pre eklamsia yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria. Pre eklamsia terjadi pada usia kehamilan 20 minggu, sampai menjelang, selama, dan setelah persalinan dalam waktu 24 jam. Pre eklamsia dapat tejadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, yaitu pada kehamilan mola hidatidosa. 1 Pre eklamsia ialah suatu sindrom spesifik berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting dari pre eklamsia, apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosis tidak dapat ditegakkan (William,2006). Berdasarkan gejala klinis pre-eklampsia dibagi menjadi preeclampsia ringan dan preeklamsia berat. Pembagian ini tidaklah berarti ada 2 penyakit yang berbeda, sebab

sering dijumpai pada penderita preeclampsia ringan yang mendadak mengalami kejang dan jatuh koma. Gambaran klinis preeclampsia bervariasi luas dan bersifat individual. Kadang kadang sukar untuk menentukan gejala preeclampsia mana yang timbul terlebih dahulu. Secara teoritik urut urutan gejala yang timbul adalah edema, hipertensi dan proteinuria. Dari semua gejala tersebut, hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting (Prawirohardjo, 2010). Semakin parah hipertensi dan proteinuria, semakin pasti diagnosis preeclampsia. Kombinasi proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal

(William,2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolic >= 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik >= 30 mmHg dan tekanan darah diastolic >= 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi (Prawirohardjo, 2010). Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil, sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar benar dipahami oleh tenaga medic baik dipusat maupun di daerah.

B. KLASIFIKASI Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure in Pregnancy, ialah : 1. Hipertensi Kronik 2. Preeklampsia eklampsia 3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia 4. Hipertensi Gestasional

B.1. Hipertensi Kronik Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. Diagnosis hipertensi kronik mungkin sulit ditegakkan apabila wanita yang bersangkutan belum pernah diperiksa sampai paruh terakhir kehamilannya. Hal ini disebabkan oleh penurunan tekanan darah selama trimester kedua dan ketiga awal, baik pada

wanita normotensive maupun hipertensi kronik. Hipertensi kronik menyebabkan morbiditas tanpa bergantung apakah wanita yang bersangkutan hamil atau tidak. B.2. Preeklampsia Eklampsia Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria. Pre eklamsia ialah suatu sindrom spesifik berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting dari pre eklamsia, apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosis tidak dapat ditegakkan (William,2006). Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai dengan kejang kejang atau koma. Kejang pada eklampsia hanya terjadi pada wanita dengan preeclampsia dan tanpa penyebab yang lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama dan setelah persalinan. Namun kejang yang timbul setelah 48 jam post partum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari post partum. B.3 Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda tanda preeclampsia atau hipertensi kronik dengan proteinuria. Diagnosis adanya hipertensi kronik disyaratkan oleh : 1. 2. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum hamil Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi sebelum usia

kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat penyakit tropoblastik gestational) 3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan. \

Preeklampsia pada hipertensi kronik biasanya muncul lebih dini dari pada preeclampsia murni, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin B.4. Hipertensi Gestasional Hipertensi Gestasional disebut juga transient hypertension adalah hipertensi yang timbul selama kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi

menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda tanda preeclampsia namun tanpa disertai proteinuria. Diagnosis bahwa wanita tersebut tidak mengalami preeklamsia hanya dapat dibuat setelah postpartum. Dengan demikian, diagnosis hipertensi gestasional adalah diagnosis eksklusi. Namun perlu diperhatikan bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat menunjukan gejala gejala yang berkaitan dengan preeclampsia seperti, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau thrombositopenia yang mempengaruhi penatalaksanaan.

C. FAKTOR RESIKO Terdapat banyak factor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain : 1. Primigravida, primiparitas 2. Hiperplasentosis 3. Usia yang ekstrim 4. Riwayat Keluarga pernah preeclampsia / eklampsia 5. Penyakit ginjal dan hipertensi sebelum hamil 6. Obesitas D. PATOFISIOLOGI D.1. Teori Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim mendapat supply darah dari cabang cabang arteri uterine dan ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata yang member cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrim menjadi arteri basalis dan arteri basalis member cabang arteri spiralis. Pada kehamilan normal, invasi trofoblast ke lapisan otot arteri spiralis menimbulkan degenerasi otot arteri spiralis sehingga terjadi vasodilatasi arteri. Invasi trofoblast juga sampai ke daerah matriks sehingga matriks menjadi gembur dan lunak sehingga memudahkan untuk terjadi dilatasi lumen arteri spiralis. Hal ini memberikan efek penurunan tekanan darah dan resistensi vascular dan meningkatkan aliran darah

uteroplasenter. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan janin bias berkembang dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel sel trofoblast ke lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga sulit terjadi distensi dan dilatasi lumen arteri. Akibatnya arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenter menurun. Terjadilah hipoksia dan iskemia placenta. Iskemia plasenta ini akan menimbulkan perubahan perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya. D.2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, Dan Disfungsi Endothel Sebagaimana dijelaskan bahwa invasi tropoblast tidak adekuat/tidak berhasil akan terjadi iskemia plasenta. Plasenta yang iskemia dan hipoksia akan mennghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah satunya adalah radikal hidroksil yang sangat toksis. Itulah mengapa dahulu preeclampsia disebut juga sebagai toksemia gravidarum. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga merusak nucleus dan protein sel. Produksi oksidan dalam tubuh selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan. Meningkatnya peroksida lemak, menyebabkan beredarnya substansi ini keseluruh tubu lewat pembuluh darah. Akibat endothel yang terpapar oleh peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endothel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endothel. Keadaan ini disebut disfungsi endothel. Maka akan terjadi hal hal berikut : Gangguan produksi prostaglandin. Karena salah satu fungsi endothel Agregasi sel sel thrombosit untuk menutupi daerah daerah di

adalah memproduksi PGE2 atau yang disebut prostasiklin. -

lapisan endothel yang mengalami kerusakan. Agregasi thrombosit akan menghasilkan thromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar PGE2 lebih tinggi dari pada TXA2.

Perubahan pada sel endothel kapiler glomerulus Peningkatan permeabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor (endothelin) Kadar NO (vasodilator poten) menurun Peningkatan factor koagulasi

D.3. Teori Intoleransi Imunologik Ibu Dan Janin Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen G (HLA-G), yanbg berperan dalam modulasi respon imun, sehingga si Ibu tidak menolak hasil konsepsi (placenta). Adanya HLA-G pada placenta dapat melindungi tropoblast janin dari lisis oleh Natural Killer Cell (NK) ibu. Adanya HLA-G juga mempermudah masuknya invasi tropoblast ke jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi tropoblast ke dalam desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Hal ini menyebabkan berkurangnya invasi tropoblast ke jaringan desidua. Invasi tropoblast penting agar jaringan desidua menjadi gembur dan lunak sehingga memudahkan untuk dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeclampsia Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeclampsia, ternyata mempunyai proporsi sel T-Helper yang lebih rendah disbanding yang normotensif. D.4. Teori Adaptasi Kardiovaskular Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan bahan vasopresor. Refrakter disini berarti pembuluh darah kurang peka terhadap bahan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, refrakter terjadi akibat

adanya produksi prostaglandin yang diproduksi pada sel endothel pembuluh sel. Hal ini dibuktikan dengan penurunan daya refrakter jika diberi prostaglandin sintetase inhibitor. Prostaglandin iotu kemudian diketahui adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter thd bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan bahan vasopresor, pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester 1. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dala kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan 20 minggu. D.5. Teori Genetik Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genetic ibu lebih menentukan trerjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genetic janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak perempuannya aklan mengalami preeclampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeclampsia. D.6 Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet) Beberapa hasil penelitian, menunjukan bahwa kekurangna defisiensi gizi berperan dlam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan termasuk minyak halibut, dapat mengurangi resiko preeclampsia. Minyak ikna banyka mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboxan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. D.7. Teori Stimulus Inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris tropoblast di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblast, sebagai sisa sisa proses apoptosis dan necrotic tropoblast, akibat reaksi stress oksidatif.

D.8. Teori Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (Vldl) Dan Toxicity Preventing activity (txpa) Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas anti toksik albuminn sampai pada titik dimana VLDL terekspresikan. Jika VLDL melebihi kadar TxPA efek toksik dari VLDL akan muncul. Keempat faktor tersebut saling berkaitan dengan titik temu pada invasi trophoblast dan terjadinya iskemik plasenta. Pada preeklamsia terjadi dua tahap perubahan yang mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trophoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tiak dapat melebar dengan sempurna, dengan akibat penurunan darah dalam ruang intervillus plasenta sehingga menyebabkan hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan akan membebaskan zat-zat toksin seperti sitokin, radikal bebasdalam bentuk lipid peroksiase dalam sirkulasi arah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidative stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Pada tahap berikutnya, oxidative stress bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh dara ( disfungsi endotel ). Disfungsi endotel dapat terjadi di seluruh permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklamsia. Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida dibandingkan zat yang bertindak sebagai vasokontriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II, sehingga terjadilah vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.

Peningkatan kadar lipid ;peroxidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dlam tubuh penderita preeklamsia, jika prosesnya berlanjut dapat terjdi disfungsi dan kegagalan organ ginjal, dengan tanda adanya proteinuria, penyempitan pembuluh darah sistemik dengan tanda hipertensi, perubahan permeabiltas pembuluh darah dengan tanda adanya edema paru atau edema generalisata. Dapat terjdi trombositopenia darah dan koagulopati. Pada hepar dapat terjadi perdarahan dan gangguan fungsi hepar. Pada susunan syaraf puat dapat terjadi kejang, pada mata dapat menyebabkan kebutaan, pelepasan retina, dan perdarahan. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.

E. DIAGNOSIS PREEKLAMPSIA Preeklamsia dikaitkan dengan peningkatan risiko solusio plasenta,gagal ginjal akut, komplikasi cerebrovascular dan cardiovascular, DIC, serta kematian ibu. Oleh sebab itu deteksi dini preeklamsia dan observasi yang cermat perlu dilakukan. Walaupun terjadinya preeklamsia ulit dicegah, namun dengan mengenal secara dini dan menangani secara maksimal dapat menghindarkan dari keadaan preeklamsia berat bahkan eklamsia. 8 Pada umumnya diagnosis preeklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama, yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria. Tiap tanda dapat menimbulkan suatu kewaspadaan oleh karena cepat tidaknya penyakit tidak dapat diramalkan. Jika eklamsia terjadi prognosi ibu dan janin menjadi lebih buruk. 3 Diagnosis banding antara preeklamsia dengan hipertensi kronis/menahun atau penyakit ginjal sering menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan post partum akan berguna untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fundoskopi juga berguna karena jarang terdapat perdarahan dan eksudat pada preeklamsia. Proteinuria pada preeklamsia jarang timbul sebelum triwulan ketiga, sedangkan pada penyakit ginjal dapat timbul terlebih dahulu.

Kriteria diagnosis untuk preeklamsia adalah onset peningkatan tekanan darah dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Secara klinis preeklamsia dibagi sebagai berikut: 1. Preeklamsia Ringan (PER)

Definisi Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menuurnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endothel. Diagnosis ditegakan berdasarkan hipertensidan proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg 160/110 mmHg, atau kenaikan sistole 30 mmHg dan diastole 15 mmHg proteinuria >= 300 mg/24jam atau menunjukkan >= 1+ dipstcik proteinuria <5gr/L/24jam atau menunjukkan hasil +1 sampai +2 dalam pemeriksaan urin kualitatif edema local tidak dimasukan dalam criteria preeklamsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata edema kaki, tangan, atau muka, atau peningkatan berat badan 1kg/minggu

2.

Preeklamsia Berat (PEB) Preklamsia berat ialah preklamsia dengan tekanan darah sistolik 160mmhg dan

Definisi tekanan darah diastolic 100 mmhg beserta proteinuria 5gr/24 jam, Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria preklamsia berat, sebagaimana dicantum dibawah ini: Tekanan darah sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 110 mmhg Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring

Proteinuria 5gram/ 24 jam atau 4+ dalam pemerikasaan kualitatif Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/ 24 jam Kenaikan kadar kreatinin plasma Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibar teregannya kapsula glissun). Edema paru dan sianosis. Hemolisis dan mikroangiopatik. Trombositopenia berat: <100rb cel/ mm3 atau penurunan trombosit dengan tepat. Gangguan fungsi hepar atau kerusakan hepatoseluler: peningkatan kadar alanin dan aspartat amino transferase. Pertumbuhan janin intrauterine terhambat Sindrom HELLP

Preeklampsia berat dibagi menjadi preeclampsia berat dengan impending eklampsia dan tanpa impending eklampsia. Disebut Impending eklamsia, jika ditemukan: nyeri epigastrium mual dan atau muntah nyeri kepala frontal dan atau gangguan visus gangguan fungsi hepar yang dapat ditandai dengan meningkatnya enzim SGOT/SGPT. adanya tanda hemolisis dan mikroangiopati trombositopenia (<100.000/mm3) munculnya komplikasi sindrom HELLP

EKLAMPSIA Eklampsia jika pada penderita PEB didapatkan kejang tonik dan atau klonik atau dapat disertai adanya koma

Gambar 3. Penegakkan diagnosis pada hipertensi dalam kehamilan Diagnosis akan menjadi lebih mudah jika dokter dapat membedakan preeklamsia dengan gangguan hipertensi dalam kehamilan lainnya. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibedakan menjadi:9

1. Gestational Hypertention (GH) Pada kehamilan dijumpai: 2. tekanan darah 140/90 mmHg tanpa disertai proteinuria biasanya tekanan darah akan kembali normal sebelum 12 minggu post partum diagnosis ini dapat ditegakkan secara pasti pada masa-masa post partum

Preeklamsia Apabila dijumpai:

tekanan darah 140mmHg setelah kehamilan 20 minggu proteinuria 300 mg/24 jam atau 30 mg/dl dari urin tengah acak (mid stream), atau +1 pada dipstick

3. Eklamsia Apabila terdapat kejang dan atau koma pada penderita preeklamsia 4. Hipertensi Kronis Apabila ditemukan: dari sebelum hamil atau sebelum kehamilan 20 minggu ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg atau ditemukan TD 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu yang tidak menghilang setelah 12 minggu post partum 3. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklamsia Apabila ditemukan: new onset proteinuria (300mg/24 jam) pada wanita dengan hipertensi yang tidak terdapat proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu peningkatan proteinuria atau TD, atau penurunan angka trombosit <100.000/mm3., pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu. 6. Sindrom HELLP Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelets count) mungkin merupakan efek dari preeklamsia berat yang pernah terjadi. Namun terdapat pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa sindrom ini memiliki etiologi yang tidak berhubungan dengan preeklamsia.

F. MANAGEMENT PREEKLAMPSIA Manajemen optimal pada wanita hamil dengan preeklamsia tergantung pada usia kehamilan dan beratnya penyakit. Melahirkan janin atau terminasi kehamilan merupakan

satu-satunya pengobatan pati bagi penyakit ini. Untuk itu dokter harus dapat berusaha untuk meminimalkan risiko maternal sementara juga harus dengan memaksimalkan maturitas fetus/janin. Tujuan utama dari manajemen preeklamsia adalah menyelamatkan ibu dan melahirkan bayi yang sehat. Pasien preeklamsia ringan (PER) mulai dilakukan induksi persalinan saat umur kehamilan sudah mencapai 37 minggu. Sebelum umur kehsmilan ini fetus yang imatur diterapi dengan manajemen kehamilan menggunakan kortikosteroid untuk mempercepat pematangan atau maturitas paru ebagai persiapan untuk kelahiran bayi. Pasien preeklamsia berat (PEB), induksi persalinan dipertimbangkan mulai usia kehamilan 34 minggu. Dalam hal ini beratnya penyakit harus lebih dipertimbangkan dibanding melihat risiko kelahiran prematuritas janin. Dalam keadaan emergency seperti ini, kontrol tekanan darah dan serangan kejang harus menjadi prioritas. Pengelolaaan preeklamsia terbagi menjadi: 1. Preeklamsia ringan (PER) a. Rawat Jalan 1. tidak mutlak harus tirah baring 2. diet reguler 3. vitamin prenatal 4. tidak perlu restriksi konsumsi garam 5. tidak perlu diuretik,antihipertensi dan sedativum 6. kunjungan ke RS tiap minggu b. Rawat Inap 1. Indikasi Rawat Inap hipertensi menetap >2minggu proteinuria menetap >2minggu hasil lab abnormal adanya 1 atau lebih tanda dan gejala PEB

2. Pemeriksaan Dengan Monitoring Ibu

pengamatan edema muka dan abdomen penimbangan Berat Badan pada waktu ibu masuk RS dan pengecekan tiap hari pengamatan dengan cermat gejala eklamsia dan impending eklamsia

3. Pemeriksaan Laboratorium proteinuria dengan dipstick saat masuk RS dan sekurangnya diikuti 2 hari setelahnya Hmt dan trombosit 2 x seminggu tes fungsi ginjal dengan pengukuran ureum kreatinin serum serta asam urat 4. Pemeriksaan Kesejahteraan Janin

pengamatan gerakan janin setiap hari NST 2x seminggu evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu ultrasound doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina

5. Terapi Medikamentosa pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan jika terdapat tanda-tanda perbaikan dan umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi 2-3 hari kemudian baru boleh dipulangkan 6. Pengelolaan Obstetrik tergantung umur kehamilan Jika penderita tidak inpartu dan umur kehamilan <37 minggu, gejala dan tanda tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm Jika umur kehamilan >37 minggu: 1. kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus 2. jika servix matang saat HPL dapat dilakukan induksi persalinan

2. Preeklamsia berat (PEB) Pada kehamilan dengan penyulit apapun, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut: Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu medikamentosa Setelah itu menentukan sikap terhadap janinnya yang tergantung umur kehamilan Sikap terhadap kehamilan dibagi 2, yaitu: 1. Ekpektatif atau konservatif, jika umur kehamilan <37 minggu. Artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa. 2. Aktif atau agresif, jika umur kehamilan 37 minggu,artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu. Pemberian terapi medikamentosa yaitu: a. segera masuk RS b. tirah baring miring ke kiri secara intermitten c. infus RL atau Dextrose 5% d. pemberian MgSO4 sebagai pencegah kejang, yaitu dengan: loading dose maintenance dose

Terapi medikamentosa pada PEB terdiri dari:

1. Magnesium Sulfat (MgSO4) Tujuan utama pemberian MgSO4 adalah untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadi kejang, sehingga dapat mengurangi komplikasi pada ibu dan janin. Cara kerjanya sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja dengan beberapa mekanisme seperti: mendilatasi pembuluh darah serebral sehingga mengurangi iskemia serebri Mg memblok reseptor Kalsium (Ca) melalui inhibisi reseptor NMetil D-Aspartat (NMDA) di otak

Mg menyebabkan vasodilatasi perifer (terutama arteriola) sehingga menurunkan tekanan darah Mg secara kompetitif memblok masuknya Kalsium ke dalam synaptic endings sehingga mengubah transmisi neuromuskular Efek tokolitik yang belum jelas penyebabnya, diduga akibat hambatan
kanal Kalsium sehingga menginhibisi kontraksi otot.11

Terdapat dua pilihan cara pemberian MgSO4, yaitu : i. Pritchard Regimen loading dose dengan bolus 4 gram MgSO4 secara intravena lambat dalam 5-10 menit; diikuti dengan 10 gr intramuscular terbagi 5 gr per area injeksi (pantat kanan-kiri) maintenance dose dengan penyuntikan 5 gr intramuscular tiap 4 jam pada pantat, hungga 24 jam post partum (pada eklamsia hingga 24 jam post last convulsion) ii. Zuspan Regimen loading dose dengan inisial dose sebanyak 4 gram MgSO4, diberikan intravena lambat dalam 5-10 menit maintenance dose 1-2 gr MgSO4 per 1 jam, diberikan melalui infus pump hingga 24 jam post partum partum (pada eklamsia hingga 24 jam post last convulsion) Dapat terjadi toksisitas akibat MgSO4, dengan tanda-tanda yang berurutan muncul sesuai tinggi kadar MgSO4 serum,yaitu: a) reflek patella yang menurun ataupun hilang b) pernapasan <16x/ menit c) urine output <25ml/menit

d) rasa panas di muka, bicara sulit, kesadaran menurun

e)

perubahan irama jantung akibat perubahan konduksi, hingga cardiac arrest

Anti dotum bagi toksisitas MgSO4 adalah dengan Kalsium Glukonas larutan 10% sebanyak 1 gram, diberikan secara intravena pelan dalam 10 menit. 2. Obat Anti Hipertensi Pada hipertensi yang berat dimana tekanan darah >160/110 mmHg, pemberian obat anti hipertensi direkomendasikan. Tujuannya adalah untuk menurunkan tekanan darah sehingga mencegah komplikasi serebrovaskular dan jantung sembari menjaga sirkulasi darah uteroplasenta. Tekanan darah dijaga dalam tekanan 140/90 mmHg. Namun bagaimanapun obat anti hipertensi dapat menurunkan isiden komplikasi serebrovaskular, penggunaan obat ini tidak merubah progresivitas preeklamsia. Obat yang dapat digunakan adalah: a. Hidralazin Merupakan vasodilator langsung dari arteriola perifer. Dahulu obat ini digunakan secara luas sebagai lini pertama untuk hipertensi dalam kehamilan. Agen ini memiliki onset yang lambat dalam aksinya yaitu dalam 10-20 manit dan puncaknya kira-kira 20 menit setelah pemberian. Hidralazin dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg secara bolus intravena tergantung dari beratnya hipertensi yang terjadi. Obat ini dapat diberikan tiap 20 menit hingga dosis maksimal 30 mg. Efek samping dari obat ini adalah adanya nyeri kepala, nausea, dan vomitus. Efek penting yang patut diwaspadai adalah dapat menyebabkan hipotensi maternal yang dapat diikuti perubahan denyut jantung janin. Pada studi meta-analisis yang dilakukan Magee et al menemukan bahwa Hidralazin berhubungan dengan outcome maternal dan perinatal yag lebih buruk dibanding penggunaan Labetolol dan Nifedipin. b. Labetalol

Labetalol adalah suatu selective Alpha Blocker dan non selective Beta Blocker yang menyebabkan vasodilatasi dengan keluaran berupa penurunan resistensi vaskular sistemik. Dosis pemberian Labetalol adalah 20mg intravena dengan dosis ulangan tiap 10 menit (sebesar 40,80,80,80mg) hingga dosis maksimal sebesar 300mg. Penurunan tekanan darah diobservasi setelah 5 menit paska pemberian agen ini, dengan hasil penurunan tekanan darah yang lebih minimal dibanding pemberian Hidralazin. Labetalol dapat menurunkan ritme supraventrikel dan menurunkan denyut jantung, sehingga mengurangi konsumsi oksigen miokardial, tanpa mengurangi volume afterload jantung. Efek samping obat ini dapat menyebabkan pusing, nyeri kepala dan mual. Jika kontrol tekanan darah telah stabil dengan pemberian secara intravena maka obat dapat diberikan sebagai maintenance secara oral. c. Nifedipin Merupakan Calcium Channel Blockers yang bekerja di dalam otot polos arteriola dan menginduksi vasodilatasi melalui blocking masuknya Kalsium ke dalam sel. Dosis Nifedipin adalah 10mg per oral setiap 15-30 menit dengan dosis maksimum 3 dosis pemberian. Efek sampingnya berupa takikardi, palpitasi, dan nyeri kepala. Penggunaan secara bersamaan dengan MgSO4 perlu dihindari. Nifedipin biasa digunakan pada masa post partum pada pasien preeklamsia untuk kontrol tekanan darah. d. Sodium Nitroprusside Pada hipertensi berat hingga emergency, jika ketiga obat di atas tidak berhasil menurunkan tekanan darah, maka dilakukan pemberian Sodium Nitroprusside. Nitroprusside menyebabkan pelepasan nitric oxide yang dapat menyebabkan vasodilatasi yang signifikan. Volume preload dan afterload jantung turun secara nyata. Onset action-nya cepat dengan kemungkinan terjadinya severe rebound hyprtension. 3. Kortikosteroid untuk maturitas paru janin

Pemberian kortikosteroid untuk maturitas paru janin hanya diberikan pada umur kehamilan <34 minggu. Pemberiannya dalam bentuk Dexamethasone atau Betamethasone. Dengan dosis Dexamethasone 6mg intravena 4 dosis interval 12jam, dan Betamethasone 12 mg intramuskular 2 dosis interval 24 jam.

Usaha pencegahan preeklamsia hingga saat ini hasilnya masih mengecewakan. Beberapa trial telah dilakukan namun belum ada yang berhasil memberikan hasil yang memuaskan. a. Aspirin Pada systemaitic review dari 14 trials menggunakan low-dose Aspirin (60-150mg/hari) pada wanita dengan faktor risiko terkena preeklamsia menyimpulkan bahwa Aspirin dapat menurunkan risiko terjadinya preeklamsia dan kematian perinatal meskipun tidak secara signifikan mempengaruhi berat lahir bayi ataupun risiko terjadinya abrupsio plasenta. b. Heparin Telah dilaporkan adanya adverse outcome pada penggunaan lowmolecular weight heparin pada wanita dengan trombofilia. Hingga saat ini belum ada data yang merekomendasikan profilaksis heparin unuk menurunkan insiden preeklamsia. c. Suplementasi Kalsium dan vitamin Penelitian mengenai penggunaan Kalsium, vitamin C, dan vitamin E pada low-risk population tidak menunjukkan adanya penurunan insiden preeklamsia. Villar et al pada penelitiannya yang menggunakan metode multicenter randomizes controlled trial menunjukkan bahwa suplementasi ketiga elemen tadi tidak menurunkan kejadian preeklamsia, eklamsia, dan gestational hypertension maupun pengaruhnya pada low birth weight, small for gestational age, dan kematian perinatal juga tidak ada.

Walaupun preeklamsia tidak dapat dicegah secara pasti, namun kematian karena gangguan ini dapat dicegah. Wanita yang tidak menerima asuhan prenatal 7 kali akan lebih mungkin untuk meninggal karena komplikasi preklamsia-eklamsia dibandingkan yang menerima 7 kali asuhan prenatal.

BAB III KASUS


A. Identitas Pasien Nama Umur Alamat Agama Pendidikan terakhir Pekerjaan No.CM Tanggal masuk RS Tanggal keluar RS Nama suami Pekerjaan suami : Ny. W : 32 tahun : Mrisi-Tirtomulyo Kasihan-Bantul : Islam : SMP : Ibu rumah tangga : 43. 65. 87 : 14 April 2011 : 16 April 2011 : Tn. A : Karyawan swasta

B. Anamnesis Keluhan utama Pasien merasa hamil 9 bulan, mengeluh kenceng-kenceng sejak sore hari SMRS, keluar lendir darah dan air ket merembes Riwayat penyakit sekarang Pasien, G2P1A0, 32 th, datang ke RSPS melalui IGD pada 14 April 2011 pukul 01.30 pagi dengan keluhan kenceng-kenceng sejak sore harinya. Pasien merasa hamil 9 bulan. Kenceng-kenceng dirasakan, diikuti lendir darah yang mulai keluar, cukup banyak. Air ketuban dirasakan merembes. Gerak janin dirasakan ibu. Keluhan pusing, mual,muntah, pandangan kabur, merasa lemas disangkal. Riwayat haid

Haid pertama umur 12 tahun. Siklus haid teratur. Lamanya haid 7 hari bersih. Banyaknya per hari 3 pembalut penuh. Nyeri haid dirasakan sebelum haid hingga 2 hari awal, VAS 2-3, hilang tanpa pengobatan. Hari Pertama Haid Terakhir : 16 Juli 2010 Riwayat perkawinan Sudah kawin, usia saat kawin umur 24 tahun, kawin 1x dengan suami yang sekarang, usia perkawinan 7,5 tahun. Riwayat obstetrik dan ANC Anak I : laki-laki, usia sekarang 8 tahun, lahir secara SC a/i PEB, BBL 2400 gram, ANC rutin di bidan dan RSPS Anak II : hamil sekarang, HPMT 16-7-2010, HPL 23-04-2011, uk. 38 minggu 5 hari, ANC rutin di bidan dan RSPS. Riwayat ginekologi Tidak pernah mengalami keluhan pada alat genitalia maupun keluhan pada alat reproduksi. Riwayat penyakit Riwayat penyakit sebelum hamil : HT, asma, jantung, DM disangkal. Riwayat penyakit saat hamil sekarang dan sebelumnya: HT,asma, jantung, DM disangkal. Riwayat alergi obat : disangkal. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit menular dan yang diturunkan dalam keluarga disangkal. Riwayat KB Menggunakan kondom. Riwayat operasi Disangkal

C. Pemeriksaan Jasmani 1. Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Suhu Nadi Pernapasan TB BB saat ini BB sebelum hamil LLA 2. Pemeriksaan obstetrik Pemeriksaan Luar a. Inspeksi Nampak uterus gravidus, striae gravidarum +, tanda peradangan -, UKKb. Palpasi Teraba janin tunggal, letak memanjang, presentasi kepala, punggung bayi berada di kanan ibu, teraba kepala 4/5 bagian, kepala masuk panggul, TFU 35 cm, HIS + 3-4/2025/Sedang, DJJ + 138 bpm c. Auskultasi Denyut jantung janin terdengar 138x/menit. Pemeriksaan Dalam Dengan kesan : vulva/uretra tenang, dinding vagina licin, servix lunak, effacement 30-50%, dilatasi 2 cm, servix di anterior, selaput ketuban teraba, teraba kepala turun di station -3, sarung tangan lendir darah +, air ketuban -. D. Hasil pemeriksaan laboratorium 14 April 2011 Darah Lengkap : baik : kesadaran penuh (compos mentis) : 140/90 mmHg : 36,5 C : 87x/menit : 21x/menit : 154 cm : 70 kg : 58 kg : 28 cm

Hb AL AT Hmt Gol.Da PPT APTT Kontrol PPT Kontrol APTT HbsAg

12,6 gr% 14,2 ribu/ul 219 rb/ul 37,5% B 11,3 detik 29,6 detik 13,6 detik 32,4detik negatif

-Protein urin +1

D. Diagnosis Partus tak maju, PER, Sekundigravida, hamil aterm, Dalam Persalinan Kala I fase laten dg riwayat SC 8 th yll E. Terapi Stabilisasi O2 nasal canule 3L/menit Inj. MgSO4 8gr (4gr bokong kanan- 4gr bokong kiri) intramuskular pasang DC (Dower Catether) observasi HIS, DJJ, Tekanan Darah usul Re-SC emergency

BAB III PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai