Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Insidensi abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang). Lebih dari 60% kasus keguguran di Amerika yang terjadi pada trimester pertama kehamilan disebabkan oleh blighted ovum. Di Indonesia kejadian berdasarkan laporan rumah sakit , seperti di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung berkisar antara 18-19% ( , ).

Angka kematian ibu di Indonesia tahun 2010 menurut Depkes RI mencapai 307 per 100 ribu kelahiran hidup. Menurut Saifudin (2006; h.60), Empat penyebab utama angka kematian ibu adalah perdarahan, infeksi atau sepsis, persalinan macet atau distocia, hipertensi dan pre-eklamsi/eklamsi. Sebanyak 10-15% dari kematian ibu tersebut disebabkan oleh abortus termasuk diantaranya blighted ovum. Meskipun blighted ovum tidak berhubungan langsung dengan kematian ibu, tetapi jika penanganan tidak tepat maka akan menyebabkan kematian bagi ibu. Abortus menurut Sarwono 2002 terjadi pada sekitar 10-15% dari kehamilan. Dalam sebuah analisis terhadap 1000 kasus abortus spontan, ditemukan bahwa separuh kasus ini adalah blighted ovum, yang mana embrionya mengalami

degenerasi atau tidak ada ( Cunningham, 2001 ). Hampir 15% komplikasi fatal abortus di akibatkan oleh berbagai upaya untuk mengakhiri kehamilan secara paksa. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa abortus spontan tidak mengandung risiko karena perdarahan dan infeksi yang berkaitan dengan peristiwa tersebut harus ditangani dengan sesuai dan secepat mungkin. Pada negara-negara tertentu, abortus risiko tinggi (Unsafe abortion) memberikan kontribusi sebesar 50% dari keseluruhan kematian ibu. Di Indonesia, angka tersebut bervariasi antara 15% sampai dengan 45%, tergantung dari wilayah pengamatan kasus-kasus abortus ( Affandi, 2002 ). Menurut kepustakaan kejadian abortus di Indonesia adalah 3 juta kasus per tahun dan sekitar 50% diantaranya adalah abortus buatan yang umumnya dilakukan oleh tenaga yang tidak terampil sehingga menimbulkan komplikasi berat atau kematian ibu. Karena gejalanya yang tidak spesifik, maka biasanya blighted ovum baru ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan. Tapi sayangnya tak seorang pun bisa mendeteksi secara langsung kandungannya yang blighted ovum itu, kecuali didukung oleh peralatan yang canggih, seperti doppler atau USG, itupun kalau usia kandungan sudah memasuki 6-8 minggu. Hingga saat ini, penyebab terjadinya kehamilan kosong masih belum diketahui. Tapi dari beberapa pengalaman klinis, memperkirakan ada kaitannya dengan kelainan kromosom pada janin. Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses pembuahan sel telur dan sperma (Andon, 2008).

Biasanya kelainan kromosom yang menyebabkan EPF (Early Pregnancy Failure) terdapat pada sel telur seorang wanita. Jarang sekali terjadi anomali kromosom yang berasal dari sel sperma. Sel telur wanita yang berusia di atas 35 tahun bukanlah sel telur yang berkualitas tinggi, seperti saat mereka berusia muda. Bahkan mereka yang hamil di usia 40-45 tahun berisiko mengalami keguguran sebesar 65% (Iskandar, 2010). Usia masa subur merupakan usia dimana kualitas kesuburan sedang dalam kondisi puncak, pada masa inilah paling baik untuk reproduksi. Karena, di usia ini calon bayi terbilang dalam masa aman dalam proses pembentukannya. Usia ideal untuk wanita hamil adalah 20-35 tahun. Usia tersebut cukup aman untuk melahirkan. Kesuburan wanita yang usianya melebihi 35 tahun mulai menurun. Turunnya kesuburan ini mempengaruhi perkembangan janin, salah satunya kehamilan dengan blighted ovum. Menurut studi epidemiologi, dari 100 wanita hamil, ada 10-15 orang yang mengalami hamil kosong. Umumnya kejadian ini dialami wanita berusia 40 tahun, sekali seumur hidup, dengan prevalensi (angka kejadian) 40-60%. Uniknya, semakin lanjut usia pasangan dan semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar risiko terjadinya hamil kosong. Biasanya kondisi ini diketahui di antara 8-13 minggu dari usia kehamilan. Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan oleh kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur), sperma, atau keduanya. Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita. Rendahnya kualitas sel

telur dan sperma juga berperan. Bisa juga sel telur dan sperma normal, namun saat terjadi proses pembelahan kromosom terjadi kelainan berupa translokasi (saling bertukarnya bagian kromosom yang non-homolog atau tak sejenis). Komplikasi blighted ovum merupakan ancaman terhadap keselamatan ibu, baik akibat perdarahan maupun infeksi yang merupakan dua dari tiga penyebab utama kematian maternal. Padahal kematian akibat abortus pada dasarnya termasuk dalam kategori kematian maternal yang dapat dihindarkan ( Affandi, 2002 ) Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabupaten Semarang, di dapatkan hasil dari keseluruhan kasus yang terjadi pada tahun 2011 angka kejadian abortus sebanyak 308 kasus, 70 kasus (22,73%) diantaranya disebabkan oleh blighted ovum, sedangkan pada bulan Desember 2011 kejadian blighted ovum adalah 8 kasus (1,95%). Dari fenomena diatas, penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Tingkat Usia Ibu dengan Kejadian Blighted Ovum di RSUD Ambarawa Tahun 2009-2011."

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah Adakah hubungan antara tingkat usia ibu hamil dengan kejadian blighted ovum di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Tahun 2009-2011?

C. TUJUAN

1. Tujuan umum: Untuk mengetahui hubungan antara tingkat usia dengan kejadian blighted ovum di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa tahun 20092011. 2. Tujuan khusus a.Mendiskripsikan tentang distribusi usia ibu hamil yang mengalami blighted ovum di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa tahun 2009-2011. b. Mendiskripsikan tentang kejadian blighted ovum di ruang bersalin

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa tahun 2009-2011. c.Untuk menganalisis hubungan antara tingkat usia ibu hamil dengan kejadian blighted ovum di ruang bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa tahun 2009-2011.

D. MANFAAT

1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian yang dilaksanakan akan menambah

informasi,meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan kebidanan dan penerapan teori-teori tentang pentingnya mengetahui usia ibu hamil dengan

kejadian blighted ovum. 2. Bagi Instalasi Kesehatan Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa, dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan KIA secara menyeluruh sesuai dengan program pemerintah terutama deteksi dini faktor risiko. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan data untuk dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan promotif pencegahan blighted ovum yang disebabkan oleh usia ibu.

Anda mungkin juga menyukai