Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

EPIDEMIOLOGI Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.1,2 Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI MATA Mata merupakan organ penglihatan primer. Manusia memiliki dua buah bola mata yang terletak di dalam rongga orbita yang dikelilingi tulang-tulang yang membentuk rongga orbita. Selain itu juga terdapat jaringan adneksa mata yaitu; palpebra, system lakrimalis, konjungtiva, oto-otot ekstraokular, fasia, lemak orbital, pembuluh darah, dan serat saraf.2 Kelopak mata atau palpebra yang terdiri atas palpebra superior dan inferior mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata. Setiap kelopak terdiri dari bagian anterior (kulit, folikel rambut, m. orbikularis, dan m. levator palpebralis superior) dan bagian posterior (tarsus dan konjungtiva palpebralis). Sistem lakrimal mata terdiri dari sistem sekresi yang diperankan oleh glandula lakrimalis yang terletak di temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem ekskresi yang dimulai dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, duktus nasolakrimal, dan berakhir di meatus nasi inferior. Konjungtiva merupakan membran yang menutupi permukaan luar bola mta dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu; konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. 2 Bola mata berbentuk bulat yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:2 1. Lapisan jaringan ikat yang terdiri dari kornea di bagian depan dan sklera di bagian belakang yang merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Kornea merupakan selaput bening mata yang bersifat transparan yang tembus cahaya yang mempunyai kelengkungan yang lebih besar dibanding sklera. Kornea teridiri

dari 5 lapisan yaitu; epitel, membran Bowman, stroma, membran descement, dan endotel. Sklera merupakan bagian bola mata yang berwarna putih dengan tebal + 1 mm yang mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi tekanan bola mata. 2. Lapisan vaskular (uvea), yang terdiri atas iris dan badan silir dibagian depan dan koroid di bagian belakang. Uvea mengandung banyak pembuluh darah yang diperdarahi oleh arteri siliaris anteror dan posterior. Persarafan uvea berasal dari ganglion siliar yang mengandung serat saraf sensoris, motorik, dan otonom. 3. Lapisan dalam (lapisan neuroreseptor/ retina), yang terdiri dari 10 lapisan yang menerima rangsangan cahaya kemudian mengubahnya dan menghantarkannya ke pusat penglihatan di lobus occipitalis. Media refraksi bola mata dari depan ke belakang meliputi kornea, bilik mata depan, pupil, bilik mata belakang, lensa, corpus vitreus, dan retina. Otot-otot penggerak bola mata terdiri dari; m. rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus lateralis, m. rektus medialis, m. oblik superior, dan m. oblik inferior.2 Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen, yaitu segmen anterior yang merupakan semua struktur bola mata yang terletak di depan lensa dan segmen posterior yang merupakan struktur yang terletak dibelakang lensa.2

DEFINISI Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.3

Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.4 Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.3

ETIOLOGI Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.5

TRAUMA ASAM

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.6

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.5 Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.7 Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8

Gambar I : Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam. 9

Gambar II : Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam. 9

Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9

Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9 TRAUMA BASA Trauma basa biasanya lebih berat dari pada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.5

Gambar III : Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali9

Gambar IV : Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali9 Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu

terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5 Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,9 Teori terbentuknya kolagenase :5,6,7

Pada defek epitel kornea plasminogen activator yang terbentuk merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin melaui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear (PMN) Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin, plasmin ketepepsin. Kolagenase aktif dapat juga berasal dari tukak kornea. Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten.

Perjalanan penyakit trauma alkali :5,6,7 Keadaan akut yang terjadi ada minggu pertama :

Sel membrane rusak. Bergantung pada kuatnya alkali akan mengakibatkan hilangnya epitel, keratosit, saraf kornea dan pembuluh darah. Terjadi kerusakan komponen vascular iris, badan siliar dan epitel lensa, trauma berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi. Tekanan intra ocular akan meninggi. Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar Kornea keruh dalam beberapa menit. Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast

Keadaan minggu kedua dan ketiga : 5,6,7 9

Mulai terjadi regenerasi sel epitel konjugtiva dan kornea. Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea diserta dengan sel radang. Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali, Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea. Terbentuknya kolagen. Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan siliar sehingga terjadi fibrosis.

Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya : 5,6,7


Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh darah. Jaringan pembuluh darah akan membawa bahan nutrisi dan bahan penyembuhan jaringan seperti protein dan fibroblast. Akibat terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi perforasi kornea. Mulai terjadi pembetukan panus pada kornea. Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea. Terdapat membaran retrokornea, iristis, dan membrane siklitik. Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejala seperti tekanan bola mata mata dapat rendah atau tinggi.

Kelainan pada jaringan lain akibat trauma alkali :5,6,7 Kelopak Mata :

Trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak. Margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan ada break up time air mata. Lapisan air pada depan kornea atau tear film menjadi tidak normal. Terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesori air mata yang mengakibatkan mata menjadi kering.

Konjungtiva :

10

Terjadi kerusakan pada sel goblet. Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap kedipan kelopak. Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola mata sehingga pergerakan mata menjadi terbatas.

Akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata. Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea. Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya mucin.

Lensa :

Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

PATOFISIOLOGI

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan: 10

Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus. Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.

11

Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea. Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut: Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari selsel epitelial yang berasal dari stem cell limbus Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang baru.10

Asam didefinisikan sebagai pendonor proton (H+). Kekuatan keasaman ditentukan dengan seberapa mudahnya melepas proton. Kekuatan asam diukur menggunakan skala pH dengan pH 1 merupakan asam yang kuat sedangkan pH 14 merupakan basa yang kuat. Bahan asam yang mengenai mata akan menyebabkan pengendapan atau penggumpalan protein namun bila konsentrasinya sedikit, tidak menimbulkan kerusakan dibandingkan bahan yang bersifat basa. Asam berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen ini dapat menghancurkan permukaan okular dengan mengubah pH sedangkan anion menyebabkan protein mengalami denaturasi dan koagulasi. Anion dari asam dapat menyebabkan proses koagulasi pada epitel kornea, namun koagulasi protein ini dapat membantu mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari asam ke dalam mata. Sehingga efek trauma ini bersifat nonprogresif dan superfisial. Asam hidroflorik merupakan bentuk pengecualian dan dapat berefek seperti basa yang menyebabkan proses nekrosis liquefaksi karena ion florida mempunyai penetrasi yang lebih baik terhadap stroma kornea dibandingkan asam lainnya. Ion florida bergabung dengan kalsium dan magnesium masuk penetrasi ke dalam membentuk garam tak larut. Garam larut dapat dibentuk dengan kation lain namun dapat terlepas dengan mudah. Ion florida terlepas dan merusak jaringan sementara kerusakan lain diakibatkan deplesi kalsium dan magnesium yang berujung pada disfungsi selular dan enzimatik. Nyeri lokal yang hebat dihasilkan dari imobilisasi kalsium yang mengarah pada stimulasi saraf.

12

Gejala sistemik lain dapat muncul pada jantung, pernapasan, gastrointestinal, dan saraf bila ion florida masuk ke sistem sirkulasi.2

KLASIFIKASI Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).10 Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik) Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik) Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang) Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus (prognosis sangat buruk)11

Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa, dan tekanan intra okular. 10

13

Gambar V : Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 4.6

Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu : (11) 1. Fase Immediate Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu : a) Tingkat keparahan trauma b) Prognosis c) Terapi yang diberikan Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah: 1) Klasifikasi Hughes a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.

14

b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera. c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan. 2) Klasifikasi Thoft a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus 2. Fase Akut Selama minggu pertama setelah trauma, hal hal yang harus diperhatikan adalah : a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi b) Kejernihan kornea dan lensa c) Tekanan intra okuler d) Inflamasi di bilik mata depan Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi, dan migrasi keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus di kontrol. 3. Fase Pemulihan dini Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah dengan perubahan dalam kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini epitel dan keratosit di

15

kornea dan konjungtiva terus berproliferasi untuk memperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan fungsinya kembali normal. Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-epitelisasi telah selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada kasus yang lebih parah, pada fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda, sehingga proses perbaikan epitel terganggu akibatnya terjadi : a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi

4. Fase Pemulihan Akhir Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di kelompokkan menjadi : a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu : 1. Anestesi kornea 2. Abnormalitas musin dan sel goblet 3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat 4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada kornea Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus di periksa dengan cermat untuk menilai : 1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh 2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial 3. Perlengketan epitel yang abnormal

16

4. Vaskularisasi stroma

b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel konjungtiva. Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi setelah beberapa minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau sudah timbul sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan mata akan sembuh dengan adanya : 1. Jaringan parut dan vaskularisasi 2. Defisiensi musin dan sel goblet 3. Erosi epitel persisten atau rekuren 4. Fibrovaskular pannus

DIAGNOSIS

Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan anamnesa singkat. 8

Gejala Klinis Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora, blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada

17

trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.8 Beberapa tanda klinis yang dapat terjadi antara lain :6 1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. 2. Edema pada kelopak matadisebabkan adanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan pada palpebra sehingga mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada palpebra. 3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis. 4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif. 5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi sempurna. 6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal. 7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa lebih sering menyebabkan

18

peradangan bilik mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea. 8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibatpera dangan.

Anamnesis Pada anamnesis sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.6,12 Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.8

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat

19

iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang.7,12

Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah :10 a) Defek epitel kornea Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit. b) Stroma yang kabur Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga tidak bisa melihat KOA c) Perforasi kornea Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari minggu setelah trauma kimia yang berat d) Reaksi Inflamasi KOA Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada trauma alkali e) Peningkatan TIO Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior,dan

20

tingkat deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.

f) Kerusakan kelopak mata Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah iritasi g) Inflamasi konjungtiva Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis h) Iskemia peri limbal Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea i) Penurunan ketajaman penglihatan Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau ketidaknyamanan pasien. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraocular.7,12

21

Gambar VI : Kertas Lakmus untuk Pemeriksaan pH7

Tes Flouresein Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea. (9)

DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding trauma kimia pada mata, terutama yang disebabkan oleh basa atau alkali antara lain konjungtivitis, konjugtivitis hemoragik akut, keratokunjugtivitis sicca, ulkus kornea, dan lain-lain. 8

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia mencakup: 9

22

Penatalaksanaan Emergency Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan. 10 Teknik irigasi : 1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan. 2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan 3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata 4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata 5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps 6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata. Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. 10

23

Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. 10 Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air mata buatan). 10 Penatalaksanaan Medikamentosa Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obatobatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10 Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg. 10 Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari. 10 Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr. 10 Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg. 10

24

Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg). 10 Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma. 10

Pembedahan

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan: 10

Pengembangan kornea.

kapsul

Tenon

dan

penjahitan

limbus

bertujuan

untuk

mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus

Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal. Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut: 10

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.

25

Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva. Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata. Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi. Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

KOMPLIKASI Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain:10

1. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu. 2. Kornea keruh, edema, neovaskuler 3. Sindroma mata kering 4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik. 5. Glaukoma sudut tertutup 6. Entropion dan phthisis bulbi

26

Gambar VII : Simblefaron. 7

Gambar VIII : Phthisis bulbi. 7

27

PROGNOSIS Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.8 Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.8

Gambar IX : Cooked Fish Eye Appearance.7

BAB III
28

KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7 dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora, blefarospasme dan nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap. Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera samapai pH mata kembali normla dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dll. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah. Apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

29

1. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000. 372 - 78 2. Centers for Disease Control and Prevention. Work-related Eye Injuries .http://www.cdc.gov/features/dsworkPlaceEye/ 3. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008. 29 - 36 4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third Edition. Washington. 2005. 5. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009. 6. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. http://www.acep.org/content.aspx?id=26712 7. Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma 8. Gerhard K. Lang. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd. Stuttgart New York. 2006. 517 - 22 9. American 10. Kanski, JJ. Academy Chemical of Injuries. Ophthalmology. Clinical Chemical Edisi Burn. keenam. http://www.aao.org/theeyeshaveit/trauma/chemical-burn.cfm Opthalmology. Philadelphia: Elseiver Limited. 2000. 864 - 68 11. Khurana AK. Ocular Injuries. Comprehensive Ophtalmology. Edisi keempat. 2007. New Delhi: New Age Internasional Limited. Hal: 414-16 12. Cohlmia Eye Center. Chemical Eye Burns Emergency Care http://www.samcohlmia.com/wichita-chemical-eye-burns.php

30

Anda mungkin juga menyukai