Anda di halaman 1dari 11

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan

di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.

Anamnesis

Penyakit yang mengenai sistem pernapasan bisa menimbulkan gejala sesak, batuk, atau nyeri dada. 1. Sesak Apakah pasien saat istirahat, beraktivitas, atau berbaring mendatar (ortopnea)? Berapa jauh pasien dapat berjalan, berlari, atau menaiki tangga? Apakah keadaan tersebut kronis atau muncul tiba-tiba? Apakah disertai dengan mengi atau stridor. 2. Batuk Apakah batuk kering atau produktif? Jika produktif, apa warna sputum? Apakah hijau dan purulen? Apakah batuk berdarah (hemoptisis)? Apakah berkarat (pneumonia) atau merah muda dan berbusa (edema paru)? Apakah terjadi setiap musim dingin atau merupakan gejala yang timbul? 3. Nyeri dada Kapan dimulainya? Seperti apa nyerinya? Di mana dan menjalar kemana? Apakah diperberat/ berkurang dengan bernapas, perubahan posisi, pergerakan? Adakah nyeri tekan setempat? Gangguan yang mengenai sistem pernapasan umumnya menyebabkan nyeri tipe-pleuritik yang tajam, teralokalisir, diperberat bila bernapas dan batuk, atau menimbulkan manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan akibat keganasan dalam bronkus.

Adakah demam, menggigil, penurunan berat badan, malaise, keringat malam, limfadenopati, atau ruam kulit? Adakah rasa mengantuk berlebihan di siang hari, mendengkur (khususnya pada pasien obesitas dengan leher yang besar)? Adakah apnea obstruktif saat tidur?

Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, didapatkan : Inspeksi : Pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. Pemeriksaan penunjang 1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan pungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. 2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.00040.000/mm3 dengan pergeseran LED meninggi. 3. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). 5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik. 6. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

Diagnosis

Diagnosis kerja Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau dapat mengalami sedikit penurunan. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan pasien tidak sanggup minum,maka pasien harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka pasien harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. deteksi antigen bakteri

Diagnosis Banding 1. Tuberculosis paru Tuberkulosis merupakan salah satu dari infeksi saluran nafas bawah. Disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis, biasanya ditularkan melalui droplet dan mengkolonisasi dalam bronkiolus atau alveolus. Kuman tersebut dapat masuk pula ke saluran pencernaan atau kadang melalui lesi kulit. Kuman Mycobacterium Tuberculosis , kuman berbentuk batang dengan sebagian besar dinding terdiri atas asam lemak(lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid ini yang membuat menjadi tahan asam sehingga disebut bakteri tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup pada udara kering ataupun dingin, hal ini karena kuman dapat bersifat dorman. Sifat dorman ini kuman dapat bangkit kemabli dan menjadi aktif lagi. Kuman ini bersifat aerob, sehingga suka menyerang jaringan yang kaya akan oksigen, yaitu paru. 2. Asma Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronik saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernapasan. Perubahan yang terjadi pada jaringan diantaranya adalah adanya pengecilan diameter jalan nafas, perubahan respon otot saluran nafas, gangguan persarafan otonom dalam pengaturan otot polos saluran nafas, dan kerusakan sel epitel mukosa saluran nafas. Faktor-faktor pencetus asma pada anak: Faktor emosi ; gangguan emosi dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas Faktor imunologis / alergi ; saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah satu faktor penting berkembangnya asma. Atopi merupakan faktor resiko nyata yang dapat menyebabkan timbulnya gejala asma. Faktor non alergi ; infeksi virus / bacterial dan zat-zat iritan / polutan. Beberapa gejala asma yang paling umum adalah: Batuk. Batuk umumnya terjadi di malam hari, dini hari, saat cuaca dingin, dan saat beraktivitas fisik. Napas yang terdengar seperti bunyi peluit juga kesulitan bernapas. Gejala asma akan berlangsung selama 2-3 hari, atau bahkan lebih. Setelah serangan asma membaik, anak akan membutuhkan pereda serangan (reliever) 3-4 kali per hari hingga batuk dan mengi menghilang

3. Bronkitis Akut Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, namun pada anak-anak keadaan ini mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, trakea biasanya terlibat. Bronkitis asma adalah bentuk asma yang sering teracukan dengan bronkitis akut. Pada berbagai infeksi saluran pernapasan atas, beberapa anak menderita spasme bronkus dan eksudasi yang serupa dengan tanda-tanda pada anak lebih besar yang menderita asma. MANIFESTASI KLINIS. Bronkitis akut biasanya didahului oleh infeksi pernapasan atas. Infeksi bakteri sekunder dengan Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, atau H. Influenzae dapat terjadi. Khasnya anak datang dengan batuk yang sering, kering, pendek, tidak produktif dan timbulnya relatif bertahap, muai 3-4 hari sesudah munculnya rhinitis. Ketidakenakan substernal bawah atau nyeri terbakar dada depan sering ada dan dapat diperburuk oleh batuk. Ketika penyakit memburuk, penderita dapat terganggu oleh suara siulan selama respirasi (mungkin ronki), nyeri dada, dan kadang-kadang oleh napas pendek. Batuk paroksimal atau rasa mencekik pada saat sekresi kadang-kadang disertai dengan muntah. Dalam beberapa hari, batuk menjadi produktif, dan sputum berubah dari jernih menjadi purulen. Biasanya dalam 5-10 hari, mukus encer, dan batuk menghilang secara bertahap. Badan yang sangat malaise sering disertai dengan sakit yang dapat berlanjut selama 1 minggu atau lebih sesudah gejalagejala akut mereda. Tanda-tanda fisik bervariasi menurut umur penderita dan stadium penyakit. Pada mulanya, anak biasanya tidak demam atau demam ringan, dan ada tanda-tanda nasofaringitis, infeksi konjungtiva, dan rhinitis. Kemudian, auskultasi menunjukkan adanya suara pernapasan kasar, ronki basah kasar dan halus, dan halus, dan ronki yang bernada tinggi, menyerupai mengi pada asma. Pada anak lainnya yang sehat, komplikasinya sedikit, tetapi pada anak malnutrisi atau mereka yang kesehatannya jelek, otitis, sinusitis, dan pneumonia adalah lazim. PENGOBATAN. Tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa pengobatan apapun. Pada bayi-bayi yang kecil, drainase paru dipermudah dengan cara sering melakukan pergeseran posisi. Anak yang lebih tua lebih enak dengan kelembaban tinggi, tetapi ada bukti bahwa ini memperpendek lama penyakit. Batuk iritatif dan paroksimal dapat menyebabkan distres berat dan mengganggu tidur. Walaupun penekanan batuk dapat menambah kemungkinan supurasi, penggunaan penekan batuk yang bijaksana (termasuk kodein) mungkin memadai untuk pengurangan gejala. Antihistamin, yang mengeringkan sekresi tidak boleh digunakan, dan ekspektoran tidak menolong. Antibiotik tidak memperpendek lamanya penyakit virus atau menurunkan insidens komplikasi bakteri; walaupun pada kenyataannya penderita dengan episode berulang kadang-kadang dapat membaik dengan pengobatan demikian, hal ini memberi kesan bahwa ada beberapa infeksi bakteri sekunder.

Anak dengan serangan bronkitis akut berulang harus dievaluasi dengan cermat untuk kemungkinan anomali saluran pernapasan, benda asing, bronkiektasis, defisiensi imun, tuberkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis, adenoiditis, dan kistik fibrosis.

Epidemiologi

Bronkopneumonia sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keaadaan yang melemahkan daya tahan tubuh, seperti pertusis, morbili, penyakit infeksi yang disertai demam infeksi saluran pernapasan bagian atas, penyakit jantung, gizi buruk, alkoholisme menahun dan keadaan pasca bedah. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.

Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah : 1. Faktor Infeksi Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : Virus : Virus parainfluenza, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis. Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia Bakteri : Pneumokokus, Mycobacterium tuberculosa. Pada anak besar dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia Bakteri : Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis.

2. Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : a. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Patofisiologi

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain : 1. 2. 3. 4. Inhalasi langsung dari udara Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
o o o o o o o o

Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu

mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan dapat kembali ke struktur semula.

Penatalaksanaan

Penisilin 50.000 U/kgBB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50 70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5 % dan NaCl 0,9 % dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml/botol infus. Karena sebagian besar jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.

Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anakanak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Pada orang dewasa, infeksi berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain vaksinasi pneumokokus, H. influenza, varisela, influenza.

Komplikasi

Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di

satu tempat atau seluruh rongga pleura. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang. Infeksi sitemik Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

Kesimpulan

Bronkopneumonia merupakan penyakit yang menganggu sistem pernafasan karena adanya peradangan pada paru-paru yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan beberapa faktor lainnya. Untuk mencegah timbulnya radang paru-paru sebaiknya menjaga pola hidup sehat, makan makanan yang bergizi, berolahraga, dan menjadikan lingkungan disekitar menjadi lebih sehat dan bebas polusi.

Daftar Pustaka 1. Yunus F, Rasmin M, Hudoyo A, Mulawarman A, Swidarmoko B, Pengelolaan ISNA bagian bawah, Dalam:Pulmonologi klinik. Jakarta;FKUI;1992.p.99-108. 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Pulmonologi, Dalam:Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi keempat. Jakarta;FKUI;2006.p.969-98 3. Hirmawan S, Susunan pernapasan, Dalam:Patologi umum. Jakarta;FKUI;1973.p.162-66. 4. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Kurnia Y, Rumawas MA, Keterampilan pemeriksaan fisik paru-paru patologis, Dalam:Buku panduan keterampilan medik semester 4.Jakarta;FK UKRIDA;2009.p.55-9. 5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Pulmonologi, Dalam:Selekta kapita kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta; FKUI;1999.p.472-85.

Anda mungkin juga menyukai