Anda di halaman 1dari 26

REFERAT TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

DOSEN PEMBIMBING Dr. Dudik Haryadi, Sp. An

DISUSUN OLEH Happy Muthia Devi Afrianti Handayani G1A210022 G1A210024

SMF. ANASTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN RSUD Prof.Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2010

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik bagian Anastesiologi di Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokwerto

Disusun dan Dipresentasikan Oleh : Happy Muthia Devi (G1A210022) Afrianti Handayani (G1A210024)

Disetujui dan Dipresentasikan pada tanggal Dokter pembimbing

Agustus 2010

Dr. Dudik Haryadi, Sp.An

SMF. ANASTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN RSUD. Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahma, taufik dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan referat yang berjudul Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik. Referat ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat daalm melaksanakan kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Anestesi dan Reanimasi RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan serta uluran tangan dari berbagai pihak baik moral, maupun material. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Dudik Haryadi, Sp.An atas saran dan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Terima kasih kepada kakak senior UPN dan teman teman UNSOED dan UPN atas segala kerja sama selama ini. Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa diharapkan demi kesempurnaan referat ini di masa yang akan datang. Semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Purwokerto,

Agustus 2010

Penulis

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Gangguam perfusi ke jaringan yang ditandai dengan kumpulan gejala subyektif dan tanda fisik kulit dingin, basah, pucat, gangguan kesadaran, tekanan darah rendah, denyut nadi yang cepat dan lemah. Apabila tubuh kehilangan cairan lebih dari 30% volume cairan tubuh, maka terjadi kompensasi berupa vasodilator pada organ- organ penting yaitu pada jantung, karena usaha untuk memenuhi perfusi oksigen. Pada pembuluh darah lain di organ sekunder seperti vicera, otot, kulit akan terjadi vasokontriksi sehingga organ yang disuplai mengalami penurunan oksigen. Apabila oksigen dalam sel menurun dibawah titik kritis, maka kerja mitokondria dan pembentukan senyawa fosfat energi tinggi (ATP) yang diperlukan untuk pompa Natrium akan menurun. Jika pompa natrium tidak bekerja, natrium yang masuk kedalam sel diikuti air tidak dapat didorong keluar lagi, sehingga menyebabkan edema. Untuk memenuhi kebutuhan energi maka terjadi glikolisis anaerob untuk menghasilkan energi. Sebagai akibatnya timbul asidosis metabolik oleh asam piruvat dan laktat. Pada otak akan terjadi hipoksia akibat penurunan aliran darah ke otak. Selanjutnya kerusakan otak akan mengganggu mekanisme pengatur sirkulasi dan fungsi vital lain, sehingga akan memperberat asidosis metabolik dan semakin menurunkan aliran darah ke otak. Pada jantung akan terjadi takikardi akibat efek simpatis sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen. Penurunan tekanan arteri menyebabkan gradien perfusi otot jantung menurun sehingga dapat terjadi insufisiensi koroner. Kedua hal tersebut akan menurunkan kontraktilitas jantung dan memperburuk sirkulasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cairan Tubuh 1. Anatomi Cairan Tubuh Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Pada pria rata-rata 60% dari berat badannya adalah air sedangkan pada wanita rata-ratav 55% berat badannya mengandung air. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Cairan intraselular adalah cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular, sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan ekstraselular adalah cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstitial, intravaskuler dan transvaskuler. Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Cairan Intravaskular merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Cairan transeluler merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama. Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini. Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler. Natrium sebagai kation utama di dalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma 135145mEq/liter. Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium pada muntah dan diare sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi. Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubahubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein di dalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.

Kalsium terdapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel. Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan kurang lebih 10 mg/hari. Magnesium dikeluarkan lewat urine dan faeces. Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa. Zat non elektrolit yang terkandung merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin. 2. Proses Pergerakan Cairan Tubuh Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara: a. Osmosis Osmosis adalah bergeraknya molekul melalui membran semipermeabel dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui

air, namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik. b. Difusi Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik. c. Pompa Natrium Kalium Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 3. Jenis Cairan Cairan intravena ada 3 jenis yaitu: 1. Cairan Krisitaloid adalah cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah (< 8000 Dalton) dengan atau tanpa glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler. Contoh cairan golongan ini sebagai berikut : a. Ringer laktat Cairan paling fisiologis jika jumlah volume besar diperlukan. Banyak dipergunakan sebagai replacement theraphy, antara lain untuk syok, diare, trauma, dan luka bakar. Laktat yang terdapat dalam RL akan

dimetabolisme

oleh

hati

menjadi

bikarbonat

untuk

memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis. Tidak mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan b. maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis. Ringer Komposisinya seperti: jumlah Kadar CL terlalu tinggi sehingga bila dalam besar Tidak dapat menyebabkan laktat yang asidosis dapat di mendekati fisiologis, tetapi bila

dibandingkan dengan RL ada beberapa kekurangan

hiperkloremia. mengandung konversi menjadi bikarbonat untuk memperingan asidosis. lain. c. NaCl 0,9 % (Normal Saline) Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement Dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hipercloremia, muntah- mundah dan lain-

theraphy) terutama untuk kasus sebagai berikut: Kadar Na rendah Keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada alkalosis dan retensi kalium Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi. Memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut: Tidak mengandung HCO3Tidak mengandung K+

dapat d.

Kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, asidosis

dilutional dan hipernatremia Dextrose 5% dan 10% Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pengganti pembatasan pada pure intake water natrium deficit. atau cairan Penggunaan

perioperatif untuk : Berlangsungnya metabolisme Menyediakan kebutuhan air Mencegah hipoglikemia Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100 g KH untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh Menurunkan level asam lemak bebas dan keton Mencegah ketosis dibutuhkan minimal 200g KH Cairan infus yang mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neurotrauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas kedalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air yang menyebabkan edema otak. e. Darrow Digunakan pada defisiensi kalium untuk mengganti kehilangan harian, kalium banyak terbuang (contohnya diare, asidosis diabetik). f. KCl 2. Cairan Koloid adalah cairan yang mengandung zat dengan berat molekul (>8000 Dalton) misalnya protein. Tekanan D5%+ NS dan D5%+1/4 NS Untuk kebutuhan maintenance ditambah 20 mEq/L

onkotik tinggi sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskular. Contoh cairan golongan ini sebagai berikut: a. b. c. d. a. b. c. Albumin Blood product: RBC Plasma protein fraction: plasmanat Koloid sintetik: dextran, hetastarch Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis yaitu: Cairan rumatan Cairan hipotonis: D5%, D5%+1/4NS dan D5%+1/2NS Cairan pengganti Cairan isotonis: RL, NaCl 0,9%, dan koloid Cairan Khusus Cairan hipertonik: NaCl 3%, mannitol 20%, bikarbonat 3. Cairan Khusus adalah cairan yang dipergunakan untuk koreksi atau indikasi khusus seperti NaCl 3%, bikarbonat dan mannitol Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang intertisial sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung menyebabkan ekspansi ke volume intravaskular dengan menarik cairan dari ruang intersisial. Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskular tanpa mengurangi volume intersisial. Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibandingkan dengan koloid. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan akan merembes ke dalam ruang intersisial dan akan plasma. Peningkatan meningkatkan tekanan onkotik onkotik plasma ini dapat tekanan

menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi. Keunggulan kristaloid terhadap respon metabolik adalah meningkatan pengiriman oksigen ke jaringan (DO2) dan

konsumsi O2 (VO2) serta menurunkan laktat serum. DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien. Efek kristaloid terhadap volume intravasuler jauh lebih singkat dibanding koloid. Kristaloid dengan mudah didistribusikan ke cairan ekstravaskuler, hanya sekitar 20% elektrolit yang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap sebagai sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi hemodilusi yang berlebihan atau terjadi hipovolemia yang tidak sengaja, khususnya pada pasien jantung. Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan intersisial. Pasca syok hemoragik terjadi defisit cairan intersisial, pendapat meningkat lain yang menyatakan volume Kedua cairan intersisial yang pasca syok hemoragik. pendapat

bertentangan ini mungkin masing bisa diterima karena pada syok hemoragik lanjut atau syok septik akan terjadi perubahan permeabilitas kapiler sehingga volume cairan intersisial meningkat. Pada keadaan volume intravaskuler dan intersisial. Jika volume cairan intersisial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin 25% akan lebih efektif, karena cairan intersisial akan berpindah ke ruang intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi- reaksi yang tidak diinginkan, seperti gangguan hemostatis yang berhubungan dengan dosis. Pada umumya pemberian koloid maksimal adalah 33 mg/KgBB.

4. Darah Transfusi darah masih mempunyai peranan penting pada penanganan syok hemoragik dan diperlukan bila kehilangan

darah mencapai 25% volume darah sirkulasi. Pada syok lainnya darah berguna untuk mengembalikan curah jantung bila hematokrit rendah atau bila cairan gagal mempertahankan perfusi. Transfusi darah mempunyai banyak resiko, seperti penularan penyakit dan reaksi transfusi lainnya. Kadar hemoglobin merupakan faktor penentu utama pada pengiriman oksigen ke jaringan. Pengiriman oksigen ditentukan oleh cardiac output dengan kandungan oksigen arterial (CaO2). Sedangkan CaO2 berkaitan dengan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan Hb. VO2 meningkat setelah cardiac output meningkat, tetapi VO2 tidak akan meningkat setelah peningkatan hematokrit pasca transfusi darah. Ini menunjukkan bahwa oxygen uptake (VO2) lebih rasional bila dipakai sebagai petunjuk untuk dilakukan transfusi dibanding serum hemoglobin secara individual. Oxygen uptake tergantung pada aliran bila oxygen extraction tidak berubah bila terjadi perubahan aliran darah. Rumusnya adalah sebagai berikut: VO2 = (C) x (CaO2- CVO2) x 10 VO2 -180- 280 ml/ min CaO2 = (Hb x 1,37 x SaO2) + ( 0,003 x PaO2) CVO2 = (Hb x 1,37 x SvO2) + (0,003 x PvO2) SaO2 = 83- 98% SvO2 = 65- 75% Oxygen extraction ratio (O2 ER) = VO2/ DO2 x 100 = O2 ER = 0,25- 0,30 Transfusi sel darah merah merupakan standar terapi untuk meningkatkan DO2 dengan tujuan untuk mengoptimalkan VO2. Hb minimal yang masih dapat mengangkut oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan adalah 8g%. Mengingat transfusi sangat banyak resikonya seperti penularan penyakit, mempengaruhi kardiopulmonal (CHF dan Acute Lung Injury),

reaksi transfusi dan berpengaruh negatif terhadap sistem imun dan sebaiknya transfusi dilakuakan pada hemoglobin < 7g%. Kriteria transfusi dengan RBC concentrate adalah sebagai berikut: a. Hb <8g % b. c. Hb 8-10g%, normovolemia disertai tanda- tanda Perdarahan hebat >10ml /kg pada 1 jam pertama gangguan miokardial, serebral dan respirasi atau 5ml/kg pada 3 jam pertama. B. Syok Hipovolemik 1. Pengertian Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Syok dibagi menjadi beberapa klasifikasi antara lain adalah sebagai berikut: a. b. c. d. Syok Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang) Syok Kardiogenik (pompa jantung terganggu) Syok Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung) Syok Distributif (vasomotor terganggu) Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Pada syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Mekanisme kompensasi dari hipovolemia adalah peningkatan rangsang sistem saraf simpatis yaitu berupa peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tahanan vaskuler, timbulnya rasa haus, terjadi pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Syok dibagi menjadi 3 stadium sebagai berikut : 1. Stadium Kompensasi Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fisiologis tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga terjadi:

a. Resistensi sistemik meningkat sehingga distribusi selektif aliran darah dari organ sekunder ke organ primer (jantung, paru, otak) dan terjadi resistensi arteriol meningkat sehingga diastolic pressure meningkat. b. Heart rate meningkat sehingga cardiac output meningkat c. Sekresi vasopresin, rennin angiotensin aldodteron meningkat sehingga ginjal menahan air dan sodium di dalam sirkulasi d. Manifestasi klinis : takikardi, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat (lebih dari 2 detik). 2. Stadium Dekompensasi Pada stadium ini akan terjadi: a. Perfusi jaringan buruk menyebabkan oksigen sangat turun terjadi metabolisme anaerob menyebabkan peningkatan laktat sehingga terjadi asidosis laktat yang diperberat dengan penumpukan CO2, dimana CO2 menjadi asam karbonat. b. Gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+ pump ditingkat seluler menyebabkan integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria memburuk sehingga terjadi kerusakan sel. c. Aliran darah lambat dan kerusakan rantai kinin serta sistem koagulasi, akan diperburuk dengan terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai tendensi perdarahan. d. Pelepasan mediator vaskuler yaitu histamin, serotonin, sitokin factor. Pelepasan mediator oleh makrofag (TNF alpha dan interleukin I). Xantin oxydase membentuk oksigen radikal serta platelets aggregating menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga venous return turun dan preload turun serta cardiac output turun. e. Manifestasi klinis : takikardi, tekanan darah sangat turun, perfusi perifer buruk, asidosis, oliguria, dan kesadaran menurun. 3. Stadium Irreversible Pada stadium ini syok yang berlanjut akan menyebabkan kerusakan dan kematian sel yang berlanjut pada multi organ failure. Cadangan phosphate berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar sehingga

tubuh akan kehabisan energi. Manifestasi klinis adalah nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, anuria dan terdapat tanda- tanda kegagalan organ. 2. a. b. Penyebab Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 5001000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 10001500 ml perdarahan. c. diuresis d. 1. 2. 3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada: Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis 3. Patofisiologi Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh yaitu sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.Sistem hematologi berespon kepada perdarahan hebat yang terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah dengan melepaskan thromboxane A2 lokal dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur. Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. Sistem kardiovaskular juga merespon dengan Kehilangan cairan eksternal misalnya pembedahan, muntah-muntah, diare,

mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI. Sistem urogenital merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian diproses kemudian terjadi pembentukan angiotensin II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortek adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secara aktif dan konservasi air. Sistem neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton. 4. Gejala dan Tanda Klinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu: 1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takikardia berupa peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan. 3. Hipotensi karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg. 4. Oliguria yaitu produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: 1. Turunnya turgor jaringan 2. Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering. 3. Bola mata cekung. Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat. C. Terapi Cairan Umumnya terapi cairan parenteral bisa dibagi menjadi tiga kategori yaitu resusitasi, rumatan dan koreksi atau nutrisi. Terapi cairan resusitasi didefinisikan sebagai pemberian larutan infus isotonik seperti Ringer Laktat, Ringer Acetat dan NaCl 0.9% atau koloid dengan kecepatan tinggi kepada pasien dengan gangguan hemodinamik atau syok hipovolemik. Sedangkan terapi cairan rumatan bisa dipandang sebagai terapi penunjang penting untuk pasien rawat-inap. Tidak seperti terapi cairan resusitasi dimana tujuannya memulihkan gangguan hemodinamik, terapi rumatan ditujukan untuk

mempertahankan homeostasis pada pasien yang kurang asupan cairan oral. Selain itu tujuan dari terapi rumatan antara lain Memenuhi kebutuhan fisiologis harian untuk homeostasis, mencegah gangguan elektrolit dan asam basa, mendukung terapi primer, serta mempercepat pemulihan. Pada terapi cairan untuk tujuan koreksi atau pemenuhan nutrisi biasanya menggunakan aminovel, aminofusi, amiparen. Terapi cairan ini sering diberikan apabila pemasukan melalui saluran cerna tidak mencukupi. Rumatan cairan menurut rumus holliday : Berat Badan 0-10 kg 10-20 kg >20 kg Kcal/hari atau ml/hari 100/kg per hari 1000+ (50/kg per hari) 1500+ (20/kg per hari) Kcal/jam atau ml/jam 4 kg / jam 40 +( 2 kg/jam) 60+(1 kg/jam)

D. Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti. Tujuan terapi cairan adalah sebagai berikut: 1. 2. Pemulihan perfusi organ segera dengan menyampaikan oksigen dan substrat ke sel untuk metabolisme anaerobik. Memperbaiki cardiac output yang menurun menjadi normal kembali setelah cairan intravaskular yang dipompa sudah normal dan ketersediaan oksigen di miokard juga normal lagi sehingga jantung dapat memompa lebih baik. Syok hipovolemik disebabkan oleh kehilangan cairan dan perdarahan: a. Kehilangan Cairan Akibat muntah- muntah, diare, luka bakar sehingga terjadi dehidrasi. Derajat dehidrasi : Dehidrasi Ringan Sedang Berat Dewasa 4% BB 6% BB 8% BB Bayi dan Anak 5% BB 10% BB 15% BB

Tanda klinis: Defisit Hemodinamik Ringan 3-5% Takikardia Nadi lemah Sedang 6-8% Takikardia Nadi sangat lemah Volume rollapse Jaringan Urine SSP Lidah kering Turgor menurun Pekat Mengantuk Hipotensi ortostatik Lidah keriput Turgor kurang Jumlah turun Apatis Berat >10% Takikardia Nadi tak teraba Akral dingin Sianosis Atonia Turgor buruk Oliguria Coma

Tindakan: 1. 2. 3. Tentukan deficit Atasi syok: cairan infuse 20 ml/kg dalam 1 jam dapat diulang Sisa defisit: - 50% dalam 8 jam pertama - 50% dalam 16 jam berikutnya Cairan : Ringer laktat atau NaCl 0,9% Telah rehidrasi bila urine : 0,5- 1 ml/kg/jam b. Perdarahan Kelas 1 Kehilangan darah (ml) Sampai 759 Kehilangan darah (% Sampai 15% volume darah) Denyut nadi Tekanan darah Tekanan nadi Frekuensi pernapasan Produksi urin (ml/jam) <100 Normal Normal /naik 14-20 >30 Kelas II 750-1500 15%-30% >100 Normal Menurun 20-30 20-30 Kelas III 1500-2000 30%-40% >120 Menurun Menurun 30-40 5-15 Kelas IV >2000 >40% >140 Menurun Menurun >35 Tidak berarti

CNS/Status mental Penggantian Cairan

Sedikit cemas Kristaloid

Agak cemas Kristaloid

Cemas,bingung Bingung,Lesu Kristaloid dan Kristaloid dan darah darah

Pada dewasa perdarahan >15% EBV perlu dilakukan transfusi darah sedangkan pada bayi dan anak bila perdarahan >10% EBV. Transfusi darah dengan: 1. Whole blood : (Hbx- Hb pasien) x BBx 6 = ...........ml 2. Packed Red Cell : (Hbx- Hb pasien) x BBx 3 = ml Apabila dipakai cairan kristaloid sama dengan tiga kali volume darah yang hilang. Cairan koloid dipakai sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Keterangan: 1. Perdarahan Kelas 1 (Kehilangan volume darah sampai 15%) Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah dalam 24 jam. Bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan jumlah darah ini dapat mengakibatkan gejala- gejala klinis. Penggantian cairan primer akan memperbaiki sirkulasi. 2. Perdarahan Kelas 2 (Kehilangan volume darah 15% sampai 30%) Pada seorang laki- laki 70 kg kehilangan volume ini berjumlah 7501500 ml darah. Gejala klinis termasuk takikardi (denyut jantung lebih dari 100 pada orang dewasa), takipnea, dan penurunan tekanan nadi. Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam komponen diastolik karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zai inotropik ini menghasilkan peninkatan tonus dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu penting untuk lebih mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan

sistolik. Perubahan sistem syaraf sentral yang tidak jelasseperti cemas, ketakutan. Walaupun kehilangan darah dan perubahan kardiovaskuler besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh. Kehilangan cairan tambahan dapat memperberat manifestasi klinis dari jumlah kehilangan darah ini. Ada penderita yang terkadang memerlukan transfusi darah tetapi dapat distabilkan dengan larutan kristaloid terlebih dahulu. 3. Perdarahan Kelas 3 (Kehilangan volume darah 30% sampai 40%) Kehilangan darah (sekitar 2000 ml untuk orang dewasa) dapat sangat parah. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardia dan takipnea yang jelas, perubahan penting dalam status mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Dalam keadaan tidak komplikasi jumlah kehilangan darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun. Penderita dengan kehilangan darah tingkat ini memerlukan transfusi darah berdasarkan respon penderita terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi serta oksigenasi organ yang adekuat. 4. Perdarahan Kelas 4 (Kehilangan volume darah lebih dari 40%) Kehilangan darah sebanyak ini dapat mengancam jiwa. Gejala klinis meliputi takikardia yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik yang cukup besar, dan tekanan nadi yang sempit (tekanan diastolik yan tidak teraba). Produksi urin hampir tidak ada dan kesadaran menurun. Penderita memerlukan transfusi cepat dan intervensi pembedahan cepat.

Tatalaksana Perdarahan atau syok Pasien shock/ perdarahan Posisi shock, Angkat kedua tungkai

Pasang infus jarum besar (G16/18, 2 jalur) Ambil sampai darah untuk cari donor Infus Rl 1000(+1000)

Nadi <100 Sistol >100 Lambatkan infus

Perfusi, Nadi, Sistol belum naik masih syok Tambah Rl lagi sampai 2-4x volume yang hilang (kalau ada transfusi)

III. KESIMPULAN 1. 2. Syok adalah sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi Gangguam perfusi ke jaringan yang ditandai dengan kumpulan gejala

kebutuhan oksigen jaringan tubuh. subyektif dan tanda fisik kulit yang dingin, basah, pucat, gangguan kesadaran, tekanan darah rendah, denyut nadi yang cepat dan lemah. 3. 4. Hipovolemia adalah penyebab kebanyakan penderita trauma yang Tujuan terapi adalah pemulihan perfusi organ segera dengan diakibatkan dari perdarahan dan kehilangan cairan. penyampaian oksigen dan substrat ke sel untuk metabolisme anaerobik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Advance Trauma Life Support for Doctor. Student Course Manual. Syok. 1997. American College of Surgeons. Dicetak oleh KOmisi IKABI 2. Ery Leksana. 2004. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF Bagian Anastesi dan Terapi Intensif FK. UNDIP. Semarang 3. Horne, Mima M. 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa. EGC : Jakarta. 4. Latief, Said A dkk. 2001. Anestesiologi. Bagian Anstesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Boulton, Thomas B and Colin E Blogg. 1994. Anestesiologi. EGC : Jakarta. 6. Sunatrio S. Resusitasi cairan. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. 7. Vanatta, John C and Morris J. Fogelman. 1990. Moyer Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. 8. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Media Aesculapius. Jakarta. 2000. 9. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dachlan MR. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Ingtensif FK UI. Jakarta. 1989. 10. Soenarjo. Fisiologi Cairan. Simposium Tatalaksana Cairan, Elektrolit dan AsamBasa (Stewart Approach). Semarang, 2006.

Anda mungkin juga menyukai