Anda di halaman 1dari 37

BAB I LANDASAN TEORI

1.1 Definisi dan Epidemiologi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhuh tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam biasanya terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya. Wegman (1939) dan Millichap (1959) berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.

1.2 Etiologi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu : 1. Demam itu sendiri 2. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi 3. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit 4. Gabungan semua faktor diatas Dari penelitian yang telah dilakukan Prof.Dr.dr.S.M.Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 22,2% penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilofaringitis, otitis media akut, dan penyebab lainnya seperti pada tabel di bawah ini :
1

Penyebab demam Tonsilitis dan/atau faringitis tengah) Enteritis/gastroenteritis cerna) Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasi Bronkitis (radang saiuran nafas) Bronkopeneumonia saluran nafas) Morbili (campak) Varisela (cacar air) Dengue (demam berdarah) Tidak diketahui (radang paru (radang

Jumlah penderita 100

Otitis media akut (radang liang telinga 91 saluran 22 44 17 dan 38 12 1 1 66

Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oleh kuman Shigella mengaiami kejang demam dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian kejang demam hanya sekitar 1%. Menurut Lahat (1984), tingginya angka kejadian kejang demam pada shigellosis dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman bersangkutan. Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut: DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.
2

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

1.3 Klasifikasi Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever). Ciri-ciri kejang demam sederhana menurut Livingston adalah : 1. Kejang bersifat umum 2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) 3. Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun 4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun 5. EEG normal Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Selain itu, ada pula klasifikasi kejang demam menurut Prichard dan Mc Greal. Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana, dan kejang demam tidak khas. Ciriciri kejang demam sederhana menurut Prichard dan Mc Greal ialah : 1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan
2. Usia penderita antara 6 bulan-4 tahun 3. Suhu 37,78C atau lebih

4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit


5. Keadaan neurologi (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal 6. EEG yang dibuat setelah tidak demam adalah normal

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam tidak khas
3

Sedangkan beberapa pakar pada umumnya mengklasifikasikan kejang demam atas kejang demam simpleks dan kejang demam kompleks, dimana : 1. Kejang demam simpleks (sederhana) Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. 2. Kejang demam kompleks Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini : a. Kejang lama lebih dari 15 menit Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di anatara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.

1.4 Patofisiologi Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang. Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke
4

otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan permukaan luar (ionik). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh adanya : 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler. 2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. 3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang. 1.5 Manifestasi Klinik Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis.. Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya. Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
6

misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah. 2. Pemeriksaan elekrolit Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan diperlukan. 3. Lumbal pungsi Pemeriksaan adalah 0,6%-0,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada : a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan lumbal pungsi b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk dilakukan lumbal pungsi c. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin untuk dilakukan lumbal pungsi Bila yakin bukan meningitis secara klinis, tidak perlu dilakukan lumbal pungsi. 4. Elektroensefalografi Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) idak dapat memprediksikan berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu, tidak direkomendasikan untuk dilakukan EEG. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. 5. Pencitraan Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CTscan atau MRI pada otak jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan atas indikasi seperti :
7

metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) b. Paresis nervus VI c. Papiledema

1.7 Diagnosa Banding Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu kejang yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Lalu, kejang demam juga harus dibedakan dengan meningitis dimana dari pemeriksaan kaku kuduk dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosa tersebut. Selain itu, definisi dari kejang demam itu sendiri menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh penyakit saraf seperti meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

1.8 Penatalaksanaan Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam seminar "Kejang Demam pada Anak" beberapa waktu lalu, tindakan awal yang harus dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka. Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit. Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu : 1. Pengobatan fase akut

Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan

fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obatobatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat-obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10-15 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 510 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam. Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan. Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian dilakukan pada anak atau bayi dalam posisi miring atau menungging dan dengan rektiol yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektal ke rektum sedalam 3-5 cm. Kemudian rektal dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
9

setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan. 2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. 3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu: 1. Profilaksis intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. 2. Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
10

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu : 1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental). 2. 3. 4. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke

bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.


khusus.

fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter

untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas. Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut :
11

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat Pemberian oksigen melalui face mask Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan

telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus


kemungkinan

pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan. Edukasi untuk orang tua sangat diperlukan. Saat terjadi kejang demam, orang tua tidak perlu panik. Beberapa hal yang perlu diingat atau tindakan yang perlu diambil adalah : 1. Letakkan anak ditempat yang aman, misalnya di lantai atau kasur. Pindahkan dari sekitar anak, semua benda yang mungkin berbahaya atau dapat menimbulkan luka. 2. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut anak, misalnya jari tangan, sendok, atau kayu. 3. Jangan mengguncang-guncang atau berusaha membangunkan anak. 4. Jangan menahan tubuh anak yang kejang. Biarkan gerakan kejang berlangsung apa adanya. 5. Jika anak sudah berhenti kejang, miringkan anak. 6. Catat lamanya kejang dan apa yang dialami anak selama kejang. Catatan ini penting bagi dokter atau praktisi medis untuk menilai kejang demam anak. 7. Setelah kejang berhenti, segera bawa anak ke dokter, puskesmas, atau rumah sakit terdekat. 8. Jika kejang berlangsung lebih dari lima menit, penanganan gawat darurat harus dilakukan segera untuk menghentikan kejang. Jika memungkinkan, panggil segera petugas medis untuk memberikan penanganan tersebut. Penting diketahui orang tua bahwa : 1. Anak tidak merasakan nyeri atau tidak nyaman selama kejang.
12

2. Kejang demam bukanlah epilepsi atau ayan, sehingga tidak perlu minum obat secara teratur seperti halnya pada epilepsi. 3. Kejang yang berlangsung singkat tidak menyebabkan kerusakan otak. Bahkan kejang yang berlangsung agak lama hampir tidak pernah membahayakan. 4. Anak yang pernah menderita kejang demam tumbuh sehat seperti halnya anak lainnya.
5. Kadang-kadang, jika anak pernah mengalami kejang yang lama, perlu orang

tua perlu menyediakan diazepam rektal (diberikan lewat anus) di rumah untuk mengantisipasi kejadian serupa di waktu mendatang. Diskusikan dengan dokter atau praktisi medis lainnya mengenai hal ini.

1.9 Prognosis Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria 33%. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%. Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Livingston (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor : 1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga. 2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
13

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2%-3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981"). Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat, dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun. Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan kejang demam dan kembarannya yang tanpa kejang demam.

14

BAB II LAPORAN KASUS

Seorang pasien anak laki-laki usia 1 tahun 4 bulan dirawat di RSUP Dr. M Djamil Padang sejak tanggal 30 November 2011, dengan data-data sebagai berikut : Anamnesa : Alloanamnesis Diberikan oleh : Mega (ibu kandung) Identitas Pasien : Nama Anak Umur : Brahmantio : ke-2 dari 2 bersaudara : 1 tahun 4 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki No. RM Orangtua : 764362 : Mega (ibu kandung)

Suku bangsa : Minang Alamat : Komplek Griya Elok Blok G no. 3, Arai Pinang, Padang : 12 Oktober 2011

Tanggal masuk

Keluhan Utama : Kejang berulang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang :
15

- Kejang berulang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2 kali, lama kejang pertama kurang lebih 10 menit, kejang kedua kurang lebih 20 menit, jarak antar kejang kurang lebih 30 menit. Kejang seluruh badan dengan mata terus melihat ke atas, anak sadar setelah kejang. - Batuk dan pilek sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak, tidak ada sesak nafas. - Nafsu makan berkurang sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. - Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, dan tidak berkeringat. - Muntah sejak 50 menit sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 1 kali, jumlah kurang dari seperempat gelas belimbing, berisi susu, muntah tidak menyemprot. - Riwayat trauma pada kepala tidak ada. - Riwayat sakit telinga dan keluar cairan dari telinga tidak ada. - Buang air kecil warna biasa, jumlah biasa. - Buang air besar warna biasa, konsistensi biasa. - Pasien sempat dibawa ke bidan dan telah diberikan obat lewat anus (kantong berwarna merah), tetapi karena muntah dan kejang kembali, anak di bawa ke RS BMC. Di RS BMC anak telah diberikan Stesolid 5mg lewat anus, tetapi karena anak masih kejang, anak dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang anak diberikan luminal 75mg intravena, kemudian kejang berhenti. Riwayat Penyakit Dahulu : - Dua bulan yang lalu, anak mengalami disertai demam, kejang 1 kali, kurang lebih selama 5 menit. Anak telah dirawat di RS BMC. Riwayat Penyakit Keluarga : - Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

16

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan : - Pasien adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara, lahir spontan, ditolong dokter, dan cukup bulan (9 bulan 10 hari). - Berat badan lahir 3100 gram, panjang badan lahir 49 cm, dan langsung menangis kuat. - Riwayat tumbuh kembang dalam batas normal. - Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai PPI. - Hygiene dan sanitasi lingkungan baik.

Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Umum : - Keadaan umum : sedang - Kesadaran : sadar

- Tekanan darah : 90/60 mmHg - Nadi - Pernafasan - Suhu : 122 kali/menit : 30 kali/menit : 38,4C

- Panjang badan : 79 cm - Berat badan - Keadaan gizi : 8 kg : - BB/U = (8/11,4) x 100% = 70% - TB/U = (79/80) x 100% = 98% - BB/TB = (8/11,1) x 100% = 72%
17

Kesan : Gizi kurang - Sianosis - Edema - Anemia - Ikterik Kulit : - Teraba hangat. - Tidak ada sianosis. Kelenjar Getah Bening : - Teraba kelenjar getah bening di regio colli sinistra dan dextra, multiple, jumlah 4 buah, ukuran 0,5cm x 0,5cm x 0,5cm, mobile, kenyal, nyeri tekan tidak ada. Kepala : - Bulat, simetris. - Ubun-ubun sudah menutup. - Lingkar kepala = 46 cm (Standar Nelhaus : normal) Rambut : - Warna hitam. - Tidak mudah rontok. Mata : - Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. - Pupil isokor, diameter kiri/kanan = 2mm/2mm, refleks cahaya pada kedua mata normal. Telinga :
18

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

- Tidak ditemukan kelainan. Hidung : - Tidak ditemukan kelainan. Tenggorokan : - Tonsil T2-T2, hiperemis, tidak ada detritus, kripti tidak melebar. - Faring hiperemis. Gigi dan Mulut : - Mukosa bibir dan mulut basah. Leher : - JVP 5-2 cmH2O. - Kaku kuduk tidak ada. Dada : Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan. Palpasi Perkusi : Fremitus normal, kiri sama dengan kanan. : Sonor kiri dan kanan.

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Jantung : Inspeksi : Iktus tidak tampak. Palpasi Perkusi : Iktus teraba di Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V. : Batas jantung : Atas : RIC II.
19

Kanan Kiri

: LSD. : Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V.

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama sinus, bising tidak ada. Perut : Inspeksi : Tidak tampak membuncit. Palpasi : Hepar teraba - , konsistensi kenyal, pinggir tajam, permukan rata. Lien S0. Perkusi : Tympani.

Auskultasi : Bising usus ada, normal Punggung : - Tidak ditemukan kelainan. Alat Kelamin : - Status pubertas A1G1P1. - Tidak ditemukan kelainan. Anus : - Tidak dilakukan pemeriksaan. Anggota Gerak : - Akral hangat, perfusi baik. - Refleks fisiologis (+/+) normal. - Refleks patologis : Babinsky (-/-) Chaddock (-/-)
20

Gordon (-/-) Oppenheim (-/-) Schauffer (-/-) Tanda Rangsang Meningeal : Brudzinsky I tidak ada Brudzinsky II tidak ada Kernig tidak ada

Pemeriksaan Laboratorium Rutin : Hb : 10 gr/dL Slide darah tepi kesan mikrositik hipokrom Leukosit : 17.700/mm Hitung jenis : 0/0/6/62/30/2

Diagnosa Kerja : - Kejang demam kompleks - Tonsilofaringitis akut - Anemia mikrositik hipokrom e.c. suspek defisiensi besi - Gizi kurang

Diagnosa Banding : - Anemia mikrositik hipokrom e.c. penyakit kronis

Daftar Masalah dan Pengkajian :


21

1. Kejang demam kompleks Pengobatan : - Oksigen 2liter/menit - Luminal 75mg intramuskular - Luminal 2x40mg per oral - Paracetamol 4x100mg Penyuluhan : - Observasi demam, bila anak demam beri paracetamol dan kompres dengan air hangat pada kepala dan ketiak.
- Observasi kejang, untuk mencegah kejang berulang, beri

luminal 2x40mg per oral pada hari pertama dan kedua setelah bebas kejang, lalu pada hari ketiga dan seterusnya selama 1 tahun bebas kejang berikan dalam dosis 2x12mg per oral, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.

2. Tonsilofaringitis akut Pengobatan : - Amoxycilin 3x150mg per oral.

3. Anemia mikrositik hipokrom e.c. suspek defisiensi besi Pemeriksaan : - Pemeriksaan darah rutin - Pemeriksaan SI-TIBC

4. Gizi kurang Pengobatan : - Makanan lunak 800 kkal Penyuluhan : - Edukasi mengenai pemberian nutrisi yang sesuai untuk anak
22

Perjalanan Penyakit dan Follow Up Pasien : 30/11/2011 WD/ -Kejang demam kompleks - Tonsilofaringitis akut - Gizi kurang - Anemia mikrositik hipokrom e.c suspek defisiensi besi Thy/ - Makanan lunak 800 kkal - Oksigen 2liter/menit
23

- Luminal 75mg intramuskular - Luminal 2x40mg per oral - Paracetamol 4x100mg - Amoxycilin 3x150mg per oral Rencana pemeriksaan : - Pemeriksaan darah ulang - Pemeriksaan SI-TIBC

1/12/2011 s/ - demam tidak ada - kejang tidak ada - muntah tidak ada - sesak nafas tidak ada - anak sudah mau menyusu ASI kembali - buang air kecil warna dan jumlah biasa - buang air besar belum ada pagi ini o/ - Keadaan umum - Kesadaran - Tekanan darah - Nadi - Pernafasan - Suhu - Panjang badan - Berat badan : sedang : sadar : 90/60 mmHg : 113 kali/menit : 40 kali/menit : 37,3C : 79 cm : 8 kg
24

- Sianosis - Edema - Anemia - Ikterik Kulit :

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

- Teraba hangat, tidak ada sianosis. Kelenjar Getah Bening :

- Teraba kelenjar getah bening di regio colli sinistra dan dextra, multiple, jumlah 4 buah, ukuran 0,5cm x 0,5cm x 0,5cm, mobile, kenyal, nyeri tekan tidak ada. Kepala : - Bulat, simetris, ubun-ubun sudah menutup. Rambut : - Warna hitam, tidak mudah rontok. Mata : - Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. - Pupil isokor, diameter kiri/kanan = 2mm/2mm, refleks cahaya pada kedua mata normal. Telinga : - Tidak ditemukan kelainan. Hidung : - Tidak ditemukan kelainan. Tenggorokan : - Tonsil T2-T2, hiperemis, tidak ada detritus, kripti tidak melebar.
25

- Faring hiperemis. Gigi dan Mulut : - Mukosa bibir dan mulut basah. Leher : - JVP 5-2 cmH2O. - Kaku kuduk tidak ada. Dada : Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan. Palpasi Perkusi : Fremitus normal, kiri sama dengan kanan. : Sonor kiri dan kanan. : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Jantung : Inspeksi : Iktus tidak tampak. Palpasi Perkusi : Iktus teraba di Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V. : Batas jantung : Atas : RIC II. Kanan : LSD. Kiri : Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V. Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama sinus, bising tidak ada. Perut : Inspeksi : Tidak tampak membuncit.
26

Auskultasi

Palpasi

: Hepar teraba - , konsistensi kenyal, pinggir tajam, permukan rata. Lien S0.

Perkusi

: Tympani.

Auskultasi : Bising usus ada, normal Punggung : - Tidak ditemukan kelainan. Alat Kelamin : - Status pubertas A1G1P1. - Tidak ditemukan kelainan. Anus : - Tidak dilakukan pemeriksaan. Anggota Gerak : - Akral hangat, perfusi baik. A/ - Perbaikan - Anemia mikrositik hipokrom e.c suspek defisiensi besi Thy/ - Makanan lunak 800 kkal - Luminal 2x40mg per oral - Paracetamol 4x100mg - Amoxycilin 3x150mg per oral

2/12/2011 s/ - demam tidak ada


27

- kejang tidak ada - muntah tidak ada - sesak nafas tidak ada - anak sudah mau menyusu ASI kembali - buang air kecil warna dan jumlah biasa - buang air besar belum ada pagi ini o/- Keadaan umum - Kesadaran - Tekanan darah - Nadi - Pernafasan - Suhu - Panjang badan - Berat badan - Sianosis - Edema - Anemia - Ikterik Kulit : - Teraba hangat, tidak ada sianosis. Kelenjar Getah Bening : : sedang : sadar : 90/60 mmHg : 112 kali/menit : 36 kali/menit : 36,6C : 79 cm : 8 kg : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

- Teraba kelenjar getah bening di regio colli sinistra dan dextra, multiple, jumlah 4 buah, ukuran 0,5cm x 0,5cm x 0,5cm, mobile, kenyal, nyeri tekan tidak ada.
28

Kepala : - Bulat, simetris, ubun-ubun sudah menutup. Rambut : - Warna hitam, tidak mudah rontok. Mata : - Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. - Pupil isokor, diameter kiri/kanan = 2mm/2mm, refleks cahaya pada kedua mata normal. Telinga : - Tidak ditemukan kelainan. Hidung : - Tidak ditemukan kelainan. Tenggorokan : - Tonsil T2-T2, hiperemis, tidak ada detritus, kripti tidak melebar. - Faring hiperemis. Gigi dan Mulut : - Mukosa bibir dan mulut basah. Leher : - JVP 5-2 cmH2O. - Kaku kuduk tidak ada. Dada : Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan.
29

Palpasi Perkusi

: Fremitus normal, kiri sama dengan kanan. : Sonor kiri dan kanan.

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Jantung : Inspeksi : Iktus tidak tampak. Palpasi Perkusi : Iktus teraba di Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V. : Batas jantung : Atas : RIC II. Kanan : LSD. Kiri : Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V. Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama sinus, bising tidak ada. Perut : Inspeksi : Tidak tampak membuncit. Palpasi : Hepar teraba - , konsistensi kenyal, pinggir tajam, permukan rata. Lien S0. Perkusi : Tympani.

Auskultasi : Bising usus ada, normal Punggung : - Tidak ditemukan kelainan. Alat Kelamin :
30

- Status pubertas A1G1P1. - Tidak ditemukan kelainan. Anus : - Tidak dilakukan pemeriksaan. Anggota Gerak : - Akral hangat, perfusi baik. A/ - Kondisi stabil - Anemia mikrositik hipokrom e.c suspek defisiensi besi Thy/ - Makanan lunak 800 kkal - Luminal 2x40mg per oral - Paracetamol 4x100mg - Amoxycilin 3x150mg per oral

3/12/2011 s/ - demam tidak ada - kejang tidak ada - muntah tidak ada - sesak nafas tidak ada - nafsu makan baik (3x makan nasi dalam sehari) - buang air kecil warna dan jumlah biasa - buang air besar belum ada pagi ini (pasien dari jam 08.00 pagi kemarin sampai malam kemarin sudah buang air besar sebanyak 4 kali, warna dan konsistensi biasa) o/- Keadaan umum : sedang
31

- Kesadaran - Tekanan darah - Nadi - Pernafasan - Suhu - Panjang badan - Berat badan - Sianosis - Edema - Anemia - Ikterik Kulit :

: sadar : 90/60 mmHg : 108 kali/menit : 30 kali/menit : 36,3C : 79 cm : 8 kg : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada

- Teraba hangat, tidak ada sianosis. Kelenjar Getah Bening :

- Teraba kelenjar getah bening di regio colli sinistra dan dextra, multiple, jumlah 4 buah, ukuran 0,5cm x 0,5cm x 0,5cm, mobile, kenyal, nyeri tekan tidak ada. Kepala : - Bulat, simetris, ubun-ubun sudah menutup. Rambut : - Warna hitam, tidak mudah rontok. Mata : - Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

32

- Pupil isokor, diameter kiri/kanan = 2mm/2mm, refleks cahaya pada kedua mata normal. Telinga : - Tidak ditemukan kelainan. Hidung : - Tidak ditemukan kelainan. Tenggorokan : - Tonsil T2-T2, hiperemis, tidak ada detritus, kripti tidak melebar. - Faring hiperemis. Gigi dan Mulut : - Mukosa bibir dan mulut basah. Leher : - JVP 5-2 cmH2O. - Kaku kuduk tidak ada. Dada : Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan. Palpasi Perkusi : Fremitus normal, kiri sama dengan kanan. : Sonor kiri dan kanan.

Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada. Jantung : Inspeksi : Iktus tidak tampak.
33

Palpasi Perkusi

: Iktus teraba di Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V. : Batas jantung : Atas : RIC II. Kanan : LSD. Kiri : Linea Mid Clavicula Sinistra RIC V.

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama sinus, bising tidak ada. Perut : Inspeksi : Tidak tampak membuncit. Palpasi : Hepar teraba - , konsistensi kenyal, pinggir tajam, permukan rata. Lien S0. Perkusi : Tympani.

Auskultasi : Bising usus ada, normal Punggung : - Tidak ditemukan kelainan. Alat Kelamin : - Status pubertas A1G1P1. - Tidak ditemukan kelainan. Anus : - Tidak dilakukan pemeriksaan. Anggota Gerak : - Akral hangat, perfusi baik. Hasil pemeriksaan labor : - TIBC : 30mikrogram/dL
34

- SI : 21,42 mikrogram/dL (normal : 80-180 mikrogram/dL) Kesan : defisiensi besi. A/- Kondisi stabil - Anemia mikrositik hipokrom e.c defisiensi besi Thy/ - Makanan lunak 800 kkal - Luminal 2x12mg per oral - Paracetamol 4x100mg - Amoxycilin 3x150mg per oral

BAB III DISKUSI


35

Telah dirawat seorang pasien anak laki-laki usia 1 tahun 4 bulan dirawat di RSUP Dr. M Djamil Padang sejak tanggal 30 November 2011, dengan diagnosa kerja Kejang Demam Kompleks, dimana dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium ditemukan : - Kejang berulang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2 kali, lama kejang pertama kurang lebih 10 menit, kejang kedua kurang lebih 20 menit, jarak antar kejang kurang lebih 30 menit. Kejang seluruh badan dengan mata terus melihat ke atas, anak sadar setelah kejang. - Demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, dan tidak berkeringat. - Riwayat trauma pada kepala tidak ada. - Riwayat sakit telinga dan keluar cairan dari telinga tidak ada. - Pasien sempat dibawa ke bidan dan telah diberikan obat lewat anus (kantong berwarna merah), tetapi karena muntah dan kejang kembali, anak di bawa ke RS BMC. Di RS BMC anak telah diberikan Stesolid 5mg lewat anus, tetapi karena anak masih kejang, anak dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Di IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang anak diberikan luminal 75mg intravena, kemudian kejang berhenti. - Vital sign saat masuk : Keadaan umum : sedang, kesadaran : sadar, tekanan darah : 90/60 mmHg, nadi : 122 kali/menit, pernafasan : 30 kali/menit, suhu : 38,4C. - Refleks fisiologis ada, normal; refleks patologis tidak ada. - Kaku kuduk tidak ada, tanda rangsang meningeal tidak ada, Dari data-data di atas, sesuai dengan kasus Kejang Demam Kompleks dimana : d. Kejang lama lebih dari 15 menit

36

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di anatara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. e. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. f. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam. Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%. Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan kematian. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya kejang demam kembali, diberikan terapi edukasi berupa observasi demam, bila anak demam beri paracetamol dan kompres dengan air hangat pada kepala dan ketiak, serta observasi kejang, untuk mencegah kejang berulang, beri luminal 2x40mg per oral pada hari pertama dan kedua setelah bebas kejang, lalu pada hari ketiga dan seterusnya selama 1 tahun bebas kejang berikan dalam dosis 2x12mg per oral, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Serta diberikan edukasi mengenai nutrisi sesuai dengan kebutuhan kalori pasien untuk mendukung kestabilan kondisi pasien.

37

Anda mungkin juga menyukai