Anda di halaman 1dari 17

Jenderal Achmad Yaniterkenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Ketika menjabat Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) atau yang sekarang menjadi Kepala Staf Angkatan Darat sejak tahun 1962, ia menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.

Jenderal Achmad Yani

Karenanya, dengan fitnah bahwa sejumlah TNI AD telah bekerja sama dengan sebuah negara asing untuk menjatuhkan Presiden Soekarno, PKI lewat Gerakan Tiga Puluh September (G 30/S) menjadikan dirinya salah satu target yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD lainnya. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari itu akhirnya menewaskan enam dari tujuh Perwira Tinggi Angkatan Darat yang sebelumnya direncanakan PKI. Lubang Buaya, lokasi dimana sumur tempat menyembunyikan jenazah para Pahlwawan Revolusi itu berada menjadi saksi bisu atas kekejaman komunis tersebut. Jenderal yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno, ini merupakan salah satu tangan kanan dan kepercayaan Sang Proklamator. Ia sangat cinta dan setia terhadap Bung Karno. Karena kecintaan dan kesetiaannya, ia bahkan pernah mengatakan, Siapa yang berani menginjak bayang-bayang Bung Karno, harus terlebih dahulu melangkahi mayat saya. Bahkan ada isu terdengar, bahwa Achmad Yani telah dipersiapkan oleh Bung Karno sebagai calon penggantinya sebagai presiden. Namun dirinya begitu dekat dengan Presiden Pertama RI itu, Achmad Yani tidak setuju dengan konsep Nasakom dari Soekarno. Isu dan prinsipnya itu akhirnya membuat PKI semakin benci terhadap dirinya. Achmad Yani yang lahir di Jenar, Purworejo pada tanggal 19 Juni 1922, ini adalah putra dari Sarjo bin Suharyo (ayah) dan Murtini (ibu). Pendidikan formal diawalinya di HIS (setingkat Sekolah Dasar) Bogor, yang diselesaikannya pada tahun 1935. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya ke MULO (setingkat Sekolah Menegah Pertama) kelas B Afd. Bogor. Dari sana ia tamat pada tahun 1938, selanjutnya ia masuk ke AMS (setingkat Sekolah Menengah Umum) bagian B Afd. Jakarta. Sekolah ini dijalaninya hanya sampai kelas dua, sehubungan dengan adanya milisi yang diumumkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ia kemudian mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan secara lebih intensif lagi di Bogor. Dari sana ia mengawali karier militernya dengan pangkat Sersan. Kemudian setelah tahun 1942 yakni setelah pendudukan Jepang di Indonesia, ia juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Berbagai prestasi pernah diraihnya pada masa perang kemerdekaan, antara lain berhasil melucuti senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dirinya diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto. Selanjutnya karier militernya pun semakin cepat menanjak. Prestasi lain diraihnya ketika Agresi Militer Pertama Belanda terjadi. Pasukannya yang beroperasi di daerah Pingit berhasil menahan serangan Belanda di daerah tersebut. Maka saat Agresi Militer Kedua Belanda terjadi, ia dipercayakan memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan Kedu. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk menghancurkan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang mengacau di daerah Jawa Tengah. Ketika itu dibentuklah pasukan Banteng Raiders yang diberi latihan khusus. Alhasil, pasukan DI/TII pun berhasil ditumpasnya. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, ia ditarik ke Staf Angkatan Darat. Pada tahun 1955, ia disekolahkan pada Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Dan pada tahun 1956, ia juga mengikuti pendidikan selama dua bulan pada Spesial Warfare Course di Inggris. Pada tahun 1958 saat pemberontakan PRRI terjadi di Sumatera Barat, Achmad Yani yang masih berpangkat Kolonel diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus, untuk memimpin penumpasan pemberontakan PRRI tersebut. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan tersebut. Sejak itu namanya pun semakin cemerlang. Hingga pada tahun 1962, ia yang waktu itu berpangkat Letnan Jenderal diangkat menjadi Men/Pangad menggantikan Jenderal A.H. Nasution yang naik jabatan menjadi Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Menko Hankam/Kasab). Saat menjabat Men/Pangad itulah kejadian naas terjadi. Jenderal yang terkenal sangat anti pada ajaran komunis itu pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 4:35 WIB, di kala subuh, diculik dan ditembak oleh PKI di depan kamar tidurnya hingga gugur. Dalam pencarian yang dipimpin oleh Soeharto (mantan Presiden RI) yang ketika itu masih menjabat sebagai Pangkostrad, jenazahnya ditemukan di Lubang Buaya terkubur di salah satu sumur tua bersama enam jenazah lainnya. Jenazah Achmad Yani dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, ia gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Pangkatnya yang sebelumnya Letnan Jenderal dinaikkan satu tingkat sebagai penghargaan menjadi Jenderal. Dia gugur karena mempertahankan kesucian Dasar dan Falsafah Negara, Pancasila, yang coba hendak diselewengkan komunis. Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, maka di Lubang Buaya, dekat sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh pahlawan Revolusi yakni enam Perwira Tinggi: Jend. TNI Anumerta Achmad Yani, Letjen. TNI Anumerta Suprapto, Letjen. TNI Anumerta S.Parman, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono, Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan, Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S, dan ditambah satu Perwira Pertama Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila. Peristiwa 1 Oktober 1965 tersebut kemudian telah melahirkan suatu orde dalam sejarah pasca

kemerdekaan republik ini. Orde yang kemudian lebih dikenal dengan Orde Baru itu menetapkan tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Penetapan itu didasari oleh peristiwa yang terjadi pada hari dan bulan itu, dimana telah terjadi suatu usaha perongrongan Pancasila, namun berhasil digagalkan. Belakangan setelah orde baru jatuh dan digantikan oleh orde yang disebut Orde Reformasi, peringatan hari Kesaktian Pancasila ini sepertinya mulai dilupakan. Terbukti tanggal 1 Oktober tersebut tidak lagi ditetapkan sebagai hari libur nasional sebagaimana sebelumnya. Dalam pidato Bung Karno yang dikenal dengan Jasmerah, Bapak Bangsa itu menyebut agar jangan sekali-kali melupakan sejarah. Lebih tegas disebutkan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat dan menghargai sejarahnya. Hendaknya begitulah yang terdapat pada bangsa ini, khususnya pada para pemimpinnya. Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah pada tahun 1922, merupakan putra pasangan Sarjo bin Suharyo dan Murtini. Pada 1927, Yani dan keluarganya pindah ke Bogor. Di kota hujan ini Ahmad Yani menyelesaikan pendidikan HIS (Sekolah Dasar) pada 1935 dan MULO (Sekolah Menengah Pertama) pada 1938. Ahmad Yani kemudian melanjutkan pendidikan ke AMS (Sekolah Menangah Atas) di Batavia (Jakarta). Namun, pada tahun kedua dia keluar dari AMS dan mengambil pendidikan di Dinas Topografi Militer Malang. Namun, masuknya Jepang pada 1942 menghentikan pendidikan militer Yani. Sementara itu, Yani dan keluarganya kembali ke Jawa Tengah. Pada 1943 Yani bergabung dalam pasukan PETA (Pembela Tanah Air), dan menjalani pendidikan di Magelang. Selanjutnya, Yani kembali mengikuti pendidikan di Bogor untuk menjadi komandan peleton PETA. Setelah menyelesaikan pendidikan, Yani kembali ke Magelang.

Biografi Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani Nama : Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani Lahir : Jenar, Purworejo, 19 Juni 1922 Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965 Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata Agama : Islam Ayah : Sarjo bin Suharyo Ibu : Murtini Pendidikan Formal: - HIS (setingkat S D) Bogor, tamat tahun 1935 - MULO (setingkat S M P) kelas B Afd. Bogor, tamat tahun 1938 - AMS (setingkat S M U) bagian B Afd. Jakarta, berhenti tahun 1940 Pendidikan Militer: - Pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang - Pendidikan Heiho di Magelang - Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor - Command and General Staf College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA, tahun 1955 - Spesial Warfare Course di Inggris, tahun 1956 Jabatan terakhir : Menteri Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) sejak tahun 1962 Bintang Kehormatan: - Bintang RI Kelas II - Bintang Sakti - Bintang Gerilya - Bintang Sewindu Kemerdekaan I dan II - Satyalancana Kesetyaan VII, XVI - Satyalancana G:O.M. I dan VI - Satyalancana Sapta Marga (PRRI) - Satyalancana Irian Barat (Trikora) - Ordenon Narodne Armije II Reda Yugoslavia (1958) dan lain-lain Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi

Siswondo Parman

Lahir

4 Agustus 1918 Wonosobo, Jawa Tengah

Meninggal

1 Oktober 1965 (umur 47) Lubang Buaya, Jakarta

Sebab meninggal

terbunuh pada persitiwa G30S PKI

Pekerjaan

TNI Letnan Jendr

Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman (lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918 meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 47 tahun) atau lebih dikenal dengan nama S. Parman adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa G30S PKI dan mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Pria kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah ini merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI. Pendidikan umum yang pernah diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi Kedokteran. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.

Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kempeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai. Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulan Desember 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta. Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya. Pada bulan Desember 1949, ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling. Selanjutnya, pada Maret 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School. Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI diLondon, Inggris pada tahun 1959. Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal. Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.Dan akhirnya pada saat terjadinya peristiwa G30S ,beliau menjadi korban karena termasuk musuh PKI.S.Parman diculik dari rumahnya,dibunuh di Lubang Buaya,dan disembunyikan di sumur Lubang Buaya.

Biografi Letnan Jenderal Anumerta S. Parman Nama: Letnan Jenderal Anumerta S. Parman Lahir: Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918 Agama: Islam Pendidikan Umum Terakhir: Sekolah Tinggi Kedokteran (tidak tamat) Pendidikan Lain: Kenpei Kasya Butai Pendidikan Tentara: Military Police School, Amerika Serikat. Pengalaman Pekerjaan: Jawatan Kenpeitai Karier Militer: - Tahun 1964, Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) - Tahun 1959, Atase Militer RI di London - Staf di Kementerian Pertahanan - Maret tahun 1950, Kepala Staf G - Desember tahun 1949 Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. - Tahun 1945, Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta - Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Tanda Penghormatan: Pahlawan Revolusi Meninggal: Jakarta, 1 Oktober 1965 Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Biografi Letjen Anumerta M.T. Haryono | Profil Biodata Letjen Anumerta M.T. Haryono

M.T. Haryono

Perwira kelahiran Surabaya ini pernah menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada Konferensi Meja Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan terakhir sebagai Deputy III Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Pria yang sebelum masuk tentara pernah duduk di Ika Dai Gakko (sekolah kedokteran) ini seorang perwira yang fasih berbicara dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya itu membuat dirinya menjadi perwira penyambung lidah yang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan.

Letjen Anumerta M.T. Haryono kelahiran Surabaya, 20 Januari 1924, ini sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat.

Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.

Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni antara tahun 1945 sampai tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda. Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

Tenaga M.T. Haryono memang sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan antara pemerintah RI dengan pemerintah Belanda maupun Inggris. Hal tersebut disebabkan karena kemampuannya berbicara tiga bahasa internasional yakni bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman.

Terakhir ketika ia menjabat Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai yang merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat itu semakin hari semakin berani bahkan semakin merajalela.

Ide-ide yang tidak populer dan mengandung resikO tinggi pun sering dilontarkan oleh partai komunis itu. Seperti ide untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ide tersebut tidak disetujui oleh sebagian besar perwira AD termasuk oleh M.T. Haryono sendiri dengan pertimbangan adanya maksud tersembunyi di balik itu yakni mengganti ideologi Pancasila menjadi komunis. Di samping itu, pembentukan Angkatan Kelima tersebut sangatlah memiliki resiko yang sangat tinggi. Namun karena penolakan itu pula, dirinya dan para perwira lain dimusuhi dan menjadi target pembunuhan PKI dalam pemberontakan Gerakan 30 September 1965.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono bersama enam perwira lainnya yakni: Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen.TNI Anumerta S Parman; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan.

M.T. Haryono yang tewas karena mempertahankan Pancasila itu gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal.

Untuk menghormati jasa para Pahlawan Revolusi sekaligus untuk mengingatkan bangsa ini akan peristiwa penghianatan PKI tersebut, dengan demikian diharapkan peristiwa yang sama tidak akan terulang kembali, maka oleh pemerintahan Soeharto ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangunlah Tugu Kesaktian Pancasila sebagai tugu peringatan yang berlatar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut.

Biografi Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono Nama : Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono Lahir : Srabaya, 20 Januari 1924 Agama : Islam Pendidikan Umum: - ELS (setingkat Sekolah Dasar) - HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum) - Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) Karier Militer: - Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) - Direktur Intendans Angkatan Darat - Atase Militer RI di Negara Belanda (tahun 1950) - Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada Konferensi Meja Bundar (KMB) - Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda - Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata - Sekretaris Dewan Pertahanan Negara - Bekerja di Kantor Penghubung - Masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965 Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto (lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 20 Juni 1920 meninggal di Lubangbuaya, Jakarta, 1 Oktober 1965pada umur 45 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu korban dalam G30SPKI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Suprapto yang lahir di Purwokerto, 20 Juni 1920, ini boleh dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman. Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya setelah tamat MULO (setingkat SLTP) adalah AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun 1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung. Pendidikan ini tidak bisa diselesaikannya sampai tamat karena pasukan Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri.

Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, sebab sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.

Selama di Tentara Keamanan Rakyat (TKR), ia mencatatkan sejarah dengan ikut menjadi salah satu yang turut dalam pertempuran di Ambarawa melawan tentara Inggris. Ketika itu, pasukannya dipimpin langsung oleh Panglima Besar Sudirman. Ia juga salah satu yang pernah menjadi ajudan dari Panglima Besar tersebut. Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia sering berpindah tugas. Pertama-tama ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Tentara dan Teritorial (T&T) IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Semarang ia kemudian ditarik ke Jakarta menjadi Staf Angkatan Darat, kemudian ke Kementerian Pertahanan. Dan setelah pemberontakan PRRI/Permesta padam, ia diangkat menjadi Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatera yang bermarkas di Medan. Selama di Medan tugasnya sangat berat sebab harus menjaga agar pemberontakan seperti sebelumnya tidak terulang lagi.

Biografi Letnan Jenderal Anumerta Suprapto Nama : Letnan Jenderal Anumerta Suprapto Lahir : Purwokerto, 20 Juni 1920 Agama : Islam. Pendidikan Umum : - MULO (setingkat SLTP) - AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta, tamat tahun 1941 - Kursus Pusat Latihan Pemuda - Latihan Keibodan, Seinendan, dan Syuisyintai Pendidikan Tentara : Koninklijke Militaire Akademie di Bandung, tapi tidak sampai tamat. Pengalaman Pekerjaan : Kantor Pendidikan Masyarakat Karier Militer : - Deputy II Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), Jakarta - Deputy Kepala Staf Angkatan Darat untuk Wilayah Sumatera, Medan - Staf Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta - Staf Angkatan Darat, Jakarta - Kepala Staf Tentara & Teritorium (T&T) IV/Diponegoro, Semarang - Ajudan Panglima Besar Jenderal Sudirman - Anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi Meningga l: Jakarta, 1 Oktober 1965 Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

D.I. Pandjaitan

Lahir

Donald Isaac Panjaitan 19 Juni 1925 Balige, Sumatra Utara

Meninggal

1 Oktober 1965 (umur 40) Lubang Buaya, Jakarta

Pekerjaan

TNI Mayor Jendral

Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan (lahir di Balige, Sumatera Utara, 19 Juni 1925 meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera.

Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya. Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi. Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjatasenjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan.

BIOGRAFI Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan Nama : Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan Lahir : Balige, Tapanuli, 9 Juni 1925 Meninggal : Jakarta, 1 Oktober 1965 Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata Agama : Kristen Pendidikan Formal: - Sekolah Dasar - Sekolah Menengah Pertama - Sekolah Menengah Atas Pendidkan Militer : Latihan Gyugun Pendidikan Lain: - Kursus Militer Atase (Milat), tahun 1956 - Associated Command and General Staff College, di Amerika Serikat Karier Militer: - Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), tahun 1962 - Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat - Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) II/Sriwijaya di Palembang - Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan - Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). - Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera - Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, tahun 1948 - Komandan Batalyon Tentara Keamanan Rakyat (TKR) - Anggota Gyugun Pekanbaru, Riau Prestasi : - Salah seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) - Membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI Tanda Kehormatan : Pahlawan Revolusi

Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo Nama : Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo Lahir : Kebumen, 23 Agustus 1922 Gugur : Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 Agama : Islam Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi Pendidikan: - HIS di Semarang - AMS tahun 1942 di Semarang - Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta. Karir: - Pegawai Menengah/III di Kabupaten Purworejo - Kepala Organisasi Resimen II PT (Polisi Tentara) Purworejo dengan pangkat Kapten (1946) - Kepala Staf CPMD Yogyakarta (1948-1949) - Komandan Batalyon I CPM (1950) - Danyon V CPM (1951) - Kepala Staf MBPM (1954) - Pamen diperbantukan SUAD I dengan pangkat Letkol (1955-1956) - Asisten ATMIL di London (1956) - Pendidikan Kursus C Seskoad (1960) - 1961 naik pangkat menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD dan tahun 1964 naik pangkat menjadi Brigjen

Biografi Kapten Peiere Andreas Tendean Nama : Kapten Peiere Andreas Tendean Lahir : Jakarta, 21 Februari 1939 Agama : protestan Pendidikan Umum : - SD di Magelang - SMP B - SMA B pendidikan Militer : ATEKAD Karier Militer : - ikut dalam operasi Sapta Marga di Sumatera Utara. Beliau dilantik sebagai Letda Czi tahun 1962 - Danton Yon Zipur 2/Dam II Bukit Barisan - Pendidikan Intelijen tahun 1963 - pernah menyusup ke Malaysia masa Dwikora sewaktu bertugas di DIPIAD - 965 diangkat sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution ketika pangkatnya masih Letda, kemudian naik menjadi Lettu. Tanda Penghormatan : Pahlawan Revolusi Meninggal: Jakarta, 1 Oktober 1965 Dimakamkan : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai