Anda di halaman 1dari 9

Tatalaksana Nyeri Reumatik

Rachmat Gunadi Wachjudi, Mira Amatullah Najla Divisi Reumatologi , Dep. Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin Bandung

Kasus nyeri dengan berbagai penyebab menempati 30% dari keseluruhan kasus kunjungan ke dokter di primary care. Dengan demikian seorang dokter seyogyanya melengkapi diri dengan kemampuan membedakan jenis-jenis penyebab nyeri, sehingga dapat menanganinya dengan cara yang tepat dan aman. Pengetahuan anatomi dan patogenesis serta keterampilan anamnesis serta pemeriksaan fisik dibutuhkan untuk melaksanakan tatalaksana optimal. Nyeri reumatik menempati urutan terbanyak (70%) dari berbagai nyeri kronik, dengan latar belakang inflamasi dan non-inflamasi Sekitar 60 % pasien reumatik datang dengan keluhan nyeri sedang sampai berat yang mengganggu.. Berdasarkan patofisiologinya, nyeri dibedakan menjadi beberapa jenis : 1. Nyeri nosiseptif Nyeri nosiseptif terjadi akibat stimulasi reseptor nyeri perifer yang terjadi selama proses inflamasi, injury atau kerusakan jaringan. Nyeri sendi inflamatif pada umumnya bersifat akut atau kronik residif. Contohnya adalah artritis septik, artritis gout, artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik, spondilitis ankilosa dan artritis reaktif. Nyeri inflamatif akibat penyakit reumatik ekstra artikuler juga memerlukan kecermatan khusus dalam menilainya misalnya tendinitis, bursitis, kapsulitis, myositis dan vaskulitis. 2. Nyeri neuropatik. Baik susunan saraf pusat maupun susunan saraf tepi berperan dalam proses terjadinya nyeri neuropatik yang bisa merupakan akibat dari suatu injury yang mengenai susunan saraf. Nyeri neuropatik pada penyakit reumatik bisa terjadi akibat iritasi sistem saraf yang disebabkan oleh proses penyakit reumatik tersebut. Misalnya terjadinya carpal tunnel syndrome pada artritis reumatoid dan iritasi saraf aferen pada osteoartritis facet joint di tulang belakang. 3. Nyeri psikogenik

Nyeri jenis ini terjadi akibat gangguan psikologi. Contohnya adalah pada somatoform, somatization dan histeri. Nyeri kronik dengan berbagai macam etiologi. Terjadinya nyeri jenis ini sangatlah rumit dan sulit dijelaskan. Contohnya adalah nyeri pada fibromyalgia dan myofascial pain syndrome. Nyeri jenis ini mempunyai dasar patofisiologi psikologik dan biologik. Berdasarkan onset dan durasinya, nyeri dapat digolongkan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Pada nyeri kronik proses patologik berlangsung lama dan umumnya menetap setelah terjadi penyembuhan penyakit atau trauma, intensitasnya lebih tumpul namun terasa terus menerus Mekanisme yang terlibat dalam nyeri artikular Nyeri yang bersifat akut akan menyebabkan rangsangan sistem saraf otonom, sehingga terjadi takikardia, peningkatan tekanan darah, kecemasan dan gangguan perilaku yang stereotipik seperti menggaruk, atau meringis. Nyeri yang menetap timbul karena kerusakan neuron afferent utama dan dari kondisi patologis sistem saraf pusat (SSP) pada batang otak, thalamus maupun kortek Nyeri ini tidak memiliki overaktivitas otonom, namun lebih menyebabkan hendaya fisik, kecemasan, depresi dan gangguan kepribadian. Penyakit seperti reumatoid artritis, osteoartritis, fraktur osteoporosis, gout kronis dan spondiloartritis menyebabkan nyeri berkepanjangan yang memiliki fase eksaserbasi akut karena gerakan, tekanan (hiperalgesia) bahkan sentuhan ringan atau perubahan suhu (allodynia).

Penilaian Nyeri Nyeri adalah sesuatu yang dirasakan secara subjektif, karena ketika sesorang melaporkan nyeri, harus dibedakan dengan nyeri yang dilaporkan secara subjektif. Penilaian nyeri pada sendi secara khusus pada prinsipnya dapat dibagi atas 1. Artikular atau non artikular 2. Inflamasi atau noninflamasi 3. Akut atau kronis 4. Pola sendi yang terlibat 5. Tanda atau gejala sistemik
1. nyeri artikular dan nonartikular

Gambaran klinis Lingkup gerak sendi Gerakan aktif/pasif Nyeri

Artikular (pola kapsular) Terbatas kurang lebih sama pada semua gerakan

Nyeri tekan Waktu timbul rasa nyeri

Bengkak (jika ada) Test khusus (isometric resisted muscle testing)

Terbatas pada gerakan aktif kurang lebih sama dengan gerakan pasif Nyeri atau stress pain (nyeri pada akhir gerakan) pada pemeriksaan lingkup gerak sendi ke segala arah Pada sendi (joint line) Pada area sekitar sendi (periartikular) Pada saat sendi digerakkan ke Pada saat sendi digerakkan segala arah ke arah tertentu. Mungkin Pada saat sendi dipalpasi baru dirasakan setelah sendi selesai dipalpasi atau digerakkan Menyeluruh (Difusse) Terbatas(Localized), pada area tertentu, seperti bursa atau sekitar tendon Negative atau positif terhadap Positif terhadap 1 kelompok semua test otot periartikular otot tertentu (tendonitis dan entesitis) Dapat positif terhadap lebih dari 1 kelompok otot periartikular (bursitis dan fibromialgia) tetapi tidak semua.

Nonartikular (pola bukan kapsular) Terbatas tapi tidak simetris (misalnya fleksi terbatas tapi ekstensi normal) Keterbatasan dalam gerakan aktif tidak sesuai dengan pada gerakan pasif Nyeri atau stress pain hanya pada beberapa gerakan.

2. inflamasi dan noninflamasi


Pemeriks aan Panas Inflamasi Noninflamasi artikular artikular (artritis) (Osteoartritis) Ya, merata di Tidak seluruh sendi Ya biasanya sendi bengkak menyeluruh (efusi) Jarang, jika ada seluruh sendi merah Ya, pada sendi (joint line) Inflamasi nonartikular (bursitis, tendonitis)

Bengkak

Kemeraha n Nyeri tekan

Kadang-kadang, tetapi terbatas pada struktur tertentu (tendon atau bursa) Tidak ada efusi Ya, tetapi bengkak sendi, tetapi terbatas pada struktur mungkin terdapat tertentu pembesaran tulang Tidak Jarang, bila ada terbatas pada struktur tertentu Ya, pada sendi (joint Ya, pada struktur line) tertentu

3. Akut atau kronis Tahap berikutnya menentukan apakah keadaan tersebut akut atau kronis. Dikatakan akut jika kurang dari 6 minggu sedangkan kronis jika lebih dari 6 minggu sejak timbulnya keluhan. Penyebab utama inflamasi akut pada sendi adalah artritis septik, trauma (hemartroses), dan artritis yang diinduksi kristal (seperti asam urat). Beberapa keadaan artritis kronik juga dapat menyebabkan inflamasi akut sendi (artritis reumatoid), tetapi keadaan tersebut baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan artritis akut.

4. Pola sendi yang terlibat. Apakah sendi yang terlibat simetris, meliputi sendi besar (bahu, panggul, lutut) atau sendi kecil (pergelangan tangan, MCP,PIP,DIP,MTP) serta berapa jumlah sendi yang terlibat akan membatu dalam pendekatan diagnosis suatu penyakit reumatik. Monoartikular jika melibatkan 1 sendi, oligoartikular melibatkan 2-4 sendi sedangkan poliartikular jika 5 atau lebih sendi terlibat. Apakah melibatkan tulang belakang atau sendi sakroiliaka dan sendi kostokondral, perlu mendapat perhatian. 5. Tanda atau gejala sistemik
Penyakit reumatik Artritis reumatoid Manifestasi ekstra-artikular yang sering ditemukan Mata dan mulut kering, skleritis, nodul reumatoid, pleuritis Penyakit kolagen Rambut rontok, tukak di mulut, mata dan mulut kering, * eritema malar, fotosensitivitas, pleuritis, perikarditis, fenomena Raynauds, sklerodaktili, dismotilitas esophagus. Spondiloatropati Psoriasis, kuku psoriatik, inflammatory bowel disease seronegatif (IBD), konjuntivitis, uretritis, servisitis, Gout Tofus Fibromialgia Irritable bowel syndrome (IBS) Irritable bladder syndrome, depresi, parestesia

Intensitas nyeri biasanya diukur dengan skala, dimana sudah ada beberapa yang dianggap valid dan bisa diandalkan dalam praktek klinis, ada pula skala nyeri yang telah disusun dan divalidasi, termasuk diantaranya AIMS (Arthritis Impact Measure Scale) dan McGill questionnaire. Nyeri pada Artritis Reumatoid, biasanya dimulai pada satu sendi atau di jaringan periartikular; gejala memburuk untuk beberapa jam hingga

hingga beberapa hari dan biasanya berhubungan dengan swelling dan eritema. Lalu gejala mereda, tidak meninggalkan residual. Sementara pada fase intercritical biasanya asimptomatik. Nyeri pada gout dimulai dengan serangan akut nyeri berat dimana biasanya bersifat monoartikular dan berhubungan dengan beberapa gejala konstitusional. Kemudian serangan dapat bersifat poliartikular dan disertai demam. Durasi serangan bervariasi namun terbatas waktu. Seiring waktu, interval serangan memendek, durasi lebih lama dan akhirnya tak terselesaikan. Nyeri pada Osteoartritis, sangat khas dimana nyeri memburuk ketika beraktivitas dan mereda ketika diistirahatkan. Nyeri mulai dirasakan dalam beberapa menit setelah memulai aktivitas dan dapat bertahan selama beberapa jam setelah aktivitas dihentikan. Nyeri pada osteoartritis tidak berkorelasi langsung dengan kerusakan sendi yang tampak pada gambaran radiologis Nyeri pada Ankylosing Spondylitis, Nyeri AS berawal di regio gluteal, bersifat tumpul dan sulit ditentukan lokasinya, dan onsetnya tidak jelas. Nyeri bisa sangat berat pada tahap awal penyakit, lokasi di sendi sacroiliaka namun terkadang menjalar ke krista iliaka, atau trochanter mayor hingga dorsal femur. Nyeri dapat terpresipitasi bahkan oleh aktivitas ringan seperti batuk, bersin dan jika melakukan gerakan-gerakan yang tiba-tiba memutar punggung. Walaupun nyeri sering bersifat unilateral atau intermiten dalam beberpa bulan, biasanya menjadi persisten dan bilateral, lalu daerah lower lumbal menjadi kaku dan nyeri. Nyeri dikarakteristikkan dengan perasaan low back stiffness yang memburuk di pagi hari dan membangunkan pasien dari tidurnya, umumnya pada separuh akhir malam. Dirasakan berkurang ketika diterapi oleh panas, program latihan ataupun aktivitas fisik. JIka melibatkan vertebra thorakal, dapat menimbulkan gejala nyeri dada yang terinisiasi oleh batuk atau bersin, sehingga kadang-kadang diduga nyeri pleuritik. Pengelolaan Nyeri Terlebih dahulu harus cermat mengetahui apakah nyeri reumatik itu disebabkan oleh inflamasi atau noninflamasi. -Tujuan: Pengelolaan nyeri dalam bidang reumatologi bertujuan untuk mencapai kualitas hidup yang baik, bebas dari rasa nyeri dan bebas dari komplikasi

lebih jauh akibat nyeri dengan cara tidak hanya menekan rasa nyerinya namun juga menghilangkan penyebabnya. -Pilar Pengelolaan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan nyeri dalam bidang reumatologi adalah : 1 1. Bedakan intensitas nyeri dari masing-masing penyakit. 2 2. Pastikan jenis nyeri yang terjadi 3 3. Pastikan lokasi dan sumber nyerinya (intra artikuler, periartikuler atau ekstra artikuler) 4. Cari apakah ada penyakit penyerta. 5. Ambillah keputusan apakah obat-obatan akan diberikan terus menerus atau episodik. -Edukasi. Penatalaksanaan penyakit reumatik merupakan suatu upaya jangka panjang yang memerlukan pengertian dan kerjasama antar dokter, penderita maupun keluarga. Edukasi menjadi bagian penting dalam pengelolaan nyeri akibat penyakit reumatik. Edukasi ini bisa meliputi pengetahuan tentang penyakit reumatik khususnya yang diderita oleh pasien tersebut, pantanganpantangan baik aktifitas, makanan, pengaruh lingkungan dan juga sebaliknya hal-hal yang dianjurkan untuk mendukung kesembuhan pasien, cara minum obat yang benar, interaksi obat dan kesiapan mental pasien dan keluarganya untuk menjadikan nyeri sebagai teman hidupnya jika harus hidup dengan nyeri kronik residif yang sulit ditangani -Terapi Non Farmakologi Istirahat : Latihan : Latihan aktif :. Latihan penguatan (strenghtening) : Latihan ketahanan (endurance) Peregangan (stretching) : Terapi akuatik (air), Rekreasional Dengan modalitas : Physical treatment dengan modalitas pemanasan, kompres dingin, stimulasi elektrik bias diberkan pada pasien artritis. Modalitas suhu seperti paraffin, kompres panas maupun dingin. Shortwave diathermy (SWD), low

laser therapy dapat meredakan nyeri dan mengurangi kekakuan di kaki, lutut dan tangan penderita RA serta lutut pada penderita OA genu. Terapi ortotik : Psikoterapi Penanganan farmakologis Dilakukan dengan assessment individual, dengan memperhitungkan derajat nyeri dan kondisi pasien itu sendiri, termasuk komorbid, rute pemberian pun harus diperhitungkan (topical, oral, injeksi). 1. Analgetik Analgetik dibedakan menjadi 2 golongan yaitu non-opioid dan opioid. 1.1Analgetik non opioid Yang termasuk dalam golongan ini adalah acetaminophen, biasanya diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri yang tidak terlalu berat. 1.2Analgetik opioid Yang termasuk dalam golongan ini adalah tramadol, kodein, morfin. Penggunaan obat-obatan ini dilakukan secara IM atau IV, walau tramadol memiliki sediaan oral, obat-obat ini diindikasikan apabila nyeri yang dirasakan bersifat akut dan berat 2. Anti Inflamasi Sebagian besar nyeri yang terjadi pada pasien reumatik dikarenakan inflamasi, maka obat anti inflamasi sering diberikan 2.1Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) NSAIDs yang dipergunakan dari golongan COX-1 dan COX-2 selective. Penggunaan OAINS ini harus hati-hati, karena beberapa OAINS dapat menimbulkan perdarahan gastrointestinal. 2.2Kortikosteroid Terdapat 2 cara pemberian kortikosteroid, yaitu oral dan injeksi. Pemberian injeksi dilakukan secara artikular, dengan dosis sesuai besarnya sendi diberikan hanya bila terjadi urgensi untuk mengatasi nyeri pada keadaan tertentu. Pada penyakit reumatik otoimun pemberian steroid dibutuhkan untuk mengendalikan inflamasi sistemik, sedangkan pada jenis reumatik lainnya seperti OA tidak diperlukan pemberian steroid sistemik. 3. Diseases Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD) Pemberian Diseases Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD) seperti klorokuin, hidroksi klorokuin, sulfasalasin, metotrexat,

azathioprine, siklofosfamid, siklosporin, garam emas, leflunomide dan anti tumor necrosis factor (TNF) bertujuan menekan proses awal terjadinya inflamasi khususnya pada penyakit reumatik autoimun seperti artritis reumatoid. 4. Hyaluronan Injeksi intra artikuler dengan hyaluronan juga mengurangi proses inflamasi di dalam sendi. Ada bukti-bukti bahwa hyaluronan mempunyai aktifitas anti inflamasi selain sebagai lubrikan sendi. 5. Analgetik Ajuvan: Relaksan otot, Psikotropika dan Anti konvulsan Relaksan otot seperti tizanidine, esperison, karisprodol, siklobenzaprin, klorzoxazon, metaxolon, metokarbamol dan orpenedrin sitrat bermanfaat untuk nyeri nosiseptik yang disertai oleh spasme otot. Analgetika ajuvan (trisiklik antidepresan) efektif untuk mengurangi nyeri neuropatik. Yang biasa digunakan adalah amitriptiline, klomipramine, desipramine, doxepin, imipramine dan nortriptiline. Analgetika ajuvan selayaknya dipergunakan jika klinisi mencurigai pasien reumatik mengalami depresi yang menyebabkan nyerinya bertambah. Anti konvulsan seperti karbamasepin bermanfaat untuk nyeri neuropatik. Gabapentin sangat bermanfaat untuk nyeri kronik seperti fibromyalgia, related syndromes dan berbagai jenis nyeri neuropatik Tindakan Operatif: Operasi menjadi salah satu pilihan ketika berbagai usaha di atas tidak memberikan hasil yang memuaskan atau dari awal sudah diprediksi bahwa operasai merupakan indikasi yang paling tepat. Tindakan ini bisa bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan penderitaan pasienPengobatan komplementer Obat-obatan seperti jamu, obat gosok dan lain-lain serta cara pengobatan seperti pijat, pengobat tradisional, akupuntur, prana dan lainlain telah lama ada di Indonesia dan banyak masyarakat yang mendapat manfaatnya. Kewaspadaan dari masyarakat perlu dijaga agar bisa menekan efek samping dari terapi ini misalnya jamu yang diminum jangan sampai dicampur dengan berbagai zat lain yang berbahaya meskipun tampak ampuh dalam mengurangi gejala reumatik. Pustaka

1. James H, Newman SP, Non-pharmacologic pain management in Hocberg

MC.Editor.in Rheumatology. 5th ed. Philadelphia. Elsevier.2011 2. Merskey, H., 1994 Classification of Chronic Pain. Description of Chronic Pain Syndromes and Definitions of Pain Terms. International Association for The Study of Pain. Elsevier , New York 3. Kertia N: Kontroversi jenis nyeri pada penyakit reumatik. 2009 4. Winfield, 2001 Pain Management in Klippel,J.H., Crofford, L.J., Stone, J.H., Weyand, C.M (eds) Primer on The Rheumatic Diseases 12th ed, pp.573-578. Arthritis Foundation., Georgia 5. Isbagio, H., 2003 Penatalaksanaan nyeri sebagai model pendekatan interdisiplin pada pasien geriatri dalam Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Nasional I PB PAPDI, 2003. Yogyakarta. 6. Indonesian Rheumatism Association., 2004 Panduan Pengelolaan Nyeri dan Inflamasi pada Berbagai Penyakit Reumatik, Jakarta. 7. Tulaar, D, Y. 1999 Terapi Fisik Pada Penyakit Reumatik dalam Achmad, H., Widodo, M, A., Arsana, P, M. (ed:) Preceeding Reumatologi Menyongsong Millenium ke-3, Konferensi kerja VI Ikatan Reumatologi Indonesia, Malang 8. Buckwalter, J.A., Ballard, W.T., 2001 Operative Treatment of Arthritis in Klippel,J.H., Crofford, L.J., Stone, J.H., Weyand, C.M (eds) Primer on The Rheumatic Diseases 12th ed, pp.613-623. Arthritis Foundation., Georgia. 9. Isbagyo H, Setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi 4. Jakarta. Pusat penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. 2006:1149-1156 10. Navarra SV, ARMS: Applied Rheumatology Made Simple, 2nd edition. Manila. Arthritis Care and Research Foundation of the Philippines. 2007 11. Robinson DB, Gabalawy HS. Evaluation of the patient. History and Physical examination. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, Ehite PH. Editors. Primer on the Rheumatic disease. 13th ed. New York. Springer Science. 2008:6-14 12. ODell MW, Lin CD, Panagos A, Fung NQ. The physiatric history and physical examination. In:Braddom RL. Editor. In Physical medicine and rehabilitation. 3rd ed. Philadelphia. Saunders Elsevier. 2007:4-35

Anda mungkin juga menyukai