Penulis
DAFTAR ISI
BAB III
Daftar Pustaka..17
BAB I PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus kegawatdaruratan yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan organ, seperti otak, jantung, ginjal, dan hepar. Oleh karena itu diperlukan pendekatan diagnostik yang baik untuk menentukan kelainan organ yang mendasari penurunan kesadaran. Hal ini sangat penting bagi dokter pelayanan primer agar dapat menegakkan diagnosis dengan tepat dan memberikan tatalaksana yang sesuai bagi pasien. Makalah diskusi kasus ini dibuat dalam rangka menyajikan suatu kondisi yang berhubungan dengan topik penurunan kesadaran. Diharapkan melalui sajian kasus ini, mahasiswa dapat memiliki gambaran pendekatan diagnosis dan terapi pada pasien dengan penurunan kesadaran. Pendekatan diagnosis diarahkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yang tepat dan terarah.
I.
2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya (Padmosantjojo, 2000). Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh (Harris, 2004).
II.
penyebab penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE yaitu : a) b) S : Sirkulasi E : Ensefalitis Meliputi stroke dan penyakit jantung Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan. c) d) M : Metabolik E : Elektrolit Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. e) N : Neoplasma
5
Tumor otak baik primer maupun metastasis f) I : Intoksikasi Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadaran g) T : Trauma Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. h) E : Epilepsi Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran. (Harsono , 1996)
III.
Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
Abses otak
IV.
Pasien akan mengalami gangguan pada fungsi kesadaran, pernafasan dan aliran darah ke otak menurun. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi kesadarannya maka akan terjadi penurunan tingkat kesadaran, hal tersebut dapat mengakibatkan apatis sampai dengan koma. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi pernafasan salah satu akibatnya dapat menyebabkan penurunan kecepatan bernafas dan pola bernafas menjadi irregular. Apabila yang mengalami aliran darah maka aliran darah yang menuju ke otak menurun, suplai darah menjadi menurun, sehingga menyebabkan anemia dan Hb menjadi menurun, sehingga suplai O2 juga menurun dan terjadi hipoksia. Selain itu, gangguan yang terjadi pada batang otak juga akan mengalami kompensasi intracranial yang gagal sehingga terjadi peningkatan TIK (Tekanan Intra kranial). Dengan gejala sakit kepala hebat, mual dan papil edema.
V.
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik. B. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan / Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata: E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri E2 membuka mata dengan rangsang nyeri E3 membuka mata dengan rangsang suara E4 membuka mata spontan Motorik: M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran M6 reaksi motorik sesuai perintah Verbal: V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none) V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds) V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
8
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused) V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated) Interpretasi hasil penghitungan GCS : Compos Mentis : 14 - 15 Somnolen : 11 - 12 Stupor / Sopor : 8 - 10 Koma : < 5
VI.
Pemeriksaan kulit
9
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit. Kepala Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur. Leher Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas, kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).
Toraks / abdomen dan ekstremitas
Perhatikan ada tidaknya fraktur. Pemeriksaan fisik neurologis Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik. Umum 1. Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma 2. Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral
3. Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama
(aktivitas seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama). Level kesadaran Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. 1. Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma) 2. Kuantitatif (menggunakan GCS) Pupil Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya 1. Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-), dicurigai suatu koma metabolik
2. Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal. 10
kolinergik.
4. Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi. 5. Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi
Refleks okulo vestibuler Refleks kornea Refleks muntah Respons motorik Refleks fisiologik dan patologik Menilai reflek-reflek patologis : a) Reflek Babinsky Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar b) Reflek Kremaster : Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa. Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati, faal ginjal dan elektrolit. Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung. Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG, foto toraks dan foto kepala.
11
VII.
Perdarahan :
Abses/epiema subdural :
B. Extrakranial
12
Hipertensi Enchelopati :
Metabolic
Hipoglikemi :
Ketoasidosis diabetic : 13
Trauma
VIII.
Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu umum dan khusus. Umum Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang meningkat.
Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah. Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan elektrokardiogram (EKG). Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
mmHg. Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 1020 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam. Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam. Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi. Pengobatan khusus tanpa herniasi Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
15
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan perdarahan subarakhnoid.
16
1. Harsono.1996.Kapita Selekta Neurologi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press 2. Doengoes, Marilynn, dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S.EGC:Jakarta 3. Batubara, AS. 1992. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK USU. Hal 85-87. 4. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7 5. Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK. Hal.81
6. Greenberg, MS. 2001. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed. Thieme. NY. Hal
119-123
17