Anda di halaman 1dari 45

MODUL I

PENGUKURAN KARAKTERISTIK STATIK DARI SENSOR DISPLACEMENT,


RANGKAIAN PEMBAGI TEGANGAN DAN DISPLAY (MULTIMETER)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan nilai-nilai karakteristik statik pengukuran, yaitu range, span,
sensitivitas, histerisis, dan non-linearitas.
2. Menganalisis pengaruh efek lingkungan terhadap karakteristik statik sistem
pengukuran.

B. TEORI DASAR
1. Karakteristik Statik
Karakteristik statik adalah sifat sebuah instrumen yang tidak bergantung pada waktu.
Beberapa karakteristik statik instrumen yang sering digunakan adalah :
- Range dan Span
Range menyatakan jangkauan pengukuran sebuah insturmen. Sedangkan span adalah
selisih nilai maksimum dan minimum yang dapat diukur oleh alat. Contoh:
termometer memiliki range - 0,5 sampai + 40,5 C, subdivision 0,1C, artinya kisaran
pengukuran 0,5 sampai 40,5C, skala interval 0,1C.
- Linieritas
Pengukuran yang ideal adalah jika hubungan antara input pengukuran (nilai
sesungguhnya) dengan output pengukuran (nilai yang ditunjukkan alat ukur) adalah
berbanding lurus, dan dinyatakan dalam persamaan garis sebagai berikut:
O
ideal
= KI + a
dengan K adalah kemiringan garis =
min max
min max
I I
O O


a adalah pembuat nol (zero bias) = O
min
- KI
min
Jika sebuah instrumen memiliki hubungan input-output tidak berupa garis lurus,
penyimpangan dari garis lurus tersebut dikenal sebagai nonlinieritas. Seringkali
nonlinieritas dinyatakan dalam nonlinieritas maksimum dalam bentuk prosentase
skala penuh, yaitu:
| |
% 100

min max
max
O O
a KI O
N

+
=

Sebuah alat ukur mempunyai nonlinieritas 1 % jika kurva hubungan input dan output
berkelok menyimpang 1%. Bentuk nonlinieritas dapat berupa parabola, berkelok,
lengkung dan sebagainya. Control valve linier pada 40 75 % bukaan, artinya
hubungan sinyal input dengan aliran (flow) yang melalui control valve linier pada 40
75 %.

Gambar 1. Linieritas dan Nonlinieritas
- Sensitivitas menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang
diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan
perubahan keluaran dibandingkan unit perubahan masukan yaitu AO/AI. Untuk
elemen linear dO/dI sama dengan slope atau gradien K dari garis linear. Sedangkan
untuk elemen non-linear dO/d I= K+ dO/dI. Dapat dilihat pada Gambar 2. Beberapa
sensor panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan satu volt per
derajat, yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan
perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas lainnya dapat saja memiliki
kepekaan dua volt per derajat, yang berarti memiliki kepakaan dua kali dari sensor
yang pertama. Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila
tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama (konstan) untuk jangkauan
pengukuran keseluruhan, yaitu sama dengan kemiringan garis.

Gambar 2. Sensitivitas Termocouple.
- Histerisis
Histeresis menunjukkan perbedaan nilai output pembacaan saat menggunakan nilai
input naik (dari rendah ke tinggi), dengan nilai output pembacaan saat menggunakan
nilai input turun (dari tinggi ke rendah). Histeresis biasanya dinyatakan dalam
histeresis maksimum dalam bentuk prosentase skala penuh, yaitu:
% 100

min max
O O
O O
H
I I

=
| +

Contoh : Suatu termometer digunakan untuk mengukur 60C, akan menunjukkan
angka yang berbeda jika sebelumnya digunakan untuk mengukur fluida 20C dengan
jika sebelumnya digunakan untuk mengukur fluida 100C.

Gambar 3. Histeresis
- Efek Lingkungan
Secara umum, output (O) tidak bergantung hanya pada sinyal input (I) tetapi
juga bergantung pada input dari lingkungan seperti suhu, tekanan atmosfer,
kelembaban, tegangan suplai, dan sebagainya. Ada dua tipe input dari lingkungan,
yaitu modifying input dan interfering input.
Modifying input I
M
menyebabkan sensitivitas linear sistem berubah. K adalah
sensitivitas pada kondisi standar kelika I
M
= 0. Jika input diubah dari nilai standar,
maka I
M
mengalami penyimpangan dari kondisi standar. Sensitivitas berubah dari K
menjadi K+ K
M
I
M
, dimana K
M
adalah perubahan kepekaan terhadap perubahan unit
I
M
. Gambar 4 (a) menunjukkan efek dari modifikasi suhu sekitar pada elemen linier.
Interfering input I
I
menyebabkan zero bias berubah. a adalah zero bias pada
kondisi standar ketika I
I
= 0. Jika input diubah dari nilai standar, maka I
I
mengalami
penyimpangan dari kondisi standar. Zero bias berubah dari a menjadi a+ K
I
I
I
,
dimana K
I
adalah perubahan zero bias untuk unit perubahan di I
I.
Gambar 4 (b)
menunjukkan efek dari gangguan suhu sekitar pada elemen linier.

Dengan demikian










Gambar 4. (a) Modifying dan (b) Interfering Input

2. Pengkondisian Sinyal
Pada teknik pengukuran, signal conditioning atau pengkondisian sinyal berarti
memanipulasi suatu sinyal agar sinyal tersebut memiliki karakteristik yang sesuai
dengan kebutuhan proses selanjutnya. Beberapa contoh pengkondisian sinyal yang
dapat dibuat menggunakan rangkaian pasif sederhana antara lain: pembagi tegangan
(voltage divider). Rangkaian ini sering digunakan untuk aplikasi elektronika praktis,
antara lain untuk mendapatkan tegangan sesuai dengan yang kita inginkan, dan juga
untuk aplikasi sensor. Rangkaian ini terdiri dari dua buah resistor yang dirangkai
seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Rangkaian pembagi tegangan
Tegangan keluaran (V
out
) dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:
in out
V
R R
R
V .
1 2
2
+
=

Dimana V
out
adalah tegangan keluaran, V
in
adalah tegangan masukan, dan R
adalah nilai resistansi dari resistor. Dari persamaan tersebut, maka kita bisa
menentukan tegangan keluaran yang diinginkan dengan cara mengubah-ubah nilai
kombinasi R
1
dengan R
2
.
C. PERALATAN DAN KOMPONEN PERCOBAAN
1. Hambatan Geser
2. Multimeter
3. Baterai 6V
4. Resistor
5. Kabel tunggal
6. Breadboard
7. Penggaris skala millimeter

D. LANGKAH PERCOBAAN
- Percobaan 1 :
1. Persiapkan alat dan rangkai seperti Gambar 5.
2. Tentukan nilai R1 (sesuai ketentuan asisten) dan nilai Vin sebesar 6V.
3. Ukur Vin dari baterai menggunakan multimeter.
4. Hubungkan kaki potensiometer ke multimeter dengan penunjukan hambatan.
5. Berikan pergeseran sebesar x cm (dengan x sesuai dengan ketentuan asisten)
dengan pergeseran naik.
6. Lihat dan catat besar hambatan pada keadaan x cm tersebut.
7. Catat Vout (tegangan keluaran) rangkaian tertutup Gambar 5 dengan menggunakan
multimeter.
8. Ulangi langkah 1 s.d. 6 dengan pergeseran sebesar x cm (dengan x sesuai dengan
ketentuan asisten) hingga diperoleh 10 data.
9. Isi Tabel 1 dengan data yang telah anda peroleh dari langkah no. 4 s.d. no. 6.
10. Ulangi langkah no. 1 s.d. no. 6 dengan pergeseran turrun dan menggunakan x
yang sama.
11. Isi Tabel 2 dengan data yang telah anda peroleh dari langkah no. 9.
12. Buat grafik hubungan antara:
a.x - O
b.O - Vout
Tabel 1 (Pergeseran naik)

Tabel 2 (Pergeseran turun)
- Percobaan 2 :
1. Lakukan kangkah-langkah no. 1 s.d. no. 7 pada Percobaan 1 dengan mengganti
nilai Vin sebesar 4,5 Volt.
2. Isi Tabel 3 dengan data yang anda peroleh dari langkah no. 1
3. Buat grafik hubungan x dengan Vout.

Tabel 3 Percobaan Pembagi Tegangan
Vin = volt
R1 = Kohm


No x (cm) Hambatan (ohm) Vout (V)






No Displacement (x) naik Vout (volt) Displacement (x) turun Vout(volt)






No x (cm) Hambatan (ohm) Vout (V)






E. ANALISIS PERCOBAAN
1. Lakukan perhitungan range input dan output, span, linieritas, nonlinieritas dan
histeresis dari data percobaan yang telah anda peroleh (Percobaan 1).
2. Buatlah analisis tentang pengaruh karakteristik statik elemen (Percobaan 1)
dengan karakteristik statik sistem pengukuran displacement.
3. Buatlah analisis tentang pengaruh lingkungan (berupa perubahan tegangan
suplai) terhadap karakteristik statik sistem pengukuran, dengan menghitung
nilai K
M
dan K
I
(Percobaan 2).

4. Simpulkan percobaan ini.
5. Ambil satu benda (sesuai ketentuan asisten) kemudian ukur dimensi (panjang,
lebar atau tinggi benda) menggunakan hambatan geser. Tanpa penggaris atau
alat ukur sejenisnya, tentukan dimensi (panjang, lebar atau tinggi) dari benda
yang diukur.
6. Buat laporan resmi percobaan.










MODUL II
PENGUKURAN KARAKTERISTIK DINAMIK TERMOMETER

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami karakteristik dinamik dari suatu alat ukur.
2. Menentukan hubungan input dan output sebagai fungsi waktu.

B. DASAR TEORI
Karakteristik dinamik dari sebuah alat ukur menggambarkan perilakunya
antara waktu yang terukur dengan perubahan nilai dan waktu ketika instrument output
mencapai nilai stabil. Seperti dengan karakteristik statis, nilai-nilai untuk karakteristik
dinamis dikutip dalam lembaran instrumen data hanya berlaku pada saat instrumen
yang digunakan dalam kondisi lingkungan tertentu. Dalam setiap sistem, pengukuran
linier invarian waktu, persamaan umum yang dapat ditulis antara input dan output
untuk waktu t > 0:

dimana qi adalah jumlah yang diukur,

adalah output dan

...

adalah sebuah
konstanta output,

...

adalah konstanta yang terukur. Jika kita membatasi


pertimbangan bahwa perubahan dalam kuantitas saja yang diukur , maka persamaan
(2.1) tereduksi menjadi:

penyederhanaan lebih lanjut dapat dilakukan dengan mengambil kasus-kasus khusus
tertentu dari persamaan (2.2), yang secara kolektif berlaku untuk hampir semua sistem
pengukuran.
Instrument Orde Nol
Jika semua koefisien

...

, yang lain dari

dalam persamaan (2.2) diasumsikan


nol, maka:

dimana K adalah sebuah konstanta yang dikenal sebagai sensitivitas instrumen
sebagaimana didefinisikan sebelumnya. Setiap instrumen yang berperilaku sesuai
dengan persamaan (2.3) dikatakan jenis dari orde nol. Setelah perubahan langkah
dalam kuantitas diukur pada waktu t, output segera bergerak ke nilai baru pada saat
yang sama dengan t. Sebagai contoh, sebuah potensiometer yang mengukur gerak, di
mana perubahan tegangan output bergantung pada slider tersebut dipindahkan
sepanjang jalur potensiometer.
Instrument Orde Satu
Jika semua koefisien

...

, kecuali

diasumsikan nol dalam persamaan (2.2)


maka:

Setiap instrumen yang berperilaku sesuai dengan persamaan (2.4) dikenal sebagai
instrument orde pertama. Jika d / dt digantikan oleh operator D dalam persamaan
(2.4), kita mendapatkan:


Gambar 2.1 Respon output orde 0

Mendefinisikan K b0/a0 sebagai sensitivitas statis dan D a1/a0 sebagai waktu konstan
sistem, persamaan (2.5) menjadi:



Jika persamaan (2.6) diselesaikan secara analitik, kuantitas output

dalam
menanggapi setiap perubahan

pada waktu t bervariasi dengan waktu dengan cara


yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Berdasarkan gambar 2.2, konstanta waktu adalah waktu yang dibutuhkan ketika
respon dinamik ouput bernilai 63% dari perubahan output saat kondisi mantap.


Gambar 2.2 Respon output orde 1
Instrument Orde Dua
Jika semua koefisien a3. . . yang lain dari a0, a1 dan a2 dalam persamaan (2.2)
diasumsikan nol, maka kita mendapatkan:

Dengan menggunakan operator D, maka akan didapatkan :

Hal ini mudah untuk kembali mengungkapkan variabel a0, a1, a2 dan B0 dalam
persamaan (2.8) dalam hal tiga parameter K (sensitivitas statis), (undamped
frekuensi alam) dan (redaman rasio), di mana:

Ini adalah persamaan standar untuk sistem orde dua dan instrumen yang responnya
dapat dijelaskan dengan persamaat tersebut dikenal sebagai instrument orde 2. Jika
persamaan (2,9) diselesaikan secara analitis, bentuk dari respon yang diperoleh
tergantung pada nilai rasio redaman. Respon output dari alat orde dua untuk berbagai
nilai dan perubahan nilai dari jumlah yang diukur pada waktu t diperlihatkan pada
Gambar 2.3. Untuk kasus (A) di mana D=0, tidak ada redaman dan output instrumen
amplitudo berosilasi konstan jika terganggu oleh perubahan dalam besaran fisis yang
diukur. Untuk D=0,2, diwakili dengan kasus (B), respon terhadap perubahan input
masih berosilasi namun osilasi berangsur-angsur mereda. Untuk kurva (C) dan (D)
overshoot masih lebih, dan akhirnya respon menjadi sangat overdamped seperti yang
ditunjukkan oleh kurva (E) di mana output perlahan-lahan menuju bacaan yang benar.
Jelas, kurva respons ekstrem (A) dan (E) adalah sangat tidak cocok untuk setiap alat
ukur. Jika instrumen itu mengalami perubahan inputan, maka strategi desain akan
menuju ke arah rasio redaman 0,707, yang memberikan respon kritis teredam (C).

Gambar 2.3 Respon output orde 2

C. PERALATAN DAN KOMPONEN PERCOBAAN
1. Termometer raksa
2. Termometer Digital
3. Heater/pemanas air
4. Air
5. Stop watch/Timer

D. LANGKAH PERCOBAAN
1. Ukurlah suhu ruang saat percobaan
2. Panaskan air dalam wadah dengan heater hingga mencapai suhu yang ditentukan
yaitu T
0
C (sesuai ketentuan asisten).
3. Lakukan pembagian tugas pada setiap anggota kelompok praktikum sebagai
berikut:
- Pengamat temperatur
- Pemegang stopwatch
- Pencatat data
- Pengendali temperatur dengan heater
Lakukan simulasi dengan dibantu oleh asisten.
4. Gunakan termometer digital untuk menjaga temperatur air tetap pada T
0
C dengan
menggunakan heater secara manual
5. Pada saat temperatur air telah mencapai T
0
C, celupkan segera termomoter raksa
ke dalam wadah air dan catat penunjukan temperatur pada termometer raksa
setiap 20 detik hingga penunjukan mantap di nilai T
0
C
6. Setelah kondisi mantap tercapai, cabut termomter raksa segera dan catat
penunjukan temperatur pada termometer raksa setiap 20 detik hingga penunjukan
mantap di nilai suhu ruang
7. Isi tabel percobaan seperti yang tercantum pada tabel 1.
8. Perhitungan eror dinamik pada saat termometer raksa berada di air adalah :
9. eror = T T terukur
10. Perhitungan eror dinamik pada saat termometer raksa berada di udara adalah :
11. eror = Truang T terukur
12. Buat grafik berdasarkan data tersebut.

Tabel Data Pengukuran Suhu
No
Time
(detik)
Temperatur (
0
C) Eror dinamik
1 0 Suhu ruang 0
2 20
3 40
4 60
5 .. (jika sudah steady, cabut
thermometer dan ukur
suhunya di udara)

6
7
8
9 Dst. Sampai kembali pada
suhu ruang


E. ANALISIS PERCOBAAN
1. Buatlah analisis tentang karakteristik dinamis instrumen berdasarkan data yang
anda peroleh.
2. Tentukan konstanta waktu dari sensor termometer raksa berdasarkan data yang
anda peroleh.
3. Simpulkan percobaan ini.
4. Buat laporan resmi percobaan.





KALIBRASI

A. LATAR BELAKANG
Dalam perkembangan dunia industri yang semakin maju seperti sekarang ini,
persaingan usaha dan pasar merupakan perhatian utama apabila kita ingin tetap bertahan.
Salah satu jalan yang harus ditempuh ialah dengan cara menjaga dan meningkatkan
mutu (quality ) dari produk atau jasa yang kita tawarkan. Industri yang tetap eksis adalah
industri yang memiliki kemampuan menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul,
menjaga kualitas produk dan selalu mengupayakan inovasi teknologi baru. Agar industri
dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul di industri perlu ketersediaan
peralatan pendukung (instrument) yang sekaligus ditunjang oleh SDM yang mampu
mengoperasikan instrumen dengan baik dan tepat. Sehingga penggunaan instrumen dan
peralatan lainnya dapat berfungsi secara efektif dan efisien.
Jurusan Teknik Fisika FTI ITS , sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi
terkemuka ingin menjawab tantangan masa depan terkait dengan teknologi instrumentasi
di industri, yakni dengan mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi teknis
dalam penguasaan berbagai macam instrumentasi yang ada di industri, baik dalam hal
operational, pemeliharaan dan perbaikan. terkait dengan pemeliharaan, salah satu faktor
penting yang harus dipahami adalah tentang kehandalan sebuah instrumen, yang mana
kehandalan ini sangat erat hubungannya dengan tingkat akurasi atau ketelitian instrumen
tersebut. salah satu teknik yang digunakan untuk mengetahui dan memperbaiki akurasi
dari sebuah instrumen adalah dengan melakukan kalibrasi secara teratur. kalibrasi yang
benar dan memenuhi standar sangat diperlukan untuk bisa menjamin bahwa sebuah
peralatan layak untuk dipakai. Oleh karena itu pengetahuan akan kalibrasi ini sangat
dibutuhkan terutama untuk menunjang keahlian para mahasiswa dalam proses
pemeliharaan sebuah peralatan / instrumen.

B. TUJUAN
Tujuan dari praktikum sistem pengukuran dan kalibrasi ini adalah agar para
mahasiswa menguasai prosedur dan metode pengukuran serta kalibrasi yang sesuai
dengan standar nasional (SNI 19-17025 )


C. KOMPETENSI
Setelah mengikuti praktikum ini, diharapkan mahasiswa:
- mengetahui prosedur pengukuran dan kalibrasi yang benar
- mampu melakukan kalibrasi internal
- membuat sertifikat kalibrasi

D. MATERI PRAKTIKUM
TEORI KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN DAN KALIBRASI

STUDI KASUS
Seorang perawat Sebuah RS sedang mengukur suhu badan salah seorang pasiennya
dengan menggunakan sebuah termometer gelas yang cukup teliti dan hasilnya 39,4
o
C.
sesaat dia tidak segera mencatatnya pada buku laporan kerja karena merasa sedikit ragu
dengan hasil pengukurannya , sebab suhu tersebu relatif tinggi bagi pasien tersebut, dia
memutuskan untuk melakukan pengukuran lagi dan hasilnya malah membuat dia
bingung, yaitu 39,6
o
C. karena bingung campur penasaran dia melakukan sekali lagi
pengukuran dengan maksud memastikan apakah hasil pengukuran yang pertama atau
kedua yang akan diambil, dan ternyata pengukuran ke 3 adalah 39,5 C. Akhirnya dia
memutuskan untuk mencoba dan mencoba lagi pengukurannya hingga 10 kali dengan
harapan akan mendapatkan hasil terbanyak pada nilai tertentu dan nilai itulah yang akan
diambil. Karena dia yakin bahwa nilai yang didapat tidak akan jauh dari sekitar nilai 39
C, dan nilai terbanyak yang keluar tersebut bagi dia cukup beralasan untuk diambil
karena sudah mewakili dari serangkaian proses pengukurannya. Dan dia tetap yakin
seyakin-yakinnya bahwa dia tidak bisa memastikan diantara ke 10 hasil pengukuran
tersebut mana yang menunjukkan nilai sebenarnya. Dia hanya mendapatkan nilai
terbaiknya saja.
Hasil pengukuran dia selengkapnya adalah sbb:
39,4
o
C
39,6
o
C
39,5
o
C
39,4
o
C
39, 4
o
C
39,5
o
C
39,4
o
C
39,4
o
C
39,5
o
C
39,4
o
C
Rata rata : 39,45
o
C

DEFINISI DAN GAMBARAN UMUM
Dari gambaran kasus diatas jelas terlihat bahwa untuk mendapatkan atau menentukan
nilai sebenarnya dari suatu hasil pengukuran adalah tidak mungkin, yang memungkinkan
dari hasil pengukuran dan yang dapat kita laporkan adalah nlai terbaiknya saja yaitu
yang diwakili oleh nilai rata-ratanya.
Jadi pada kasus diatas pasien yang bersangkutan mempunyai suhu badan 39,45
o
C,
hasil tersebut sudah sangat mewakili dan sudah mendaptkan hasil yang terbaik untuk
menyatakan suhu sang pasien tresebut. Walaupun suhu sebenarnya dari sang pasien
tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti, yang jelas ada si sekitar nilai 39,45
o
C dan
disekitar kurang / lebih berapa ?, itulah yang disebut dengan ketidakpastian. Misalnya
kurang lebih + X
o
C, maka nilai sebenarnya dari paien tersebut akan berada ( jatuh )
pada daerah nilai suhu 39,45 X)
o
C hingga (39,45 + X )
o
C. Jika datanya tunggal, hanya
data tersebut diatas , maka nilai ketidakpastiannya dapat diwakili nilai standar
deviasinnya. Jadi pada data diatas ketidakpastiannya adalah:
+ 0.07071
o
C
dan diyakini bahwa nilai sebenarnya suhu pasien tersebut berada pada daerah 39,379
o
C
hingga 39,521
o
C (39,45 + 0.07071 )
o
C
selanjutnya seberapa yakin kita terhadap hasil tersebut diatas, yaitu bahwa nilai
sebenarnya betul betul akan berada pada rentang daerah tersebut, hal inilah yang disebut
dengan tingkat kepercayaan ( Confidence level). Misalnya kita menentukan tingkat
kepercayaan 95 %, ini berarti bahwa kemunkinan nilai sebenarnya akan berada ( jatuh )
pada lingkup daerah tersebut adalah 95 %. Sedang sisanya mungkin akan jatuh diluar
daerah tersebut.
Jadi ketidakpastian adalah : rentang nilai disekitar hasil pengukuran yang
didalamnya diharapkan terletak nilai sebenarnya dari besaran ukur.


o -U X o +U
U U

r

= Nilai rata-rata dari hasil pengukuran
o = Penyimpangan hasil pengukuran
U = Ketidakpastian hasil pengukuran
X = Nilai sebenarnya dari besaran ukur
ANALISA SUMBER SUMBER KETIDAKPASTIAN
Timbulnya ketidakpastian dalam pengukuran menunjukkan
ketidaksempurnaan manusia secara keseluruhan. Karenanya tidak ada kebenaran
mutlak didunia ini, karena yang benar mutlak hanyalah milik Allah SWT, manusia
hanyalah dapat memprediksi sesuatu pada tingkat terbaiknya saja.
Sumber-sumber ketidakpastian yang turut memberikan kontribusi selain ada pada diri
manusia sendiri sebagai pelakuk pengukuran / kalibrasi juga pada alat-alat bantu
(kalibrator ) yang digunakan untuk mengukur suhu pasien tersebut, juga resolusi
alatnya, pengaruh suhu lingkungan. Secara rinci dari sumber-sumber ketidakpastian
dapat digambarkan sebagai berikut:


Untuk mengevalusi masing- masing sumber ketidakpastian tersebut diperlukan
analisa dengan menggunakan metoda Statistik, yang disebut analisa type A, dan
menggunakan selain metode statistik yang disebut dengan Analisa type B. untuk lebih
jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:



Analisa Type A , ( Ua )
Pada tipe ini biasanya ditandai dengan adanya dat pengukuran, misalnya n kali
pengukuran, maka selanjutnya dari data tersebut, akan ditemukan nilai rata-ratanya,
standar deviasinya, dan atau repeatabilitynya. Bentuk kurva dari tipe ini adalah
sebaran Gauss. Rumus umum ketidakpatian untuk tipe A ini adalah:
Ua =
n
o
, dimana o = Standar Deviasi
Pada contoh sebelumnya dapat dihitung :
Untuk 10 kali pengambilan data ( n = 10)
Rata rata = 39,45
o
C
Sandar Deviasi = 0.07071
o
C
Ketidakpastian , Ua= 0.07071 / \ 10 = 0.0224 oC
Derajat Kebebasan, v= n-1 = 9 ( Rumus v = n-1)
Analisa type B, U
B

Pada analisa tipe ini akan digunakan selain metode statistik, sehingga dari contoh
diatas :
Sertifikat kalibrasi dari termometer gelas: misalnya 0,1
o
C.
Nilai ini sudah merupakan hsil dari ketidakpastian diperluas U
95
, karenanya harus
dicari terlebih dahulu ketidakpastian kombinasinya Uc, ( sebagai ketidakpastian
individual ) yaitu dengan membagi ketidakpastian tersebut dengan faktor cakupan k.
jika tidak ada pernyataan apapun maka dalam setiap laporan kalibrasi dianggap k =
2, untuk tingkat kepercayaan 95 %.
Namun jika kita menginginkan nilai k yang lebih optimis maka harus dicari terlebih
dahulu nilai derajat kebebasannya , v, yang selanjutnya akan ditemukan nilai k.
dalam pencarian nilai v, terlebih dahulu harus ditemukan nilai reliabilitynya ( R) dari
laboratorium pembei sertifikat termometer gelas tersebut, misalnya kita perkirakan
dengan nilai R = 10 %
Maka didapat:
V = (100 / 10 )
2

= 50 , ( Rumus, v = ( 100 / R)
2
)
pada tabel T-distribution didapat k = 2,01
maka nilai yang tepat untuk ketidakpastian kombinasi termometer gelas tersebut
adalah :
U
B1
= 0,1 / 2,01 = 0,0498
o
C
Untuk resolusi alat dibedakan atas Alat digital dan Analog.
Jika Alat digital : Ketidakpastian (u)
u = (1/2 resolusi ) / \3
untuk Alat analog : Ketidakpastian (u)
u = Readability / 2
Jika pada ilustrasi tersebut alat yang digunakan adalah termometer digital dengan
resolusi 0,1
o
C, maka:
U
B2
= (1/2 .0,1 ) / \3 = 0,0298
o
C

KETIDAKPASTIAN KOMBINASI , U
C

Selanjutnya dari semua sumber ketidakpastian tersebut diatas harus dikombinasikan /
digabungkan untuk memberikan gambaran menyeluruh ketidakpstian dari hasil
kalibrasi tersebut. Rumus umum ketidakpastian kombinasi adalah:
Uc =

+
2
B
2
a
) U ( ) U (
Atau secara umum :
Uc
2
= E(Ci.Ui)
2
Dimana ci = koefisien sensitifitas dariketidakpastian ke-I
Pada contoh diatas, karena pengukuran suhu hanya merupakan hasil pembacaan dari
suhu yang terlihat dari termometer gelas kemudian hasilnya dikoreksi dengan nilai
yang tercantum dalam sertifikat kalibrasinya, maka bila koefisien sensitifitas masing
masing adalah 1
Uc = [(1.(0,0224))
2
+(1.(0,0498))
2
+ (1.(0,0289))
2
+ (1.(0,058))
2
]
1/2
= 0,085
o
C
Koefisien Sensitifitas ( C
n
)
koefisien sensitifitas dalam sistem pengukuran tidak terlepas dari masalah korelasi
pengukuran , maksudnya bahwa setiap hasil pengukuran merupakan hasil korelasi
antara besaran masukan satu dengan yang lainnya , yang besarnya ditentukan dengan
derivatif. Turunan ( derivatif) hasil pengukuran tersebut dengan masing-masing
masukan itu pada bentuk / model pengukuran yang dilakukan. Atau dengan kata lain,
apabila didalam melakukan pengukuran sebuah besaran ukur tidak dilakukan
pengukuran secara langsung terhadap besaran tersebut ( misal untuk mengukur Arus ,
dilakukan pengukuran tegangan , jadi pengukuran tidak langsung ), maka sensitifitas
diperlukan dalam menghitung ketidakpastian kombinasinya, akan tetapi bila didalam
melakukan pengukuran tersebut besaran yang kita inginkan dapat diukur langsung
maka sensitifitasnya dinyatakan dengan
Rumus umum mencari koefisien sensitifitas adalah:
Pada pengukuran suhu diatas, adalah merupakan pembacaan (hasil pengukuran) +
koreksi :

Pengukuran suhu (T) = hasil + Koreksi (S)
Jadi koefisien sensitifitas hasil adalah derivatif T terhadap H;
C
H
= dT / dH = 1
Misal :
pada pengukuran luas ( A), yang merupakan hasil perkalian antara panjang (P ) dan
lebar (L), maka koefisien sensitifitas masing masing adalah:

A = P x L
C
P
= dA / dP = L
C
L
= dA / dL = P
KETIDAKPASTIAN DIPERLUAS
Dalam pelaporan ketidakpastian hasil pengukuran / kalibrasi yang dilaporkan adalah
ketidakpatian yang sudah dalam perluasan ( expanded ), sehingga hasil tersebut sangat
logis dalam kenyataan, selain itu dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 %,
seperti lazimnya dipakai dlam pelaporan pelaporan saat ini, lain halnya jika ada
pengecualian dengan mengambil tingkat kepercayaan tertentu. Rumus ketidakpastian
diperuas ( expanded uncertainty ) adalah:

U
95
= k U
c


Dimana: U95 = Ketidakpatian diperluas ( expanded Uncertainty )
K = Faktor cakupan ( caverage factor)
Uc = ketidakpastian kombinasi ( Combined uncertainty ) untuk mendapatkan
komponen komponen diatas, k dan uc diperlukan pemahaman dan pencarian faktor
lainnya, yaitu:

Derajat Kebebasan, v
Derajat kebebasan efektif dicari dengan dua cara, yaitu:
Jika data dipeoleh dari pengukuran berulang sebanyak n kali, maka derajat kebebsan
adalah:
V = n-1
Pada contoh diatas didapat 10 kali pengulangan pengukuran.
Maka :
v = 10 1= 9
Jika data merupakan hasil perkiraan atau estimasi dengan reliability ( R ), maka:
V = ( 100 / R)
2

dimana R dalam satuan persen (%)
Pada contoh diatas, resolusi alat adalah 0,1 oC, dalam hal ini batas kealahan mutlak adalah
x Resolusi , yaitu 0,05 oc, dimana dalam hal ini bentuk kurvanya adalah rectangular, maka
nilai ketidakpastiannya adalah 0,05 / \3 = 0,0289
o
C
Dengan estimasi reliabilitynya adalah 10 %, maka:
V = ( 100 / 10 )
2

= 50
Derajat Kebebasan effektif, V eff
Nilai faktor cakupan, k untuk perkalian ketidakpastian diperluas diatas didapat dari derajat
kebebasan effektif, Veff, dengan rumus:
Veff =
i
4
i i
4
c i
v
) U . C (
) U . C (

,
Dimana C
i
= koefisien Sensitifita pada Ketidakpastian Ke-I
U
c
= Ketidakpastian kombinasi / gabungan

Ui = ketidakpastian individual ke-I
Vi = Derajat Kebebasan pada ketidakpastian individual ke-I
Pada contoh diata , telah didapat ketidakpastian kombinasi,
U
C
= 0,085
o
C
U
A
= 0,0224
o
C, v = 9
U
B1
= 0.0498
o
C, v = 50
U
B2
= 0,0289
o
C, v = 50
U
B3
= 0,058
o
C, v =
Veff =
0
50
) 0289 , 0 (
50
) 0498 , 0 (
9
) 0224 , 0 (
) 085 , 0 (
4 4 4
4
+ + +
= 316,5

Pada tabel T-StudentsDistribution, didapatkan k = 1,96
Jadi ketidakpastian diperluas , U
95
= k. Uc
= 1,96 x 0,085 = 0,1666
= + 0,16
o
C
Jadi hasil lengkap pengukuran adalah (39,45 + 0,16)
o
C
Tingkat kepercayaan , U
95
Tingkat kepercayaan merupakan tingkatan keyakinan akan keberadaan nilai sebenarnya pada
suatu tindak pengukuran dengan menggunkanalat tertentu. Penjelasan lengkap telah
diberikan pada ilustrasi kasus diatas
Faktor Cakupan , k
faktor cakupan meruakan faktor pengali pada ketidakpastian, sehingga membentuk cakupan
logis pada penggunaan keseharian. Faktor cakupan dicari menggunakan tabel T-Student
Distribution, yang diberikan pada halaman akhir dari materi ini.

RINGKASAN CARA PENENTUAN KETIDAKPASTIAN
Secara umum dalam menentukan nilai ketidakpastian suatu hasil pengukuran dapat melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tentukan model matematik pengukurannya
2. Tentukan koefisien sensitifitas , Ci
3. Tentukan derajat kebebasan
4. Tentukan ketidakpastian standar pada masing-masing kontributor u
5. Tentukan ketidakpastian kombinasi , Uc
6. Tentukan derajat kebebasan efektif, V eff
7. Tentukan tingkat kepercayaan yang dipilih, misal 95 %
8. Tentukan faktor cakupan, k
9. Tentukan ketidakpastian diperluas, Uexp

























Membuat model
Matematik
Daftar sumber
sumber U
Hitung U untuk
Tipe A dan B
Hitung Ci
Hitung der. Keb. eff Hitung Uc ( gabungan)
Hitung U diperluas
Uexp = k. Uc
Selesai

Sedangkan untuk mendapatkan faktor cakupan yang nantinya digunakan untuk
mendapatkan ketidakpastian diperluas , maka salah satu pemecahannya adalah dengan
menyajikan tabel T-Student Distribution, Dimana probabilitasnya dinyatakan sbb:
Degree of
freedom V
Probabilitas / Tingkat kepercayaan (%)
68,27 % 90 % 95% 99%
1 1,84 6,31 12,71 63,66
2 1,32 2,92 4,30 9,92
3 1,20 2,35 3,18 5,84
4 1,14 2,13 2,78 4,60
5 1,11 2,02 2,57 4,03
6 1.09 1,94 2,45 3,71
7 1,08 1,89 2,36 3,50
8 1,07 1,86 2,31 3,36
9 1,06 1,83 2,26 3,25
10 1,05 1,81 2,23 3,17
11 1,05 1,80 2,20 3,11
12 1,04 1,78 2,18 3,05
13 1,04 1,77 2,16 3,01
14 1.04 1,76 2,14 2,98
15 1,03 1,75 2,13 2,95
16 1,03 1,75 2,12 2,92
17 1,03 1,74 2,11 2,90
18 1,03 1,73 2,10 2,88
19 1,03 1,73 2,09 2,86
20 1,03 1,72 2,09 2,85
25 1,02 1,71 2,06 2,79
30 1,02 1,70 2,04 2,75
35 1,02 1,70 2,03 2,72
40 1,02 1,68 2,02 2,70
45 1,02 1,68 2,01 2,69
50 1,01 1,68 2,01 2,68
100 1,005 1,660 1,984 2,626
1 1,645 1.960 2,576


















MODUL III
TIMBANGAN DIGITAL

METODE PENGUKURAN DAN KALIBRASI TIMBANGAN
1. Ruang Lingkup
Metode ini digunakan untuk melaksanakan kalibrasi timbangan analitik elektronik dgn
rentang ukur/kapasitas sampaidengan 200 gram. Metode ini juga digunakan untuk
pemeriksaan bulanan dan enam bulanan sesuai butir 5.1 dan 5.2
2. Standar Metode
The Calibration of Balances, David B. Prowse, CSIRO, Australia, 1995, butir 6
Technical Note 13 NATA, Australia, Agustus, 1994.
3. Peralatan
Massa (anak timbangan), yg sudah dikalibrasi beserta sertifikat.
Pinset yg ujungya plastik.
Termometer dgn resolusi 1C
Tissue halus
4. Persiapan
Catat semua spesifikasi timbangan pada lembar kerja
Periksa bahwa timbangan bekerja baik
Letakkan timbangan pada tempat yg kokoh dan rata (level)
Bersihkan dudukan timbangan dari debu
Hidupkan timbangan selama 30 menit untuk pemanasan
Buat beberapa percobaan pengukuran

5. Prosedur
5.1. Pemeriksaan Skala
5.1.1. Pilih massa yg mendekati Calibration Mode
5.1.2. Nol kan timbangan, catat pembacaan pada kolom 3 sebagai z1.
5.1.3. Timbang massa standar (M) dan catat pada kolom 3 sbg m1.
5.1.4. Sentuh pan diamkan 30 detik dan catat pada kolom 3 sbg m2.
5.1.5. Ambil massa dan tunggu sampai nol, lalu catat pada kolom 3 sbg z2
5.1.6. Hitung rata-rata dari z dan m lalu catat hasilnya pada kolom 4
5.1.7. Hitung koreksi C dgn rumus:
C = M (m z) dan catat pada kolom 5
5.1.8. Jika koreksi lebih besar dari 3, dimana adalah standar deviasi dari
kemampuan baca sebelumnya diketahui maka timbangan perlu disetel
5.1.9. Setelah timbangan disetel maka ulangi butir 1 sampai 8
5.1.10. Hitung ketidakpastian dari kemampuan baca timbangan yang didapat dari resolusi
timbangan
UR = Resolusi/2
3
5.2. Kemampuan Baca Kembali
Lakukan untuk dua posisi yaitu setengah kapasitas dan kapasitas penuh dari
Timbangan.
5.2.1. Nol kan timbangan catat pada kolom 1 sbg z1
5.2.2. Timbang massa standar (M) yg mendekati setengah kapasitas dan catat
pembacaan pada kolom 2 sbg m1.
5.2.3. Ambil massa, tunggu sampai stabil dan catat kolom 1 berikutnya z1.
5.2.4. Ulangi butir 1 sampai dengan 3 sampai 10 kali pembacaan
5.2.5. Hitung perbedaan (r1) dgn rumus
ri = mi zi,
kapasitas setengah/penuh dan catat pada kolom 3
5.2.6. Hitung standar deviasi dari perbedaan dgn rumus :
=(ri r)
n 1
dimana : ri = perbedaan ke-1..,n
r = rata-rata perbedaan
n = jumlah pembacaan = 10
Catat pada baris 11
5.2.7. Tentukan dan catat perbedaan maksimum berturut-turut dan catat pada baris 12 dgn
cara mengurangkan dari pembacaan satu thd berikutnya.
5.2.8. Ulangi butir 1 sampai dengan 7 untuk kapasitas penuh
5.2.9. Catat standar deviasi maksimum pada baris 13. Catatan: Gunakan standar deviasi
terbesar untuk perhitungan ketidakpastian.
5.2.10. Hitung ketidakpastian standar, Ut ;qUt = maks/n
dimana : maks = standar deviasi maksimum Pada butir 9
n = jumlah pembacaan = 10
Catat hasilnya pada baris 14
5.3. Penyimpangan Nilai Nominal
5.3.1. Pilih 10 titik pada daerah kapasitas timbangan dgn pembagian teratur.
5.3.2. Nol kan timbangan dan catat pada kolom 5 sbg z1.
5.3.3. Timbang Massa Standar yang sesuai pada penimbangan pertama dan catat pada kolom
5 sbg m1.
5.3.4. Sentuh Pan, tunggu 30 detik kemudian catat pada skala 5 sbg m1.
5.3.5. Ambil Massa Standar, tunggu sampai stabil dan catat pada kolom 5 sbg z2. Jangan
me-nol-kan timbangan.
5.3.6. Hitung rata-rata pembacaan nol dan catat pada kolom 6 sbg z1.
5.3.7. Hitung rata-rata pembacaan massa pada timbangan dan catat pada kolom 6 sbg m1.
5.3.8. Hitung perbedaan ri = mi zi dan catat pada kolom 7 sbg ri.
5.3.9. Hitung koreksi dgn rumus C = M ri dan catat pada kolom 8 sbg C1.
5.3.10. Ulangi butir 2 sampai dengan 9 utk titik lainnya sampai 100% kapasitas timbangan
5.3.11. Pilih nilai koreksi maksimum sbg Q.
5.3.12.Jumlahkan ketidakpastian dari Massa Standar yg digunakan, catat pada kolom 3
5.3.13. Hitung ketidakpastian Massa Standar

UMc = (UMi)
2
5.4. Pengaruh Pembebanan Di Tengah
5.4.1. Lakukan pada penimbangan kira-kira 1/3 dari kapasitas maksimum timbangan, jika
dispesifikasikan pabrik pembuat maka lakukan sesuai dgn pabrik pembuat.
5.4.2. Catat ukuran dan bentuk Pan.
5.4.3. Letakkan massa standar ditengah-tengah pan, timbangan di Tare dan catat
pembacaan pada kolom 2.
5.4.4. Pindahkan massa ke depan, belakang, kiri, dan kanan pada daerah garis Pan dan catat
pembacaannya pada kolom 2.
5.4.5. Hitung perbedaan maksimum dgn cara mengurangkan hasil terbesar dgn hasil terkecil.
Jika massa lebih dari 500 g maka gunakan piringan non magnetik dgn diameter yg
sesuai dgn besarnya diameter massa.
6. Batas Unjuk Kerja Timbangan
Hitung dengan rumus sbb:
F = 2maks + Q
Dimana :
maks = Standar deviasi maksimum pada kemampuan baca kembali,
Q = Nilai koreksi maksimum dari penyimpangan nilai nominal
7. Ketidakpastian Penimbangan
Hitung dengan rumus sbb :
U95 = k . Uc
= 2.(UR) + (Ut) + (UM)

Dimana :
UR =Ketidakpastian standar dari kemampuan baca (resolusi) timbangan
Ut = Ketidakpastian standar dari kemampuan baca kembali timbangan
UM = Ketidakpastian dari massa standar
8. Formulir
Lembar kerja yg digunakan No. QF.FKT
Sertifikat kalibrasi yg digunakan No. QF.SKT




MODUL IV
THERMOMETER DIGITAL
METODE PENGUKURAN DAN KALIBRASI THERMOMETER
1. Ruang Lingkup
Metode ini digunakan untuk melaksanakan kalibrasi THERMOMETER DIGITAL dengan
menggunakan thermometer digital standard ( sensor thermocouple/ RTD) dengan rentang
ukur / kapasitas sampai 600
o
C.
Metode ini juga digunakan untuk pemeriksaan rutin ( kalibrasi internal sesuai dengan
kebutuhan.
2. Standar Metode
Test Method for inspection and verification of thermometer ASTM E-77, 1998
Guide to the expression of uncertainty in measurement, ISO / TAG 4, 1993 .

3. Peralatan
Thermometer digital standard beserta sertifikat.
Media kalibrasi yang sudah terkalibrasi.
Tabel konversi ASTM
Bak Cairan

4. Persiapan
Catat semua spesifikasi thermometer pada lembar kerja
Periksa terlebih dahulu prinsip kerja kedua instrumen
Posisikan sensor kedua termometer pada jarak ideal
Posisikan tampilan thermometer sedemikian rupa agar mudah terbaca
Bersihkan tampilan termometer dari kotoran dan debu
Hidupkan timbangan selama 30 menit untuk pemanasan
Buat beberapa percobaan pengukuran

5. Prosedur
5.1Pemeriksaan Skala
5.1.1. Pilih salah satu dari skala thermometer untuk dilakukan pengukuran
5.1.2 pastikan bahwa suhu telah steady, dan catat pembacaan nilai nominal pada kolom 1.
5.1.3. secara berturut turut catat bacaan alat pada kolom 2 dan standar pada kolom 3.
5.1.4. Ulangi 5.1.1 sampai 5.1.3 sebanyak 5 kali
5.1.5. Hitung koreksi dengan rumus:
Q = P
standa
r P
alat

Dimana :
P
standar
= pembacaan termometer digital standar
P
alat
= Pembacaan termometer digital yang di kalibrasi
5.1.6. Catat error of specification
5.1.7. Catat Koreksi minimum
5.1.8. Catat koreksi maksimum
5.1.9. Tentukan nilai koreksi maksimum
5.1.10. Bila nilai koreksi maksimum lebih besar dari toleransi spec alat, maka termometer
digital yang dikalibrasi perlu di Adjust ulang atau di repair.

5.2 KEMAMPUAN BACA KEMBALI
Lakukan untuk minimal 3 posisi, masing masing sesuai dengan titik suhu yang kita
harapkan ( atau pembagian skalanya adalah 1/3, 2/3 dan skala penuh )
5.2.1. Pastikan pembacaan termometer digital telah stabil, mulai lakukan pengukuran untuk
suhu dengan nilai nominal tertentu.
5.2.2. Catat pembacaan alat pada kolom 2 dan pembacaan standar pada kolom 1
5.2.3. ulangi butir 5.2.1 sampai 5.2.2 samapai 10 kali pembacaan
5.2.4. Hitung Koreksi :
P
standar
- P
alat
, dan catat pada kolom 3
5.2.5. Lakukan butir 5.2.1 sampai 5.2.4 untuk titik selanjutnya
5.2.6. Hitung rata rata koreksi
5.2.7. Hitung standar deviasi dari koreksi maksimum dengan rumus :

=(Di D)
n 1
Dimana; Di = koreksi ke- i
D = rata rata koreksi
N = Jumlah koreksi
5.2.8. Hitung Error Regresi
5.2.9. Hitung ketidakpastian standar U
A1


U
A1
=
n
maks
o

Dimana
maks
o = standar deviasi maksimum koreksi
5.2.10. Hitung Ketidakpastian regresi U
A2
dengan rumus;
U
A2
=
2 n
SSR

Dimana SSR = sum square residual
5.2.11. Hitung ketidakpastian Resolusi U
B1
dengan rumus:
U
B1
= Resolusi/2
3
5.2.12. Hitung Ketidakpastian termometer standard U
B2
dengan rumus
U
B2
=
k
a

Dimana a = ketidakpastian kalibrator ( termometer standar )
K = faktor cakupan
5.2.13. Hitung ketidakpastian media kalibrasi U
B3
dengan rumus:
U
B3
=
k
a

5.3. Ketidakpastian Termometer Digital
5.3.1. Hitunglah besarnya Uc( ketidakpastian kombinasi) dengan rumus :
U
c
=
2
3
2
2
2
1
2
2
2
B B B A AI
U U U U U + + + +
5.3.2. Tentukan besarnya V
eff
dengan formulasi sebagai berikut:
Veff =
i
i
c
v
U
U

4
4
) (
) (

5.3.3. Dengan tingkat kepercayaan CL = 95 %, hitung faktor cakupan k
5.3.4. Hitung ketidakpastian termometer Uexp dengan rumus:

Uexp = k. Uc
Dimana : k = faktor cakupan
Uc = ketidakpastian kombinasi

5.4. Formulir
5.4.1. Lembar kerja yang digunakan No. QF. FKS
5.4.2. Lembar sertifikat yang digunakan No. QF. SKS
















LAMPIRAN
LEMBAR KERJA KALIBRASI
I. LEMBAR KERJA KALIBRASI TIMBANGAN
(selengkapnya disajikan pada lembar berikutnya )
II. LEMBAR KERJA KALIBRASI TERMOMETER
(selengkapnya disajikan pada lembar berikutnya )






























DAFTAR PUSTAKA
1. TC , ISO/ IEC 17025, SNI 19-17025, persyaratan Laboratorium kalibrasi, BSN, 2005
2. Musyafa.Ali, abadi,Imam, modul kalibrasi istrumentasi dan metrologi, Jurusan teknik
Fisika, 2002
3. David B Prowse, uncertainty for mass and balance, Australia , 2000
4. TIM KIM LIPI, kalibrasi dan metrology, LIPI, serpong, 2000

Anda mungkin juga menyukai