Anda di halaman 1dari 7

PEMERIKSAAN ANAMNESIS JASMANI

Kelas : III PEMERIKSAAN OLEH Esti Mahanani S.Ked Tanggal 15 Januari 2013 Jam 06.00 Nama Lengkap : An. A. S. Jenis Kelamin : Laki-laki DISKUSI PEMERIKSAAN FISIK Tempat dan Tanggal Lahir : Karanganyar, 29/10/2002 Umur : 10 tahun Keadaan Umum : compos mentis, tampak lemas Nama Ayah : Tn. S Umur : 40 tahun Vital Sign Pekerjaan Ayah : Petani Pendidikan Ayah : SMP TD : 110/70 mmHg Nama Ibu : Ny. M Umur : 37 tahun Nadi : 108 /menit Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Ibu : SMP RR : 18/menit Alamat : Bejen, Karanganyar Suhu : 37,1 C Tanggal Masuk RS : 11 Januari 2012 Jam 11.30 Diagnosis masuk : Obs. Febris Status Gizi BB/TB : 17 kg/101cm Dokter yang merawat : BMI : 16, 6 kg/m2 : Panas Ko Asisten :

Nama : An. A. S. Nama : An. A. S. Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 10 tahun Ruang : Melati

Z scores Tanggal : 15 Januari 2012 (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) di Bangsal Melati BMI//U : gizi kurang KELUHAN UTAMA 1. Kesimpulan : status gizi KELUHAN TAMBAHAN kurang (menurut WHO) : Lemas, Pusing, Mual, Nyeri perut Riwayat penyakit sekarang PEMERIKSAAN KHUSUS sumer-sumer, semakin tinggi pada sore dan malam hari, sudah diberi 3 HSMRS : Pasien panas Kulit : petechie (-), ikterik (-) obat penurun panas tetapi panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi. Panas disertai lemas Kepala pusing (+), minum (+), mual (+) namun tidak sampai muntah, cukupperut (+), nafsu makan : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah nyeri (+), Mata : mata Keluhan lain keringat pada malam hari (+/+), pupil isokor berkurang (+). cowong (-/-), ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (-), nyeri tenggorokan (-), batuk (-), Hidung (-), sekret telinga (-), nyeri ototnafasnyeri sendi (-), (-/-) pilek : nyeri (-/-), epistaksis (-/-), (-), cuping hidung mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik Mulut : mukosa bibir kering BAB (-), BAK lidah tifoid (+) merah pada kulit (-), sesek (-),(+), sianosis (-), frekuensi 3-4 kali sehari berwarna kuning jernih Leher tidak pembesaran limfonodi leher (-), massa (-), kaku kuduk (-) : nyeri. dan KesanHSMRS : Pasien masih panas, panas turun pada pagi hari dan meninggi pada sore dan malam : terdapat tanda tifoid 2 Thorax Pasien sulit tidur (+), (-), ketinggalan gerak (-)mual (+), muntah (-), nyeri perut (+), nafsu : simetris, retraksi lemas (+), pusing (+), hari. Cor makan berkurang (+), minum (+). Keluhan lain keringat pada malam hari (-), batuk (-), pilek : ictus cordis tidak tampak (-), nyeriInspeksi tenggorokan (-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi : ictus cordis kuat angkat berdarah Palpasi (-), bintik merah pada kulit (-), sesek (-), BAB (-), BAK frekuensi 3-4 kali/hari berwarna kuning jernih, tidak nyeri. 1 SMRS : Pasien masih panas, panas turun pada pagi hari dan meninggi pada sore dan malam Perkusi : batas kanan pusing (+), minum (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut : SIC II linea parasternalis dextra hari. Pasien sulit tidur (+), lemas (+), atas batas kanan bawah SIC IV linea parasternalis dextra (+), nafsu makan berkurang (+), keringat pada :malam hari (-), nyeri tenggorokan (-), batuk (-), SIC (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik pilek (-), nyeri telinga (-),batas kiri atas nyeri :sendi II linea parasternalis sinistra nyeri otot (-), batas BAB (-), : frekuensi 3-4 kali/hari berwarna merah pada kulit (-), sesek (-),kiri bawah BAK SIC V linea midclavicula sinistra kuning jernih dan tidakAuskultasi nyeri. : BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-) HMRS : Paru dibawa ke IGD RSUD karanganyar dengan keluhan panas (+), lemas (+), Pasien
1 Kanan Pemeriksaan pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut (+), nafsu makan berkurang Kiri minum (+), (+), Inspeksi Simetris Simetris bintik merah pada kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), batuk (-), pilek (-), nyeri Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)

tenggorokan (-), BAB (-) selama 3 hari, BAK baik.

Diagnosis pada pasien ini yaitu Demam Tifoid. Demam tifoid merupakan penyakit sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella adalah kuman gram negatif yang berbentuk batang, berflagela, berkapsul, tidak membentuk spora, dan merupakan anaerob fakultatif yang memfermentasikan glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S. typhi memiliki antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan, antigen Vi yang terletak pada kapsul, serta komponen endotoksin yang membentuk bagian luar dari dinding sel. Demam tifoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral. Penyebaran demam tifoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini dikarenakan pola penyebaran kuman S. typhi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Pada anak periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata rata antara 10-14. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi, dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. Diagnosis klinis terutama ditandai oleh adanya panas badan, gangguan saluran pencernaan, gangguan pola buang air besar, hepatomegali/spleenomegali, serta beberapa kelainan klinis yang lain. Diagnosis laboratoris kebanyakan di Indonesia memakai tes serologi Widal, tetapi sensitifitas dan spesifisitasnya sangat terbatas, belum ada kesepakatan titer dari masing-masing daerah. Patofisiologi Masuknya kuman Salmonella typhi (S.Typhi) dan Salmonella parathypi (S.Parathypi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikum kuman yang terdapat pada makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
2

ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi. Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi kuman. 1. Demam. Pada demam tifoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder temperature chart dimana peningkatan panas terjadi secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari dan mencapai titik tertingginya pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi hingga pada minggu ke 4 demam turun perlahan secara lisis. 2. 3. Lidah tifoid. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor pada pertengahan, sementara hiperemi pada tepi dan ujungnya. Bradikardi relatif. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 1C diikuti oleh peningkatan denyut nadi sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu 1C tidak diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit. Bradikardi relatif jarang terjadi pada anak. 4. 5. 6. Gejala saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, meteorismus). Gejala infeksi akut lainnya (malaise, nyeri kepala, pusing, nyeri otot). Hepatomegali, splenomegali.
3

7.

Gangguan kesadaran berupa apatis, somnolen, stupor, delirium, sampai koma.

Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau leukopeni relatif, kadangkadang dapat juga terjadi leukositosis, neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau tanpa penurunan hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan perdarahan saluran cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam rentangan normal atau dapat terjadi trombositopenia. Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/160 (dalam sekali pemeriksaan). Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas : 1. Possible Case Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar. 2. Probable Case Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan). 3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).

Penatalaksanaan Sebagian besar pasien demam tifoid dapat dirawat dirumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi, pemberian obat (simptomatis dan kausatif). Untuk kasus berat dapat dirawat di rumah sakit agar perawatan dapat dilakukan dengan seksama.

Chloramphenicol masih merupakan pilihan utama pada pengobatan demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun. Kelemahan chloramphenicol adalah tingginya angka relaps dan karier, namun pada anak hal tersebut jarang dilaporkan. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Prognosis Prognosis tergantung pada ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Risiko menjadi karier rendah pada anak anak, dan meningkat sesuai dengan usia. Pencegahan Perhatikan kualitas makanan dan air minum. S. typhi akan mati pada suhu 57C untuk beberapa menit. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA Hassan, et all., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pawitro U.E., Noorvitry M., Darmowandowo W., 2002. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan edisi 1. Jakarta : Salemba Medika pp 1-43 Soedarmo S., Garna H., Hadinegoro S., Satari H., Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI pp 338-346 Tumbelaka A.R., Retnosari S., 2001. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Jakarta : BP FKUI pp 65-73 Wahab, Samik A., 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2. Jakarta : EGC Growth reference 5-19 years. http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html

Anda mungkin juga menyukai