Anda di halaman 1dari 16

BRONKOPNEUMONIA

PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, meliputi alveolus dan jaringan interstitial2. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi: 1) Pneumonia lobaris 2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis) 3) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian utama pada balita. Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita2. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. DEFINISI Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) seperti terlihat pada gambar, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lai adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, aspirasi, GER, dll.

EPIDEMIOLOGI Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, menurut data mortalitas tahun 1990, pneumonia

merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di bawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang1, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Mortalitas disebabkan oleh bakteremia S.aureus dan S.pneumoniae selain karena malnutrisi dan kurangnya akses keperrawatan1.

ETIOLOGI Faktor infeksi: Tabel 1. Dugaan penyebab pneumonia berdasar manifestasi klinik1: Penyebab Pneumonia tanpa komplikasi Pneumonia dengan komplikasi

Efusi pleura s.pneumoniae h.influenza Streptococcus grup A S.aureus Flora mulut ++++ ++ + + + ++ ++ ++ ++ +++

Abses paru + + ++++ ++

Sepsis ++ +++ -

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur1 Umur Lahir-20 hari Penyebab yang sering

E.coli Streptococcus grup B Listeria monocytogenes

3 minggu-3 bulan

Bakteri:

Chlamydia trachomatis Streptococcus pneumonia

Virus:

Respiratory Syncitial Virus

Influenza dan parainfluenza virus Adenovirus

4 bulan-5 tahun

Bakteri:

Chlamydia pneumoniae Streptococcus pneumonia Mycoplasma pneumoniae

Virus:

Respiratory Syncitial Virus Rhinovirus Influenza dan parainfluenza virus Adenovirus Measles virus Chlamydia pneumoniae Streptococcus pneumonia Mycoplasma pneumoniae

5 tahun-remaja

Faktor Non Infeksi: Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : 1. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). 2. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

KLASIFIKASI Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa

pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Pembagian secara anatomis : 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) 3. Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

Pembagian secara etiologi :


Bakteri: Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae. Virus: Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus Jamur: Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis. Corpus alienum Aspirasi Pneumonia hipostatik

PATOGENESIS Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :

Inhalasi langsung dari udara Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogen

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari4 :

Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu2,4 : 1. Stadium I (412 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 1. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 1. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 1. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisasisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

GAMBARAN KLINIS Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : fokal fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah halus sampai sedang. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu4.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED (tidak spesifik). 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab). Namun pada anak kurang berguna.

5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen pada anak dan bayi gambarannya sering tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran thorak menunjukkan pneumonia berat. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan, tetapi para ahli sepakat adanya infiltrate menunjukkan adanya bakteri sehingga perlu diberi antibiotika. Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan : Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab: 1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung 2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3. deteksi antigen bakteri

DIAGNOSA BANDING

Bronkopneumonia

Bronkiolitis Pneumonia lobaris Aspirasi benda asing Tuberculosis Bronkhiolitis (p.lobularis) Kausa = respiratory syncytial virus (50%). Parainfluenza virus, mycoplasma pneumonia, adenovirus dan beberapa lainya. Faktor resiko = bayi premature, imunodefisiensi, penyakit jantung congenital, penyakit kronik saluran nafas pada neonatus. Anamnesis: demam ringan/normal. sesak nafas, mengi, mengenai anak < 2 tahun,tertinggi usia 6 bulan. Gejala klinis : KU : tampak sesak VS RR : Takipneu Suhu : meningkat sedikit/normal. Sianosis Pulmo 1. Inpeksi = simetris,retraksi (+), ekspirasi memanjang (+),ketinggalan gerak (+). 2. palpasi= VK kanan/kiri menurun. 3. perkusi=hipersonor 4. auskultasi =SD vesikuler menurun, RBH (+), tersebar, wheezing ekspiratoar (+).

Bronkopneumonia (p.interstitial) Kausa = bakteri, virus, jamur, lainnya

Faktor resiko = malnutrisi, inflamasi kronik jalan nafas, faktor trauma pada dada, trakeostomi, aspirasi, Anamnesis : Demam tinggi, batuk, sesak nafas timbul mendadak Gejala klinis : KU : Tampak sesak VS : RR:Takipneu Suhu : meningkat Sianosis. Pulmo 1. Inpeksi = simetris,retraksi, ekspirasi memanjang 2. (-),ketinggalan gerak (-) 3. palpasi= VK kanan/kiri meningkat. 4. perkusi=redup 5. auskultasi =SD vesikuler meningkat, RBH (+), seluruh lapangan paru wheezing

ekspiratoar (-). Abdomen =hepar teraba tumpul Laboratorium =leukosit meningkat. Rontgen = infiltrate sampai konsolidasi. Komplikasi =asidosis respiratorik.

Abdomen =hepar teraba tajam,defleksi dinding diafragma. Laboratorium = tidak khas, dapat normal. Rontgen = mungkin masih normal atau emfisematosa. Komplikasi =emfisema

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil dari pemeriksaan sputum,yang mencakup:

Anak dengan sesak nafas, memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit) Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin. KOMPLIKASI Bronkiektasis, Pneumothoraks, emfisema, abses paru, efusi pleura, empiema, Sepsis, Gagal napas PROGNOSIS Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi

memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

PENCEGAHAN 1. Bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia. 2. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, dll. 3. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:

Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. Influenza

LAPORAN KASUS
ANAMNESIS Nama Lengkap : An. HF Jenis Kelamin : laki-laki Tempat,Tanggal Lahir : Wonosobo, 18 Mei 2008 (umur: 6,5 bulan) Nama Ayah : Bpk. AY Tanggal lahir : 25 Februari 1965 (umur: 43 tahun) Pekerjaan : buruh Nama ibu : Ibu K Tanggal lahir : 7 Oktober 1971 (umur: 37 tahun) Pekerjaan : pengasuh anak Alamat : Ngampel, Wonorejo, Selomerto, Wonosobo Masuk RS tanggal : 1 Desember 2008 jam 20.00 WIB Diagnosis masuk : bronkopneumonia

Nomor RM : 419225 Aloanamnesis ibu pasien tanggal 3 Desember 2008 pukul 07.00 WIB Keluhan utama : sesak napas Keluhan tambahan : panas, batuk RPS : pasien datang ke IGD BRSD Wonosobo dengan keluhan sesak napas, 4 hari batuk dahak pekat, panas (38,60C). Dua minggu sebelum masuk RS pasien menderita batuk-pilek, berobat ke Puskesmas diberi obat penurun panas, antibiotik, dan obat batuk. Ibu mengaku antibiotik tidak dihabiskan karena anak muntah jika diberi obat. Pasien bebas batuk-pilek selama 1 minggu dan kemudian kambuh lagi. 3-2 HSMRS pasien mulai panas disertai pilek dan batuk. Panas terasa terus-menerus. Pilek segera menghilang tetapi batuk tetap dikeluhkan ibu. Ibu segera memberikan penurun panas (paracetamol) yang diberikan oleh bidan Puskesmas. 1 HSMRS menurut pengakuan ibu pasien mulai terlihat sesak napas dengan disertai panas tinggi, nafas cuping hidung, gelisah, tidak bisa tidur. Oleh ibu diberi paracetamol, anak sedikit tenang. HMRS pasien tetap tidak membaik, pasien tetap tampak sesak nafas, panas, batuk, gelisah, tidak mau minum sehingga ibu membawa ke dokter spesialis anak dan anakpun dirawat. RPD : sejak umur 50 hari sudah sering sesak nafas tanpa panas. Ibu tidak memeriksakan anak, hanya sering dihangatkan di bawah lampu, diberi kencur pagi dan sore hari. Karena tidak membaik, anak dibawa ke klinik desa dan sembuh. Sampai umur 2 bulan tidak kambuh lagi sesaknya, tetapi setelah itu timbul lagi sesak disertai batuk dan pilek. Ibu mengaku anak sering batuk, kira-kira 1 bulan 2x disertai sesak nafas. RPK : nenek menderita asma, TBC pada keluarga disangkal, di sekitar pasien ada anak usia 4 tahun yang batuk-pilek dan sering bermain bersama pasien. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : 1. ANC : ibu G3P2A0 kontrol ke bidan dengan rincian, 1. Trimester II usia kehamilan 18 minggu : TD 110/80 mmHg, BB 50 kg, diberi TT II, Fe, vitamin C 2. Trimester II usia kehamilan 22 minggu : TD 110/80 mmHg, BB 53 kg, diberi Fe dan vitamin C 3. Trimester III usia kehamilan 26 minggu : TD 100/80 mmHg, BB 53 kg, diberi Fe 4. Trimester III usia kehamilan 30 minggu : TD 100/80 mmHg, BB 55 kg

Riwayat perdarahan, trauma, bengkak di semua anggota gerak, sakit selama hamil disangkal. Data otentik sesuai KMS ibu hamil. 1. NC : usia kehamilan 35 minggu (HPHT 29 Oktober 2007, HPL 6 Juni 2007), lahir spontan oleh dukun bayi dengan BBL 3000 g begitu lahir langsung menangis, bayi kuning tetapi tidak dibawa ke tenaga kesehatan, hanya dijemur sampai usia 15 hari warna kuning menghilang. Setelah melahirkan ibu tidak merasa lemah dan langsung bisa beraktivitas. 2. PNC : kontrol tumbang anak di Posyandu sejak usia 1 bulan Kesimpulan: riwayat kehamilan dan persalinan buruk karena kontrol ANC hingga PNC kurang baik Riwayat Pemberian Makanan : ASI eksklusif terpenuhi (6 bulan) Sekarang sedang dicoba makan bubur sum-sum dan susu sambung. Kesimpulan: pasien mendapat makanan sesuai umur Riwayat perkembangan dan kepandaian anak Motorik Kasar 3 bulan: miring 5 bulan: tengkurap 6 bulan: membalik dari tengkurap Motorik Halus 1 bulan: tangan mengepal 2 bulan: belajar mengangkat kepala 5-6 bulan: menggenggam Bicara 1 bulan: bersuara 4 bulan: tertawa 5-6 bulan: mengucap suku kata 4 bulan: mengenal orang Sosial 1 bulan: melihat sekitar

Kesimpulan: tumbang sesuai dengan usia 6 bulan Riwayat Vaksinasi : BCG : usia 3 bulan (16-8-2008) scar (+) Hep B : usia 1 bulan (12-6-2008) Hep B-DPT : usia 5 bulan (16-10-2008) Polio : usia 1 bulan (12-6-2008), 3 bulan (16-8-2008), 5 bulan (16-10-2008)

Vaksinasi dilakukan di Posyandu Kesimpulan: vaksinasi belum lengkap, tidak sesuai umur karena anak sering sakit. Vaksinasi BCG terlambat. Data otentik sesuai KMS. Riwayat Sosial, ekonomi, dan Lingkungan Pasien tinggal bersama ibu dan 2 orang kakak laki-laki, ayah kadang pulang dari bekerja di Kalimantan. Ukuran rumah 95 m2, 2 kamar, ventilasi dan cahaya cukup, KM dan WC di dalam rumah, sumber air PDAM. Penghasilan ibu Rp. 200.000,00 per bulan, sedangkan Ayah tidak tentu, terbanyak Rp. 750.000,00 sebulan. Ibu adalah pengasuh anak yang tiap harinya dititipi untuk mengasuh sorang anak usia 2 tahun dan 4 tahun. Kesimpulan: riwayat sosial ekonomi kurang baik Anamnesis Sistem : 1. 2. 3. 4. Cerebrospinal : demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-) Respiratorik : sesak nafas (+), nafas cepat (+), batuk (+) Kardiovaskuler : dada berdebar-debar (-) Gastrointestinal : muntah (+), nafsu makan menurun (-), BAB lembek warna kuning dengan lendir 5. Urogenital : BAK lancar warna kuning seperti biasa 6. Musculoskeletal : tidak ada keluhan 7. Integumentum : kulit teraba panas PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 3 Desember 2008 pukul 07.00 WIB Kesan Umum : rewel, tampak sesak nafas, batuk Kesadaran : compos mentis Vital sign : t=37,80C per axilla HR=140x/menit, nadi teraba kuat, reguler, isi dan tegangan cukup RR=60x/menit tipe torakoabdominal Status gizi : Berat badan : 7,8 kg

PB : 68 cm Indeks Quatelet = BB/TB 7,8/8 x 100%=97,5% (NORMAL) Lingkar kepala : 44 cm , lingkar dada : 47 cm Rasio LK/LD = 0,93 Lila : 15 cm (gizi BAIK) Pemeriksaan Khusus Kepala : mesocephal Mata : air mata (+) Gigi : belum tumbuh Hidung : discharge -/-, nafas cuping hidung (+) Telinga : otore -/Mulut : bibir kering Leher : tidak ada pembesaran kelenjar leher Thorax : I simetris, retraksi subcostal (+) Pa ketinggalan gerak (-), IC teraba pada SIC IV Pe paru pekak, jantung redup A BJ reguler, RBH, RK paru kanan, stridor ekspirasi Abdomen : I DP>DD A peristaltik (+) Pa supel, H/L tidak teraba Pe timpani Anogenital : laki-laki Ekstremitas : akral hangat, refleks dan kekuatan otot tidak diperiksa

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Darah rutin 1. Angka Leukosit : 12,84 x 103 /ul 2. Hitung Jenis Leukosit : 1. 1.

Lym (basofil) : 3,62 x 103 /ul Mid (eosinofil) : 0,23 x 103 /ul Gra (stab gram -) : 8,99 x 103 /ul Ly% (limfosit) : 28,2 % MI% (monosit) : 1,8 % Gr% (segmen gram +) : 70,0 %

1. 1. 2. 3. 4. Hb : 10,4 g/dl Angka eritrosit : 4 juta Angka trombosit : 275.000 LED : tidak ada data

Kesimpulan: ada peningkatan jumlah leukosit terutama stab gram negatif, limfosit, dan segmen gram positif 1. Urine rutin Makroskopis : warna kuning muda, jernih, bau khas urine, pH 6.5, sedimen (-) Mikroskopis : leukosit (-), eritrosit (-), bakteri (-), sedimen (-), epitel (-) 1. Feses rutin Makroskopis : warna kuning, lunak, berlendir, bau khas feses Mikroskopis : epitel (-), sisa makanan (+), lemak (-), eritrosit dan leukosit (-), benang mukus (+) DIAGNOSIS BANDING 1. Bronkopneumonia 2. Bronkiolitis 3. Pneumonia lobaris DIAGNOSIS

Dx kerja : bronkopneumonia Vaksinasi : belum lengkap, tidak sesuai umur

Gizi : status gizi NORMAL Tumbang : sesuai umur

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Foto Thorax AP Kultur sputum/swab tenggorok/darah untuk mengetahui pasti penyebab (sulit dilakukan pada anak) Analisa Gas Darah

TERAPI 1. Medikamentosa 1. Injeksi Ampicillin 3250 mg 2. Injeksi chloramphenicol 3250 mg 2. Supportif 1. Oksigen per nasal 1-2 liter 2. Maintenance cairan KaEn 4B 800 cc/24 jam (11 tts/menit) 3. Paracetamol syrup 33/4 cth 4. Ambroxol syrup 21/2 cth 3. Dietika : ASI atau PASI 640 cc per OGT 4. Edukatif : Hindarkan minum per oral, bahaya aspirasi; hindarkan kontak dengan orang luar semaksimal mmungkin, bahaya infeksi PROGNOSIS Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Tidak mempengaruhi tumbang.

Daftar Pustaka
1. Asih, Retno, et.al. Kuliah Pneumonia disampaikan dalam Seminar Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI tanggal 29-30 Juli 2006. 2. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 2004. Halaman 351-358. 3. ISO Indonesia volume 43. PT ISFI. Jakarta. 2008. 4. Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003. 5. Soetjiningsih, dr.,SpA. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit EGC. Jakarta. 1995. 6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak edisi III. FKUI, Jakarta. 1985, halaman 1228-1232.

Anda mungkin juga menyukai