Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMASI

FLUOR ALBUS

oleh : Dewi Susanti G0005080

KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN Keputihan atau secara medis disebut fluor albus atau leukorrhea adalah keluarnya sekret dari vagina. Sekret tersebut dapat bervariasi dalam konsistensi, warna dan bau. Fluor albus (keputihan) terbagi menjadi dua yaitu keputihan yang fisiologis dan keputihan yang patologis. Keputihan yang fisiologis pasti terjadi pada setiap wanita karena hal ini adalah normal sedangkan keputihan yang patologis sangat dipengaruhi oleh infeksi daerah genital. Gejala fluor albus yang fisiologis adalah cairan vagina jernih, tidak berwarna, tidak gatal dan jumlah cairan bisa sedikit dan bisa cukup banyak.Gejala fluor albus yang patologis adalah cairan dari vagina keruh dan kental, warna tergantung dari kuman yang menginfeksi, berbau busuk, terasa gatal dan jumlah cairan banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Keputihan atau secara medis disebut fluor albus atau leukorrhea. Leukorea atau Fluor albus ataupun yang sering disebut orang pada umumnya sebagai keputihan adalah keluarnya cairan/sekret dari vagina yang abnormal dan tidak berupa darah. Sekret tersebut dapat bervariasi dalam konsistensi, warna, bau. Fluor albus (keputihan) terbagi menjadi dua yaitu keputihan yang fisiologis dan keputihan yang patologis. Keputihan yang fisiologis pasti terjadi pada setiap wanita karena hal ini adalah normal sedangkan keputihan yang patologis sangat dipengaruhi oleh infeksi daerah genital. Untuk membedakan sekret vagina yang normal dan abnormal dapat dilihat bentuk fisik dan material dari cairan itu sendiri. Untuk cairan vagina yang normal terdiri atas cairan yang berupa mukus yang mengandung selaput lendir vagina (epitel) tanpa atau dengan sedikit sel leukosit dan bentuk fisiknya berwarna jernih, bebing, licin, jumlah tidak terlalu banyak dan tidak berbau. Sedangkan untuk cairan vagina yang abnormal materialnya lebih banyak mengandung leukosit. Bentuk fisik cairan vagina yang abnormal (fluor albus) kental, berwarna kuning pucat hingga kehijauan, berbau, jumlah lebih banyak, dapat disertai dengan nyeri, panas, dan gatal pada vagina. ETIOLOGI Etiologi dari fluor albus diantaranya adalah : 1. Wanita dengan gangguan sistem imun/imunodefisiensi 2. 3. 4. Akibat pengaruh hormonal misalkan pada wanita hamil dan menjelang menstruasi Infeksi pada organon reproduksi baik interna maupun eksterna. Benda asing misalkan pada pemakaian IUD Penyebab paling penting dari lukorea adalah infeksi genital. Di sini cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai

hijau, dan seringkali lebih kental dan berbau. Kuman penyebabnya dapat berupa jamur (Candida albicans), protozoa (Trichomonas vaginalis). CANDIDIASIS VAGINA Pendahuluan Candidiasis disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans. Jamur ini merupakan flora normal yang dapat ditemukan di daerah sekitar mulut, vagina dan perianal. Jamur ini dapat tumbuh dengan cepat dan menyebabkan vaginitis pada wanita hamil, menggunakan kontrasepsi hormonal, diberi antibiotik spektrum luas, diabetes, higienisitas buruk, dan yang mengalami imunodeisiensi. Kelainan ini berupa bercak putih di atas mukosa yang eritematoerosif mulai dari serviks sampai introitus vagina. Didapatkan fluor albus yang putih kekuningan yang disertai dengan semacam butiran tepung, kadang-kadang seperti susu pecah. Keluhan biasa nya berupa rasa gatal serta dispareuni karena erosif. Bila meluas ke vulva dapat terjadi vulvovaginitis yang sangat gatal, timbul peradangan dan erosi, dan sering menjadi bertambah buruk oleh garukan dan infeksi sekunder. Patogenesis Infeksi candida dapat terjadi apabila ada factor predisposisi endogen maupun eksogen. Faktor endogen: 1. Perubahan fisiologik: Kehamilan, karena adanya perubahan pH dalam vagina Kegemukan, karena banyak keringat Debilitas Iatrogenik Endokrinopati, adanya gangguan gula darah Penyakit kronik, misalnya: TB, SLE dengan keadaan umum yang buruk. 2. Umur:

Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologinya yang tidak sempurna. 3. Imunologik: Adanya penyakit-penyakit genetik. Faktor eksogen: 1. Iklim panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat. 2. Kebersihan kulit. 3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur. 4. Kontak dengan penderita. Gejala klinis Biasanya sering terjadi pada pasien dengan Diabetes mellitus karena kadar gula darah dan urin yang tinggi, dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina. Kelihan utama pada umumnya adalah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dyspareunia. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hyperemia di labia minora, introitus vagina, dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan yang khas yaitu bercak-bercak putih kekuningan. Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vagina. Fluor albus berwarna kekuningan. Tanda yang khas adalah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan. Gumpalan tesebut berasal dari massa yang terkelupas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur. Diagnosis Pemeriksaan langsung: Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu (pseudohifa). Pemeriksaan biakan:

Ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Saboraud, dapat pula agar dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mecegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau 37oC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam berupa yeast like colony. Identifikasi candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut dalam commeal agar. Pengobatan Menghindari atau menghilangkan factor predisposisi. Terapi pada penyakit candidiasi vaginal ini diantaranya adalah : 1. Terapi topikal, yakni : selama 3 hari TRIKOMONIASIS Pendahuluan Clotrimazole 500 mg vaginal tablet single dose Miconazole 2% cream 5 gram selama 7 hari Miconazole 200mg supposituria 1x sehari selama 7 hari Miconazole 1200mg single dose Tiokonazole 300 mg, salep A single dose Terconazole 0,4 % cream 5 gram selama 7 hari Terconazole 0,8 % cream 5 gram selama 3 hari Terconazole 80 mg vaginal supposituria 1x/hr selama 3 hari Nystatin vaginal tablet 500.000 iu Flukonazole (Diflucan) 150 mg single dose Ketokonazol 2x200mg selama 5 hari atau itrakonazol 2x200mg dosis tunggal 2. Terapi oral Butoconazole 2 % cream 5 gram selama 3 hari Clotrimazole 1% cream 5 gram selama 7-14 hari

Clotrimazole 100 mg vaginal tablet 1x100mg selama 7 hari atau 2x100mg

Trikomoniasis

merupakan

infeksi

yang

disebabkan

oleh

parasit

Trichomonas. Ada 3 genus Trichomonas yang merupakan parasite pada manusia, yaitu: Trichomonas hominis, Trichomonas tenax, dan Trichomonas vaginalis. Trichomonas vaginalis merupakan protozoa patogen yang umumnya ditemukan pada saluran genitourinaria manusia dan dapat menular secara seksual. Gambaran yang karakteristik untuk vaginitis trichomonal pada wanita yaitu adanya secret seropurulen, putih kekuningan atau kehijauan, berbuih, dan bau tidak enak. Selain itu juga didapatkan pruritus, vulva yang kemerahan dan membengkak, petechiae pungtata pada serviks (strawberry cervix). Terkadang penderita juga mengeluhkan disparenia, disuria dan pada waktu pemasangan spekulum terasa sakit serta edema vestibulum dan labia minor. Sedangkan pada laki-laki infeksi sering berjalan laten dan tidak timbul gejala. Bila bergejala kebanyakan berupa duh tubuh uretra yang seperti susu dan sakit bila buang air kecil sehingga memberikan gejala sebagai uretritis non gonore. Diagnosis dibuat dengan menemukan organisme ini pada duh tubuh uretra dengan hapusan atau kultur atau keduanya. Diagnosis trikomoniasis masih merupakan suatu masalah, sebab gambaran klinis trikomoniasis tidak dapat dipercaya se-bagai petunjuk diagnosis, karena kurang sensitif dan spesifik. Diagnosis pasti trikomoniasis tergantung pada identifikasi organismenya dengan menemukan Trichomonas vaginalis dari pemeriksaan secret vagina, uretra dan prostat, serta urin. Epidemiologi Prevalensi Trichomonas vaginalis sebesar 5-10% pada populasi umum wanita, 50-60% pada wanita penghuni penjara dan pekerja seks komersial. Pada wanita yang mempunyai keluhan pada vagina, prevalensi Trichomonas vaginalis antara 18-50%; dan pada 30-50% wanita dengan gonore juga ditemukan infeksi Trichomonas vaginalis. Prevalensi infeksi Trichomonas vaginalis pada pria yang mengunjungi klinik penyakit menular seksual sebanyak 6%. Infeksi Trichomonas vaginalis pada pria selalu dihubungkan dengan uretritis non gonore, dengan prevalensi antara 1-68%. Pada skrining serologis yang dilakukan pada orangorang yang terlihat sehat di rumah sakit, diperkirakan sebanyak 1/3 dari seluruh wanita mengidap agen ini selama masa aktif seksualnya. Trichomonas vaginalis

ditemukan pada lebih dari 30% saluran urogenital pria yang pasangan wanitanya terinfeksi Trichomonas vaginalis. Di Eropa Timur infeksi Trichomonas vaginalis sekurang-kurangnya 25% ditemukan pada kasus uretritis non gonore. Di Zimbabwe 5,5% infeksi Trichomonas vaginalis terjadi pada pria dan 10-50% infeksi Trichomonas vaginalis pada wanita bersifat asimtomatik. Di Lods, Polandia, pada pemeriksaan urin penderita pria dengan usia 18-60 tahun ditemukan 1,74% terinfeksi Trichomonas vaginalis sedangkan pada wanita usia 18-60 tahun ditemukan 10,67%. Di Inggris Barat, 5,3% wanita yang datang ke klinik ginekologi terinfeksi Trichomonas vaginalis dan 21,3% penderita yang datang ke bagian penyakit menular seksual mengandung organisme ini. Di Amerika, pada 465 pekerja asuransi didapatkan 6,3% wanita yang menikah dari 1,4% wanita tidak menikah mengidap Trichomonas vaginalis. Sebagian besar pekerja seks komersial atau peng-guna obat (70%) mempunyai Trichomonas vaginalis. Pada wanita kulit hitam diperkirakan 2-8 kali lebih banyak ditemukan Trichomonas vaginalis dibandingkan wanita kulit putih. Infeksi paling sering terjadi pada dekade II dan III, tetapi dapat terjadi pada setiap umur dan pernah dilaporkan hampir 17% bayi usia 1 hari 11 bulan telah terinfeksi Trichomonas vaginalis. Etiologi Trikomonas adalah suatu organisme eukaryotik yang termasuk kelompok mastigophora, mempunyai flagel, dengan ordo trichomonadida. Terdapat lebih dari 100 spesies, sebagian besar trichomonas merupakan organisme komensal pada usus mamalia dan burung. Terdapat 3 spesies yang sering ditemukan pada manusia yaitu Trichomonas vaginalis yang merupakan parasit pada saluran genitourianaria, Trichomonas tenax dan Pentatrichomonas hominis merupakan trichomonas non patogen yang ditemukan di rongga mulut untuk Trichomonas tenax dan usus besar untuk Pentatrichomonas hominis. Nama Trichomonas vaginalis sebenarnya salah, karena juga ditemukan di uretra wanita dan tidak jarang ditemukan di uretra pria. Organisme ini berbentuk oval atau fusiformi, atau seperti buah pir, dengan panjang rata-rata 15 mm dengan tanda khas selalu berpindah tempat. Intinya terletak anterior, antara inti dan permukaan ujung yang lebih luas terdapat 1 atau lebih struktur yang membulat yang disebut blepharoplasts dan dari tempat inilah keluar keempat flagel. Flagel kelima

berbentuk membran bergelombang yang berasal dari kompleks kinetosomal dan terbentang sepanjang setengah dari organisme ini. Pergerakannya dengan kedutan yang didorong oleh keempat flagel anterior, kecepatan dan aktivitas hentakannya yang khas menyebabkan organisme ini mudah diidentifikasi pada sediaan segar. Trichomonas vaginalis tumbuh di ling-kungan yang basah dengan suhu 35-37 C dengan pH antara 4,9-7,5. Trichomonas vaginalis tidak menyerang jaringan di sebelah bawah dinding vagina, ia hanya ada di rongga vagina; sangat jarang ditemui di tempat lain. Ling-kungan vagina sangat disukai oleh organisme ini. Trichomonas vaginalis dapat menimbulkan reaksi radang pada rongga vagina yang didominasi oleh sel lekosit polymorphonuclear (PMN). Trichomonas vaginalis dan ekstraknya dapat merangsang kemotaktik sel lekosit PMN, yang mungkin mempengaruhi perkembangan gejalanya. Mekanisme lengkap penghancuran sel epitel vagina yang diserang oleh Trichomonas vaginalis belum diketahui dengan pasti. Terdapat 3 kemungkinan untuk timbulnya spektrum klinis yang luas pada penyakit ini: 1. Terdapat variasi virulensi intrinsik di antara strain tricho-monas yang berbeda. 2. Perbedaan kerentanan epitel vagina di antara penderita dan juga pada penderita yang sama pada waktu yang lama. 3. Terdapat perbedaan lingkungan mikro vagina yang mem-pengaruhi gejala klinisnya. Pria yang mengandung Trichomonas vaginalis sebagian besar asimtomatik dan respon radang pada uretra pria biasa-nya tidak ditemukan. Hal ini berhubungan dengan epitel kuboid pada uretra. Trichomonas vaginalis dapat menginfeksi epitel skuamosa pada vagina tetapi hanya yang rentan saja. Cara menghilangkan Trichomonas vaginalis dari saluran urogenital pria belum diketahui pasti, tetapi mungkin organis-me hilang secara mekanik pada waktu buang air kecil dan adanya seng di dalam cairan normal prostat dapat dengan cepat membunuh trichomonas. Penularan Trichomonas vaginalis menular melalui hubungan seksual meskipun masih diperdebatkan. Trichomonas vaginalis dapat hidup pada obyek yang basah selama 45 menit pada kloset duduk, kain lap pencuci badan, baju, air mandi(1)dan cairan tubuh. Penularan perinatal terjadi kira-kira 5% dari ibu yang terinfeksi tetapi biasanya sembuh sendiri dengan metabolisme yang progresif

dari hormon ibu. Infeksi Trichomonas vaginalis mempunyai masa inkubasi selama 4-21 hari.

Gejala Klinis Pada wanita, Vaginitis Adanya duh tubuh vagina yang encer berwarna kuning kehijauan dan purulen merupakan gambaran yang karakteristik untuk vaginitis trichomonal. Bau vagina yang abnormal, pruritus, vulva yang kemerahan dan membengkak, petechiae pungtata pada serviks (strawberry cervix). Lebih dari setengah wanita yang terinfeksi mempunyai gejala klinis, difus, ekskoriasi pada bagian dalam paha. Penderita mungkin juga mengeluh disparenia dan pada waktu pemasangan spekulum terasa sakit serta edema vestibulum dan labia minor mungkin ditemukan. Uretritis Kira-kira setengah kasus vaginitis trikomonalis juga me-ngenai uretra. Keadaan ini mungkin asimtomatik atau menyebabkan disuria. Skenitis dan bartolinitis Skenitis dan bartolinitis dengan pembentukan abses mungkin berhubungan dengan trikomoniasis dan kadangkadang Trichomonas vaginalis dapat diisolasi dari sekreti organ ini, infeksi kedua kelenjar ini sangat jarang terjadi. Pada pria Penemuan secara langsung Trichomonas vaginalis dengan menggunakan mikroskop sukar pada genitalia pria atau sampel urin. Sebagian besar pria yang terinfeksi tidak mempunyai gejala. Bila bergejala kebanyakan berupa duh tubuh uretra yang seperti susu dan sakit bila buang air kecil sehingga memberikan gejala sebagai uretritis non gonore. Diagnosis dibuat dengan menemukan organisme ini pada duh tubuh uretra dengan hapusan atau kultur atau keduanya. Laboratorium Pemeriksaan mikroskop secara langsung Dengan sediaan basah dapat ditemukan protozoa dengan 4-5 flagel dan ukuran 10-20 m yang motil. Pada wanita metode ini mempunyai sensitifitas 50-70% dan spesimen harus diambil dari vagina karena agen penyebab hanya menyerang epitel skuamosa. Pada pria cara penemuan Trichomonas vaginalis tidak selalu berhasil dan Trichomonas vaginalis dapat dideteksi dengan menggunakan sedimen urin. Cara lain menggunakan pewarnaan Gram, Giemsa, Papa-nicolaou, Periodic acid schiff,

Acridine orange, Fluorescein, Neutral red dan Imunoperoxidase. Kultur Teknik kultur menggunakan berbagai cairan dan media semi solid yang merupakan baku emas untuk diagnosis. Biasanya dengan menggunakan medium FeinbergWhittington memberikan hasil yang dapat dipercaya. Teknik kultur ini mempunyai sensitifitas kira-kira 97%. Metode serologi Beberapa studi mengatakan bahwa uji serologis kurang sensitif daripada kultur atau pemeriksaan sediaan basah. Pada metode serologi ini dapat digunakan teknik ELISA, tes latex agglutination yang menggunakan antibodi poliklonal. Antigen detection immunoassay yang menggunakan antibodi monoklonal dan nucleic acid base test. Diagnosis Diagnosis trikomoniasis masih merupakan suatu masalah, sebab gambaran klinis trikomoniasis tidak dapat dipercaya se-bagai petunjuk diagnosis, karena kurang sensitif dan spesifik. Diagnosis efektif trikomoniasis tergantung pada identifikasi organismenya. Spesimen dari uretra jarang digunakan bila dibandingkan yang berasal dari vagina. Pengobatan Prinsip penatalaksanaan trikomonas yaitu pengobatan juga diberikan kepada pasangan seksualnya dengan rejimen yang sama untuk menghindari fenomena ping-pong. Jika pasangan seksual-nya diobati bersama-sama maka angka kesembuhan melebihi 95%. Drug of choice untuk trikomoniasis adalah metronidazole. Metronidazol bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA pada Trichomonas vaginalis dan menyebabkan degra-dasi DNA yang berakibat putusnya untaian DNA dan tidak stabil-nya helix, dengan cara mereduksi ferredixin-depleted extract pada Trichomonas vaginalis melalui pyrovat ferredoxin oxidoreductase dan diduga hasil reduksi ini yang bertanggung jawab pada kematian sel. Rejimen Metronidazol yang dianjurkan 2 g dosis tunggal, peroral. Pengobatan juga diberikan kepada pasangan seksualnya dengan rejimen yang sama. Rejimen alternatif, dianjurkan untuk penderita yang tidak sembuh dengan pengobatan dosis tunggal, yaitu dengan Metronidazol 500 mg, 2 kali sehari selama 7 hari. Untuk penderita yang gagal dengan pengobatan ulangan,

digunakan Metronidazol 2 g dosis tunggal selama 3-5 hari. Rejimen metronidazol multidosis selama 7 hari sangat efektif untuk penderita pria. Metronidazol hampir sempurna diserap melalui usus, berpenetrasi dengan baik kedalam jaringan dan cairan tubuh (vagina, semen, saliva dan ASI) serta diekskresi sebagian besar melalui urin. BAKTERIAL VAGINOSIS A. Definisi Gardnerella vaginalis : bakteri yang dapat menyebabkan gejala vaginitis pada wanita berhubungan dengan Bakterial vaginosis dianggap sebagai pengganti flora normal pada vagina Bukan merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual (STD) B. Gejala dan Tanda 1. 2. 3. Discharge vagina tipis, kental, keabu-abuan, sering memberikan rasa tidak nyaman Berbau amis Iritasi vulva, jarang gatal Penyakit inflamasi pelvis Komplikasi tertentu pada kehamilan D. Pemeriksaan Vaginal smear E. Pengobatan Antibiotik Aei-gel - Membuat pH balance - Efektif dalam pencegahan kekambuhan F. Pencegahan Menjaga keasaman normal pH vagina Menghindari penggunaan produk higienis wanita Penggunaan Aei-gel jika didapatkan bau vagina yang abnormal Tinidazol atau Metronidazol (seperti pengobatan pada trikomoniasis)

C. Komplikasi

BAB III ILUSTRASI KASUS STATUS PENDERITA IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Alamat Tanggal pemeriksaan No. RM B. Keluhan utama : Ny. M : 25 tahun : perempuan : Petoran Rt 03/V , Jebres, Surakarta : 7 Mei 2012 : 97 69 85 : keputihan

C. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengeluh keluar cairan berwarna putih kuning kadang-kadang kehijauan. Cairan keluar sewaktu-waktu, kadang berbau, jumlah banyak sehingga pasien harus berganti pakaian dalam 4-5 kali sehari. Pasien mengeluhkan terasa lembab dan gatal, rasa terbakar (+), sakit pada saat kencing (-). Selain itu pasien mengeluhkan terasa nyeri pada saat berhubungan intim dengan suami. Saat memeriksakan diri pasien tidak sedang menstruasi. Demam (-). Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 6 bulan yang lalu yang hilang sendiri. Pasien menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan sejak kelahiran anak ketiga. Pasien bekerja sebagai baby sitter. Sedangkan

suami bekerja di sebuah caf di Bali dan pulang 6 bulan sekali. Terakhir kali berhubungan 1 minggu yang lalu dengan suami.

D. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi obat Riwayat penyakit serupa E. Riwayat Keluarga: Riwayat berkeluarga Riwayat penyakit serupa : Menikah 1 kali; : Disangkal : : disangkal : (+) 6 bulan yang lalu

F. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

(+) KB suntik 3 bulan sekali ( setelah kelahiran anak ketiga) G. Riwayat Obstetri Ginekologi : G3P3A0 dengan kelahiran normal.

II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis 1. Keadaan umum Berat badan Tinggi badan A. Nadi Laju Pernapasan Suhu B. Kulit Tanda vital : 120/70 mmHg : 80 x/menit : 20 x/menit : 36,8 0C : warna sawo matang, lembab, ujud kulit (-) kelainan : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup : 45 kg : 147 cm

Tekanan Darah

C. Mata D. Hidung E. Mulut F. Telinga G. Tenggorok H. Leher I. Thorax Bentuk Cor Inspeksi Palpasi Perkusi

: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-) : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) : bibir pucat (+), sianosis (-), mukosa basah (+) : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-) : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1 : kelenjar getah bening tidak membesar : normochest : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak kuat angkat : batas jantung kesan tidak melebar Kanan atas Kiri atas Kiri bawah : SIC II linea parasternalis dextra : SIC II linea parasternalis sinistra :SIC V linea medioclavicularis sinistra

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra Auskultasi Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-) : fremitus raba dada kanan = kiri : sonor di seluruh lapang paru Batas paru hepar Redup relatif Redup absolut Auskultasi J. Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi : dinding perut sejajar dinding dada : peristaltik (+) normal : timpani : SIC VI dextra : batas paru hepar : hepar Batas paru lambung:spatium intercosta VII Sinistra : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik

K. Ekstremitas Akral dingin -

: Oedema -

Sianosis ujung jari -

Capilary refill time< 2 detik

Status dermatologi venerelogis Regio genitalia eksterna : tampak labia mayor eritema Pada pemeriksaan in speculo : tampak porsio eritema dengan discharge warna putih susu bergumpal-gumpal. Tidak berbau.

Gambar 2. Genitalia eksterna tampak luar. Tampak eritem pada labia

Gambar 3. Pemeriksaan in speculo. Cairan putih susu dan menggumpal pada porsio yang eritem. III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah Hb : 12,1 g/dL AE : 4,80 x 106 uL Hct : 35,6 % AL : 14,3 x 103 uL AT : 30 x 103 uL Golongan darah : B GDS : 88 mg/dl PH vagina : 3,7 MIKROSKOPIK

1. Pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 10% : didapatkan blastospora dan


pseudohifa

2. Pemeriksaan gram : didapatkan blastospora dan pseudohifa


DIAGNOSIS BANDING 1. Kandidiasis vulvovaginal 2. Infeksi Trichomonas vaginalis 3. Bakterial vaginosis

DIAGNOSIS Fluor albus et causa Candidiasis vaginal TERAPI 1. Non Medikamentosa Edukasi pasien : a. b. c. d. untuk menjaga kebersihan alat genital agar tidak lembab menggunakan pakaian yang tidak ketat menunda sanggama selama pengobatan saran : pemeriksaan terhadap suami jika diperlukan

2. Medikamentosa a. Nystatin ovula 500.000 iu /hari selama 14 hari b. Ketokonazol tab mg 200 2 x sehari selama 5 hari VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad cosmeticum PENULISAN RESEP R/ Nystatin ovula No XIV No X S 1 dd ovula 1 omni noct per vaginam R/ Ketokonazol tab mg 200 S 2 dd tab 1 Pro : Ny M(25 tahun) : : : : baik baik baik baik

Pembahasan obat 1. Ketokonazol Merupakan keluarga azol yang bermanfaat dalam pengobatan mikosis sistemik. Selain aktivitas anti jamurnya, ketokonazol juga menghambat sintesis steroid gonadal dan adrenal manusia dengan menghambat liase C17-20, 11/3-hidroksilase dan pecahnya rantai samping kolesterol, sehingga dapat menekan sintesis testosterone dan kortisol. Mekanisme kerja: ketokonazol berinteraksi dengan C-14 demetilase (enzim P450 sitokrom) untuk menghambat lanosterol menjadi ergosterol yang merupakan sterol penting untuk membran jamur. Ketokonazol bersifat fungistatika atau fungisida tergantung dosis. Farmakokinetik: Ketokonazol hanya diberikan per oral. Obat ini larut dalam asam lambung dan diabsorpsi melalui mukosa lambung. Makanan, antasida, simetidin dan rifampisin mengganggu absorbsinya. Coca-cola yang bersifat asam meningkatkan absorbs obat ini. Metabolism yang ekstensif terjadi di hati. Ekskresinya terutama melalui empedu. Kadar obat induk dalam urin sangat rendah sehingga tidak efektif terhadap infeksi mikotik saluran kemih. Efek samping: gangguan saluran cerna merupakan efek samping yang palin sering. Efek endokrin berupa ginekomastia, penurunan libido, impotensi, dan ketidak teraturan menstruasi bias terjadi oleh karena penghambatan sintesis steroid dan adrenal. Gangguan fungsi hati walaupun insidennya rendah, tetapi merupakan manifestasi toksik yang cukup serius. 2. Nistatin Nistatin adalah suatu antibiotika polien, dihasilkan oleh Streptomyces nursei, sedikit larut dalam air, tetapi cepat terurai dalam air atau plasma. Instating juga stabil dalam bentuk kering. Aktivitas antijamur: Nistatin tidak memberikan efek terhadap bakteri atau protozoa, tetapi secara invitro menghambat banyak jamur termasuk candida, dermatofit, dan organisme yang dihasilkan oleh mikosis dalam badan manusia. Secara invivo, kerjanya terbatas pada permukaan dengan obat yang tidak diserap dan dapat kontak langsung dengan ragi atau jamur. Secara invivo tidak ditemukan resistensi terhadap nistatin, tetapi dapat ditemukan galur kandida yang resisten terhadap nistatin.

Mekanisme kerja: dengan jalan berikatan dengan sterol membrane sel jamur, terutama ergosterol. Oleh karena itu terjadi gangguan pada permeabilitas sel jamur dan mekanisme transpornya. Akibatnya sel jamur kehilangan banyak kation dan makromolekul. Resistensi adapt timbul karena menurunnya jumlah sterol pada membrane sel jamur atau terjadi perubahan sifat struktur atau sifat ikatannya. Farmakokinetik: Nistatin hamper tidak diabsorbsi melalui kulit, membrane mukosa, atau saluran cerna. Semua nistatin yang masuk ke saluran cerna akan dikeluarkan kembali melalui tinja, dan tidak ditemukan adanya nistatin dalam darah atau jaringan. Efek samping: jarang terjadi efek samping pada pemberian oral ataupun topikal. Pemberian oral mungkin adapt menimbulkan mual, muntah, atau diare. Pemberian dosis tinggi tidak akan menimbulkan superinfeksi karena obat ini tidak mempengaruhi bakteri, protozoa, atau virus.

DAFTAR PUSTAKA Aghe, dr. Leukorrhea ( Keputihan) http://asramamedicafkunhas.blogspot.com/2009/05/leukorrhea-keputihan.html Djuanda Adi, Prof, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ke tiga cetakan pertama. Jakarta: FKUI, Hal. 103-106, 358-364. Munaf Sjamsuri. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC, Hal. 228-229. Robbins L., M.D. 1995. Buku Ajar Patologi II edisi keempat cetakan pertama. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC, Hal. 327-377. Sarwono Prawirohardjo, Prof, dr, Sp.OG, dkk. 2005. Ilmu Kandungan YBP-SP Edisi kedua. Jakarta: FKUI, Hal 271-277.

Anda mungkin juga menyukai