Anda di halaman 1dari 6

PENGETAHUAN GURU TENTANG SISWA KESULITAN BELAJAR MEMBACA

Jamilah (Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNJ) (jamilah.banjar@gmail.com) Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empirik pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Penelitian ini dilaksanakan pada guru SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, Jawa Barat. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan tertinggi diperoleh SD Lentera Insan CDEC dengan rata-rata skor terbesar 13.25, median sebesar 13, skor tertinggi sebesar 18 dan skor terendah sebesar 10. Sedangkan rata-rata pengetahuan terendah diperoleh oleh SDN Palsigunung dengan rata-rata skor sebesar 8.91, median sebesar 8, skor tertinggi 14 dan skor terendah 6. Berdasarkan hasil analisis pada 70 orang guru diketahui sebanyak 14 orang guru (20%) memiliki pengetahuan baik, 42 orang guru (60%) memiliki pengetahuan cukup dan 18 orang guru (20%) memiliki pengetahuan kurang tentang siswa kesulitan belajar membaca. Kata Kunci: Guru, siswa kesulitan belajar membaca.

Pendahuluan
Guru merupakan orang yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Guru dalam melaksanakan tugasnya dituntut memiliki kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik, yaitu salah satunya memiliki pemahaman terhadap peserta didik. Hal tersebut merupakan kendala karena tidak semua guru memiliki pengetahuan mengenai peserta didik dan pengetahuan mengenai penyedian layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya penanganan kesulitan belajar dikarenakan kurangnya pengetahuan guru dalam mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar. Salah satu kesulitan belajar yang sering terlambat ditangani dan bisa mengakibatkan masalah belajar yang lain adalah kesulitan belajar membaca. Kesulitan belajar membaca merupakan kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata atau kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Guru yang memiliki pengetahuan tentang peserta didik yang mengalami kesulitan belajar membaca tentunya sangat dibutuhkan untuk memberikan layanan pendidikan yang tepat. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti ketika wawancara langsung dengan guru tentang siswa

kesulitan belajar membaca di SD Palsigunung dan SDN Bojongsari 01, ada 4 orang guru yang tidak mengerti tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sekitar 5 orang anak yang menurut mereka tinggal kelas adalah termasuk anak yang mengalami kesulitan belajar membaca. Mereka menganggap anak kesulitan belajar membaca sebagai anak yang malas belajar, bodoh, lambat dalam kegiatan belajar. Karena ketidaktahuan guru yang menyamakan anak kesulitan belajar membaca dengan anak yang malas belajar, bodoh, lambat dalam kegiatan belajar, maka peneliti berkeinginan untuk mencari tahu lebih lanjut apakah semua guru sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif memiliki pengetahuan yang rendah tentang siswa kesulitan belajar membaca. Hal ini sangat penting agar guru tidak salah dalam mengasesmen dan memberikan layanan pendidikan bagi siswa kesulitan belajar membaca. Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah pengetahuan guru sekolah dasar tentang siswa kesulitan belajar? (2) Bagaimanakah pengetahuan guru sekolah dasar tentang kesulitan belajar membaca? (3) Bagaimanakah pengetahuan guru sekolah dasar dalam mengidentifikasi siswa berkesulitan belajar membaca? (4) Bagaimanakah pengetahuan guru sekolah dasar mengenai siswa berkesulitan belajar membaca? Kemudian pembatasan masalah penelitian pada guru yang dimaksud adalah guru yang memiliki pengetahuan sebagai 1

guru SD yang memiliki masa kerja 5 tahun, pendidikan inklusif yang dimaksud adalah SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok Jawa Barat, kesulitan belajar yang dimaksud adalah kesulitan belajar membaca atau disleksia. Fokus penelitian ini adalah Bagaimanakah Pengetahuan Guru Sekolah Dasar tentang Siswa Kesulitan Belajar Membaca di Kota Depok, Jawa Barat? Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: (1) Guru; memberikan tambahan informasi, menambah wawasan tentang siswa kesulitan belajar membaca agar dapat memberikan layanan pembelajaran yang lebih efektif, (2) Sekolah; memberikan informasi kepada sekolah tentang data pengetahuan guru mengenai siswa kesulitan belajar membaca serta sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk lebih mengenal anak berkesulitan belajar, khususnya kesulitan belajar membaca, (3) Orang tua; memberikan informasi kepada masyarakat khususnya orang tua tentang siswa kesulitan belajar membaca, agar orang tua ikut serta dalam membantu dan mendukung anaknya dalam pendidikan, (4) Peneliti Selanjutnya; sebagai bahan informasi bagi peneliti atau mahasiswa lain yang tertarik untuk meneliti tentang siswa kesulitan membaca sebagai data dasar yang selanjutnya dapat dikembangkan sebagai suatu studi dan penelitian yang lebih luas dan mendalam.

Kajian Teori
Sidi Gazalba (1992) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran (Amsal Bakhtiar, 2007: 85). Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu (Surajiyo, 2005: 62). Taksonomi Bloom (1956) menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah aspek yang paling dasar atau seringkali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau

dapat menggunakannya (Daryanto, 2007: 103). Dalam struktur dasar kegiatan manusia mengetahui secara umum dapat dibedakan adanya tiga tahap yang meningkat. Tahapan pertama adalah tahap pengalaman keinderaan atau pencerapan inderawi (sense perseption), yakni tahap ketika objek tersaji bagi subjek melalui penginderaan, persepsi, imajinasi, dan ingatan. Tahapan kedua adalah pemahaman (understanding), yakni tahap ketika pikiran berusaha memahami atau mengerti dengan mengonseptualisasikan pola dan struktur keterpahamian (the intelligible structure) yang imanen pada objek yang tersaji pada tahap pertama. Tahap ketiga, adalah tahap pertimbangan dan penegasan putusan (judgment). Dalam tahap tiga ini, pikiran berusaha untuk membuat penegasan putusan, baik berupa peneguhan atau penyangkalan, tentang benar atau salahnya tepat atau melesetnya pola dan struktur yang ditangkap pikiran dalam memahami data yang tersaji dalam pengalaman keinderaan. Tahap ketiga ini merupakan tahap ketika penalaran atas pengalaman dan pemahaman atasnya terjadi (Sudarminta, 2002: 65). Disleksia mengacu kepada semua masalah membaca. Ketidakmampuan belajar membaca ini bersumber dari kerusakan neurologis dalam memproses suatu pembicaraan, ketidakmampuan untuk mengenali bahwa kata-kata tersebut terdiri dari unit suara yang lebih kecil, yang direpresentasikan oleh huruf yang tercetak. Kerusakan dalam pemroses fonologis membuatnya sulit untuk men-decode kata (Diane E. Papalia, 2008: 469). Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia. Bryan dan Bryan (1979) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma kesulitan belajar dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa (Abdurrahman, 2010: 204). Mercer menjelaskan ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca, yaitu berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka (Abdurrahman, 2010: 204). Siswa yang mengalami disleksia memiliki ciri-ciri, yaitu (1) membaca secara terbalik tulisan, contoh duku dibaca kudu, d 2

dibaca b, atau p dibaca q, (2) menulis huruf secara terbalik, (3) mengalami kesulitan dalam menyebutkan kembali informasi yang diberikan secara lisan, (4) kualitas tulisan buruk, karakter huruf yang ditulis tidak jelas, (5) memiliki kemampuan menggambar yang kurang baik, (6) sulit dalam mengikuti perintah yang diberikan secara lisan, (7) mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiri dan kanan, (8) mengalami kesulitan dalam memahami dan mengingat cerita yang baru dibaca, (9) mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara tertulis, (10) mengalami disleksia bukan karena keadaan mata dan telinga yang tidak baik tetapi karena disfungsi otak (brain dysfunction), (11) mengalami kesulitan dalam mengenal bentuk huruf dan mengucapkan bunyi huruf, (12) mengalami kesulitan dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti, (13) sangat lembut dalam membaca karena kesulitan dalam mengenal huruf, mengingat bunyi huruf dan menggambungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti (Martini Jumaris, 2009: 176177). Ciri-ciri anak yang mengalami disleksia adalah (1) inakurasi dalam membaca, seperti membaca lambat kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya, intonasi suara turun naik tidak teratur, (2) tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional, (3) sering terbalik dalam mengenali huruf dan kata, misalnya antara kuda dengan daku, palu dengan lupa, huruf b dengan d, p dengan q, dan lain-lain, (4) kacau terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa, dan lain-lain, (5) sering mengulangi dan menebak kata-kata atau frase, (6) kesulitan dalam memahami apa yang dibaca, dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang dibacanya, (7) kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata, (8) sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata, (9) sulit mengeja secara benar, (10) membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya, (11) sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata, misalnya, kucing duduk di atas kursi menjadi kursi duduk di atas kucing, (12) rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari, dan, jadi, (13) lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca lainnya (Nini Subini, 2011:14).

Metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar, yaitu metode (1) Fernald, (2) Gillingham, dan Analisis Glass (Abdurrahman, 2010: 217).

Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empirik mengenai pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan atau satu semester, yaitu antara bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2012. Adapun tahapan-tahapan penelitian dalam proses pengumpulan data adalah dimulai dengan (1) pembuatan dan penyusunan proposal, (2) pengumpulan data-data teori, (3) melakukan kajian teori, (4) membuat instrumen penelitian, (5) mengurus izin penelitian, (6) melakukan uji coba instrumen, (7) melaksanakan penelitian, (8) mengolah data, dan (9) menyusun laporan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan teknik yang digunakan adalah teknik deskriptif. Populasi target berjumlah 154 orang guru dari 6 SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini berjumlah 70 orang guru dari 6 SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok. Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Dengan demikian jumlah sampel sebanyak 70 orang guru kelas sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini diperoleh dari mengumpulkan data dengan memberikan tes yang digunakan untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca berupa tes pilihan ganda yang terdiri atas empat jawaban.Untuk keperluan analisis penelitian menggunakan skala dikotomi. Untuk setiap butir soal dijawab yang benar diberi nilai 1 dan untuk butir soal yang dijawab salah diberi nilai 0. Proses penyusunan instrumen diawali dengan menyusun kisi-kisi berdasarkan pengertian dan definisi konseptual dengan memperhatikan dimensi, indikator, karakteristika atau berbagai aspek yang terkandung dalam teori-teori yang ada. Uji coba instrumen dilaksanakan di SD Negeri Depok Baru 8, SD Semutsemut The Natural School, dan SD Negeri 3

Cilangkap 2. Uji coba yang digunakan sebanyak 10 orang. Pengujian validitas pada instrumen uji coba mengenai pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca menggunakan rumus point biserial. Berdasarkan uji coba instrumen dari 40 butir pertanyaan pada 10 orang guru sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif diperoleh 21 butir pertanyaan valid dan 19 butir pertanyaan tidak valid. Berdasarkan pengujian validitas kemudian dilakukan perhitungan reliabilitas, untuk mengetahui sejauh mana pengukuran dapat dipercaya. Perhitungan reliabilitas instrumen menggunakan rumus K-R.20. Hasil perhitungan reliabilitas instrumen penelitian ini adalah r11= 0,480. Berdasarkan pengujian tersebut, maka penelitian ini dinyatakan reliabel. Berdasarkan uji coba instrumen penelitian baik validitas maupun reliabilitas, diperoleh instrumen yang valid sebanyak 21 butir dengan koefisien reliabilitas instrumen cukup = 0,480. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik statistika deskriptif, yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, histogram dan kriteria pengujian menggunakan rumus kuartil, untuk kelompok pengetahuan baik mempunyai skor 14,19 ke atas (>14,19), kelompok pengetahuan cukup mempunyai skor antara 8,57 sampai 14,19 dan kelompok pengetahuan kurang mempunyai skor 8,57 ke bawah (<8,57).

Hasil Penelitian
Deskripsi data hasil pengetahuan guru keseluruhan dari enam SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, Jawa Barat sebagai berikut: rata-rata skor pengetahuan tertinggi diperoleh SD Lentera Insan CDEC dengan rata-rata skor terbesar 13.25, median sebesar 13, skor tertinggi sebesar 18 dan skor terendah sebesar 10. Sedangkan rata-rata pengetahuan terendah diperoleh oleh SDN Palsigunung dengan rata-rata skor sebesar 8.91, median sebesar 8, skor tertinggi 14 dan skor terendah 6. pengetahuan guru mengenai siswa kesulitan belajar membaca diperoleh melalui tes. Skor tertinggi untuk data tersebut 18 dan skor terendah adalah 6 sehingga rentang skor adalah 12, rata-rata 11.38 dan simpangan baku atau standar deviasi adalah 2.81. Dari 70 guru yang diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 38 orang guru

(54,2%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup. 18 orang guru (25,8%) berada di bawah kelompok rata-rata atau kurang. Sebanyak 14 orang guru (20%) berada di atas rata-rata atau baik. Sedangkan skor empirik tertinggi sebesar 18 ada pada rentang 18 - 19, yaitu 4,3% atau 3 orang guru dan skor empirik terendah adalah 6, berada pada rentang 6 - 7, yaitu 7,1% atau 5 orang guru. Deskripsi data pengetahuan guru tentang kesulitan belajar membaca pada masing-masing sekolah sebagai berikut: skor rata-rata SDN Bojongsari 01 adalah 10,13. Dari 15 orang guru di SDN Bojongsari 01 yang diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 12 orang guru (79,9%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup. 3 orang guru (20,1%) berada di bawah kelompok rata-rata atau kurang. Sedangkan skor empirik tertinggi sebesar 12 ada pada rentang 12, yaitu 20% atau 3 orang guru dan skor empirik terendah adalah 7 berada pada rentang 7, yaitu 6,7% atau 1 orang guru. Skor rata-rata SDN Palsigunung adalah 8,91. Dari 12 orang guru di SDN Palsigunung yang telah diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 2 orang guru (16,7%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup. 9 orang guru (75%) berada di bawah kelompok rata-rata atau kurang dan sebanyak 1 (8,3%) berada di atas rata-rata atau baik. Sedangkan skor empirik tertinggi sebesar 14 ada pada rentang 14 - 15, yaitu 8,3% atau 1 orang guru dan skor empirik terendah adalah 6 berada pada rentang 6 - 7, yaitu 16,7% atau 2 orang guru. Skor rata-rata SDIT Ruhama adalah 10,64. Dari 14 orang guru di SDIT Ruhama diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 9 orang guru (64,3%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup. 3 orang guru (21,4%) berada di bawah kelompok rata-rata atau kurang dan sebanyak 2 orang guru (14,3%) berada di atas rata-rata. Sedangkan skor empirik tertinggi sebesar 15 berada pada kelas interval 15 - 16, sedangkan skor empirik terendah adalah 6 berada pada kelas interval 5 - 6. Skor rata-rata SDIT Darul Abidin adalah 13,2. Dari 5 orang guru di SDIT Darul Abidin diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 2 orang guru 4

(40%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup dan 3 orang guru (60%) berada pada kelompok di atas rata-rata atau baik. Sedangkan skor empirik tertinggi sebesar 16 berada pada kelas interval 16 - 17, sedangkan skor empirik terendah adalah 10 berada pada kelas interval 10 - 11. Skor ratarata SD Islam Dian Didaktika adalah 12,92. Dari guru di SD Islam Dian Didaktika diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 9 orang guru (75%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup. 3 orang guru (25%) berada pada kelompok di atas rata-rata atau baik. Sedangkan skor empirik tertinggi sebesar 18 berada pada kelas interval 18 - 19, sedangkan skor empirik terendah adalah 11 berada pada kelas interval 10 - 11. Skor rata-rata SD Lentera Insan CDEC adalah 13,2. dari 12 orang guru di SD Lentera Insan CDEC diteliti terdapat keragaman pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 9 orang guru (75%) berada pada kelompok rata-rata atau cukup. 3 orang guru (25%) berada di atas rata-rata atau baik. Sedangkan skor empirik tertinggi 18 berada pada kelas interval 18 19 dan skor empirik terendah adalah 10 berada pada kelas interval 10 - 11.

Pembahasan Penelitian
Untuk mengetahui kriteria pengetahuan guru, maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus kuartil yang dikelompokkan ke dalam tiga rangking. Pengetahuan guru dinyatakan baik apa bila skor yang diperoleh 14,19 ke atas, pengetahuan guru dinyatakan cukup apabila skor yang diperoleh antara 8,57 sampai 14,19 dan pengetahuan guru dinyatakan kurang apa bila skor yang diperoleh di bawah 8,57. Analisis data masing-masing sekolah berdasarkan skor yang diperoleh, SD Bojongsari 01 dengan jumlah 15 orang guru, diketahui 12 orang guru (80%) memiliki pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca dan 3 orang guru (20%) memiliki pengetahuan kurang tentang siswa kesulitan belajar membaca. Pengetahuan guru di SDN Bojongsari 01 tentang siswa kesulitan belajar membaca didominasi oleh pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca. Berdasarkan skor yang diperoleh, SDN Palsigunung dengan jumlah 12 orang guru dapat diketahui 3 orang guru (25%)

memiliki pengetahuan cukup, 8 orang guru (66,7%) memiliki pengetahuan kurang dan 1 orang guru (8,33%) memiliki pengetahuan baik tentang siswa kesulitan belajar membaca. Pengetahuan guru di SDN Palsigunung tentang siswa kesulitan belajar membaca didominasi oleh pengetahuan kurang tentang siswa kesulitan belajar membaca. Berdasarkan skor yang diperoleh, SDIT Ruhama 9 orang guru (64,3%) memiliki pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca, 3 orang guru (21,4%) memiliki pengetahuan kurang dan 2 orang guru (14,28%) memiliki pengetahuan baik tentang siswa kesulitan belajar membaca. Pengetahuan guru di SDIT Ruhama tentang siswa kesulitan belajar membaca didominasi oleh pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca. Berdasarkan skor yang diperoleh, SDIT Darul Abidin dengan jumlah 5 orang guru, dapat diketahui 2 orang guru (40%) memiliki pengetahuan cukup terhadap siswa kesulitan belajar membaca dan 3 orang guru (60%) memiliki pengetahuan baik. Berdasarkan skor yang diperoleh, SDI Dian Didaktika dengan jumlah 12 orang guru dapat diketahui 9 orang guru (75%) memiliki pengetahuan cukup dan 3 orang guru (25%) memiliki pengetahuan baik tentang siswa kesulitan belajar membaca. Pengetahuan guru di SDI Dian Didaktika tentang siswa kesulitan belajar membaca didominasi oleh pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca. Berdasarkan skor yang diperoleh, SD Lentera Insan CDEC dengan jumlah 12 orang guru dapat diketahui 9 orang guru (75%) memiliki pengetahuan cukup dan 3 orang guru (25%) memiliki pengetahuan baik tentang siswa kesulitan belajar membaca. Pengetahuan guru di SD Lentera Insan CDEC tentang siswa kesulitan belajar membaca didominasi oleh pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca. Analisis data keseluruhan berdasarkan skor yang diperoleh, dari 70 orang guru diketahui sebanyak 14 orang guru (20%) memiliki pengetahuan baik tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 42 orang guru (60%) memiliki pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca. 14 orang guru (20%) memiliki pengetahuan kurang. Jelas sekali terlihat lebih dari 50% guru sudah memiliki pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan 5

belajar membaca. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa guru SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, Jawa Barat mempunyai pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca.

Simpulan dan Saran


Berdasarkan penelitian pengetahuan guru tentang siswa kesulitan belajar membaca, diperoleh data SD Lentera Insan CDEC menempati urutan tertinggi dengan skor rata-rata 13.25, diurutan kedua SDIT Darul Abidin dengan skor rata-rata 13.20, urutan ketiga ditempati oleh SD Islam Dian Didaktika skor rata-rata 12.91, urutan keempat ditempati SDIT Ruhama dengan skor rata-rata 10.64, urutan kelima ditempati oleh SDN Bojongsari 01 dengan skor ratarata 10.13 dan terendah ditempati oleh SDN Palsigunung dengan skor rata-rata 8.91. Skor yang bervariasi dari tiap sekolah menunjukkan beragam pengetahuan guru sekolah dasar tentang siswa kesulitan belajar. Dari hasil penelitian pengetahuan guru, terlihat pengetahuan guru sekolah dasar tentang siswa kesulitan belajar membaca sangat beragam. Berdasarkan skor yang diperoleh, dari 70 orang guru diketahui sebanyak 14 orang guru (20%) memiliki pengetahuan baik tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sebanyak 42 orang guru (60%) memiliki pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca dan 14 orang guru (20%) memiliki pengetahuan kurang tentang siswa kesulitan belajar membaca. Jelas sekali terlihat lebih dari 50% guru sudah memiliki pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa guru SD penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Depok, Jawa Barat mempunyai pengetahuan cukup tentang siswa kesulitan belajar membaca.

Untuk guru di sekolah dasar yang telah melaksanakan pendidikan inklusif agar terus menambah wawasan dan pengetahuan lebih dalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesulitan belajar membaca melalui berbagai sumber pengetahuan agar dapat memberikan layanan pembelajaran yang lebih efektif. Jurusan Pendidikan Luar Biasa dapat memberikan pelatihan yang dapat menambah pengetahuan guru tentang sekolah inklusif. Pemerintah hendaknya memperbanyak seminar-seminar, work shop atau pelatihan tentang kesulitan belajar yang diberikan langsung kepada guru-guru SD oleh para ahli profesional. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat melanjutkan penelitian tentang pelaksanaan program pembelajaran bagi siswa berkesulitan belajar di sekolah inklusif di wilayah Jawa Barat.

Daftara Pustaka
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka cipta, 2007 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar Jakarta:Rineka Cipta, 2010 Nini Subini, Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak, Jakarta: PT Buku Kita, 2011 Papalia, Diane E. et al., Human Development . (Psikologi Perkembangan), Jakarta: Prenada Media Group, 2008 Sudarminta, Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta: Kanisius, 2002 Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005

Anda mungkin juga menyukai