Anda di halaman 1dari 5

ILTEK,Volume 6, Nomor 12, Oktober 2011

PENGARUH KADAR ETANOL DALAM SEDIAAN GEL ANTISEPTIKA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Salmonella thyposa
Sitti Fauziah Noer Program Studi Farmasi F.MIPA, Universitas Islam Makassar, Makassar

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas konsentrasi etanol pada sediaan gel antiseptika terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa. Pengujian dilakukan dengan dua cara yaitu aktivitas antibakteri dengan metode difusi dan uji daya antiseptika dengan metode replika. Hasil penelitian menunjukkan diameter zona hambatan gel antiseptika 50% (6,1 mm), 60% (6,7 mm), 70% (19,7 mm), dan kontrol etanol 70% (21,5 mm) dan jumlah koloni bakteri dalam sediaan gel 50% menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri. Sedangkan sediaan gel 60% dan 70% serta etanol 70% tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri. Berdasarkan analisis data statistika menunjukkan adanya pengaruh variasi konsentrasi etanol pada sediaan gel antiseptika terhadap diameter zona hambatan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa. Kesimpulan penelitian ini, konsentrasi gel etanol 70% yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa. Kata kunci : Etanol, Gel Antiseptika, Salmonella thyposa

PENDAHULUAN Tangan memiliki struktur permukaan yang kompleks sehingga merupakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada permukaan kulit dapat ditemukan mikroorganisme menetap (transient flora) dan mikroorganisme sementara (resident flora) (1). Pemakaian antiseptika tangan dalam bentuk sediaan gel di kalangan masyarakat menengah ke atas sudah menjadi suatu gaya hidup. Beberapa sediaan paten antiseptika tangan dapat dijumpai di pasaran. Salah satu bahan antiseptika yang digunakan dalam suatu sediaan adalah dari golongan alkohol dengan konsentrasi 50% sampai 70% (2). Etanol banyak digunakan sebagai antiseptika untuk disinfeksi permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Etanol sebagai antiseptika mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Etanol pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan iritasi pada kulit sehingga untuk meningkatkan efektivitas penggunaan etanol sebagai antiseptika maka perlu dibuat dalam bentuk sediaan gel (2, 3, 4). Untuk itu dalam penelitian ini telah dibuat dalam bentuk sediaan gel antiseptika yang mengandung carbopol sebagai basis gel. Carbopol jika didispersikan ke dalam air membentuk larutan asam yang keruh, sehingga untuk menetralkan 887

ditambahkan trietanolamin, yang akan meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhannya sehingga terbentuk sediaan gel dan penambahan gliserin sebagai humektan (5). Untuk uji daya antiseptika digunakan bakteri Salmonella thyposa yang merupakan bakteri uji koefisien fenol di Indonesia (SNI 06-1872-1990). Salmonella thyposa adalah bakteri yang menyebabkan penyakit infeksi sistemik yang dikenal dengan demam thypoid dan biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran (6, 7). Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami tertarik untuk meneliti pengaruh kadar etanol dalam sediaan gel antiseptika terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa dan konsentrasi etanol yang efektif sebagai antiseptika dalam sediaan gel. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen berskala laboratorium (in vitro), dimana sampel adalah etanol 96% yang diperoleh dari salah satu toko bahan kimia di kota Makassar. Etanol dibuat dengan beberapa konsentrasi yaitu 50%, 60%, dan 70% untuk pembuatan gel antiseptika (table 1.)

ILTEK,Volume 6, Nomor 12, Oktober 2011


Tabel 1: Rancangan Formula Gel Antiseptika
Formula Bahan Kegunaan I (50%) 0,20% 0,20% 1% Hingga 100% II (60%) 0,20% 0,20% 1% Hingga 100% III (70%) 0,20% 0,20% 1% Hingga 100% Kontrol (Etanol 70%) Hingga 100%

Carbopol Trietanolamin Gliserin Etanol 50% Etanol 60% Etanol 70%

Basis gel Penjernih dan Pengental Humektan Zat aktif Zat aktif Zat aktif

diteteskan 2 ml gel kemudian diratakan dan didiamkan selama satu menit. Selanjutnya dilakukan kontak sidik ibu jari pada media dalam cawan petri. Media diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni bakteri dihitung. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Disiapkan juga kontrol media. Untuk uji daya hambat pengamatan dilakukan setelah masa inkubasi 24 jam. Diameter hambatan diukur menggunakan mistar geser. HASIL PENELITIAN Hasil pembuatan gel antiseptika dengan beberapa konsentrasi dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1. Sediaan Gel Antiseptika

Pembuatan Gel Gel antiseptika dibuat dengan cara bahan ditimbang sesuai dengan master formula. Untuk formula I, II, dan III dimasukkan etanol 50%, 60%, dan 70% ke masingmasing gelas kimia. Ditambahkan sedikit demi sedikit carbopol sebanyak 0,20 g, diaduk dengan menggunakan magnetik stirer, jangan sampai menggumpal. Dimasukkan Trietanolamin sebanyak 0,20 g dan ditambahkan gliserin sebanyak 1 ml. Diaduk dengan magnetik stirer sampai terbentuk gel. Dicukupkan dengan etanol 50%, 60%, dan 70% hingga 100 ml. Dimasukkan ke dalam masingmasing wadah gel. Pengujian Daya Hambat Gel Antiseptika Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Salmonella thyposa yang diperoleh dari stok sediaan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar. Dipipet 1 ml dari suspensi murni Salmonella thyposa, dimasukkan ke dalam cawan petri steril, ditambahkan 15 ml medium Nutrient Agar, dihomogenkan dan dibiarkan sampai memadat. Pengujian aktivitas antibakteri gel antiseptika terhadap bakteri Salmonella thyposa dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan kertas cakram dengan cara sebagai berikut : kertas cakram dicelupkan ke dalam formulasi gel I, gel II, gel III, kontrol etanol 70%, didiamkan selama 15 menit, diangkat, kemudian diletakkan secara aseptis pada permukaan medium uji yang setengah memadat, jarak antara kertas cakram dari tepi cawan petri sekitar 2-3 cm, medium dibiarkan memadat. Cawan petri diberi label untuk membedakan sampel yang diuji, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian diamati daerah hambatan yang terbentuk. Pengujian Antiseptika Uji daya antiseptika dilakukan dengan metode replika dengan cara sebagai berikut (2): 1. Kontrol Telapak tangan dicuci dengan air keran, kemudian dikeringkan. Selanjutnya sidik ibu jari ditempelkan pada media padat Nutrient Agar dalam cawan petri. Media diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni bakteri dihitung. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. 2. Sediaan uji Telapak tangan dicuci dengan air, kemudian dikeringkan. Selanjutnya pada telapak tangan 888

Etanol 70%

Gel 50%

Gel 60%

Gel 70%

7700% 50% 70% Penelitian uji daya hambat 60% antiseptika dari gel etanol terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa setelah masa inkubasi 24-48 jam diperoleh hasil dan dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 2. Sedangkan uji daya antiseptika dengan metode replika terhadap jumlah koloni bakteri setelah masa inkubasi 24 jam diperoleh hasil dan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2. Diameter Zona Hambatan (mm) dari Gel Antiseptika Replikasi Gel Gel Gel Etanol Etanol Etanol Etanol 70% 50% 60% 70% I II Rata-rata 6,0 6,1 6,1 6,6 6,7 6,7 21,4 18,0 19,7 21,5 21,4 21,5

Tabel 3. Uji Daya Antiseptika Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Replikasi Gel Gel Gel Etanol Tanpa Etanol Etanol Etanol 70% etanol 50% 60% 70% I 1 0 0 0 2 II III 0 1 0 0 0 0 0 0 5 2

ILTEK,Volume 6, Nomor 12, Oktober 2011 Gambar 2. Zona Hambatan Etanol Pada Sediaan Gel Antiseptika Mekanisme kerja alkohol dengan cara mendenaturasikan protein. Hal ini disebabkan karena pada proses denaturasi protein memerlukan air pada konsentrasi tertentu (18). Untuk uji daya antiseptika dengan metode replika dalam konsentrasi gel 50%, 60%, 70%, etanol 70% dan kontrol (tanpa sediaan gel antiseptika) diperoleh hasil yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi gel 50% (2 koloni) dan kontrol (tanpa sediaan) sebanyak 5 koloni (lihat tabel 3). Sedangkan pada konsentrasi gel 60%, 70% dan etanol 70% tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri. Dengan demikian gel 50% berbeda nyata dengan gel 70% dan etanol 70%. Sedangkan gel 70% tidak berbeda nyata dengan etanol 70% dalam menghambat pertumbuhan koloni bakteri. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa gel antiseptika dengan berbagai konsentrasi, yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa adalah sediaan gel 70% (19,7 mm). Dan sediaan gel antiseptika mempunyai daya antiseptika yang sama dengan etanol 70%. DAFTAR PUSTAKA 1. Rasidy, G., 2006. Manfaat Penggunaan Antiseptik Kombinasi Alkohol-Chlorhexidine Gluconate-Emolien Dibandingkan Dengan Chlorhexidine Gluconate Terhadap Jumlah Bakteri Pada Tangan Perawat Di Perinatologi, ICU Anak, NICU RSCM. http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/det ail.jsp?id=107074&lokasi=lokal, diakses 13 Januari 2011. 2. Retnosari. Studi Efektivitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.). http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/1._17-42007, diakses13 Januari 2011. 3. Leon, L., Liebermen, H.A. dan Joseph L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. UI-Press, Jakarta. 1119. 4. Sihombing Christina, N., Wathoni, N. dan Rusdiana, T.,. Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Buah Buncis (Phaseolus vulgaris l.) Dengan menggunakan Basis Aqupec 505 hv. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/.../pdf., diakses 13 Januari 2011. 5. Anita Ayu, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Carbopol 934 Sebagai Matriks Terhadap Sifat Fisik Dan Profil Disolusi Tablet Floating Natrium Diklofenak Dengan Menggunakan Metode Granulasi Basah. http://etd.eprints.ums.ac.id/5173/1/K100050163.p df., diakses 15 Januari 2011. 6. Djide, N., Sartini dan Kadir, S. 2006. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi F-MIPA UNHAS, Makassar. 69, 70, 307.

Keterangan : A B C D

= Gel 50% = Gel 60% = Gel 70% = Kontrol Etanol 70%

B B B B

PEMBAHASAN Etanol 96% diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 50%, 60%, dan 70%. Kemudian dibuat dalam bentuk sediaan gel antiseptika dengan konsentrasi etanol 50%, 60%, dan 70% dengan zat tambahan yaitu carbopol sebagai basis gel. Carbopol jika didispersikan ke dalam air dan etanol membentuk larutan asam yang keruh, sehingga untuk menetralkan ditambahkan trietanolamin yang akan meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhannya, sehingga terbentuk suatu sediaan gel. Dan penambahan gliserin sebagai humektan untuk meningkatkan efektivitas etanol dalam sediaan gel (27). Hasil uji antibakteri dengan menggunakan kertas cakram terhadap gel antiseptika diperoleh diameter zona hambatan paling besar yaitu etanol 70% (21,5 mm), gel 70% (19,7 mm), gel 60% (6,7 mm), dan gel 50% (6,1 mm) lihat tabel 2. Setelah dilakukan analisa statistika diperoleh data yang dapat dilihat pada Uji Beda Nyata Terkecil (Lampiran 2), sediaan gel 50% dan 60% berbeda nyata dengan gel 70% (tidak signifikan). Sedangkan gel 70% tidak berbeda nyata dengan etanol 70% (sangat signifikan). Salah satu faktor yang mempengaruhi diameter zona hambatan yaitu konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi suatu bahan, semakin banyak mikroorganisme yang dapat dihambat. Pada titik tertentu, peningkatan konsentrasi tidak meningkatkan kecepatan pembunuhan. Beberapa bahan antimikroba justru lebih efektif pada konsentrasi lebih rendah, seperti etanol 70% lebih efektif daripada etanol 95% (12). Ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sediaan gel 50% dan gel 60% dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme meskipun daya hambatnya kecil. Dan konsentrasi paling efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah sediaan gel 70%. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa etanol dapat menghambat pada konsentrasi 50%-70% dan membunuh bakteri pada konsentrasi 70%. Dimana tersedia cukup molekul air yang akan mempercepat proses penguapan dan proses penetrasi ke jaringan. Hal ini ditunjang oleh fakta bahwa alkohol absolut, yang tidak mengandung air, mempunyai aktivitas antibakteri jauh lebih rendah dibandingkan dengan alkohol yang mengandung air (10). 889

ILTEK,Volume 6, Nomor 12, Oktober 2011 7. Brooks, F.G., Bulel, S.J. dan Merse, A.S. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika, Jakarta. 366. Srifani Bugis. 2010. Isolasi Dan uji Karakteristik Khamir Saccharomyces cereviseae Dari Nira Tebu (Saccharum officinarum Linn.) Untuk Pembuatan Bioetanol. Fakultas MIPA UIM, Makassar. 7-8. Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Lembaga Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Surabaya. 133. Djide, N. 2004. Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Fakultas MIPA UNHAS, Makassar. 77, 84, 86, 110-119, 153-157, 202-203. Anwar, S. 2008. Aktivitas Alkohol 70%, Povidone-Iodine 10% Dan Kasa Kering Steril Dalam Pencegahan Infeksi Pada Perawatan Tali Pusat Pasca Pemotongan, Serta Lama Lepasnya Tali Pusat Di Ruang Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU DR Zainoel Abidin Banda Aceh. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/620826026 8.pdf, diakses 13 Januari 2011. Pratiwi, T.S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga Medical Series, Jakarta. 144. Lieberman., Rieger and Banker. 1989. Pharmaceutical Dosage Form : Disperse System. Vol ke-2. New York: Marcel Dekker Inc. 495498. Herdiana, Y. 2007. Formulasi Gel Undesilenil Fenilalanin Dalam Aktifitas Sebagai Pencerah Kulit. http://pustaka.unpad.ac.id/wp./formulasi_gel_und esilenil_fenilalanin.pdfundesilenil, diakses 13 Januari 2011. Rohmawati, N. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar Dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.) Pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. http://etd.eprints.ums.ac.id/3330/1/K100040151.p df, diakses 13 Januari 2011. Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. UI-Press, Jakarta. 392. Sulistia, G.G. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 572 - 573. Sulistiyaningsih, Rr. 2010. Uji Kepekaan Beberapa Sediaan Antiseptik Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Dan Staphylococcus aureus Resisten Metisilin (MRSA). http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/11/pdf, diakses tanggal 13 Januari 2011. Djide, N dan Sartini. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Lembaga Penerbitan UNHAS, Makassar. 39 - 40. Indah, N. 2009. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Rendah (Schyzophyta, Thallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). http://gominan.files.wordpress.com/2010/10/hand 890 out-materi-kuliah-taksonomi-tumbuhan-tingkatrendah-hmbp.pdf, diakses 15 Januari 2011. Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan Dan Sekolah Tenaga Kesehatan Sederajat. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 107. Cappucino, J. G. & Sherman, N. 1978. Microbiologi : A Laboratory Manual. Third Edition. Rocland Community Collage Suffern The Benjamin/Chummings Publishing Company Inc. New York. 57-67. Log, B.W. 1994. Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Raja Grafindo, Jakarta. 31-34. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 65, 96, 458, 613. Kibbe, H, Arthur. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Third Edition. American Pharmaceutical Association. Washington D.C. 79, 220, 572. Difco, 1980. Cultur Media Handbook, E Meck. Darmstad Federal Republic of Germany. 124. Wulaningsih, A. 2010. Formulasi Sediaan Gel Minyak Atsiri Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix dc.) Dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Propionibacterium acne Secara in vitro. http://etd.eprints.ums.ac.id/10138/1/K100060187. pdf, diakses tanggal 9 Juni 2011.

21.

8.

22.

9.

10.

23. 24.

11.

25.

26. 27.

12. 13.

14.

15.

16. 17.

18.

19.

20.

ILTEK,Volume 6, Nomor 12, Oktober 2011

891

Anda mungkin juga menyukai