Anda di halaman 1dari 18

KEMACETAN LALU LINTAS DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lalu lintas merupakan masalah penting karena lalu lintas adalah sarana untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila lalu lintas terganggu atau terjadi kemacetan, maka mobilitas masyarakat juga akan mengalami gangguan. Gangguan ini dapat menyebabkan pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu dan dapat mengakibatkan polusi udara. Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sangat penting, karena masalah ini adalah masalah sulit yang harus dipecahkan bersama. Apabila masalah lalu lintas tidak terpecahkan, maka masyarakat sendiri yang akan menanggung kerugiannya, dan apabila masalah ini dapat terpecahkan dengan baik, maka masyarakat sendiri yang akan mengambil manfaatnya. Saat ini lalu lintas yang macet merupakan suatu kejadian yang biasa kita lihat baik di pagi hari, sore hari maupun di malam hari. Masalah ini terjadi karena pertambahan jumlah kendaraan dengan pertumbuhan jalan tidak seimbang sehingga selain menyebabkan kemacetan juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Masalah ini juga merupakan masalah lama yang sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat. Untuk itu perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat agar masalah ini cepat terselesaikan. Setiap individu berhak memikirkan masalah ini, karena sekecil apapun peran yang diberikan oleh individu tersebut tentu akan memberikan pengaruh yang besar bagi dunia lalu lintas agar menjadi lebih aman dan nyaman. B. Masalah

Dalam keadaan yang seperti sekarang ini, sulit bagi kita untuk berharap agar kemacetan lalu lintas menjadi berkurang, apalagi hilang tak membekas. Masalah ini tidak terjadi karena satu faktor, melainkan banyak faktor yang saling berkaitan satu sama lain sehingga untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kerja keras setiap individu. Tiap individu tidak boleh mengandalkan individu lain, melainkan individu tersebut harus memikirkan cara atau solusi untuk mengatasi masalah klasik ini, bukannya membuat sebuah budaya baru yakni lebih mementingkan diri sendiri ketimbang memikirkan orang lain seperti saling serobot demi tidak terjebak dalam kemacetan. Nilai-nilai Pancasila yang mengalir di dalam diri mereka seharusnya dapat menjadikan mereka seorang yang lebih sempurna, yakni manusia yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berKemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Persatuan Indonesia, dan berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta ber-Keadilan soaial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut nampaknya kini hilang tak membekas dalam diri setiap individu. C. Tujuan Makalah ini dibuat agar masyarakat pada umumnya dan bagi pelajar khususnya serta semua lapisan masyarakat untuk bersedia memikirkan masalah kemacetan lalu lintas yang semakin hari kondisinya semakain parah. Tidak hanya mengandalkannya kepada pemerintah saja, tetapi juga ikut menjadi bagian dari masalah ini, karena jika masyarakat hanya mengandalkannya kepada pemerintah saja, mungkin masalah ini membutuhkan waktu yang lama untuk terselesaikan. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar masyarakat mengetahui tentang sebab-sebab kemacetan di Indonesia, setelah itu masyarakat dapat mengetahui dampak yang ditimbulkannya bagi kehidupan mereka dan mengajak mereka untuk bersama-sama menyusun strategi dalam mengatasi masalah kemacetan. II. PEMBAHASAN A. Pengertian Kemacetan Lalu Lintas

Sebelum membahas tentang pengertian kemacetan lalu lintas, sebaiknya kita pelajari terlebih dulu pengertian dari lalu lintas itu sendiri. Dalam UU RI Nomor 14 Tahun 1992, ditetapkan pengertian lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan. Sedangkan pengertian dari kemacetan lalu lintas adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang banyak tentunya memiliki pengguna jalan dan mobilitas yang tinggi pula. Dinas perhubungan DKI Jakarta mencatat, pertambahan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 11 persen per tahun sedangkan pertambahan jalan tak sampai 1 persen per tahunnya. B. Kedisiplinan Pengguna Jalan Para pengguna jalan pasti menginginkan untuk cepat sampai di tujuan, sehingga kadang-kadang para pengguna jalan yang tidak sabar akan saling mendahului, bahkan mereka juga akan melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti menerobos lampu merah. Hal ini bukanlah tindakan yang patut diapresiasikan oleh para pengguna jalan karena hal ini bisa menyebabkan kecelakaan yang dapat membahayakan nyawa seseorang dan pada akhirnya peristiwa itu juga akan menyebabkan kemacetan lalu lintas. Di beberapa tempat seperti mall, pasar dan ditempat-tempa keramaian lainnya para pengguna jalan sering menyeberang jalan dengan tidak menggunakan jembatan penyeberangan. Hal ini juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas. Selain itu, juga banyak angkutan umum yang sering menaik dan menurunkan penumpang tidak pada tempatnya, seperti di perempatan jalan dan pertigaan jalan. Kedisiplinan para pengguna jalan memang masih sangat rendah, seharusnya mereka berusaha untuk memperbaiki kebiasaan buruk tersebut karena mereka tidak sendiri di jalan, ada ratusan bahkan ribuan pengguna jalan lainnya.

Pelita.com (2009) menyatakan Kesadaran hukum masyarakat dalam mentaati peraturan tentang lalu lintas masih sangat rendah. Masalah yang satu ini memang harus ditanamkan sejak dini, karena upaya untuk membangun kesadaran hukum masyarakat terkait ketertiban di jalan raya merupakan bagian yang tersulit dari seluruh aspek pembangunan.

C. Rasio Kendaraan dan Jalan Berdasarkan data Ditlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta mencapai 6.506.244 buah. Jumlah itu merupakan gabungan dari beberapa jenis kendaraan. Mulai dari truk pengangkut barang yang jumlahnya mencapai 449.169 buah, lalu bus umum dengan jumlah 315.559 buah, hingga sepeda motor yang jumlahnya mencapai angka 3.276.890 buah. Sedangkan sisanya untuk mobil. Jumlah tersebut hanya untuk daerah DKI Jakarta saja, padahal Indonesia memiliki wilayah yang masih sangat luas. Ada Bandung yang merupakan salah satu kota besar di negeri ini dan jumlah kendaraan bermotor di sana juga tentu tidak akan kalah dengan jumlah kendaraan yang ada di DKI Jakarta. Hal ini tentu bukanlah perbandingan yang setimbang karena

pertumbuhan kendaraan masih sangat jauh di atas pertumbuhan jalan. Sehingga dengan kondisi yang seperti itu tentu kendaraan akan sulit tertampung dengan tertib pada ruas jalan yang telah tersedia. Kondisi lalu lintas dan transportasi di Kota Bandung karut-marut meskipun rekayasa jalan sudah maksimal. Salah satu masalah pokoknya ialah pertumbuhan kendaraan bermotor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan jalan Putro (2009). Selain jumlahnya yang tidak sebanding dengan jumlah jalan yang ada, komposisi kendaraan yang melewati sebuah jalan pun sangat tidak seimbang. Dari jumlah yang ada, lebih dari 90 persen didominasi oleh kendaraan pribadi, mulai dari sepeda motor, mobil tua hingga mobil mewah. Sementara sisanya merupakan jumlah dari kendaraan umum.

Parahnya lagi, dari jumlah tersebut juga masih banyak kendaraan umum yang sudah tidak layak pakai, sehingga keadaan seperti itu semakin memperkeruh situasi dengan banyaknya polusi udara. Selain jumlahnya yang kalah jauh dibanding jumlah kendaraan yang ada, kondisi jalan juga diperparah lagi oleh adanya kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu jalannya lalu lintas seperti adanya pasar tumpah serta pedagang kaki lima yang menjual dagangannya di sepanjang trotoar yang seharusnya digunakan untuk para pejalan kaki. D. Dampak Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan lalu lintas sangatlah tidak disukai oleh semua masyarakat, karena kemacetan dapat menyebabkan banyak kerugian terhadap para pengguna jalan. Dampak kemacetan lalu lintas antara lain adalah pemborosan BBM, pemborosan waktu serta menimbulkan polusi udara. Pemborosann BBM terjadi karena kemacetan menyebabkan kendaraan menjadi terhambat sehingga terjadi pembakaran yang tidak efektif. Misalnya yang seharusnya bensin 1 liter untuk menempuh jarak 10 km, maka bila terjadi kemacetan akan ada pemborosan setengah liter dengan harga Rp.2250. Itu untuk 1 orang, sedangakan pengguna jalan untuk wilayah Jakarta saja berdasarkan Ditlantas Polri tahun 2005, jumlah kendaraan bermotor ada sekitar 8,86 juta yang terdiri dari mobil sebesar 35,4 persen, bus sebesar 8 persen dan sepeda motor sebesar 5,35 persen. Selain pemborosan BBM, bila terjadi kemacetan tentu kita juga akan rugi waktu. Misalnya jarak 60 km bisa kita tempuh hanya dengan waktu 1 jam, maka bila terjadi kemacetan dengan waktu yang sama mungkin kita hanya dapat menempuh jarak 10-20 km saja. Alur lalu lintas yang mengular tampak hampir di setiap kawasan Jakarta dan sekitarnya. Kalau saja perjalanan dari rumah ke tempat kerja dan dari tempat kerja ke rumah menghabiskan waktu 1 jam, itu sudah dianggap bagus Susanto (2008). Jadi dampak yang ditimbulkan oleh kemacetan lalu lintas sangat banyak. Selain waktu dan biaya, kemacetan lalu lintas juga dapat menyebabkan stress

dan menimbulkan emosi. Akibatnya pekerjaan pun menjadi terganggu. Kadangkadang akibat terburu-buru akan terjadi kecelakaan yang dapat mengancam nyawa para pengguna jalan. Kemacetan juga menyebabkan laju kendaraan menjadi lambat dan pembakaran pun menjadi lama, pembakaran yang lama akan menghasilkan karbondioksida sehingga akan menimbulkan polusi udara yanng semakin banyak. Karbondioksida mengandung racun yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat sehingga produktivitas menurun. Bila produktivitas menurun maka perekonomian juga akan terganggu. Selain itu, kemacetan juga dapat mengganggu kelancaran kendaraan darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran dalam menjalankan tugasnya. Jadi dampak yang diakibatkan oleh kemacetan lalu lintas sangat luas, mulai dari bidang kesehatan, ekonomi hingga produktivitas kerja. E. Peran Pemerintah Urbanisasi dan angka kelahiran yang tinggi menyebabkan pertumbuhan penduduk menjadi tidak terkendali. Berarti pemerintah harus membatasi laju urbanisasi dan menekan angka kelahiran dengan cara menjalankan program keluarga berencana. Bila pemerintah berhasil menangani laju urbanisasi dan angka kelahiran, maka jumlah pengguna jalan juga akan terkendali. Untuk mencegah semakin parahnya keadaan lalu lintas, pemerintah perlu megupayakan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memaksimalkan kendaraan umum, selain membangun ruas jalan baru, pemerintah juga harus menetapkan batas kecepatan suatu kendaraan untuk meminimalisasi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat menyebabkan kemacetan.

Khisty dan Lall (2003: 214) menyatakan Bayangkanlah suatu kendaraan melintas di suatu jalan tol pada pukul 03:00 dini hari. Kebetulan kendaraan ini adalah satu-satunya kendaraan yang melintas. Seandainya si pengemudi tidak menghiraukan batas

kecepatan, ia dapat mengemudi pada kecepatan yang dikehendakinya sesuai dengan kondisi dan karakteristik kendaraan, kemampuan pengemudi, dan aspek-aspk geometris ruas jalan tersebut. Disamping itu, pemerintah juga sebaiknya memperbaiki jalan yang rusak, memperlebar jalan, menambah jembatan peyeberangan dan memperbaiki jembatan penyeberangan yang rusak. Setelah semua itu terlaksana, pemerintah tetap tidak boleh langsung bersenang-senang, karena mereka juga masih harus memperbaiki rambu-rambu lalu lintas, memperbaiki lampu lalu lintas serta sebisa mungkin menjadikan halte agar dapat menjadi lebih aman dan nyaman.

Safrodin (2009) menyatakan Program sepeda kanggo sekolah lan nyambut gawe (Sego Segawe) yang dicetuskan oleh Wali Kota Yogyakarta Herry Zudiyanto patut diberi apresiasi lebih. Selain punya misi untuk memelihara lingkungan, program ini juga berfungsi mengatasi kepadatan lalu lintas yang kian hari kian meresahkan. Busway dibuat lebih efektif dengan menambahkan jumlah armada, sehingga penumpang tidak menunggu lama dan waktu tempuh menjadi lebih cepat atau lebih singkat. Selain itu pemerintah harus pula mengoptimalkan KA yang telah ada, meningkatkan pelayanan dan kenyamanannya baik di stasiun maupun di dalam KA itu sendiri, sehingga banyak penggua jalan yang mau berpindah dari kendaraan pribadi ke KA. Peraturan ditegakkan sehingga penduduk menjadi lebih disiplin. Apabila ada kendaraan yang bersalah segera ditilang sesuai dengan aturan yang berlaku. Misalnya angkutan umum yang berhenti bukan di halte, kendaraan yang menerobos lampu merah, motor yang berada di jalur kanan serta pejalan kaki yang tidak disiplin juga harus didenda agar mereka merasa jera dengan apa yang telah mereka lakukan. Pembinaan dan penindakan terus dilakukan terhhadap pengendara kendaraann bermotor yanng melakukan pelanggaran. Tujuannya untuk menyadarkan masyarakat agar mentaati dan mematuhi peraturan yang ada. Umumnya pengguna jalan raya baru tertib jika ada petugas Pelita.com (2009). Selain semua itu, pemerintah juga harus mengajak para pengguna jalan agar beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

F. Peran Pengguna Jalan Para pengguna jalan juga dapat membantu pemerintah dalam menangani kemacetan lalu lintas seperti dengan beralih ke angkutan umum yang tersedia, bila tidak para pengguna kendaraan pribadi seharusnya mengikuti aturan agar tidak mengganggu pengguna jalan yang lain. Bagi pejalan kaki harus mau membiasakan diri berjalan di trotoar dan menyeberang di jembatan penyeberangan. Apabila ingin menggunakan angkutan umum, maka kita harus menghentikan angkutan tersebut di halte yang telah di sediakan, begitu pula bila kita hendak turun. Untuk para supir hendaknya mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Supir angkutan umum tidak berhenti di sembarang tempat. Pada saat berhenti kendaraan dipinggirkan agar tidak mengganggu kendaraan lain dan jangan menjadikan perempatan atau pertigaan sebagai terminal. Pedagang kaki lima sebaiknya tidak berdagang di trotoar karena trotoar merupakan haknya pejalan kaki, begitu juga pejalan kaki untuk tidak membeli barang-barang di troatoar. Apabila menggunakan kendaraan pribadi sebaiknya gunakan kendaraan yang kecil dan jangan mencoba untuk menerobs lampu merah jika terjadi kemacetan lalu lintas dan jangan menggunakan kendaraan pribadi untuk keperluan yang tidak penting. Bagi pengguna sepeda motor selalu gunakanlah jalur kiri dan dengan kecepatan yang tidak tinggi. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus dan mobil terjadi di Tembalang, Semarang. Diduga bus dan mobil melaju dengan kecepatan yang tinggi (Suara Merdeka 2009:X). Selain itu utamakanlah keselamatan anda dengan menggunakan peralatan keselamatan seperti helm. Utomo (2009) menyatakan Polres Kulonprogo melihat kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan lalu lintas masih rendah. Terbukti dalam berkali-kali operasi lalu lintas, banyak pelanggar terjaring misalnya tak memakai helm dan tak mau menghentikan kendaraan mekipun lampu pengatur lalu lintas sedang

menyala merah. Padahal menggunakan helm merupakan bagian dari kenyamanan dan keselamatan pengendara. III. PENUTUP A. Kesimpulan Lalu lintas sudah sedemikian macetnya. Dari tahun ke tahun kemacetan ini diperkirakan akan terus bertambah sebab pertambahan kendaraan bermotor 11 persen pertahun sedangkan pertambahan jalan hanya 1 persen pertahun. Dari perbandingan ini kita dapat membayangkan mengapa kemacetan lalu lintas itu sangat sulit untuk diatasi. Untuk mengatasi kemacetan yang semakin bertambah bahkan untuk mengatasi terjadinya kemacetan total, maka seluruh masyarakat dan juga pemerintah harus segera memikirkan jalan keluarnya dari sekarang. Pemerintah harus bisa mengendalikan laju urbanisasi dan juga harus dapat menekan angka kelahiran secara serius. Pemerintah segera membangun jalan satu arah, serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan KA maupun Busway mulai dari sekarang. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya memperbaiki penegakan hukum tentang tata tertib berlalu lintas. Masyarakat juga dapat membantu pemerintah dalam mengurangi kemacetan, misalnya dengan selalu tertib berlalu lintas, meningkatkan kesadaran hukum tentang lalu lintas serta juga dapat dilakukan dengan cara mematuhi semua peraturan lalu lintas. Bila semua itu dapat dilakukan dengan baik, mungkin kemacetan lalu lintas akan sedikit berkurang. Kedisiplinan berlalu lintas para pengguna jalan memang masih sangat rendah. Hal ini merupakan salah satu masalah penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas. Dan itu sangat merugikan masyarakat karena kemacetan dapat menyebabkan pemborosan BBM, pemborosan waktu serta dapat menimbulkan polusi udara. B.Saran

1. Pemerintah sebaiknya meningkatkan pelayanan angkutan umum, agar masyarakat tertarik untuk berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum 2. Melakukan pembatasan usia kendaraan karena jika kendaraan tersebut sudah terlalu tua, maka kendaraan tersebut menjadi tidak nyaman lagi 3. Penegakan hukum yang tegas terhadap pengguna jalan, pejalan kaki dan pedagang kaki lima yang melanggar aturan 4. Aturan yang tegas dan ketat terhadap arus urbanisasi dengan cara yang lebih optimal, dan hukuman dipertegas apabila ada yang melanggar 5. Pemerintah juga sebaiknya memasukkan pendidikan berlalu lintas dalam lingkup sekolah dasar dan sekolah menengah.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan sistem informasi teknologi pada kenyataanya memberikan dampak yang signifikan kepada kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan manusia. Semakin berkembangnya sistem informasi dan teknologi maka semakin tinggi tingkat kerawanan akan perdagangan barang palsu/bajakan. Salah satu contoh barang bajakan adalah VCD impor bajakan. Dengan kemajuan teknologi maka seseorang dapat menggandakan suatu karya intelektual dengan tanpa harus meminta ijin dari pemegang hak cipta. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat pesat ini juga semakin mempermudah proses pembuatan cakram optic sehingga berdampak pada penyalahgunaan perkembangan dan kemajuan teknologi oleh pihak-pihak yang berorientasi sebatas pada profit semata tanpa memperhitungkan hak-hak yang dimiliki oleh pihak-pihak yang memang berhak atas royalti dari hasil karya/kreatifitas mereka, para pencipta. Hak cipta merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia (intellectual property rights), di mana pada dasarnya setiap orang memiliki peluang yang sama dalam hal memenuhi kebutuhan hidup dasarnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundangan maupun norma-norma, kaidah-kaidah yang hidup di tengah masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam setiap bidang kehidupan masyarakat adalah mutlak menganut hukum baik disengaja maupun tidak. (Ubi societas Ibi ius; Cicero ). Hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang dimiliki oleh setiap orang sejak ia dilahirkan dan menjalani kehidupannya, hingga ia meninggal dunia. Dalam menjalani kehidupannya, setiap orang memiliki kemampuan untuk berkreasi guna memenuhi kebutuhan akan eksistensi dirinya, secara umum Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 mengatur mengenai penguasaan negara terhadap perekonomian dan kesejahteraan sosial. Salah satu wujud dari pemenuhan kebutuhan hidup dasarnya adalah dengan berkreasi sehingga menghasilkan suatu karya cipta tersendiri yang unik dari masing-masing orang. Mengenai jaminan akan pemenuhan hak setiap orang untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dasarnya ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 28C ayat (1), dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. Atas dasar pasal inilah, maka diterbitkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, agar undang-undang ini dipatuhi dan ditaati oleh masyarakat. Keberadaan undang-undang ini tentunya memberikan sebuah dimensi tugas baru bagi Kepolisian sebagai salah satu bagian dari Criminal Justice System terutama dalam upayanya melakukan penegakan hukum dibidang perlindungan Hak Cipta. Sampai saat ini, yang sering dilakukan oleh para penegak hukum, khususnya Kepolisian, atas keberadaan hak kekayaan intelektual (hak cipta) dalam upaya penegakan hukum untuk menghentikan secara kilat kegiatan pembajakan masih berada pada sektor hilir dan pada sektor menengah. Contohnya: operasi razia VCD/DVD bajakan yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Metro Jaya pada tahun 2005 di salah satu pusat perdagangan di Glodok. Dalam kegiatan penegakan hukum tersebut, polisi diberitakan menyita tidak kurang dari 72 ribu keping VCD/DVD bajakan. Kenyataan di lapangan, pada sektor hulu, terdapat kesulitan mencapai atau menemukan produsen atau aktor intelektual beserta kroni-kroninya yang berperan sebagai orang yang memproduksi DVD/CD bajakan. Belum terungkapnya secara tuntas aktor produsen barang bajakan atau belum dapat ditangkapnya aktivis pembajak pada sektor hulu (produsen atau aktor intelektual beserta kroni-kroninya) mengesankan penegakan hukum atas kejahatan terhadap hak cipta yang dilakukan seperti mati satu, tumbuh seribu dan masih merupakan tindakan parsial yang menyebabkan today solution is to be problem tomorrow, sehingga diperlukan pendekatan komprehensif-holistik dari sektor hulu sampai sektor hilir. Pada sektor hulu telah dirasakan adanya dilema teknologi dan dilema hak cipta itu sendiri, yaitu antara pembajakan atau peniruan (sebagai organized crime) dan kemajuan teknologi. Dalam konteks ini, kemajuan teknologi di satu pihak perlu dihargai sebagai bagian menghargai karya intelektual tetapi di lain pihak pelaksanaan teknologi juga dapat membuat

seseorang mudah melakukan pelanggaran hak. Namun demikian, penjualan VCD/DVD bajakan dikalangan masyarakat adalah wujud perkembangan kejahatan yang terjadi ditengahtengah masyarakat. B. Permasalahan Berkaitan dengan maraknya pelanggaran hak cipta berupa penjualan VCD/DVD bajakan tersebut , penulis mencoba mempersempit pokok permasalahan dalam makalah ini sebagai berikut : 1. Bagaimana mekanisme penyidikan atas kejahatan terhadap hak kekayaan intelektual berupa penjualan VCD/DVD bajakan ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyidikan kejahatan berupa penjualan VCD/DVD bajakan oleh PPNS Ditjen HKI? II. PEMBAHASAN Perkembangan kejahatan berupa penjualan VCD/DVD bajakan yang dirasakan semakin meluas belakangan ini, menjadikan kejahatan ini mendapat perhatian cukup serius dikalangan aparat penegak hukum. Pelanggaran atas hak kekayaan intelektual yang terjadi telah mencapai taraf yang cukup memprihatinkan. Bisa dibayangkan betapa besar kerugian yang telah terjadi baik secara materil maupun imateril. Dalam bagian pembahasan kali ini, penulis akan lebih mengerucutkan pembahasan kepada dua persoalan pokok yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan. Permasalahan pokok ini sangat terkait dalam upaya penegakan hukum guna mengurangi dampak buruk dari perkembangan kejahatan berupa penjualan VCD/DVD bajakan dikalangan masyarakat. A. Mekanisme Penyidikan Atas Kejahatan Terhadap HAKI Berupa Penjualan VCD/DVD Bajakan Kejahatan terhadap Hak Kekayaan Intelektual berupa penjualan VCD/DVD bajakan memberikan dampak pada dunia ekonomi khususnya dalam hal perdagangan. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan keinginan investor asing untuk menginvestasikan modalnya kedalam perdagangan VCD/DVD itu sendiri. Kondisi ini selaras dengan latar belakang yang menjadi alasan diberlakukannya Undangundang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dimana pada bagian konsideran dikatakan bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Artinya, dampak yang diberikan dari kejahatan atas Hak Cipta ini telah secara nyata menyerang perkembangan sektor ekonomi sebuah negara secara makro. Pelaku tindak pidana pelanggaran Hak Cipta ini tidak terbatas pada subjek hukum orang perorang (naturlijke person) tapi juga subjek hukum bukan orang (recht person) bahkan recht person (badan hukum) tersebut sudah membentuk jaringan (sindikat) yang sangat luas dan cermat. Karena itu, kejahatan terhadap Hak Cipta sering pula dikategorikan sebagai kejahatan terorganisir (organized crime), hal ini mengingat subjek pelaku kejahatan terhadap Hak Cipta khususnya dalam penjualan VCD/DVD bajakan ini dijalankan dengan cara atau modus operandi yang rapih dan mengikutsertakan entitas yang terputus (sel terputus). Pernyataan ini sejalan dengan pemikiran Prof.Nitibaskara yang menyatakan bahwa pengertian kejahatan terorganisir (organized crime) lebih mengarah kepada Cara melakukan kejahatan atau Modus Operandi. 1. Penyidikan Polri Perlindungan yang diberikan pada keberadaan Hak Kekayaan Intelektual ini tentu saja berkaitan erat dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga penegakan hukum.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki tugas pokok untuk menegakan hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas pokok ini tercantum jelas didalam pasal 13 undang-undang tersebut, dimana dikatakan bahwa : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b) menegakkan hukum; dan c) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Secara garis besar, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur masalah penyidikan pada Bab VII (Penyidikan). Di katakan dalam Pasal 71 bahwa : (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta; c. meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain; f. melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; dan g. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Keberadaan Penyidik PPNS tersebut sejalan dengan pasal 3 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Pengemban fungsi kepolisian adalah Polri dibantu dengan Kepolisian Khusus (Polsus), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan bentuk-bentuk Pamswakarsa. Dimana dalam mengemban fungsi kepolisian, PPNS diberikan kewenangan berdasarkan isi pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan juga berdasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagaimana kita ketahui, penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahapan penyidikan ini dapat dikatakan bahwa tindak pidana telah terjadi. Keberadaan VCD/DVD bajakan sendiri merupakan wujud kejahatan terhadap Hak Cipta, dimana kejahatan tersebut melibatkan serangkaian tindakan melawan hukum melalui perbuatan menjual, memperbanyak,

menyiarkan, ataupun mengedarkan. Pada UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, kejahatan VCD/DVD bajakan ini bukan lagi merupakan kejahatan delik aduan, melainkan dikategorikan sebagai delik biasa atau delik formil. Selanjutnya juga perlu dipahami bahwa tipologi dari kejahatan Hak Cipta tersebut terdiri dari unsur pelaku, motif, alat yang digunakan, waktu, tempat, korban/sasaran, pemasaran/pelimpahan, sifat, dan ciri-cirnya, seperti: menyerupai sebagian atau seluruhnya sebagaimana yang telah terdaftaar di Ditjen HKI), kualitasnya lebih rendah, dan harganya lebih murah (Supanto, 2000). Dengan demikian, penyidikan tindak pidana pada kasus VCD/DVD bajakan ini tidak memerlukan adanya laporan pengaduan terlebih dahulu, artinya penyidik Polri dapat melakukan proses penyidikan berdasarkan temuan yang dilakukan. Gbr 1. Alur Penyidikan Polri Dari gambar diatas dapat kita lihat, bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Polri dapat langsung dilakukan tanpa harus menunggu adanya laporan pengaduan dari masyarakat. Kondisi ini memungkinkan aparat penegak hukum untuk langsung melakukan proses penyidikan ketika menemukan VCD/DVD bajakan yang beredar dan diperjual belikan di masyarakat. Tetapi pada kenyataanya, seringkali proses penegakan hukum tersebut hanya menyentuh kalangan penjual semata, Polri masih dinilai belum maksimal dalam melakukan penegakan hukum sampai ke hilir dari alur kejahatan VCD/DVD bajakan ini. Belum maksimalnya penegakan hukum oleh Polri tersebut menunjukan bahwa kejahatan VCD/DVD bajakan ini semakin meluas dimasyarakat. Polri seakan-akan kesulitan untuk mengungkap peranan distributor dari para penjual yang sebagian besar merupakan lapaklapak pedagang kaki lima ini. Pada titik inilah peranan Penyidik PPNS diperlukan untuk ikut serta membantu tugas Polri dalam memerangi kejahatan tersebut. 2. Penyidikan PPNS Ditjen HKI Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, khususnya pada pasal 71 mengamanatkan bahwa penyidikan tidak hanya dapat dilakukan oleh Kepolisian, melainkan juga dapat dilakukan oleh Penyidik PPNS. Karena itulah, pembentuk Direktorat Penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen HKI dari Kementerian Hukum dan HAM dinilai sebagai sebuah langkah yang positif. Penyidikan oleh PPNS dilakukan setelah ada surat perintah tugas penyidikan, yaitu untuk PPNS pada tingkat kantor wilayah, surat perintah diberikan oleh Kepala Departemen Kehakiman setempat. Kewenangan tugas PPNS tingkat kantor wilayah hanya meliputi wilayah hukum kantor bersangkutan. Sedangkan ditingkat Direktorat Hak Cipta (nasional), surat perintah diberikan pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kewenangan tugas penyidik tingkat ini meliputi seluruh wilayah Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, PPNS mempunyai kewajiban dalam empat hal, yaitu: (1) memberitahukan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Pejabat Polisi Negara tentang dimulainya penyidikan; (2) memberitahukan kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara tentang perkembangan penyidikan yang dilakukan; (3) meminta petunjuk dan bantuan penyidikan kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara sesuai dengan kebutuhan; dan (4) memberitahukan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Pejabat Polisi Negara apabila penyidikan akan dihentikan karena alasan tertentu yang dibenarkan oleh hukum. PPNS tidak diberi kewajiban atau wewenang untuk melakukan penangkapan dan atau penahanan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 04. PW. 07. 03 Tahun 1988. Hal ini dapat dimaklumi, karena hukum acara di Indonesia mengatur hal tersebut. Artinya, penyidikan dalam hal ini kejahatan VCD/DVD bajakan dapat dilakukan oleh Polri dan PPNS (KUHAP), namun untuk kewenangan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan tetap merupakan wewenang Polri (Pasal 7 ayat 1 KUHAP).

Untuk penyidik PPNS sendiri diatur dalam pasal 7 ayat (2) KUHAP. Dalam pasal 71 ayat (2) UU No.19/2002 menyebutkan mengenai kewenangan penyidik khususnya penyidik PPNS, yakni melakukan pemeriksaan, pencatatan, dan meminta bantuan ahli. Sehingga dalam pelaksanaan upaya paksa oleh PPNS Ditejen HKI tetap harus melakukan koordinasi dengan penyidik Polri selaku Korwas PPNS, kecuali dalam situasi tertangkap tangan (caught in the act). Dalam hal ini, PPNS boleh menangkap tersangka tanpa surat perintah selama 1 (satu) hari dan segera menyerahkannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara yang lebih berwenang. B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyidikan Kejahatan Berupa Penjualan VCD/DVD Bajakan oleh PPNS Ditjen HKI Kemajuan teknologi secara nyata telah memberikan dampak pada berkembangnya kejahatan Hak Cipta khususnya dalam hal penjualan VCD/DVD bajakan ini. Alat pengganda di bidang hak cipta misalnya Apparatus for high speed recording (alat perekam berkecepatan tinggi) dapat digunakan untuk memperbanyak suatu karya musik atau karya perangkat lunak komputer dalam tempo satu menit dengan hasil VCD/DVD bajakan 300 (tiga ratus) keping. Hal ini terjadi disebabkan hak cipta berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak menyebutkan bahwa hak cipta tidak wajib didaftarkan oleh pemegang hak cipta namun hak cipta ini dilindungi oleh Undang-undang No. 19 Tahun 2002 sejak pemegang hak cipta mengumumkan hasil ciptaannya pertama kali. Belum diaturnya kewajiban hak cipta untuk didaftarkan di Ditjen Haki dan ancaman tindak pidana hak cipta hanya dikenakan pada pelaku usaha (pengganda dan pedagang produk bajakan) dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002, maka pelanggaran terhadap hak cipta dapat ditemui dalam setiap kegiatan masyarakat seperti adanya penggandaan cakram optik bajak dan berbagai transaksi jual beli hak cipta bajakan antara produsen dan konsumen dengan harga yang sangat murah jika dibandingkan dengan produk yang berlisensi. Sehingga hal ini menjadikan hambatan dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana hak cipta dan instansi yang pertama kali bertanggung jawab terhadap terlaksananya penerapan UU Hak Cipta adalah Ditjend Haki melalui PPNS Ditjend Haki. Dalam pelaksanaan tugasnya, PPNS pada Ditjend Haki bekerjasama dan senantiasa berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Secara umum, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh pada proses penyidikan khususnya yang dilakukan oleh PPNS Ditjen HKI. Faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Hak Cipta yaitu faktor internal dan eksternal sebagai berikut: 1. Faktor Undang-undang Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum mengatur kewajiban pemegang hak cipta untuk mendaftarkan hasil ciptaannya kepada Ditjen Hak Cipta, hal tersebut yang menjadi hambatan bagi PPNS dalam melakukan proses penyidikan tindak pidana hak cipta, karena proses penyidikan pidana atas perkara hak cipta yang dilaporkan harus menunggu putusan pengadilan niaga tentang kepemilikan hak atas ciptaan tersebut. Kemudian dalam undang-undang tersebut juga belum mengatur sanksi pidana bagi konsumen (pengguna) produk hak cipta bajakan, maka hal tersebut menjadikan hambatan bagi PPNS, sehingga Undang-undang tersebut belum memberikan general detterent (efek jera) terhadap pelaku maupun calon pelaku baik pelaku usaha maupun konsumen. 2. Faktor aparat penegak hukum Penegak hukum disini tentu saja mengarah kepada penyidik Polri dan penyidik PPNS Ditjen Hak Cipta. Dimana belum tercipta koordinasi secara intensif dengan Korwas PPNS, sehingga proses penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Hak Cipta atas perkara hak cipta yang dilaporkan diselesaikan melalui pengadilan niaga dan akhirnya kasus di SP3.

Padahal, ketentuan dan kedudukan Polri sebagai korwas PPNS sangat jelas, dan keberadaan tersebut sesungguhnya dapat memudahkan proses penegakan hukum dalam menangani kejahatan VCD/DVD bajakan. 3. Faktor sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang masih minim sehingga menghambat kelancaran proses penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS, hal ini disebabkan belum adanya anggaran untuk mengadakan sarana dan prasarana penyidikan. Sedangkan anggaran yang diterima oleh para PPNS didasarkan pengajuan kasus tindak pidana hak cipta yang ditangani oleh PPNS. Kondisi ini tentu saja sangat berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Ditjen HKI, tanpa dukungan tersebut tentu saja proses penyidikan yang dilakukan dan akan dilakukan dapat terhambat. 4. Faktor masyarakat Masyarakat sebagai konsumen dari produk hak cipta bajakan yang masih menggunakan produk-produk bajakan disebabkan harga yang murah jika dibandingkan dengan membeli produk yang berlisensi, maka hal ini telah menjadikan semakin maraknya pelanggaran hak cipta. Disadari atau tidak, keberadaan masyarakat yang justru lebih memilih membeli barang bajakan daripada barang yang asli (original) memberikan pengaruh besar dalam penyidikan, karena semakin banyak permintaan konsumen maka alur perdagangan VCD/DVD bajakan akan semakin meningkat. 5. Faktor budaya organisasi Budaya organisasi seringkali juga menjadi salah satu faktor penghambat penegakan hukum tindak pidana hak cipta sehingga masih masih terdapat arogansi dari masing-masing institusi sehingga penggalangan koordinasi dalam upaya penegakan hukum tindak pidana hak cipta menjadi tidak terwujud dengan baik. Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang ada, sangat disadari bahwa penyidikan terhadap tindak pidana hak cipta memerlukan sinergitas dari instansi terkait, terutama dalam hal melakukan tindakan represif terhadap para pelaku tindak pidana hak cipta, baik pelaku utama maupun orang yang turut serta melakukan tindak pidana hak cipta. Dalam melakukan tindakan represif ini, instansi terkait juga perlu memperhatikan adanya faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi proses penyidikan terhadap tindak pidana hak cipta, adanya peluang dan ancaman dalam melakukan penyidikan tindak pidana hak cipta. Disamping itu, rendahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap perlindungan hak cipta sehingga masyarakat banyak yang melanggar UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta seperti melakukan penggandaan hak cipta melalui cakram optik bajakan dan membeli produk hak cipta bajakan, maka hal ini perlunya para PPNS Hak Cipta memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat melalui sosialisasi dan pemberian suritauladan yang nyata kepada masyarakat melalui penggunaan berbagai jenis produk yang berlisensi resmi. Di samping itu, terhadap para konsumen pengguna hak cipta bajakan perlu adanya penindakan secara tegas melalui sanksi pidana, hal ini dilakukan dalam rangka memberikan general detterent (efek jera) terhadap para konsumen pengguna hak cipta bajakan. Mengingat belum diaturnya dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002 mengenai kewajiban untuk mendaftarkan hak cipta pada Ditjen Haki, maka perlunya merevisi Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan menambahkan pasal tentang hasil ciptaan seseorang agar didaftarkan pada Ditjen Haki yang berwenang, hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih para pemegang hak cipta karena hasil ciptaan seseorang telah terdokumentasi dengan baik dan mempunyai legalitas secara hukum atas hasil ciptaannya. Lebih lanjut, perlu ditambahkan pasal tentang sanksi pidana bagi para konsumen (pengguna) produk atas hak cipta bajakan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka memberikan efek jera bagi para konsumen (pengguna) produk atas hak cipta bajakan yang saat ini masih marak dan

konsumen bebas membeli produk atas hak cipta bajakan karena produk atas hak cipta bajakan sangat mudah ditemui seperti di mall-mall, terminal, pasar dan tempat publik lainnya. Dalam proses penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Dit. Hak Cipta pertanggung jawaban pidananya hanya diakukan terhadap orang per orang walaupun tindak pidana hak cipta dilakukan oleh suatu perusahaan (PT) seperti melakukan penggandaan cakram optik dalam bentuk pembajakan hak cipta berbagai jenis lagu, software dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu adanya rumusan tentang pertanggungjawaban korporasi dalam pelanggaran ketentuan pidana Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Sehingga tidak hanya pengurusnya saja yang dapat dijatuhi hukuman tetapi korporasipun ikut bertanggung jawab dengan bentuk ancaman pidana tertentu seperti penghentian kegiatan perusahaan untuk sementara waktu maupun bentuk hukuman lainnya. Dalam hal penyidikan hak cipta yang dilakukan para PPNS Ditjen Haki perlu adanya petunjuk teknis penyidikan terhadap pelanggaran hukum hak cipta disertai dengan pelaksanaan berbagai bentuk peningkatan koordinasi dengan Korwas PPNS dan pelatihan karena didalam proses pembuktiannya membutuhkan keterampilan khusus. Selama ini penegakan hukum hak cipta yang dilakukan oleh PPNS Hak Cipta belum memiliki standar yang sama sehingga menimbulkan keluhan dari masyarakat atas penyidikan yang dilakukan PPNS Ditjen HKI. Di samping itu, perlu diadakan pembinaan secara intensif dan berkesinambungan dari Pimpinan Ditjen HKI terhadap penyidikan tindak pidana hak cipta yang dilakukan PPNS Hak Cipta agar penyidikan tindak pidana hak cipta dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan (efektif dan efisien). Pelaksanaan penyidikan bukanlah sebuah perkara yang mudah dilakukan, hal ini dirasakan sendiri oleh penulis yang pernah melakukan proses penyidikan ini. Koordinasi antara penyidik PPNS dan Polri tidak sebatas pada penanganan perkara semata, namun juga lebih dibutuhkan adanya pembinaan dan proses pembelajaran mengenai cara melakukan penyidikan yang baik, profesional, efektif dan efisien sangat dibutuhkan. Pada akhirnya diharapkan koordinasi yang tercipta dapat memaksimalkan penegakan hukum terhadap kejahatan VCD/DVD bajakan tersebut. III. PENUTUP Dari pembahasan yang dijabarkan diatas, penulis mencoba mengambil kesimpulan dari dua pokok permasalahan yang telah penulis cantumkan. Kesimpulan ini merupakan pokok jawaban dari persoalan tersebut. A. Mekanisme penyidikan dalam menangani kejahatan VCD/DVD bajakan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dimana dikatakan bahwa penyidikan dapat dilaksanakan selain oleh penyidik Polri juga dilakukan oleh penyidik PPNS Ditjen HKI. Proses penyidikan yang dilaksanakan tetap mengacu kepada hukum beracara yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Namun kewenangan dalam hal upaya paksa tidak dimiliki oleh penyidik PPNS Ditjen HKI, melainkan tetap melekat sebagai kewenangan dari penyidik Polri kecuali dalam hal tertangkap tangan. Proses penangkapan, penahanan, penyidikan dan penyitaan oleh PPNS Ditjen HKI tetap harus melalui koordinasi dengan penyidik Polri. Hal ini sesuai dan selaras dengan kedudukan penyidik Polri sebagai Korwas PPNS. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikann yang dilakukan oleh PPNS Ditjen HKI secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Terdapat lima point unsur utama yang mempengaruhi hal tersebut, yakni : (1) Faktor Undang-undang; (2) Faktor Aparat Penegak Hukum; (3) Faktor Sarana dan Prasarana; (4) Faktor Masyarakat; dan (5) Faktor Budaya Organisasi. Kelima faktor ini, merupakan unsur pembentuk dalam sistem penyidikan kejahatan Hak Cipta. Dimana faktor-faktor itu memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Disamping itu, kemajuan teknologi juga memungkinkan berkembangnya kejahatan

berupa penjualan VCD/DVD bajakan, hal ini juga memberikan dampak yang signifikan terhadap berkembangnya kejahatan ini yang tentu saja juga memberikan pengaruh terhadap penyidikan kejahatan ini.

Anda mungkin juga menyukai