Anda di halaman 1dari 13

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori yang relevan dengan pembuatan laporan analisis keseimbangan lintasan produksi perakitan, meliputi line balancing, pembatas dalam masalah keseimbangan lintasan, metode penyelesaian masalah keseimbangan lintasan, pengendalian kualitas produksi, dan 7 tools. 2.1 Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi missal, dimana dalam proses produksinya harus dibagi pada seluruh operator sehingga beban kerja operator merata. Jadi dalam line balancing dipelajari bagaimana kita merancang suatu lintasan produksi agar tercapai keseimbangan beban yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja dalam menghasilkan produk. Istilah line balancing merupakan metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiunkerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus stasiun kerja tersebut. Keterkaitan sejumlan pekerjaan dalam suatu lini produksi harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram atau diagram pendahuluan, sedangkan hubungan itu disebut precedence job atau precedence network (Bedworth, 1987) 2.2 Permasalahan Keseimbangan Kapasitas Lintasan Dalam suatu perusahaan yang mempunyai tipe produksi masal, yang melibatkan sejumlah besar komponen yang harus dirakit, perencanaan produksi memegang peranan yang penting dalam membuat penjadwalan produksi, terutama dalam pengaturan operasi-operasi atau penugasan kerja

yang harus dilakukan. Bila pengaturan dan perencanaannya tidak tepat, maka setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini akan mengakibatkan lintasan perakitan tersebut menjadi tidak efisien karena terjadi penumpukan material atau produk setengah jadi diantara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya. Akibat sampingan lainnya adalah kompensasi ongkos-ongkos yang hilang serta akibat psikologis yang negative bagi pekerja. Persoalan keseimbangan lintas perakitan bermula dari adanya kombinasi penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang menempati tempat kerja tertentu. Karena penugasan elemen kerja yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di dalam suatu lintas perakitan. Masalah utama yang dihadapi dalam lintasan produksi adalah: 1. Kendala sistem, yang erat kaitannya dengan maintenance (perawatan). 2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja yang khususnya pada kinerja operator dengan tujuan: Mencapai efisiensi yang tinggi Memenuhi rencana produksi yang dibuat Adanya stasiun kerja yang sibuk dan idle yang mencolok Adanya work-in-process pada beberapa stasiun kerja

Gejala ketidakseimbangan lini produksi adalah:

Rancangan lintasan produksi yang seimbang bertujuan (Somantri, 2005): 1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja sehingga pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang dan mencegah terjadinya bottle-neck. 2. Menjaga lini perakitan agar tetap lancer dan kontinu.

Terdapat sejumlah langkah pemecahan masalah line balancing, yaitu (Gaspersz, 2005) : 1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan. 2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu. 3. Menetapkan precedence constraints (jika ada yang berkaitan dengan setiap tugas itu). 4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan. 5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output itu. 6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya waktu di antara penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang diinginkan dalam batas toleransi dari waktu. 7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin. 8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan. 9. Menilai efektivitas dan efisiensi dari solusi. 10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaikan proses terus menerus (continues process improvement). Penyeimbangan ini memiliki tujan utama yaitu untuk mendapatkan waktu serta bobot yang sama pada setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang optimal (diinginkan). Tercapainya tujuan tersebut dapat ditandai oleh kondisi (Somantri, 2005): 1. 2. 3. Lintas perakitan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapat tugas yang sama bobotnya (dapat diukur dengan parameter waktu). Jumlah stasiun kerja minimum. Jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan perakitan minimum.

Adapun kriteria yang umum digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan perakitan adalah meminimumkan waktu menganggur dan keseimbangan waktu senggang (balance delay), serta memaksimumkan efisiensi, yang umumnya semua prinsipnya sama Secara matematis ketiga kriteria di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: Waktu menganggur = n . Ws - Wi
i =1 n

(1)
x 100 %

Keseimbangan waktu senggang = Efisiensi stasiun kerja =


n

n . Ws - Wi n . Ws

(2) (3)

Wi x 100 % Ws

Efisiensi lintasan =

Wi
i =1

n . Ws

x 100 %

(4)

Keterangan : n

= jumlah stasiun kerja

Ws = waktu stasiun kerja terbesar / waktu daur Wi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun kerja I 2.3 = 1,2,3,...,n

Pembatas Dalam Masalah Keseimbangan Lintasan Terdapat beberapa faktor yang menjadi pembatas dalam melakukan perbaikan terhadap keseimbangan suatu lintasan produksi, diantaranya (Gaspersz, 2005): 1. Pembatas teknologi (technological restriction) Merupakan pembatas dimana proses pengerjaan yang telah ditentukan dimana suatu proses tidak dapat dilakukan atau dikerjakan sebelum proses sebelumnya telah selesai dikerjakan. 2. Pembatas fasilitas (facility restriction) Pembatas fasilitas terjadi akibat adanya fasilitas atau mesin yang tidak dapat dipindahkan. 3. Pembatas posisi (positional restriction)

Pembatas posisi membatasi pengelompokan elemen-elemen kerja karena orientasi terhadap operasi yang telah ditentukan dan telah baku. 4. Batasan daerah (zoning constraints) Batasan daerah terdiri atas dua jenis, yaitu : a. Positive zoning constraints Jika elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam stasiun kerja yang sama dan memberikan nilai tambah karena saling membantu.. b. Negative zoning constraints Jika suatu elemen pekerjaan lain sifatnya saling mengganggu maka sebaiknya tidak ditempatkan saling berdekatan. 2.4 Metode Penyelesaian Masalah Keseimbangan Lintasan Masalah keseimbangan lintasan produksi dapat diselesaikan dengan beberapa metode. Secara umum terdapat tiga metode dasar yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan lintasan produksi, yaitu (Bedworth, 1987): 1. Metode Analitik Merupakan metode yang bisa menghasilkan suatu solusi yang optimal, karena dilakukan dengan perhitungan yang rumit dan teliti oleh ahlinya. 2. Metode Heuristik Merupakan metode yang dapat menghasilkan solusi terbaik, tetapi belum tentu optimal, karena dilakukan dengan penganalisaan serta proses trial dan error. Beberapa metode heuristik yang sering digunakan: a. Metode Hegelson- Birnie (metode bobot posisi) Metode ini dikembangkan oleh W.B Hegelson dan D.P Birnie dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan.

2.

Membuat matrik kedahuluan berdasarkan jaringan kerja perakitan (precedence diagram).

3. Menghitung bobot posisi tiap operasi yang dihitung berdasarkan jumlah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya. 4. Mengurutkan operasi-operasi mulai dari bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.
5.

Melakukan pembebanan operasi pada stasiun keja mulai dari operasi dengan bobot operasi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil.

6. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.


7.

Menggunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan menghasilkan efisisensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada point f di atas.

8. Mengulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi. Metode bobot posisi memiliki kelemahan yaitu tidak

mempertimbangkan efisiensi aliran (flow efficiency). Hal ini menyebabkan munculnya penugasan yang paling tinggi tingkat efisiennya yang berdampak pada meningkatkan biaya transportasi atau biaya pemindahan bahan. b. Metode Region Aproach (metode pendekatan wilayah) Metode Region Aproach dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi dengan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. 2. Membagi jaringan kerja ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan (pekerjaan dengan jumlah pengikut yang sedikit akan dibebankan paling akhir dalam stasiun kerja).

3. Mengurutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar sampai terkecil. 4. Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut: Pada tiap akhir pembebanan stasiun kerja, putuskan apakah utilisasi waktu telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh pekerjaan yang memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan. Putuskan apakah penukaran pekerjaanpekerjaan tersebut akan meningkatkan utilisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan tersebut. Pada dasarnya metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang lebih besar. c. Metode Largest Candidate Rule (metode pembebanan berurut) Metode ini memiliki tingkat kemudahan yang lebih tinggi daripada metode bobot posisi. Adapun langkah - langkah pengerjaannya antara lain: 1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. 2. Membuat matriks operasi pendahulua (= P) dan operasi pengikut (= F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan. 3. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P dan membebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi jika ada lebih dari satu baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol. 4. Memperhatikan nomor elemen di baris matrik kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan. 5. Melanjutkan penugasan-penugasan elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. 6. Menghitung efisiensi rata-ata stasiun kerja yang terbentuk.

10

7. Menggunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada point f di atas. 8. Mengulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi. 2.5 Waktu Delay, Waktu Idle, dan Konsep Antrian Selama penghitungan waktu siklus, ada beberapa jenis waktu lain yang muncul di dalam suatu proses perakitan. Waktu tersebut merupakan jenis waktu yang bukan merupakan waktu operasi produktif, tapi merupakan waktu tunggu. Waktu delay merupakan waktu di mana suatu komponen menunggu untuk diproses oleh operator. Umumnya dalam lintasan produksi perakitan, waktu delay muncul apabila komponen terlalu cepat masuk ke stasiun kerja sedangkan komponen sebelumnya belum selesai diproses. Waktu idle merupakan waktu di mana suatu operator menunggu komponen untuk diproses. Hal ini terjadi merupakan kebalikan dari waktu delay, di mana komponen terlalu lama masuk ke stasiun kerja pada lintasan produksi (Gasperz, 2005). Antrian merupakan suatu kondisi dalam lintasan produksi yang mengakibatkan adanya tumpukan bahan yang akan diproses pada suatu stasiun kerja. Antrian dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Fogarty, 1991): 1. 2. Waktu operasi yang dibutuhkan di stasiun kerja tersebut lebih lama dibandingkan stasiun kerja sebelumnya. Tingkat performansi operator pada stasiun kerja tersebut lebih rendah dibandingkan stasiun kerja sebelumnya. 2.6 Pengendalian Kualitas Produksi Kualitas produk manufaktur dapat dinyatakan sebagai variabel atau atribut. Salah satu alat ukur statistik yang biasa digunakan adalah alat bantu statistik Shewhart Control Chart, terdiri dari (Fogarty, 1991): 11

1. Alat ukur Shewhart Control Chart untuk variabel adalah peta X dan R atau juga dengan menggunakan peta X dan S. 2. Alat ukur Shewhart Control Chart untuk atribut adalah fraksi cacat p, dengan peta kendalinya terdiri atas : a. b. c. d. p chart, digunakan untuk fraksi cacat yang tidak memenuhi spesifikasi. n p chart, digunakan untuk menggambarkan jumlah item yang tidak memenuhi spesifikasi. c char, digunakan untuk menggambarkan nonconformity U chart, digunakan untuk menggambarkan nonconformity per unit.

Adapun langkah-langkah dalam pengukuran performansi pengukuran kualitas produksi : 1. Mempersiapkan diagram kendali 2. Membuat diagram kendali 3. Pengolahan diagram kendali 4. Laporan dan tindakan 2.7 Tujuh Tradisional QC Tools Tujuh alat yang digunakan untuk pemecahan masalah akan diuraikan pada bagian berikut (Purnomo, 2004): 1. Diagram sebab akibat Digunakan untuk mencari semua unsur penyebab yang diduga dapat menimbulkan masalah tersebut. Diagram ini menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. 2. Lembar periksa (check sheet) Lembar periksa adalah alat yang berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana sehiungga menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tersebut. 3. Diagram pareto Diagram pareto adalah suatu grafik batang yang menunjukan masalah menurut urutan banyaknya kejadian.

12

4. Histogram Histogram merupakan diagram batang yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk distribusi sekumpulan data yang biasanya berupa karakteristik mutu. 5. Stratifikasi Suatu usaha untuk mengelompokkan data ke dalam kelompokkelompok dilakukan. 6. Diagram tebar Diagram yang digunakan untuk menentukan korelasi penyebab yang diduga dan akibat yang timbul dari suatu masalah. 7. Grafik dan peta kendali Grafik adalah suatu bentuk penyajian data yang terdiri dari garis-garis yang menghubungkan dua besaran tertentu. Grafik terdiri dari tiga jenis yaitu: a. Garis Dipakai untuk menunjukan variasi pada periode waktu tertentu b. Batang Dipakai untuk membaningkan nilai melalui batang yang parallel c. Lingkaran Menunjukan perincian kategorikal nilai dan bagan radar membantu dalam menganalisis pokok yang dibahas sebelumnya. 2.8 Peta Kontrol Variabel Variabel merupakan suatu spesifikasi yang dapat dihitung/terukur seperti: dimensi, kekerasan Rockwell, dan lain sebagainya. Peta kontrol variabel dapat dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Fogarty, 1991): 1. Memilih karakteristik mutu yang digunakan. yang mempunyai karakteristik yang sama. Dasar pengelompokan sangat tergantung pada tujuan pengelompokkan

13

Karakteristik mutu yang akan digunakan dalam peta kontrol variabel harus dapat diukur dan dinyatakan dalam angka. Satuan ukuran yang digunakan dapat berupa besaran pokok atau besaran turunan. 2. Memilih sub-grup yang rasional. Pemilihan sub-grup dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu: a. Instanttimemethod b. Period of timemethod 3. Mengumpulkan data yang dibutuhkan. 4. Menentukan garis sentral dan batas kontrol. Dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
X =

X
g

BKAX = X + A2 R GS X = X BKBX = X A2 R R=

(5)

R
g

BKA R = D4 R GS R = R BKB R = D4 R

(6)

Keterangan : X = Rata-rata dari rata-rata sub grup XI = Rata-rata sub group ke I R = Rata-rata range X = Standar deviasi populasi X RI = Range sub grup ke I R = Standar deviasi populasi R g = Banyak sub group 5. Jika ada data yang keluar kontrol maka perlu dilakukan revisi terhadap garis sentral dan batas kontrol.

14

nem

Xd

R new =

R R
g gd

g gd

o =
BKA GS
X X

Ro d2 =X
o nem

(7)
+ A o

=X

BKAR = D2 o GS R = d 2 o BKBR = D1 o 6. Menetapkan hasil dan mencapai tujuannya. Adapun tujuan dari penggunaan peta kontrol variabel ini adalah : 1. Untuk menentukan besarnya proses capability. 2. Untuk perbaikan mutu 3. Untuk mengambil keputusan dalam kaitannya dengan spesifikasi produk 4. Untuk mengambil keputusan dalam kaitannya dengan proses produksi. 2.9 Peta Kontrol Atribut Atribut merupakan suatu spesifikasi yang tidak dapat dihitung/tidak terukur seperti: warna, kondisi part, dan lain sebagainya. Salah satu jenis peta kontrol yang akan dipakai dalam pengolahan data adalah peta kontrol p. Adapun langkah-langkah dalam pembuatan peta kontrol p antara lain (Fogarty, 1991): 1. Memilih karakteristik mutu yang akan digunakan Peta P dapat mewakili satu karakteristik mutu atau beberapa karakteristik mutu sekaligus. Peta P dapat juga digunakan untuk mewakili 15 (8)

performansi seorang operator, departemen, stasiun kerja, shift, dan lain sebagainya. 2. Menentukan ukuran sub grup. Ukuran sub grup merupakan fungsi dari proporsi yang tidak sesuai. 3. Mengumpulkan data. 4. Menentukan garis sentral dan batas kontrol. P=

nP
n P (1 P ) n (9) P (1 P ) n

BKA = P + 3 GS = P BKB = P 3

5. Jika ada data yang berada diluar batas kontrol maka melakukan revisi P new =

nP nP n n
d

BKA = Po + 3 GS = Po BKB = Po

Po (1 Po ) n Po (1 Po ) n (10)

16

Anda mungkin juga menyukai