Anda di halaman 1dari 49

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organizations) merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental. Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsurunsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran. Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per 1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).

B. MANFAAT PENULISAN Sebagaimana diketahui, derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, selain bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.

Makalah ini dimaksudkan untuk lebih menggali masalah yang membahas mengenai Manajemen Terpadu Balita Sakit. Dengan makalah ini, diharapkan agar petugas kesehatan lebih punya Wawasan tentang masalah ini. Peningkatan keterampilan perawat dan bidan dalam tata laksana balita sakit secara komprehensif dilaksanakan dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit atau lebih dikenal dengan MTBS. Kegiatan ini dilaksanakan secara pre-service dan atau in-service training. Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan standar pelayanan bagi balita sakit dan dinilai cost effective serta berkontribusi sangat besar untuk menurunkan angka kematian neonatus, bayi dan balita bila dilaksanakan secara luas, baik, dan benar.

1. Bagi Ilmu Kebidanan Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai manajemen terpadu balita sakit sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan asuhan kebidanan terutama balita 2. Bagi Pengguna a. Bagi STIKES Aisyiyah Yogyakarta Makalah ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan informasi sehingga dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan kesehatan b. Bagi Mahasiswa STIKES Aisyiyah Yogyakarta Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan implementasi dalam penatalaksanaan sakit pada balita.

BAB II TINJAUAN TEORI

A. MTBS 1. Definisi Manajemen Terpadu Balita Sakit Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang digagas oleh WHO dan UNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan melakukan penilaian, membuat klasifikasi serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa. MTBS bertujuan untuk meningkatkan keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan serta meningkatkan kemampuan perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1999. Ditinjau dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, maka angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKBA) adalah 19/1000 kelahiran hidup (KH), 34/1000 KH dan 44/1000KH. Artinya, kematian balita (0- 59 bulan) masih tinggi. Untuk itu, diperlukan kerja keras dalam upaya menurunkan angka kematian tersebut, termasuk diantaranya peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dalam menangani balita sakit, utamanya bidan dan perawat di Puskesmas sebagai lini terdepan pemberi pelayanan.

2. Sejarah penerapan MTBS di Indonesia Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996.Pada tahun 1997 Depkes RI bekerjasama dengan WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO.Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatih dari SEARO. Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh Puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dll. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.

MTBS bukan merupakan program kesehatan,tetapi suatu standar pelayanan dan tatalaksana balita sakit secara terpadu di fasilitas kesehatan tingkat dasar. WHO memperkenalkan konsep pendekatan MTBS dimana merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang. Ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS yaitu: a. Komponen I : meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (dokter, perawat, bidan, petugas kesehatan) b. Komponen II : memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada balita lebih efektif c. Komponen III : Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat). Untuk keberhasilan penerapan MTBS, proporsi penekanan pada ketiga komponen harus sama besar.

3. Latar belakang perlunya penerapan mtbs di indonesia Menurut data hasil Survei yang dilakukan sejak tahun 1990-an hingga saat ini (SKRT 1991, 1995, SDKI 2003 dan 2007), penyakit/masalah kesehatan yang banyak menyerang bayi dan anak balita masih berkisar pada penyakit/masalah yang kurang-lebih sama yaitu gangguan perinatal, penyakit-penyakit infeksi dan masalah kekurangan gizi. Penyebab kematian neonatal (bayi berusia 0-28 hari) menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel proporsi penyebab kematian neonatal di Indonesia tahun 2007 Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007

Sedangkan penyebab kematian bayi dan anak balita menurut Riskesdas 2007, pada kelompok bayi (29 hari - 11 bulan) dan kelompok anak balita (12 bulan - 59 bulan) ada dua penyebab kematian tersering yaitu diare dan pneumonia.Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel proporsi penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia tahun 2007 Sumber: Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007

Penyakit-penyakit penyebab kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di tingkat Rumah Sakit, namun masih sulit untuk tingkat Puskesmas. Hal ini disebabkan antara lain karena masih minimnya sarana/peralatan diagnostik dan obat-obatan di tingkat Puskesmas terutama Puskesmas di daerah terpencil yang tanpa fasilitas perawatan, selain itu seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap di tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain di banyak provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan. Berdasarkan kenyataan (permasalahan) di atas, pendekatan MTBS dapat menjadi solusi yang jitu apabila diterapkandengan benar (ketiga komponen diterapkan dengan maksimal). Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal jarang terjadi. Menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki beberapa keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Hal ini dapat diakomodir oleh MTBS karena dalam setiap pemeriksaan MTBS, semua aspek/kondisi yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa. Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global.Bila Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan pelayanan

kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu.Oleh karena itu, bila anda membawa anak balita berobat ke Puskesmas, tanyakanlah apakah tersedia pelayanan MTBS di Puskesmas itu?bila ada, mintalah dilayani memakai pendekatan MTBS.

4. Tujuan MTBS a. Menurunkan angka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit tersering pada balita. b. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak. Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7 29 hari disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %), pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %). Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.

5. Penilaian Tanda Dan Gejala Pada penilaian tanda dan gejala, yang dinilai adalah ada atau tidaknya tanda bahaya umum. a. Penilaian pertama, Keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan dinding dada kedalam, stridor, nafas cepat. b. Penilaian kedua, keluhan dan tanda adanya diare, seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas makan, turgor jelek, gelisah, rewel, haus atau banyak minum, adanya darah dalam tinja. c. Penilaian ketiga, tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umum, kaku kuduk, dan adanya infeksi local seperti kekeruhan pada kornea mata, luka pada mulut, mata bernanah, adanya tanda pre syock seperti nadi lemah ekstremitas dingin muntah darah, berak hitam, perdarahan hidung, nyeri ulu hati, dan lain-lain.

d. Penilaian keempat, tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga, adanya pembengkakan, dan lain-lain. e. Penilaian kelima, tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus, bengkak pada kedua kaki, telapak tangan pucat, status gizi dibawah garis merah pada pemeriksaan berat badan menurut umur. Penentuan Klasifikasi dan Tingkat Kegawatan : a. Klasifikasi Pneumonia 1) Pneumonia berat, apabila adanya tanda bahaya umum, tarikan dinding dada kedalam, adanya stridor. 2) Pneumonia, apabila ditemukan tanda frekuensi nafasyang sangat cepat. 3) Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada pneumonia dan hanya keluhan batuk. b. Klasifikasi Dehidrasi 1) Dehidrasi berat, apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak sadar, mata cekung, turgor jelek sekali. 2) Dehidrasi ringan atau sedang, dengan tanda gelisah, rewel, mata cekung, haus, turgor jelek. 3) Diare tampa dehidrasi, apabila tidak cukup adanya tanda dehidrasi. c. Klasifikasi Diare Persisten 1) Diare persisiten berat, diare lebih dari 14 hari dan adanya tanda dehidrasi. 2) Diare persisten, tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi. d. Klasifikasi Disentri Apabila diarenya disertai dengan darah dalam tinja. e. Klasifikasi Risiko Malaria 1) Klasifikasi dengan resiko tinggi : Klasifikasi penyakit berat dengan demam(suhu 37,5 derajat celcius atau lebih) apabila ditemukan tanda bahaya umum disertai dengan kaku kuduk. 2) Klasifikasi resiko rendah : a) Klasifikasi penyakit berat dengan demam apabila ada tanda bahaya umum atau kaku kuduk, b) Klasifikasi malaria apabila tidak ditemukan tanda demam atau campak. c) Klasifikasi demam mungkin bukan malaria apabila hanya ditemukan pilek atau adanya campak. 3) Klasifikasi tampa resiko : a) Klasifikasi Penyakit berat dengan demam apabila ditemukan tanda bahaya umum dan kaku kuduk. b) Klasifikasi demam bukan malaria apabila tidak ditemukan tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk.

f.

Klasifikasi Campak 1) Campak dengan komplikasi berat apabila ditemukan adanya tandabahaya umum, terjadi kekeruhan pada kornea mata, adanya tandaumum campak, adanya batuk, pilek atau mata merah. 2) Campak dengan komplikasi apabila ditemukan tanda mata bernanah serta luka dimulut. 3) Campak, apabila hanya tanda khas campak yang tidak disertai tanda klasifikasi di atas.

g. Klasifikasi DBD (demam kurang dari 7 hari) 1) DBD apabila ditemukan tanda seperti petekie, tanda syock. 2) Mungkin DBD apabila adanya tanda nyeri ulu hati atau gelisah, bintik perdarahan bawah kulit,dan uji torniqet negatif. 3) Mungkin bukan DBD apabila hanya ada demam. h. Klasifikasi masalah telinga 1) Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan dan nyeri dibelakang telinga. 2) Infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14hari serta adanya nyeri telinga. 3) Infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau nanah yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih. 4) Tidak ada infeksi telinga apabila tidak ada ditemukan gejala seperti di atas. i. Klasifikasi status gizi 1) Klasifikasi gizi buruk (anemia berat), apabila BB sangat kurus, adanya bengkak pada kedua kaki serta pada telapak tangan, ditemukan adanya kepucatan. 2) Klasifikasi bawah garis merah (anemia), apabila ditemukan tanda telapak tangan agak pucat, BB menurut umur dibawah garis merah. 3) Tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada tanda seperti diatas.

6. Penentuan tindakan dan pengobatan a. Pneumonia Pengobatan pneumonia berat : 1) Berikan dosis pertama antibiotika : Kotrimoksazol dan amoksilin. 2) Lakukan rujukan segera a) Apabila pneumonia saja berikan antibiotika yang sesuai selam 5 hari, berikan pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu atau keluarga, lakukan kunjungan ulang setelah 2 hari.

b) Apabila batuk bukan pneumonia berikan pelega tenggorokan, beri tahu ibu dan keluarga, dan lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari. b. Dehidrasi 1) Pengobatan dehidrasi berat : a) Berikan cairan intravena secepatnya, berikan oralit, berikan 100 ml/kg RL atau NACL b) Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum membaik berikan tetesan intravena cepat. c) Berikan oralit (kurang lebih 5ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum. d) Lakukan monitoring kembali setelah 6 jam pada bayi dan 3 jam pada anak. e) Anjurkan untuk tetap memberikan ASI 2) Pengobatan dehidrasi ringan atau sedang : a) Lakukan pemberian oralit 3 jam pertama. b) Lakukan monitoring setelah 3 jam pemberian terhadap tingkat dehidrasi. 3) Pengobatan tanpa dehidrasi : a) Berikan cairan tambahan sebanyak anak mau, dan lakukan pemberian oralit apabila anak tidak memperoleh ASI eksklusif. b) Lanjutkan pemberian makan. c. Diare Persisten Tindakan ditentukan oleh dehidrasi, kemudian jika ditemukan adanya kolera, maka pengobatan yang dapat dianurkan adalah pilihan pertama antibiotik kotrimoksazol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin. d. Disentri Tindakan pada disentri dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sesuai, misalnya pilihan pertamanya adalah kotrimoksazol dan pilihan keduanya adalah asam nalidiksat. e. Risiko Malaria Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi risiko malaria adalah sebagai berikut. 1) Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara intramuskukar. Selanjutnya anjurkan anak tetap berbaring dalam 1 jam dan ulangi suntikan kina pada 4 dan 8 jam kemudian. Selanjutnya 12 jam sampai anak mampu meminum obat malaria secara oral dan jangan memberikan suntikan kina sampai dengan lebih dari 1 minggu dan pada risiko rendah jangan berikan pada anak usia kurang dari 4 bulan. 2) Pemberian obat antimalaria oral ( untuk malaria saja) dengan ketentuan dosis sebagai berikut untuk pilihan antimalaria pertama adalah klorokuin + primakuin

dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetin + primakuin (untuk anak 12 bulan) dan tablet kina (untuk anak <12 bulan). 3) Lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka ulangi pemberian klorokuin. 4) Pemberian antibiotik yang sesuai. 5) Mencegah penurunan kadar gula darah. 6) Pemberian parasetamol apabila terjadi demam tinggi ( 38,5 derajat celcius). f. Campak Pada campak dpat dilkukan tindakan sebagai berikut: 1) Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat, maka tindakannya adalah pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, salep mata tetrasiklin, atau kloramfenikol. 2) Apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian parasetamol dianjurkan jika disertai demma tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan pemberian gentian violet, jika hanya campak saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain, maka tindakannya hanya diberikan vitamin A. g. Demam Berdarah Dengue Pada demam berdarah dengue, tindakan yang dapat dilakukan antara lain apabila ditemukan syok, maka segera diberi cairan intravena, pertahankan kadar gula darah. Bila dijumpai demam tingg , maka berikan parasetamol dan caira atau oralit bila dilakukan rujukan selama perjalanan. Ketentuan pemberian cairan pra-rujukan pada demam berdarah. 1) Berikan cairan ringer laktat, jika memungkinkan beri glukosa 5% ke dalam ringer laktat melalui intravena atau apabila tidak berikan oralit atau cairan per oral selama perjalanan. 2) Apabila tidak ad, berikan cairan NaCl 10-20 ml/kgBB/30menit. 3) Pantau selama setelah 30 menit dan bila nadi teraba, berikan cairan intravena dengan tetesan 10 ml/kgBB dalam 1 jam. Apabila nadi tidak teraba berikan cairan dengan tetesan 15-20 ml/kgBB dalam 1 jam. h. Klasifikasi Masalah Telinga Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telinga dapat dilakukan antara lain dengan memberikan dosis pertama untuk antibiotik yang sesuai. Parasetamol dapat diberikan apabila dijumpai demam tinggi, apabila ada ifeksi akut pada telinga, maka pengobatan sama seperti mastoiditis krnis ditambah dengan mengeringkan telinga dengan kain penyerap. i. Klasfikasi Status Gizi

Tindakan yang dapat dilakukan antara lain pemberian vitamin A. Apabila anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan dijumpai adanya anemia, maka dapat dilakukan pemberian tablet zat besi. Jika berada di daerah risiko tinggi malaria, dapat diberikan antimalaria oral dan pirantel pamoat hanya diberikan untuk anak usia 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir serta hasil pemeriksaan tinja positif.

7. Cara penatalaksanaan balita sakit dengan pendekatan mtbs Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) sudah terintegrasi di dalam pendekatan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS), maka bagan MTBM menjadi bagian dari bagan MTBS. MTBM dan MTBS sudah diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia sehingga sudah menjadi milik masyarakat. Banyaknya permintaan bagan MTBS (termasuk bagan MTBM) oleh Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten perlu dipenuhi sehingga perkembangan penerapannya di lapangan tidak tersendat. Oleh karena itu masyarakat dan tenaga kesehatan yang memerlukan dapat memperbanyak bagan ini untuk meningkatkan kelancaran implementasi penerapannya di Puskesmas, Polindes, Poskesdes, Klinik swasta, Rumah Sakit, dll. Agar lebih mudah dipelajari, maka bagan MTBM ditampilkan terpisah dengan bagan MTBS. Berikut ini bagan-bagan MTBS dan MTBM : Bagan Penilaian, Klasifikasi dan Tindakan bayi muda umur kurang dari 2 bulan:

Berikut Ini Tindakan Pengobatan Untuk Bayi Muda:

Berikut Ini Konseling Bagi Ibu / Keluarga

Formulir MTBM Untuk setiap bayi muda yang diperiksa, selalu dicatat pada lembar 'Formulir Bayi Muda Kurang Dari 2 Bulan' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir ini disamping berfungsi sebagai status pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang nantinya akan direkap kedalam buku register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien, penilaian, klasifikasi penyakit serta tindakan /pengobatan yang diberikan.

Lampiran:

Bagan MTBS Terbaru

Berikut Ini Bagan Tindakan Pengobatan MTBS:

Berikut Ini Pemberian Konseling Bagi Ibu:

Berikutnya Pemberian Pelayanan Tindak Lanjut Pada Kunjungan Ulang:

Formulir MTBS Untuk setiap balita usia 2 bulan - 59 bulan yang diperiksa, hendaknya dicatat pada lembar 'Formulir Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun' seperti pada contoh di bawah ini. Formulir ini disamping berfungsi sebagai status pasien, juga berfungsi sebagai media pencatatan yang nantinya akan direkap kedalam buku register MTBS. Petugas akan mengisi identitas pasien, penilaian, klasifikasi penyakit serta tindakan/pengobatan yang diberikan.

B. Jurnal yang mendukung Intervensi diperkenalkan oleh WHO sebagai MTBS (manajemen terpadu balita sakit) dimaksudkan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian balita di negara berkembang dari lima penyebab paling penting dari kematian anak - respirator infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, campak, malaria atau demam berdarah dengue (DBD) dan gizi buruk. Dalam adaptasi terhadap MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) di Indonesia, kebutuhan dari situs pelatihan yang cocok sesuai dengan rumah sakit akademik yang tersedia dan sistem rujukan adalah masalah yang cukup harus dipelajari. Penelitian deskriptif observasional, untuk mencocokkan MTBS / MTBS penyakit klasifikasi dengan diagnosis klinis dan menindaklanjuti kasus yang dilakukan di klinik rawat jalan oleh warga Pediatric untuk mendirikan sebuah situs pelatihan untuk IMCI / MTBS. Hasil dari 96 kasus usia 2-59 bulan adalah: 1). Dari 11 kasus yang Tergolong Pneumonia, itu ditemukan secara klinis didiagnosis sebagai Pneumonia dalam sebanyak 7 (77%) kasus. 2). Tidak ada perbedaan dalam kasus-kasus diare. 3). Dalam 35 kasus diklasifikasikan sebagai demam, ditemukan bahwa sebagian besar kasus didiagnosis ISPA, hanya 1 dengan Demam Berdarah Dengue 4). Dari 24 kasus dengan masalah gizi, 22 kasus diklasifikasikan sebagai tipus dan didiagnosis klinis sebagai gizi kurang. Hal ini disimpulkan bahwa MTBS / MTBS klasifikasi perlu diikuti dengan penyelidikan klinis secara menyeluruh dalam kasus rumah sakit pelatihan dimaksud, untuk memperbaiki klasifikasi tertandingi dan ilmiah menjembatani menuju diagnosis klinis.

BAB III ASUHAN KEBIDANAN

Manajemen Terpadu Balita Sakit An D Umur 11 Bulan Dengan Demam Bukan Malaria Di RSUD Jogja

No RM Tanggal Pengkajian data oleh

: 044 : 7 Februari 2013 : Agustina Nilam C

I.

Data Subyektif Identitas Nama Anak Umur Jenis Kelamin Alamat : An.D : 11 bulan : perempuan : Cebongan Kidul, Sleman

Nama Ibu Umur Agama Suku Pendidikan Pekerjaan

: Ny. S : 39 tahun : Islam :Jawa/Indonesia : SMA : IRT

Nama Ayah Umur Agama Suku Pendidikan Pekerjaan

: Tn. A : 35 tahun : Islam : jawa : S1 : Wiraswasta

1. Alasan Kunjungan : Ibu ingin memeriksakan anaknya 2. Keluhan Utama 3. Riwayat Imunisasi Ibu mengatakan anak telah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu Hb0, BCG, DPT I sampai III, Polio I sampai IV dan campak 4. Riwayat Kesehatan Anak dan Keluarga a. Ibu mengatakan sejak tadi malam anak demam. Anak tidak mempunyai riwayat penyakit sepeti TBC, Hepatitis, asma, bronkhitis. : anak panas sejak tadi malam, tidak pilek, tidak batuk

b. Ibu mengatakan keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit menurun, menular dan menahun seperti hepatitis, HIV/AIDS, TBC, Diabetes, Hipertensi, asma dan jantung 5. Riwayat pemenuhan kebutuhan sehari-hari a. Pola Nutrisi 1) Makan 3x/hari, jenis makanan keluarga porsi kecil , tidak ada keluhan 2) Minum 6-8 gelas/hari, jenis (air putih, susu) porsi 1 gelas belimbing, tidak ada keluhan b. Pola eliminasi 1) BAK : 5-6 x/hari, konsistensi cair, warna kuning jernih, bau khas, tidak ada keluhan. 2) BAB : 1x/hari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada keluhan c. Pola Aktivitas berkurang d. Istirahat : ; anak sering bermain dengan temannya, saat sakit ini aktivitas

Tidur siang 2 jam / hari Tidur malam 10 jam/hari, keluhan anak saat ini sering terbangun karena merasa tak enak badan e. Personal Hygiene Mandi 2x/hari, ganti pakaian 2x/hari 6. Riwayat Tumbuh Kembang Menurut ibu tumbuh kembang anak normal 7. Riwayat Psikososialspiritual Ibu dan keluarga khawatir dengan keadaan anak, ibu berharap anak lekas sembuh, ibu dan keluarga selalu berdoa untuk kesembuhan anak

II.

Data Obyektif 1. Keadaan umum : baik Kesadaran : composmentis BB ; 7,5 kg 2. Pemeriksaan Fisik S ; 38,5 0C R : 37 x/mnt

Kepala Muka Mata Hidung Telinga

: mesochepal, rambut bersih : tidak pucat : sklera putih, konjungtiva merah muda : bersih, tidak ada polip, tidak ada lendir : tidak ada pembengkakan, tidak ada nanah yang keluar, tidak ada kemerahan

Dada

: payudara simetris, wheezing

auskultasi tidak ada suara ronchi maupun

Abdomen Eksremitas

: Bersih, tidak kembung : simetris, gerakan aktif , telapak tangan tidak pucat, akral hangat : tidak dilakukan

3. Pemeriksaan penunjang

III.

Analisa An.S umur 11 bulan dengan demam bukan malaria.

IV.

Penatalaksanaan 1. Memberitahukan kepada ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaananak ibu saat ini demam bukan malaria, Suhu 38,5 oC. Ibu mengerti dan agak cemas 2. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri anak, menjaga dan memperhatikan makan dan minum anak, serta menjaga istirahat anak agar terpenuhi. Ibu mengerti dan akan melakukannya. 3. Menganjurkan ibu untuk melakukan kompres hangat pada anak jika terasa panas. Ibu mengerti dan akan melakukannya. 4. Memberikan ibu terapi obat paracetamol tablet (500mg) dalam bentuk puyer diminum tiap 6 jam sampai demam hilang. Ibu mengerti dan akan meminumkannya 5. Memberitahu ibu untuk kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam. Ibu mengerti dan akan mewaspadainya 6. Menganjurkan ibu untuk kembali segera apabila ada keluhan lain / keadaan anak memburuk. Ibu mengerti dan akan mewaspadainya

BAB IV PEMBAHASAN

Kasus yang ada pada Bab III adalah kasus balita sakit dengan keluhan panas/demam selama sehari tidak disertai pilek dan batuk. Daerah anak tinggal merupakan daerah risiko rendah penyakit malaria. Tanya jawab dengan orang tua mengenai keluhan yang dirasakan anak tersebut kemudian diakukan pemeriksaan dengan lihat dan raba. Dari lihat dan raba pada anak didapatkan hasil a. Tidak ada tanda bahaya umum b. Anak tidak kaku kuduk c. Anak tidak pilek d. Mata tidak merah e. Tidak ada ruam merah pada kulit Setelah didapatkan hasil tersebut kemudian dilakukan pengklasikasian penyakit. Klasifikasi penyakit yang dari gejala yang dialami ana adalah Demam Bukan Malaria. Hal ini dikarenakan daerah anak tinggal merupakan daerah risiko rendah malaria, tidak ada tanda bahaya umum dan tidak ada kaku kuduk pada balita. Berdasarkan hasil klasifikasi penyakit tersebut, bidan menentukan

tindakan/pengobatan sesuai yang ada dalam buku bagan MTBS yaitu 1. Beri dosis pertama paracetamol yang sesuai Pamol diminum tiap 6 jam tablet 500 mg dalam bentuk puyer 10 bungkus. Diminum sampai demam hilang. Hal ini sesuai dengan bagan MTBS yaitu dosis sesuai berat badan anak (7,5 kg) adalah tablet paracetamol (500 mg) didapatkan 125 mg sekali minum, diminum tiap 6 jam sekali smapai demam hilang 2. Obati penyakit lain dari demam 3. Jika demam lebih dari 7 hari, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan 4. Nasihati kembali segera 5. Kunjungan ulang 2 hari jika anak tetap demam Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit pada kasus yang ditemukan di lahan praktek dalam hal ini BPS Atiek Pujiati telah sesuai dengan teori-teori relevan yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat pada tabel kesesuaian teori dan penatalaksanaan yang dilakukan di lahan berikut ini :

Teori

Penatalaksanaan di Lahan Praktek

1. Melakukan

Tanya

jawab

1. Tanya jawab dilakukan pada ibu atau keluarga anak mengenai

pada ibu atau keluarga anak mengenai dirasakan keluhan yang

keluhan yang dirasakan anak. Ibu mengeluh anak demam sehari tidak disertai pilek maupun batuk

2. Lihat dan Raba atau Lihat Dengar

2. Lihat dan Raba didapatkan hasil a. Tidak ada tanda bahaya umum b. Anak tidak kaku kuduk c. Anak tidak pilek d. Mata tidak merah e. Tidak ada ruam merah pada kulit

3. Mengklasifikasikan penyakit sesuai hasil tanya jawab dan lihat raba

3. Mengklasifikasikan penyakit sesuai hasil tanya jawab dan lihat raba Klasifikasi Malaria Demam Bukan

4. Memberikan terapi pengobatan/tindakan untuk demam yang sesuai Balita umur6 bulan - <3tahun (7<14kg) yaitu a. tablet 500mg b. 1 tablet 100 mg c. 5 ml pamol sirup 120mg/5ml Diminum tiap 6 jam sampai demam hilanh

4. Memberikan terapi pengobatan/tindakan yang sesuai Terapi yang diberikan oleh lahan praktek sesuai dengan teori yaitu paracetamol tablet 500mg (125 mg) sekali minum diminum tiap 6 jam sampai demam hilang

5. Memberitahu kapan kembali segera dan kunjungan ulang

5. Memberitahu kapan kembali segera yaitu jika ada gejala lain maupun demam tak kunjung turun

6. Memberitahu

kunjungan

6. Kunjungan ulang 2 hari jika tetap demam

ulang 2 hari jika tetap demam

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan MTBS Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita. Penerapan Manajemen terpadu pada balita sakit di BPS Atiek Pujiati sudah sesuai dengan penatalaksanaan dalam teori dan modul MTBS. Anamnesa dan penapisan awal dilakukan secara menyeluruh sehingga klasifikasi penyakit yang diderita bayi atau balita dapat diketahui.

B. Saran Setelah mengetahui berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada bayi maupun balita dan mengetahui cara penilaian kesehatan berdasarkan form MTBS diharapkan kepada petugas kesehatan untuk dapat mengaplikasikannya dalam melakukan penilaian kesehatan secara tepat sesuai teori yang sudah ada. Selain itu disarankan kepada mahasiswa kebidanan agar dapat membuat makalah yang lebih sempurna dari makalah ini.

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008 2. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika 3. Mansjoer, Arif M, dkk . 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius 4. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC 5. Education Material Matching in Imci Training Site Dr. Soetomo Referral Hospital. Jurnal Folia Medica Indonesiana Vol. 39 - No. 3 / 2003-07 6. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC 7. Alimul, aziz hidayat.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: salemba Medika 8. Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang disampaikan pada Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen Terpadu Balita Sakit. 9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Laporan Nasional 2007.

Lampiran:

Anda mungkin juga menyukai