Anda di halaman 1dari 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dapur Peleburan Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan logam cair pasti akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku peleburan di mana material bahan baku dan jenis tungku yang akan digunakan harus disesuaikan dengan material yang akan dilebur. Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan logam harus sesuai dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium, paduan tembaga, paduan timah hitam, dan paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan tungku peleburan jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan tungku induksi frekwensi rendah atau kupola. Tungku induksi frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk melebur baja dan material tahan temperatur tinggi (Abrianto Akuan, 2009). Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam antara lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung, tungku krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi besi cor tungku yang paling banyak digunakan industri pengecoran adalah krusibel dan tungku induksi, jenis kupola sudah mulai jarang digunakan karena pertimbangan tertentu. Berikut ini uraian tentang tungku peleburan. Pada unit ini memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek perancangan dan operasinya (Abrianto Akuan, 2009). Pemilihan dapur tergantung pada beberapa faktor (Mikell P.Groover, 2000), seperti : 1. Paduan logam yang akan dicor 2. Iemperatur lebur dan temperatur penuangan

Universitas Sumatera Utara

3. Kapasitas dapur yang dibutuhkan 4. Biaya operasi 5. Pengoperasian 6. Pemeliharaan 7. Polusi terhadap lingkungan.

2.2 Klasifikasi Tungku Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam pada proses pengecoran (casting) atau untuk memanaskan bahan dalam proses perlakuan panas (heat Treatmet). Karena gas buang dari bahan bakar berkontak langsung dengan bahan baku, maka jenis bahan bakar yang dipilih menjadi penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan bakar. Bahan bakar padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku (Abrianto Akuan, 2009). Idealnya tungku harus memanaskan bahan sebanyak mungkin sampai mencapai suhu yang seragam dengan bahan bakar dan tenaga kerja sesedikit mungkin. Kunci dari operasi tungku yang efisien terletak pada pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang minimum. Tungku beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %) dibandingkan dengan peralatan pembakaran lainnya seperti boiler (dengan efisiensi lebih dari 90 %). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi didalam tungku. Sebagai contoh, sebuah tungku yang memanaskan bahan sampai suhu 1200 oC akan mengemisikan gas buang pada suhu 12000C atau lebih yang mengakibatkan kehilangan panas yang cukup signifikan (Abrianto Akuan, 2009).

2.2.1 Dapur Crucible

Universitas Sumatera Utara

Dapur ini melebur logam tanpa berhubungan langsung dengan bahan pembakaran (indirect fuel-fired furnance).

Sumber: Mikell P.Groover, 2000

Gambar 2.1 Tiga jenis dapur krusibel

Dalam gambar 2.1 ditunjukkan 3 jenis dapur krusibel yang biasa digunakan : a. Krusibel angkat (lift-out crucible), b. Pot tetap (stationary pot), c. Dapur tukik (tilting-pot furnance).

Krusibel angkat yaitu Krusibel ditempatkan didalam dapur dan dipanaskan hingga logam mencair. Sebagai bahan bakar digunakan minyak, gas, dan serbuk batubaru. Bila logam telah melebur, krusibel diangkat dari dapur dan digunakan sebagai label penuangan. Dapur pot tetap Dapur tidak dapat dipindah, logam cair diambil dari kontainer dengan ladel. Dapur tukik Dapat ditukik untuk menuangkan logam cair (Mikell P.Groover, 2000). Dapur krusibel digunakan untuk peleburan logam non-besi seperti perunggu, kuningan, paduan seng dan aluminium. Kapasitas dapur umumnya

Universitas Sumatera Utara

terbatas hanya beberapa ratus pound saja. Dapur Crucible adalah dapur yang paling tua yang digunakan dalam peleburan logam. Dapur ini mempunyai konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang menggunakan kedudukan tetap dimana penmgambilan logam cair dengan memakai gayung. Dapur ini sangat fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang skala kecil dan sedang. Bahan bakar dapur Crucible ini adalah gas atau bahan bakar minyak karena akan mudah mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan sehingga pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas dengan kedudukan tetap terlihat seperti gambar dibawah (Mikell P.Groover, 2000).

Sumber: Mikell P.Groover, 2000

Gambar 2.2 Dapur kedudukan tetap Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang agak rendah dan logam cair akan akan melebur dan dangkal. Pada bagian bawah tanur dipasang 4 buah ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang memungkinkan untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak

Universitas Sumatera Utara

atau logam cair. Burner diletakkan pada kedua sisi tanur dan dioperasikan secara periodik untuk mendapatkan panas yang merata. Bahan bakar yang digunakan adalah gas atau minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya dipanaskan mula dengan melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur. Pemanasan ini bertujuan untuk mempeercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi depannya. Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja (Abrianto Akuan, 2009). Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka. Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan keluar dari ujung yang lain. Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka tutup tanur dan menuangkannya dari atas (Abrianto Akuan, 2009). Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi. Biaya operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola . Sering juga tanur ini dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk diatur komposisinya (Mikell P.Groover, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah maupun yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk Crucible yang dapat dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja perkakas, baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi (Abrianto Akuan,2009). Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan yang menimbulkan panas sehingga memanasi crucible dan mencairkan logam di dalam Crucible. Bentuk dari tanur induksi listrik dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini (Abrianto Akuan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.3. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2 2.2.2 Tungku Kupola Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang memiliki kapasitas besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain besi, kokas, flux atau batu kapur, dan elemen paduan yang memungkinkan. Tungku ini memiliki sumber energi panas dari kokas dan gas untuk meningkatkan temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini akan ditapping secara periodik untuk mengeluarkan besi cor yang telah mencair (Mikell P.Groover, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Mikell P.Groover, 2000

Gambar 2.4. Kupola untuk peleburan besi tuang

2.2.3. Tungku Busur Listrik Peleburan logam menggunakan tungku ini dilakukan dengan

menggunakan energi yang berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan logam. Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk proses pengecoran baja (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.5 Electric furnace indirect system

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.6 Electric furnace direct system 2.2.4 Tungku Induksi Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai sumber energi panasnya, arus listrik bolak-balik (alternating current) yang melewati koil tembaga akan menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi (charging material) didalamnya. Medan magnet ini juga akan melakukan mixing pada logam cair akibat adanya gaya magnet antara koil dan logam cair yang akan menimbulkan efek pengadukan (stiring effect) untuk menghomogenkan komposisi pada logam cair (Abrianto Akuan, 2009). Logam cair didalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai lining tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair didalamnya. Pada gambar dibawah ini ditunjukan beberapa komponen utama dari suatu tungku induksi (Abrianto Akuan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar. 2.7 Tungku induksi listrik Setelah logam pengisi telah mengalami pencairan maka tungku induksi ini telah dilengkapi dengan suatu pengendali untuk melakukan penuangan (titling) kedalam suatu ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang dibawa oleh dua operator pouring ke cetakan.

2.2.5 Tungku Converter Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan terhadap temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk sedemikian rupa agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara horizontal dengan posisi mulut berada disamping atau diatas bahkan dibawah. Posisiposisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon dioksida dan penuangan hasil pemurnian (Abrianto Akuan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.8 Tungku Converter Bessemer

Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi mentah ke dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian converter diubah posisinya pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter ke dalam besi mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa dengan oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur lainnya (Abrianto Akuan, 2009). Dengan tekanan udara 140 KN/m2 unsur-unsur tersebut akan terbawa keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses ini besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 % diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite

Universitas Sumatera Utara

(Fe), selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah tertentu sesuai dengan jenis baja yang dikehendaki hingga 2,06%, coverter ini berkapasitas antara 25 ton sampai 60 ton. Pada dasarnya berbagai metoda dalam proses pembuatan baja ini ialah proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur yang merugikan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam proses pembuatan baja dengan menggunakan sistem converter ini ialah salah satu proses pemurnian atau pemisahan besi dengan menggunakan bejana sebagai alat pemanasan (peleburan) besi kasar tersebut (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.9 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi kasar

2.2.6 Tungku Thomas dan Bessemer Thomas dan Bessemer melakukan proses pemurnian besi kasar dalam pembuatan baja ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun Bessemer menggunakan Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite dan Kwarsa sehingga dinding Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan terhadap temperature tinggi, akan tetapi dinding converter ini menjadi bersifat asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor, oleh karena itu dapur

Universitas Sumatera Utara

Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar dari bijih besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores) (Abrianto Akuan, 2009).. Sedangkan Thomas menyempurnakannya dengan memberikan lapisan batu kapur (limestone) atau Dolomite sehingga dinding converter menjadi basa dan mampumereduksi kelebihan unsur Posphor dengan mengeluarkannya bersama terak. Salah satu proses pemurnian besi dengan sistem converter ini pertama dikembangkan di austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas convertor dengan posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan sekrap dimasukan yang kemudian dibakar, udara yang dihembuskan menghasilkan pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan phosphor yang terkandung didalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat converter dalam posisi miring (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber: Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.10 LD Top Blown Converter 2.3 Batu Tahan Api

Universitas Sumatera Utara

Batu tahan api yang umum digunakan untuk dapur peleburan jenis crucible adalah batu tahan api yang memiliki sifat-sifat (Bambang Suharno, 2008) : 1. Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi 2. Sanggup menahan lanjutan panas yang tiba-tiba ketika terjadi pembebanan suhu 3. Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan pada suhu yang tinggi 4. Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil panas yang terbuang 5. Memiliki tekanan listrik tinggi jika digunakan untuk dapur listrik

Bahan tahan api diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu golongan basa, asam, dan netral. Pemilihin ini tergantung pada jenis dapur apa yang akan digunakan (Hardi Sudjana, 2008). Adapun bahan-bahan dari batu tahan api ini adalah (Hardi Sudjana, 2008) : 1. bahan tahan api jenis asam biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api (fire clay). Silika adalah bentuk murni melebur pada suhu 17100C. bahan tahan api ini terdiri dari hidrat alumunia silika (Al2O3, 2SiO2, 2H2O). 2. bahan tahan api jenis basa biasanya terdiri dari magnesia, clionie magnesia, dan dolomite magnesia. Bahan ini mempunyai titki lebur tinggi dan baik untuk mencegah korosi, bahan-bahan ini terdiri dari 20-30% MgO dan 70-80% Cliromite dolomite yang terdiri dari kalsium karbonat dan magnesia (CaCO3, MgCO3), Dolomite stabil yang terdiri dari CaCO3, SiO3, dan MgO adalah batu tahan api yang lebih baik dari pada dolomite biasa sehingga lebih tidak mudah retak.

Universitas Sumatera Utara

3. bahan tahan api jenis netral terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite. Bahan tahan api ini tidak membentuk phasa cair pada pemanasan penyimpanan kekutan pada suhu tinggi. jenis cliromite terbuat dari biji cliromite yang komposisinya terdiri dari 32% FeO dan 68% CrO3 dan mempunyai titik cair sekitar 21890C, dan silimite terdiri dari 63% Al2O3 dan 37% SiO2 dan memiliki titik cair sekitar 1900 0C.

Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling sedikit 93 % SiO2. Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata silika berbagai kelas memiliki penggunaan yang luas dalam tungku pelelehan besi dan baja dan industri kaca. Sebagai tambahan terhadap refraktori jenis multi dengan titik fusi yang tinggi, sifat penting lainnya adalah ketahanannya yang tinggi terhadap kejutan panas (spalling) dan kerefraktoriannya. Sifat batu bata silika yang terkemuka adalah bahwa bahan ini tidak melunak pada beban tinggi sampai titik fusi terdekati. Sifat ini sangat berlawanan dengan beberapa refraktori lainnya, contohnya bahan silikat alumina, yang mulai berfusi dan retak pada suhu jauh lebih rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya adalah tahanan flux dan stag, stabilitas volum dan tahanan spalling tinggi (Abrianto Akuan, 2009).

Tabel 2.1 Sifat-sifat batu bata tahan api Jenis batu bata Super Duty High Duty Menengah Low Duty SiO2 (%) 49-53 50-80 60-70 60-70 Al2O3 (%) 40-44 35-40 26-36 23-33 Kandungan lain (%) 5-7 5-9 5-9 6-10 PCE (0C) 1745-1760 1690-1745 1640-1680 1520-1595

Sumber : Abrianto Akuan , 2009

Universitas Sumatera Utara

2.4 Semen Tahan Api Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil. Bahan pengikat berfungi untuk mengikat batu bata tahan api, serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga dapat menambah ketahanan bahan tahan api terhadap suhu tinggi (Mikell P.Groover, 2000). Refraktori semen tahan api, seperti batu bata tahan api, semen tahan api silica dan refraktori tanah liat alumunium dengan kandungan silika (SiO2) yang bervariasi sampai mencapai 78% dan kandungan Al2O3 sampai mencapai 44%. Tabel 2.1 memperlihatkan bahwa titik leleh (PCE) batu bata tahan api berkurang dengan meningkatnya bahan pencemar dan menurunkan Al2O3. Bahan ini seringkali digunakan dalam tungku, kiln dan kompor sebab bahan tersebut tersedia banyak dan relatif tidak mahal (Abrianto Akuan, 2009).

2.4.1 Hidarsi Semen Proses hidarsi pada semen Portland sangat kompleks, tidak semua reaksi diketahui secara terperinci. Rumus proses kimia (perkiraan) untuk reaksi hidrasi dari unsur C2S dan C3S ditulis (Yuni Nurfiana, 20101): 2 C3S + 6 H2O C3S2H3 + 3 Ca (OH)2

Universitas Sumatera Utara

2 C2S + 4 H2O C3S2H3 + Ca (OH)2 Hasil utama dari proses diatas adalah C3S2H3 yang disebut Tobermorite. Panas juga keluar selama proses berlangsung (panas hidrasi). Kekuatan semen yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan sewaktu proses hidrasi berkisar 35% dari berat semen, penambahan jumlah air akan mengurangi setelah mengeras. Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih jauh sehingga hasilnya kurang kuat dan berongga (Yuni Nurfiana, 2010).

2.4.2 Kehalusan Butir Semen Reaksi antara semen dan air dimulai dimulai dari permukaan butir-butir semen, sehingga makin luas permukaan butir-butir semen makin cepat proses hidrasinya. Hal ini berarti butir-butir semen yang halus akan menjadi kuat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih cepat daripada buti-butir semen yang besar. Secara umum butir semen yang halus meningkatkan kohesi konstruksi dan bleeding. Sehingga menurut aturan minimal 78% berat semen harus dapat lewat ayakan nomor 200 (lubang 1/200 inchi). Sehingga dalam pemilihan semen harus memperhatikan kehlusan dai butir semen Karen mempengaruhi kekuatan konstruksi yang akan dirancang (Yuni Nurfiana, 2010).

2.5 Kekuatan dan Daya Konstruksi Kekuatan dan daya tahan sangat ditentukan oleh (Saptono Rahmat, 2008): 1. Pemadatan. Pemadatan ini betujuan untuk menghilangkan udara yang ada di dalam beton. Tentu saja pemadatan ini dilakukan ketika beton masih cair. 2. Pemeliharaan (Curing). Curing adalah membasahi beton yang sudah setting (keras) untuk beberapa waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk

Universitas Sumatera Utara

mengurangi penguapan air yang berlebihan, sehingga air yang ada di dalam campuran beton dapat bereaksi secara optimal. Semakin lama proses curing, semakin tinggi daya tahan beton yang dihasilkan. 3. Cuaca. Cuaca yang agak hangat dapat membuat beton mencapai kekuatan yang tinggi dalam waktu yang tidak lama. 4. Tipe Semen. Tipe semen yang berbeda juga berpengaruh terhadap kekuatan dan daya tahan beton.
Rasio air terhadap semen, biasa disebut w/c ratio. Kebanyakan air atau

kekuarangan semen dapat mengakibatkan beton menjadi tidak kuat dan tentu saja tidak tahan lama. W/c ratio adalah perbandingan berat air terhadap berat semen. Karena berat 1 liter air sama dengan 1 kilogram, maka orang lebih banyak menggunakan perbandingan volume air dalam liter terhadap berat semen dalam kilogram (Azan Urfauzi, 2009). Kelebihan konstruksi pada dapur crucible (Bambang Suharno, 2008), yaitu: 1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi 2. Mampu memikul beban yang berat 3. Tahan terhadap temperature yang tinggi 4. Biaya pemeliharan yang kecil

Kekurangan konstruksi dapur crucible (Bambang Suharno, 2008), yaitu: 1. Bentuk yang telah dibuat susah diubah 2. Pelaksanaan pengerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi 3. Daya pantul suara yang besar 4. Memilik berat yang besar.

Universitas Sumatera Utara

Perawatan dan perbaikan struktur konstruksi dapur crucible (Bambang Suharno, 2008), yaitu: 1. Perawantan Perawatan dan pemberian lapisan pelindung agar gangguan dari luar dapat diperkecil. Perlindungan ini dapat berupa pengecatan (coating)

pemlesteran, pemberian lapisan penutup karet atau baja. 2. Perbaikan perbaikan dapat berupa pengasaran lapisan permukaan, penghancuran bagian yang rusak dan menggantinya dengan konstruksi yang baru (demolition), kemudian pemberian lapisan kepada permukaan yang diperbaiki (coating).

2.6 Pengkajian Tungku Idealnya, seluruh panas yang dimasukkan ke tungku harus digunakan untuk memanaskan muatan atau stok. Namun demikian dalam prakteknya banyak panas yang hilang dalam operasi peleburan. Kehilangan panas dalam tungku tersebut meliputi (Abrianto Akuan, 2009) : 1. Kehilangan gas buang: merupakan bagian dari panas yang tinggal dalam gas pembakaran dibagian dalam tungku. Kehilangan ini juga dikenal dengan kehilangan limbah gas atau kehilangan cerobong. 2. Kehilangan dari kadar air dalam bahan bakar: bahan bakar yang biasanya mengandung kadar air dan panas digunakan untuk menguapkan kadar air dibagian dalam tungku. 3. Kehilangan dikarenakan hidrogen dalam bahan bakar yang mengakibatkan terjadinya pembentukan air 4. Kehilangan melalui pembukaan dalam tungku: kehilangan radiasi terjadi bilamana terdapat bukaan dalam penutup tungku dan kehilangan tersebut

Universitas Sumatera Utara

dapat menjadi cukup berarti terutama untuk tungku yang beroperasi pada suhu diatas 540C. Kehilangan yang kedua adalah melalui penyusupan udara sebab draft tungku/ cerobong menyebabkan tekanan negatif dibagian dalam tungku, menarik udara melalui kebocoran atau retakan atau ketika pintu tungku terbuka. 5. Kehilangan dinding tungku/permukaan, juga disebut kehilangan dinding: sementara suhu dibagian dalamtungku cukup tinggi, panas

dihantarkanmelalui atap, lantai dan dinding dan dipancarkan ke udara ambien begitu mencapai kulit atau permukaan tungku. 6. Kehilangan lainnya: terdapat beberapa cara lain dimana panas hilang dari tungku, walupun menentukan jumlah tersebut seringkali sulit. Beberapa diantaranya adalah: a. Kehilangan panas tersimpan: bila tungku mulai dinyalakan maka struktur dan isolasi tungku juga dipanaskan, dan panas ini hanya akan meninggalkan struktur lagi jika tungku dimatikan. Oleh karena itu kehilangan panas jenis ini akan meningkat dengan jumlah waktu tungku dihidup-matikan. b. Kehilangan selama penanganan bahan: peralatan yang digunakan untuk memindahkan stok melalui tungku, seperti belt conveyor, balok berjalan, bogies, dll. juga menyerap panas. Setiap kali peralatan meninggalkan tungku mereka akan kehilangan panasnya, oleh karena itu kehilangan panas meningkat dengan sejumlah peralatan dan frekuensi dimana mereka masuk dan keluar tungku c. Kehilangan panas media pendingin: air dan udara digunakan untuk mendinginkan peralatan, rolls, bantalan dan rolls, dan panas hilang karena media tersebut menyerap panas. d. Kehilangan dari pembakaran yang tidak sempurna: panas hilang jika pembakaran berlangsung tidak sempurna sebab bahan bakar atau

Universitas Sumatera Utara

partikel yang tidak terbakar menyerap panas akan tetapi panas ini tidak disimpan untuk digunakan e. Kehilangan dikarenakan terjadinya pembentukan kerak.

2.7 Alumunium dan Paduannya

2.7.1 Sejarah penemuan alumunium Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan pulau Kalimantan. Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C. Oersted pada tahun 1825 (Rahmat Saptono, 2008). C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult

berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni (Lawrence H. Van Vlack, 1989). Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH) dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya disaring dan dikesampingkan. Lalu alumina natrium tersebut dipompa ketangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu 980C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi oksigen dan aluminium murni. Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2

Universitas Sumatera Utara

kilogram alumina dan 4 kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahanbahan lainnya (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

2.7.2 Struktur sifat-sifat alumunium Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka alumunium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan alumunium sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap asam (Rahmat Saptono, 2008). Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain. Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya. Alumunium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Sipanasan dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuki (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

Universitas Sumatera Utara

2.7.3 Sistem Penomoran Alumunium Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah ini ada tabel 2.2. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk mengidentifikasikan alumunium ini (Rahmat Saptono, 2008).

Tabel 2.2 Aluminium Assosiasi Index System Paduan Alumunium Alumunium 99,5% murni Alumunium 99,5% murni Al-Cu merupakan unsur paduan utama Al-Mn merupakan unsur paduan utama Al-Si merupakan unsur paduan utama Al-Mg merupakan unsur paduan utama Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama Al-Zn merupakan unsur paduan utama
Sumber : Rahmat Saptono , 2008

Nomor 1001 1100 2010 2029 3033 3009 4030 4039 5050 5086 6061 6069 7070 7079

Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam control (Rahmat saptono, 2008). Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni. Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai macam campuran tambahan (Rahmat Saptono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mrngandung sekitar 1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151 alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium. Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka 151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1 pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari alumunium magnesium dan silicon (Rahmat Saptono, 2008). Alumunium juga dapat digolongkan apakah bias di heat-treatment atau tidak. Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri 5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper, magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses pangelasan (Rahmat Saptono, 2008).

2.7.3 Paduan-Paduan Alumunium yang Utama Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus (Lawrence H. Van Vlack, 1989). . Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai (Lawrence H. Van Vlack, 1989), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang. 2. Al-Mn Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. 3. Paduan Al-Si Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali, mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai. 4. Paduan Al-Mg Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10% mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG, kapal laut, kapal terbang serta peralatanperalatan kimia.

2.7.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25kgf/mm2 (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat,

Universitas Sumatera Utara

dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila diingini ketahanan korosi yang tinggi maka permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan alumunium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad. Paduan dalam system ini terutama dipakai sebagai bahan pesawat terbang (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.7.6 Paduan Al-Si (4030-4039) Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak dipergunakan. Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin (Rahmat Saptono, 2008). Paduan Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan cor cetak. Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini dapat diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan unsure paduan lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 0,4% Mn dan 0,5% Mg. paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin . Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan. Bahan ini biasa dipakai untuk torek motor (Rahmat Saptono, 2008). Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak. Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si.

Universitas Sumatera Utara

Paduan Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang mengandung 5% Si (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.7.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 6069) Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi. Paduan alam system ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995). Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.7.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075) Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan (Rahmat Saptono, 2008). Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi.

Universitas Sumatera Utara

Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra (Rahmat Saptono, 2008). Paduan yang terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2% Mn dan sisanya Al sekarang dinamakan paduan 7075 mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat pada tabel 2.6. Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi untuk pesawat terbang. Disamping itu penggunaannya juga penting untuk bahan konstruksi (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995). 2.8 Dapur Crucible pada Departemen Teknik Mesin USU Pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin terdapat sebuah dapur crucible untuk peleburan aluminium, dan kapasitas dapur crucible adalah 30Kg. dapur inilah yang akan menjadi objek modifikasi pada perencanaan. Dapur crucible ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. Teknik operasi peleburan yang sederhana 2. Mampu melebur aluminium dengan kapasitas 30Kg 3. Menggunakan bahan bakar yang aman yaitu minyak tanah 4. Mudah dalam pengambilan terak Disamping memiliki kelebihan, dapur ini juga memiliki kelemahan, yaitu: 1. Operasi peleburan membutuhkan waktu yang ralatif lama 2. Adanya panas yang terbuang melalui plat dinding samping 3. Tidak memiliki plat penutup atas 4. Terdapat banyak dinding dapur yang kropos dan rapuh

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Keadaan dapur dari samping pada lab. Foundy

Gambar 2.12 keadaan dapur bagian dalam pada lab. Foudry

Universitas Sumatera Utara

Melihat kelemahan dari dapur crucible yang ada pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin USU, maka harus dilakukan perbaikan pada dapur agar nantinya dapur lebih efisien untuk beroperasi. Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah : 1. Memperbaiki dinding konstruksi yang talah mengalami rapu ataupun kropos 2. Melengkapi plat penutup atas agar dapat memperkecil panas yang terbuang sewaktu operasi peleburan. 2.8.1 Data Dapur Peleburan sebelum di Rancang Ulang Tabel 2.3 Data kalor terserap sebelum di rancang ulang Bahan yang diserap Kalor yang terserap aluminium Kalor yang terserap batu tahan api Kalor yang terserap plat dinding samping Kalor yang diserap cawan lebur Kalor yang diserap plat penutup atas Total
Sumber : Bramantha Ginting, 2008

Kalor yang terserap 31971,73 KJ 298028,99 KJ 383,8 KJ 40467,42 KJ 5270,56 KJ 376112,5 KJ

Tabel 2.4 Data Kalor terbuang sebelum dirancang ulang Kalor terbuang Panas terbuang melalui cawan lebur Panas terbuang melalui plat dinding samping Panas terbuang melalui plat penutup atas Total
Sumber : Bramantha Ginting, 2008

Besar Kalor Terbuang 3250,29 KJ/Jam 761,6797 KJ/Jam 2160,855 KJ/Jam 6172,8247 KJ/Jam

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan untuk peleburan rancang ulang waktu peleburan Jumlah bahan bakar yang dibutuhkan
Sumber : Bramantha Ginting, 2008

sebelum

2,51 jam 9,43 liter

2.9 Data Dapur Peleburan Hasil Survey Survey ini dilakukan pada dapur peleburan aluminium industri rumah tangga Lokasi survey berada di simpang Kayu Besar Desa Sena Tanjung Morawa Deli Serdang.. Dapur peleburan ini menggunakan bahan bakar minyak tanah dan sama seperti yang akan dirancang ulang. Berdasarkan survey dapur peleburan dilapangan pada dapur crucible dengan kapasitas 30Kg, didapat hasil efisiensi dilapangan lebih besar dibandingkan dengan yang ada di laboratorium foundry departemen Teknik Mesin USU. Hasil survey menunjukkan bahwa waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan dalam operasi peleburan lebih kecil dibandingkan dengan dapur peleburan yang ada pada laboratorim foundry FT.USU.

Universitas Sumatera Utara

Gamabr 2.13 Dimensi Dapur yang disurvey

Dari dapur hasil survey diperoleh data-data sebagai berikut: Tabel 2.6 Data dapur peleburan hasil survey Total kalor terserap kalor tebuang Waktu Kebutuhan bahan bakar
Sumber : Lokasi survey Desa Sena Tanjung Morawa, 2010

334166,83 KJ 5329, 77 KJ/jam 1,7 jam 8,4 liter

2.9.1 Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang Ulang Pada tabel 2.8 tampak bahwa data hasil survey lebih efisien dibanding dengan data dapur sebelum dirancang ulang. Tabel 2.7 Perbandingan data survey dengan data dapur sebelum dirancang ulang Yang di bandingkan Kalor terserap Kalor terbuang Waktu peleburan Bahan bakar Sebelum dirancang ulang 376112,5 KJ 6172,8247 KJ/Jam 2,5 Jam 9,43 liter Data Survey 334166,83 KJ 5329,77 KJ/jam 1,7 jam 8,4 liter Efisiensi data survey 11,15% 13,657% 32% 10,92%

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai