Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN TUTORIAL RESPIRATORY & SENSORY DISEASE

Oleh : KELOMPOK TUTORIAL 8

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2009

ANGGOTA KELOMPOK TUTORIAL 8: 1.Andy Surya Sastra (08-017) 2. Muhammad Nizar (08-024) 3. Lila Cita Pratiwi (08-025) 4. Rahmaniar Dwiya (08-051) 5. Riska Arizona (08-059) 6. Desy Khasanah P (08-084) 7. Amalia Damayanti (08-085) 8. Eka Irena Akbar (08-088) 9. Chandra Ronika (08-096) 10. Riezky D Wahyudi (08-102) 11. Lussie Novita (08-105) 12. Yulia Lestari (08-111) 13. Kiki Adrianto (08-113)

TUTOR KELOMPOK TUTORIAL 8

Drg. Iin Erliana, M.Kes.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga penyusunan laporan tutorial Respiratory & Sensory Disease dapat terselesaikan dengan baik. Laporan tutorial ini merupakan tugas yang diberikan pada Blok Systemic Disease sebagai syarat untuk memenuhi tugas dari dosen yang bersangkutan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.drg. Iin Erliana, M.Kes. selaku tutor atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan pada penulis selama ini. 2. Para dosen pemateri Blok Systemic Disease yang telah memberikan ilmu. 3. Teman-teman kelompok tutorial 8 dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan tutorial ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan dalam penyusunan yang akan datang. Harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.

Jember ,Desember 2009

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang penderita tukang becak, 35 tahun datang ke Rumah Sakit Paru Jember dengan keluhan batuk, disertai sesak napas dan nyeri dada. Penderita juga mengeluh sering pilek dan setiap batuk kadang disertai dahak berdarah. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak kurus, sekret yang dikeluarkan tidak berbau. Adanya nyeri dada dokter mencurigai akut bacterial pneumonia. Pada foto rontgen thorax tampak radiolusen yang meluas pada paru kiri. 1.2 Rumusan Masalah 1. Jelaskan macam-macam, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dari : TBC sinusitis chronic obstructive pulmonary disease acute bacterial pneumonia sensory disease = bechet disease 2. Apa perbedaan pneumonia dan TBC?

1.3 Tujuan 1. Mengetahui macam-macam, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dari : TBC sinusitis chronic obstructive pulmonary disease acute bacterial pneumonia sensory disease = bechet disease 2. Mengetahui perbedaan pneumonia dan TBC 3. Mengetahui penatalaksanaannya dibidang kedokteran gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus primarius, bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat terjadinya pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2005).Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma kontraksi turun ke caudal, sehingga rongga thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga thorax yang membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi adalah kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999; Guyton, 1998). Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus posterior superior, dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008). Secara histologis, saluran napas tersusun dari epitel, sel goblet, kelanjar, kartilago, otot polos, dan elastin. Epitel dari fossa nasalis sampai bronchus adalah bertingkat toraks bersilia, sedang setelahnya adalah selapis kubis bersilia. Sel goblet banyak terdapat di fossa nasalis sampai bronchus besar, sedang setelahnya sedikit sampai tidak ada. Kartilago pada trakea berbentuk tapal kuda, pada bronkiolus tidak ditemukan dan banyak terdapat elastin (Carlos Junqueira, dkk, 1998).

TUBERCULOSIS Definisi dan Etiologi Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan, disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman ini mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularannya melalui droplet (percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung ke jaringan sekitar, pembuluh limfe, dan pembuluh darah (Anonim, 2008; Tim Field Lab, 2008). Klasifikasi 1. Infeksi primer. Infeksi yang pertama kali terjadi pada tubuh yang belum memiliki reaksi spesifik terhadap basil TB tersebut. 2. Infeksi post primer. Infeksi yang terjadi setelah infeksi primer, biasanya setelah beberapa bulan atau tahun. Infeksi ini muncul kembali saat daya tahan tubuh menurun, misalnya status gizi buruk, infeksi HIV, dan lain-lain (Amin, 1989; Reviono, 2008). Gambaran Klinik Gejala respiratorik berupa batuk lebih dari 3 minggu, hemoptisis, sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik berupa badan lemah, nafsu makan turun, berat badan (BB) turun, malaise, keringat malam (Chandrasoma, 2006). Diagnosis 1. Anamnesis, yaitu mengenai gejala, riwayat penyakit, riwayat paparan/ kontak dengan penderita TB. 2. Pemeriksaan makroskopis bakteri : cara SPS, metode pengecatan Ziehl Nellson, pembacaan skala IUATLD, skala Bronkhorst.

3. Radiologis. Lesi multiform aktif : infiltrat, konsolidasi, noduler, milier, cavitas, efusi. Lesi inaktif : fibrotik, kalsifikasi, schwarte. Digunakan untuk membedakan lesi minimal dan lesi luas. 4. Uji tuberkulin. Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe 4, dimana basil TB memproduksi tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut. 5. Pemeriksaan darah dipakai untuk mengetahui aktivitas penyakit (Reviono, 2008).

PNEUMONIA Definisi dan Etiologi Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya : pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar penyebabnya : pneumonia bakterial/tipikal (staphylococus, streptococcus, hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas), pneumonia atipikal (mycoplasma, legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Berdasarkan predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia, pleuropneumonia, dan pneumonia interstitiil (Price dan Wilson, 2006; Amin, 1989).

Patogenesis dan Patologi Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, hal ini akibat aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme, dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak menimbulkan penyakit. Cara mikroorganisme masuk saluran napas dengan 4 cara : inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol, kolonisasi di permukaan mukosa.

Bakteri yang masuk alveoli menyebabkan reaksi radang, edema seluruh alveoli,

dan infiltrasi sel-sel PMN. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan lekosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit. Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi : 1.Zona luar : alveoli yang terisi bakteri dan cairan edema. 2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. 3. Zona konsolidasi luar : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak. 4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag (Reviono, 2008).

Diagnosis Anamnesis, didapatkan gejala demam menggigil, suhu tubuh meningkat, batuk berdahak mukoid atau purulen, sesak napas, kadang nyeri dada, batuk darah bisa sedikit bisa banyak. Pemeriksaan fisik, tergantung luas lesi. Inspeksi : bagian yang sakit tertinggal, palpasi : fremitus dapat mengeras, perkusi redup. Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler sanpai bronkial, suara tambahan ronki basah pada stadium resolusi. Gambaran radiologis : gambaran infiltrat sampai konsolidasi (berawan) dapat disertai air bronchogram. Pemeriksaan laboratorium, peningkatan lekosit 10.000/ul-30.000/ul. Untuk dapat mengetahui etiologi dilakukan pemeriksaan dahak, biakan dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia, pada stadium lanjut asidosis respiratorik.

BAB III PEMBAHASAN

TUBERKULOSA PARU DEFINISI Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa tipe humanus (jarang tipe M. bovines). Basil mokobacterium tuberkulosa tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon). Dan selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah Primer Kompleks (Rankhe) Mycobacterium tuberkulosa tipe humanus dan atau tipe Bovinus adalah tipe yang dominan dalam menimbulkan penyakit pada manusia. Basil tersebut berbentuk batang, sifat aerob, mudah mati pada air mendidih, mudah mati dengan sinar matahari, dan tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar yang yang lembab. TUBERKULOSA PARU PRIMER Adalah keradangan oleh basil TBC pada tubuh yang belum mempunyai reaksi spesifik pada basil tersebut Pada permulaan basil TBC masuk ke dalam tubuh yang belum mempunyai kekebalan terhadap basil TBC tersebut, maka tubuh mengadakan perlawanan dengan cara yang umum, yaitu dengan mengadakan infiltrasi sel radang ke jaringan tubuh yang mengandung basil TB tersebut. Reaksi tubuh ynag demikian disebut reaksi nonspesifik; keadaan yang demikian ini berlangsung 3-7 minggu.

Pada tahap ini tubuh menunjukkan reaksi radang yang biasa, yaitu kalor, rubor, tumor, fungsiolesa, uji kulit dengan tuberculin (PPD) negative.kemudian setelah masa ini dilampaui, maka timbul tahap alergik, juga 3-7 minggu, yang mana tubuh sudah membentuk zat anti, sehingga reaksi tubuh menunjukkan reaksi yang khas (specific reaction). Tanda tanda keradangan yang umum tetap ada, tetapi saat ini sudah menunjukkan uji kulit denga tuberculin (PPD) positif. Umumnya TB paru primer sembuh dengan sendirinya, tetapi kemudian hari dapat mengalami kekambuhan dan cepat pula timbul bentuk TB organ lain yang bersumber pada paru primer ini. Pada infeksi primer (keradangan permulaan) gambaran patologi, berupa gambaran bronkopneumonia yag dikelilingi oleh sel radang fokal. Pada tahap permulaan tersebut focus primer infeksi primer dapat menimbulkan keluhan (terutama pada anak anak ) : 1. Suhu badan menungkat sedikit 2. Tampak sakit 3. Nyeri persendian (anak cerewet) 4. Malaesa (anak tidak mau makan) 5. Uji kulit dengan PPD /tuberculin menunjukkan reaksi negative. TUBERKULOSA PARU MENAHUN Banyak istilah yang dipakai seperti : post primary tuberculosa, progersive tuberculosa, adult tipe tuberculosa-Phthisis dan lain-lain. Infeksi dapat berasal dari : Eksogen : infeksi ulang pada tubuh yang sedang menderita tuberkulosa Endogen : basil yang berada dalam proses lama yang telah tenang oleh satu keadaan menjadi aktiv

Factor yang berpengaruh untuk terjadinya infeksi 1. Harus ada sumber infeksi 2. Dosis infeksi yang cukup 3. Virulensi dari basil tuberkulosa 4. Daya tahan tubuh yang memungkinkan basil berkembang biak dan menyebabkan penyakit; dan ini ditentukan oleh Factor genetika Factor faali : umur Factor lingkungan : nutrisi, perumahan, pekerjaan Bahan toksik : lkohol, rokok, obat kortikosteroid Faaktor imunologis : infeksi primer, vaksinasi BCG Keadaan atau penyakit yang memudahkan terjadinya infeksi : diabetes, pneumoconiosis Factor psikologis

Proses permulaan dari tuberkulosa paru menahun ini berupa satu atau lebih lobular pneumonia yang juga disebut focus dari Assmann tidak tergantung dari mana asal infeksinya. Focus ini mengambil tempat di daerah sub-clavicular yang sesuai dengan daerah posterolateral dari lobus superior, atau kadang di lapangan tengah paru yang sesuai dengan segmen superior dari lobus inferior. Infiltrate dini ini selalu tidak stabil. Dapat sembuh dengan jalan resorpsi fibrosis atau kalsifikasi. Dapat menjadi progresif yaitu proses eksudatif bertambah luas, dengan pengejuan perlunakan dan timbul kavitas. Proses menjadi menahun dengan progresi perlahan lahan, bila ada kavitas, sembuh di satu bagian sedangkan bagian lain masih tetap aktif dan meluas. Meluasnya proses dapat dengan cara : 1. Penyebaran langsung ke sekitar

2. Penyebaran melalui saluran napas 3. Penyebaran melalui saluran limfe. Penyebaran melalui limfe bertanggung jawab akan terjadinya proses di pleura, dinding toraks dan tulang belakang 4. Penyebaran hematogen Proses di paru yang menembus vena pulmonalis Proses didinding vena yang pecah Dari kelenjar mediasteum Dari tuberkulosa ekstra pulmoner Gambaran klinis 1. Batuk Timbul paling dini dan paling sering Sering ringan sehingga dianggap batuk biasa/karena rokok Proses ringan menyebabkan secret berkumpul waktu tidur dan dikeluarkan waktu bangun pagi hari. Bila proses destruksi menjadi lebih lanjut, secret terus menerus timbul, sehingga batuk menjadi lebuh dalam, sangat mengganggu siang atau malam. Bila yang terkena bronkus/trakea, batuk sangat keras, sering danm

paroksisimal. Bila laring yang terkena batuk menjadi hollow sounding cough tanpa tenaga disertai suara sesak 2. Dahak Mula-mula mukoid dan sedikit Bila sudah terjadi pengejuan maka mukopurulen/kuning hijau sampai purulen dan kental Jarang berbau busuk kecuali ada infeksi anaerob Mungkin berupa garis garis/bercak bercak darah atau gumpalan darah atau profus. Jarang merupakan initial systemkarena

3. Batuk darah

haemoptitis merupakan tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu tuberkulosa harus cukup lanjut untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. batuk darah yang masif dapat terjadi bila terjadi pendarahan dari Rasmussen aneurysma, bronkiektasis dan ulserasi trakeo bronchial, dapat menyebabkan kematian karena pembuntuan saluran nafas oleh bekuan darah. 4. Nyeri dada 5. Wheezing Karena penyempitan lumen endobronkus : oleh karena secret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi, userasi, dll. 6. Dyspnea Merupakan late symptom dari proses lanjut oleh karena retriksi, obstruksi saluran nafas , loss of vascular bed / vascular thrombosis menakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmoner dank or pulmonae 7. Panas badan Sering panas badan sedikit meningkat siang hari / sore hari Panas menjadi lebih tinggi bila proses berkembang Penderita merasa badannya hangat dan mukanya panas

8. Menggigil Dapat terjadi bila panas badan naik cepat, atau pada reaksi umum yang lebih hebat 9. Gangguan menstruasi Biasanya pada proses yang sudah lanjut

10. Keringat malam Umumnya bila proses sudah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi, dan sakit kepala timbul bila ada panas 11. Anoreksia 12. Lemah badan

Tanda fisik : Dasar kelainan anatomis dari tuberkuloosa paru terletak pada lobuli, jadi mengenai alveoli dan beberapa bronkoli terminalis (kecuali pada penyebaran hematogen dimana kelainan terdapat dalam jaringan interstitial). Tanda yang dini, berupa tanda konsolodasi dan tanda secret di bronkus kecil. Karena penjalaran proses yang menahun maka biasanya penderit datang dalam keadaan penyakit yang sudah lanjut, sehingga pada umumnya mudah dikenali dari tanda fisik. Kelainan fisik dapat berupa 1. Kelainan parenkim : Konsolidasi; konsolidasi tidak merubah volume paru fibrosis; atelektase; dan kerusakan parenkim dengan sisa suatu kavitas; dapat memperkecil volume jaringan yang terkena, sehingga menarik jaringan sekitarnya: seperti trakea, mediastinum, fossa supra klavikularis dan infraklavikularis ditambah lagi dengan penebalan pleura 2. Kelainan saluran nafas : Radang dari mukosa dengan penyempitan maupun penimbunan sekret 3. Kelainan pleura : Oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hamper selalu terjadi reaksi pleura berupa penebalan pleura atau nyeri pleura 4. Perubahan pergerakan pernafasan : Daerah yang terkena penyakit akan berkurang pergerakannya 5. Perubahan penghantaran getaran suara : Konsolidasi, fibrosis meningkatkan penghantaran getaran (vocal fremitus meningkat, suara napas menjadi bronco-vesikular atau bronkofoni positif, pectoriloque positif). Obstruktif atelektase dan penebalan pleura menghambat penghantaran getaran. Adanya secret dalam bronkus menimbulkan suara tambahan ronki basah, dari kasar ssampai halus tergantung letaknya secret. Penyempitan menimbulkan ronki kering. Kavitas menimbulkan hollow sound sampai amforik

PENATALAKSANAAN Obat obatan anti tuberculosis, dosis,aktivitas dan efek samping Nama obat Dosis harian Streptomisin (bakterisidal) Dosis 2xsmg terhadap Ekstraselular aktif pada PH netral atau basa Ekstraselular Intraselular Efek smaping Aktivitas

15 25 25 30 Toksik mg/kg bb/hari mg/kg bb/hari

nevus vestibular

Isoniazid (bakterisidal)

11 15 mg/kg Neuritis perifer bb/hari Hepatotoksik

mg/kg bb/hari

Rifampisin (bakterisidal)

10 mg/kg 10 mg/kg Hepatitis bb/hari bb/hari Nausea Vomiting Flu like syndrome 30 35 50 mg/kg Huperuricaemia mg/kg bb/hari bb/hari Hepatotoksik

Ekstraselular Intraselular

Parazinamid (bakterisidal)

Aktif suasana

dalam asam

(intraselular) Intraselular Ekstraselular menghambat timbulnya mutan yang resisten

Etambutol

15 25 50 mg/kg Optic neuritis bb/hari Skin rash

(bakteriostatik) mg/kg bb/hari

Etionamid

15 30 _

Nausea Vomiting Hepatotoksik

Intraselular Ekstraselular menghambat timbulnya mutan yang resisten

(bakteriostatik) mg/kg bb/hari

Pas (P)

150

Gastritis Hepatotoksik

Lemah Ekstraselular

(bakteriostatik) mg/kg bb/hari

Sifat obat anti TBC : a. Factor farmakologis Daya musnah ditentukan oleh : 1. Dosis 2. Cara pemberian 3. Kadar puncak obat dalam serum darah 4. Daya penembusan obat ke dalam sel b. Factor lingkungan Di dalam sel : pada tubuh manusia dijumpai keadaan lingkungan asam Diluar sel : dijumpai lingkungan alkalis atau netral Sebagia besar basil TBC hidup/berada di luar sel dan menunjukkan pertumbuhan yang aktif (jauh lebih aktif daripada di dalam sel) c. Factor lag-Phase Lag-Phase adalah waktu yang diperlukan oleh basil TB setelah tersentuh oleh obat untuk dapat mengadakan pertumbuhan lagi di luar pengaruh obat

PENCEGAHAN INFEKSI PARU 1. Terhadap infeksi TB 1.1 pencegahan terhadap sputum yang infeksius a. case dinding foto R dada masal uji tuberculin secara Mantoux

b. isolasi penderita dan mengobati penderita c. ventilasi harus baik, kepadatan penduduk dikurangi 1.2 pasteurilisasi susu sapi oleh karena banyak pula sapi yang mendekati TB paru 2. Meningkatkan daya tahan tubuh 2.1 memperbaiki standar hidup : a. makanan 4 sehat 5 sempurna b. perumahan dengan ventilasi yang cukup c. cukup tidur teratur

d. olah raga di udara segar 2.2 meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG 3. Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat anti TB

PNEUMONIA Pneumonia akut yang didapat di masyarakat (community acquired acute pneumonia) disebabkan oleh bakteri. Tidak jarang infeksi ini terjadi stelah infeksi saluran nafas atas virus. Onset biasnya mendadak, dengan demam yang tinggi, menggigil, nyeri dada pleurutik, dan batuk mukoporulen produktif; kadangkadang terjadi hemoptisis Streptococcus pneumonia(atau pneumococcus) merupakan penyebab tersering pneumonia akut didapat di masyarakat ini karena itu, pneumonia pneumokokkus akan dibahas sebagai prototype dari sekelompok ini. Infeksi ini infeksi pneumokus meningkat frekuensinya pada tiga kelompok individu : 1. Mereka yang mengidap penyakit kronis seperti gagal ginjal jantung kongestif, PPOK, atau diabetes; 2. Mereka yang menderita defek

immunoglobulin congenital atau didapat (missal, sindrom imuno defisiensi didapat (AIDS) dan 3. Mereka yang fungsi limfanya berkurang atau lenyap ( missal penyakit sel sabit atau pasca splenoktomi). Yang terakhir terjadi karena limfa adalah organ utama yang bartanggung jawab untuk membersihkan pneumokokus dari darah. KLASIFIKASI PNEUMONIA Berdasarkan Berat Ringan 1. Pneumonia Ringan - Batuk dan sedikit sesak tapi masi aktif bermain, mampu makan, minum dan tidur seperti biasanya. 2. Pneumonia Sedang

- Sesak dgn retraksi otot pernafasan, lemah, tidak mampu makan minum, gelisah 3. Pneumonia Berat - Sesak hebat, sianosis dan penurunan kesadaran

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis mungkin berbeda-beda, misalnya : Pasien dengan bronchitis kromis mungkin menunjukkan gejala yang kurang aukut dengan peningkatan sesak nafas dan peningkatan jumlah sputum prulen dengan hanya sedikit atau tanpa demem. Orang tua mungkin menjadi kacau pikiran (confusion) atau mengalami kekacauan mental yang menutupi gejala pernafasannya. Pasien di ICU, mungkin diduga menderita pneumonia jika frekuensi pernafasannya meningkat, demam, foto ronsen dada dengan perselubungan (shadow) atau penuruan PO2 arterial. Pada pasien imunosupresif, adanya batuk, demam atau sesak saja cukup untuk menimbulkan kecurigaan akan adanya pneumonia.

PEMERIKSAAN RONSEN DADA Foto ronsen PA dan lateral diperlukan untuk menyakinkan adanya konsolidasi yang kecil, untuk membedakan konsolidasi dari kolaps dan untuk menentukan letak perselubungan pada paru. Pneumonia biasanya menyebabkan suatu daerah perselubungan yang berbatas tegas yang didalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan atau

bronchi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada babarapa bagian paru. Hilanganya sebagian volume pada lobus yang sakit (seperti yang ditunjuk oleh letaka fisura, difrgma dan hilus) dan adanya air broncogram merupakan petunuk adanya obstrucsi bronkus proksimal dari konsolidasi (oleh tumor atau benda asing). Periksa juga sudut kostofrensik untuk melihat ada tidaknya efusi pleura. PEMERIKSAAN LAINNYA Hitung lekosit dan diferensial. Lekositas ntrofil umum terjadi pada pneumonia bacterial ringan, tetapi munkin tak ada pada pneumina yang merupakan komplikasi bronchitis kromis, oprasi atau umur tua. Netropenia mungkin terjadi pada pneumonia virus atau infeksi bakteri yang mengalami septikemi atau infeksi bakteri mengalami septikemi berat. Kultur darah seringkali positif terutama pada pneumonia pneumokokus dan merupakan cara yang lebih pasti untuk mengidentifikasi organism disbanding dengan kultur potensil terkontaminasi. Pemeriksaan sputum. Pasien mungkin tak dapat menghasilkan sputum dalam tahp pneumonia dini . pemeriksaan sputum ini sedikit sekali artninya dalam penatalaksananya bronkitis kronis mengalmi komplikasi pneumonia. Analisis gas darah arterial tidak merupakan pemeriksaan yang esensial kecuali pada psien yang sangat sakit atau yang memiliki riwayat bronkitis kronis berat atau penykit paru berat lainnya. PENATALAKSANAAN Tak semua pasian pneumonia akan sakit berat. Tergantung dari keadaan pasien, keputusan harus diambil apakah ingin diberikan antibiotic setelah diperolh

informasi mikrobiologi atau segera diberikan antibiotic terhadap mikroorganisme yang paling sering menginfeksi. Oksigen Oksigen harus diberikan jika pasien sianosis, kacau (konfusi) atau hipotensi. Analisis gas darah harus dilakukan sebelum memulai terapi oksigen jika ada riwayat bronkitis kronis atau emfisema berat.jika PaCO2 normal atau rendah, oksigen dapat diberikan dengan masker atau nasal dengan dosis awal 4L/menit atau pada konsentrasi 35%. Tetapi mungkin perlu diberikan konsentrasi yang lebih tinggi dan ini aman untuk pasien diberikan pada pasien. Hidrasi Dehidrasi umum terjadi pada pasien pneumonia. Cairan dapat diberikan sering-sering lewt mulut, namun infuse intravena diperlukan juga jika pasien sangat sakit atu muntah-muntah. Pengobatan nyeri pleuritik Obat anti inflamasi non steroid seperti endomthacine efektif tanpa menekan pernafasan. Pengobatan nyeri penting untuk merangsang batuk yang efektif. Batuk Jika batuknya produktif atau jika sekretnya terdengar menggledak (bubbling) pada saluran nafas besar dan jika pasien tak dapat mengeluarkan secara efektif maka perlu dimintakan bantuan seorang fisioterapis. Antibiotic: Penicillin untuk pneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus Perawatan untuk Haemophilus influenzae pneumonia adalah generasi

kedua cephalosporins atau ampicillin Erythromycin untuk pneumonia yang disebabkan oleh Legionella atau Mycoplasma

Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal yang dapat terjadi akibat faktor alergi, infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinus paranasal adalah suatu celah, rongga, atau kanal antara tulang di sekitar rongga hidung. Sinus paranasal terdiri dari empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi), dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis bisa terjadi pada masing-masing sinus tersebut tetapi yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah sinus yang terbesar dan dasarnya mempunyai hubungan dengan dasar akar gigi, sehingga dapat berasal dari infeksi gigi. Penyebab Berdasarkan penyebabnya, sinusitis dibedakan menjadi: 1. Rhinogenik (penyebabnya adalah kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Bisa disebabkan oleh infeksi virus (misalnya setelah suatu infeksi virus pada saluran pernapasan seperti flu/pilek), bakteri, dan jamur. 2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya adalah kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar). Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis bisa bersifat akut (beberapa hari sampai beberapa minggu), subakut (beberapa minggu sampai beberapa bulan), dan kronis (beberapa bulan sampai beberapa tahun). Penyebab sinusitis kronis biasanya akibat asma, penyakit-penyakit alergi, gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir. Gejala Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari.Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena: Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, nyeri bisa merambat ke dahi dan bahkan ke gigi. Nyeri dapat bertambah hebat bila penderita mengejan atau membungkuk. Sinusitis frontalis menyebabkan nyeri di sekitar alis mata, makin siang makin sakit kemudian menurun, nyeri juga bisa menyebar di seluruh kepala. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di

dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman, dan hidung tersumbat. Sinusitis sfenoidalis, ciri khasnya adalah sakit kepala di ubun-ubun, atau kadang bisa menyebabkan sakit telinga dan sakit leher. Gejala lainnya adalah:- tidak enak badan- demam- letih, lesu- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari- hidung meler atau hidung tersumbat Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus. Pada pemeriksaan selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau. Pemeriksaan yang dapat dilakukan 1. Pemeriksaan Transiluminasi (pemeriksaan dengan cahaya untuk menilai rongga sinus) 2. Pemeriksaan radiologi (foto Rontgen) 3. Pemeriksaan biakan kuman dari sekret/lendir rongga hidung Pengobatan Pengobatan sinusitis tergantung dari penyebabnya. Antibiotika hanya diberikan untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, tidak untuk sinusitis yang disebabkan oleh infeksi virus atau alergi tidak. Selain antibiotika, obat golongan dekongestan juga digunakan untuk mengurangi gejala penyumbatan. Obat golongan analgetik-antipiretik untuk mengurangi rasa nyeri dan demam. Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman:- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garamKompres hangat di daerah sinus yang terkena Bila pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maka kadang-kadang diperlukan suatu tindakan pembedahan, dengan tujuan untuk membuka dan membersihkan daerah sinus paranasal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase dapat lancar kembali. Pencegahan Yang paling mudah adalah jangan sampai terkena infeksi saluran nafas. Rajin cuci tangan dan sedapat mungkin menghindari kontak erat dengan mereka yangsedang terkena batuk pilek. Menjaga daya tahan tubuh dengan cukup istirahat, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan minum cukup air.

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur.Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis). PENYEBAB Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulanbulan bahkan bertahun-tahun).Penyebab sinusitis akut:# Infeksi virus.Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya pilek).# Bakteri.Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.# Infeksi jamur.Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut.Aspergillus merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan.Pada orangorang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.# Peradangan menahun pada saluran hidung.Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya pada penderita rinitis vasomotor.# Penyakit tertentu.Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).Penyebab sinusitis kronis:# Asma# Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)# Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir. GEJALA Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari.Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada

gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:# Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.# Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.# Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.# Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.Gejala lainnya adalah:- tidak enak badan- demam- letih, lesu- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari- hidung meler atau hidung tersumbat.Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau.Sinusitis & Gangguan Sistem KekebalanPada penderita diabetes yang tidak terkontrol atau penderita gangguan sistem kekebalan, jamur bisa menyebabkan sinusitis yang berat dan bahkan berakibat fatal.Mukormikosis (fikomikosis) adalah suatu infeksi jamur yang bisa terjadi pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.Pada rongga hidung terdapat jaringan mati yang berwarna hitam dan menyumbat aliran darah ke otak sehingga terjadi gejala-gejala neurologis (misalnya sakit kepala dan kebutaan).Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan yang mati tersebut.Pengobatannya meliputi pengendalian diabetes dan pemberian obat anti-jamur amfoterisin B secara intravena (melalui pembuluh darah).Aspergillosis dan kandidiasis merupakan infeksi jamur pada sinus yang bisa berakibat fatal pada penderita gangguan sistem kekebalan akibat terapi anti-kanker atau penyakit (misalnya leukemia, limfoma, mieloma multipel atau AIDS).Pada aspergillosis, di dalam hidung dan sinus terbentuk polip.Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap polip.Pengobatannya berupa pembedahan sinus dan pemberian amfoterisin B intravena.

DIAGNOSA Diganosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen sinus dan hasil pemeriksaan fisik.Untuk menentukan luas dan beratnya sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT scan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi. PENGOBATAN Sinusitis akutUntuk sinusitis akut biasanya diberikan:# Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan# Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri# Obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung).Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung

steroid.Sinusitis kronisDiberikan antibiotik dan dekongestan.Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid.Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).Halhal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman:- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam- Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.Pada anak-anak, keadaannya seringkali membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat saluran sinus ke hidung.Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi kadang ditemukan polip pada hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang.Teknik pembedahan yang sekarang ini banyak dilakukan adalah pembedahan sinus endoskopik fungsional.

PPOK
Definisi COPD atau PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
3

Bronchitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomi paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal disertai kerusakan dinding alveolus. 2.2. Prevalensi Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat

ke-6. Merokok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. Etiologi Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin. Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : Asap rokok Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok. Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar. Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan

perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas

beracun) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan. Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan membunuh 2 juta wanita dan anakanak setiap tahunnya. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. Infeksi saluran nafas berulang Jenis kelamin Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria. Status sosio ekonomi dan status nutrisi Asma Usia Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan Patogenesis Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahanperubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus

kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. Komponen-komponen asap rokok
4

tersebut

juga

merangsang

terjadinya

peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. Patofisiologi Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronchitis kronik,saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi juga oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita bronchitis kronik dan emfisema, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya saluran

pernafasan tertutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang atau tidak ada, akan tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata, atau dapat dikatakan juga tidak ada keseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli yang akhirnya menimbulkan hipoksia dan sesak nafas. Pada PPOK terutama karena emfisema dapat terjadi kelainan kardiovaskuler ,jantung menjadi kecil, ini disebabkan peningkatan retrosternal air space. Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma. Klasifikasi Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :
5

1. Derajat I: COPD ringan Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal. 2. Derajat II: COPD sedang Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya. 3. Derajat III: COPD berat Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk

(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien. 4. Derajat IV: COPD sangat berat Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

Diagnosa Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batukbatuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll. 2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : Pernafasan pursed lips Takipnea Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Bunyi nafas vesikuler melemah

Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung jauh 3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla Jantung pendulum Foto thorax pada bronchitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah. Pada emfisema paru thorax menunjukan adanya overventilasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, peningkatan retrosternal air space dan bayangan penyempitan jantung yang panjang, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penampakan ke distal. Pada CT-Scan lebih sensitif daripada foto thorax biasa karena pada Highresolution CT (HRCT) scan memiliki sensivitas tinggi untuk menggambarkan emfisema, tapi tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin. 4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai : VEP1 < KVP < 70% Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80%

prediksi 5. Uji Coba kortikosteroid

6. Analisis gas darah Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan Diagnosa Banding COPD didiagnosa banding dengan : Asma Bronkial Gagal jantung kongestif Bronkiektasis Tuberkulosis Penatalaksanaan Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah : Mencegah progesifitas penyakit Mengurangi gejala Meningkatkan toleransi latihan Mencegah dan mengobati komplikasi Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderita Menurunkan angka kematian Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu : 1. Evaluasi dan monitor penyakit PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru. Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit : Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan Riwayat timbulnya gejala atau penyakit Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakitpenyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok Dukungan dari keluarga 2. Menurunkan faktor resiko Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A : 1). Ask (Tanyakan) Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan 2). Advise (Nasehati) Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok 3). Assess (Nilai) Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok 4). Assist (Bantu) Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi 5). Arrange (Atur) Jadwal kontak lebih lanjut 3. Tatalaksana PPOK stabil Terapi Farmakologis Bronkodilator Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) 3 golongan :

Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi b-2 dan steroid belum memuaskan Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis

bronkodilator monoterapi Steroid - PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid - PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) - Eksaserbasi akut Obat-obat tambahan lain Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) : ambroksol, karbosistein, gliserol iodida Antioksidan : N-Asetil-sistein Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza, pneumokokus Terapi Non-Farmakologis Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD=

PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK. Nutrisi Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungs paru atau gerakan mekanik paru) Penatalaksanaan menurut derajat PPOK

DERAJAT

KARAKTERISTIK

REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua derajat

Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza

Derajat I (PPOK Ringan)

VEP1 / KVP < 70 % VEP1 80% Prediksi

Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

VEP1 / KVP < 70 % 50% VEP1 80% Prediksi

Pengobatan reguler dengan bronkodilator:

Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif

(PPOK sedang)

dengan atau tanpa gejala Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan LABA Simptomatik

Rehabilitasi

Derajat III (PPOK Berat)

VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 50% prediksi Dengan atau tanpa gejala

Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang

Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan LABA Simptomatik Rehabilitasi

Derajat IV (PPOK sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

LABA Pengobatan komplikasi Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang Rehabilitasi Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis). Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit: Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask Bronkodilator: inhalasi agonis b2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam) Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik Indikasi rawat inap : Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan Indikasi rawat ICU : Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif) Behcet syndrome Behet penyakit (sindrom Behet, Morbus Behet, jalan sutra penyakit) (pengucapan) adalah suatu bentuk vaskulitis yang dapat menyebabkan lesi ulserasi dan lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai gangguan kronis dalam tubuh sistem kekebalan. Sistem ini, yang biasanya melindungi tubuh terhadap infeksi melalui dikontrol peradangan, menjadi terlalu aktif dan menghasilkan wabah tak terduga berlebihan peradangan. Peradangan tambahan ini akan mempengaruhi pembuluh darah, biasanya kecil. Akibatnya, gejala terjadi di mana saja ada adalah patch peradangan, dan dapat di mana saja di mana ada darah pasokan. Dikarasteristikkan oleh retinal vasculiti, berulang-ulang bilateral iridocycliti dengan hypopyon, apthou ulser mulut dan genitalia, infeksi kulit, arthalgia,

thrombophlebiti, dan gangguan mengenai ilmu penyakit syaraf. Penyakit mempengaruhi keduanya pria dan wanita, khususnya diantara umur 20 dan 30 tahun. Lesi pada kulit dan membran lendir paling sering yang menghadap ke mata. lesi kulit mungkin consi infeksi kulit herpetiformi, erythema nodosum, dan menyakitkan tidak dapat digolongkan kedalam nodul subcutaneous. Etiologi Etiologi tidak jelas, dan penyakit tampak seperti suatu kejadian yang biasa di negara meditertanean. di antara faktor yang menyebabkan yang telah menjelaskan hypersensitivity ke bakteri yang avirulent, infeksi yang kecil-kecil

streptococcus viridans, dan infeksi staphylococcus albus. Behcet (1940) dipercayai sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, dan ditemukan intracellular dan extracellular badan dasar di goresan dari aphtha dari pasiennya. Sezan (1953) melaporkan isolasi virus dari vincou dan cairan subretinal di tiga kasus dan mengklaim telah diproduksi penyakit percobaan serupa dengan manusia di mata kelinci. ini tidak teruji, dan hasil terbuka bagi pertanyaan. anggapan lain dari sindrom ;menjadi dalam kaitan dengan retinal vasculitis dan beberapa kasus dengan pelanggaran di retinal dengan rekaman hemorrhage. Penyebab diduga suatu proses imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.HLAB51 adalah sangat terkait dengan Behet penyakit patofisiologi Penyakit Behet dianggap lebih umum di daerah sekitar rute perdagangan sutra lama di Timur Tengah dan di Asia Tengah. Demikian, kadangkadang dikenal sebagai Silk Road penyakit. Namun, penyakit ini tidak terbatas kepada orang-orang dari daerah ini. Sejumlah besar studi serologis menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA-B51. HLA-B51 lebih sering ditemukan dari Timur Tengah Siberia Timur Selatan, namun kejadian B51 dalam beberapa penelitian adalah 3 kali lipat lebih tinggi

daripada populasi normal. Namun, cenderung B51 tidak ditemukan dalam penyakit saat tertentu SUMO4 varian gen yang terlibat, dan gejala muncul untuk menjadi lebih ringan ketika HLA-B27 hadir. Pada waktu saat ini, yang serupa asal menular belum dikonfirmasi bahwa Behet menyebabkan penyakit, tetapi strain tertentu Streptococcus sanguinis telah ditemukan untuk memiliki homolog antigenicity. Gejala klinis berupa ulserasi oral, ulserasi genital, serta uveitis pertama kali ditemukan oleh Hipocrates tetapi kini dikenal sebagai penyakit Behet sesuai dengan discripsi seorang spesialis kulit bangsa turki 50 tahun yang lalu. Penyakit Behet, yang dahulu disebut sindrom Behet adalah kondisi multisistem dengan serangkaian manifestasi, antara lain ulserasi oral, arthritis, penyakit kardiovaskular, tromboplebitis, ruam-ruam kulit serta penyakit neurologis. Ditandai oleh 4 kelainan yaitu: Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditid). Pada dasarnya

didapatkan peri arteritis dan end-arteritis yang menyebabkan vaskulitis obliteratif sehingga dapat terjadi iskemia retina, perdarahan retina, serta ablasi. Bila terdapat hipopion maka hal ini merupakan gejala yang lanjut. Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat mengenai bibir, lidah, mukosa bukal, palatum durum, serta palatum molle. Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis, serta hipersensitivitas kulit. Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita. Sindrom Behcet ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari wanita. Pemeriksaan patologi dari penyakit mata menunjukkan exudate

serohemoragic berisi leukocyte poly morphonuclear di seperti kaca dan di bagian anterior dan posterior (besar. 329). ada wilayah luas pada retinal neutosis. leukocyte mononuclear dan polymorphonuclear lound di selaput pelangi Mikroskop:

1.leukosit mononuclear dan polymorphonuclearinfiltrasi ke choroid. 2. coagulative yang luas dan nekrosis hemoragic dari retina 3. chronic non granulomatous iritis with menghancurkan pigmen dari epithelium dan proliferasi jaringan granulasi ke bagian posterior. Diagnosis Ulserasi oral yang berulang-ulang merupakan gambaran penting penyakit Behet, tetapi criteria lain yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa ini masih rancu. Sebuah kelompok studi internasional belum lama ini menyajikan serangkaian criteria yang disetujui untuk digunakan dimasa mendatang. HLA-tyiping mungkin berguna karena adanya hubungan kuat dengan HLA-B5 Kriteria untuk mendiagnosis penyakit Behet Ulserasi yang rekuren Ulserasi genital rekuren Lesi pada mata Lesi-lesi kulit

Aptosa minor, aptosa mayor, atau ulserasi herpetiformis yang berulang paling sedikit 3 kali dalam periode 12 bulan.

Ulserasi aptosa atau parut.

Uveitis anterior, uveitis posterior, atau sel-sel dalam badan kaca sewaktu pemeriksaan belah (still examination); atau vaskulitis retina yang ditemukan oleh dokter mata.

Eritema nodosum yang ditemukan oleh dokter umum atau penderita, pseudofoikulitis, atau lesi papulopustular; atau nodula acneiformis yang ditemukan oleh dokter pada pasien pasca remaja yang tidak dalam pengobatan kortikosteroid.

Pengobatan Dengan menggunakan chlorambucil. Lesi-lesi mulut harus diobati gejalanya seperti pengobatan pada RAS. Penderita penyakit Behet mungkin memerlukan terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini dapat meringankan gejala-gejala mulutnya. Keterlibatan okuler harus dimonitor secara hati-hati karena uveitis yang oreogresif dapat menimbulkan parut dan mungkin juga kebutaan.

Prognosis Tergantung fase penyakit pada waktu pemberian chlorambucil. Kebanyakan orang dengan penyakit Behcet dapat memimpin kehidupan produktif dan mengendalikan gejala dengan obat yang tepat, istirahat, dan olahraga. Ketika pengobatan efektif, flare biasanya menjadi kurang sering. Banyak pasien akhirnya memasuki masa pengampunan (a menghilangnya gejala). Kadang-kadang, perawatan tidak mengurangi gejala, dan secara bertahap gejala lebih serius seperti penyakit mata dapat terjadi. Gejala serius mungkin muncul bulan atau tahun setelah tanda-tanda pertama penyakit Behcet terjadi.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.Tuberculosis (TBC) Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa tipe humanus (jarang tipe M. bovines). Meluasnya proses dapat dengan cara : Penyebaran langsung ke sekitar Penyebaran melalui saluran napas Penyebaran melalui saluran limfe. Penyebaran melalui limfe bertanggung jawab akan terjadinya proses di pleura, dinding toraks dan tulang belakang Penyebaran hematogen Proses di paru yang menembus vena pulmonalis Proses didinding vena yang pecah Dari kelenjar mediasteum Dari tuberkulosa ekstra pulmoner Pathogenesis TBC primer :bakteri atau partikel menempel pada jalur nafas kemudian menempel dan berkembang di makrofag yang kemudian akan membentuk sarang primer di jaringan paru. Pathogenesis TBC sekunder :adanya infeksi endogen kemudian invasi ke daerah parenkim paru-paru dan dalam waktu 3-10 minggu akan membentuk tuberkel. Gejala klinisnya yang biasanya terjadi adalah :kurus ,sesak nafas ,nyeri dada ,demam ,batuk. Batuk dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :batuk kering ,batuk produktif biasanya mengeluarkan sputum ,dan batuk berdarah karena pecahnya pembuluh darah.

Manifestasi di rongga mulut :lesi yang ulseratif yang mengenai dorsum lidah ,mukosa dan palatum ,granuloma tuberculosis ,pada pemeriksaan HPA ditemukan giant cell langhans dan sebukan infiltrasi sel limfotik . Pengobatan :pemberian obat antibiotic ,isoniazid ,rifampisin ,pirazinamid ,streptomisin dan etambutol . 2. Pneumonia adalah Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya : pneumonia komuniti yang didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat di rumah sakit, pneumonia aspirasi, dan pneumonia imunocompromised. Berdasar penyebabnya : pneumonia bakterial/tipikal (staphylococus, streptococcus, hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas), pneumonia atipikal (mycoplasma, legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Berdasarkan predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia, pleuropneumonia, dan pneumonia interstitial. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis mungkin berbeda-beda, misalnya : Pasien dengan bronchitis kromis mungkin menunjukkan gejala yang kurang aukut dengan peningkatan sesak nafas dan peningkatan jumlah sputum prulen dengan hanya sedikit atau tanpa demem. Orang tua mungkin menjadi kacau pikiran (confusion) atau mengalami kekacauan mental yang menutupi gejala pernafasannya. Pasien di ICU, mungkin diduga menderita pneumonia jika frekuensi pernafasannya meningkat, demam, foto ronsen dada dengan perselubungan (shadow) atau penuruan PO2 arterial. Pada pasien imunosupresif, adanya batuk, demam atau sesak saja cukup untuk menimbulkan kecurigaan akan adanya pneumonia.

3.Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansunusitis. Etiologi Sinusitis dapat disebabkan oleh 1. Bakteri : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza,

Streptococcus group A,Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas. 2. Virus :Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus 3. Bakteri anaerob: fusobakteria 4. Jamur

Patofisiologi Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat , obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen. 4.PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan

keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya. 5.Behcet syndrome adalah suatu bentuk vaskulitis yang dapat menyebabkan lesi ulserasi dan lainnya. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai gangguan kronis dalam tubuh sistem kekebalan. Sistem ini, yang biasanya melindungi tubuh terhadap infeksi melalui dikontrol peradangan, menjadi terlalu aktif dan menghasilkan wabah tak terduga berlebihan peradangan. Peradangan tambahan ini akan mempengaruhi pembuluh darah, biasanya kecil. Akibatnya, gejala terjadi di mana saja ada adalah patch peradangan, dan dapat di mana saja di mana ada darah pasokan. Etiologi Etiologi tidak jelas, dan penyakit tampak seperti suatu kejadian yang biasa di negara meditertanean. di antara faktor yang menyebabkan yang telah menjelaskan hypersensitivity ke bakteri yang avirulent, infeksi

streptococcus viridans, dan infeksi staphylococcus albus. Behcet (1940) dipercayai sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, dan ditemukan intracellular dan extracellular badan dasar di goresan dari aphtha dari pasiennya. Sezan (1953) melaporkan isolasi virus dari vincou dan cairan subretinal di tiga kasus dan mengklaim telah diproduksi penyakit percobaan serupa dengan manusia di mata kelinci. ini tidak teruji, dan hasil terbuka bagi pertanyaan. anggapan lain dari sindrom ;menjadi dalam kaitan dengan retinal vasculitis dan beberapa kasus dengan pelanggaran di retinal dengan rekaman hemorrhage. Penyebab diduga suatu proses imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.HLAB51 adalah sangat terkait dengan Behet penyakit

Kriteria untuk mendiagnosis penyakit Behet Ulserasi yang rekuren Ulserasi genital rekuren Lesi pada mata Lesi-lesi kulit Aptosa minor, aptosa mayor, atau ulserasi herpetiformis yang berulang paling sedikit 3 kali dalam periode 12 bulan. Ulserasi aptosa atau parut.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC Soeparman dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit UI Junadi,Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006. p. 1-18. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari:http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=9 89 GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=1116 Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.

Anda mungkin juga menyukai