Anda di halaman 1dari 7

Ambliopia Anisometrop pada Anak dan Penatalaksanaannya

Abstract Introduction : The term amblyopia refers to an abnormality of visual development characterized by decreased visual acuity, not correctable by glasses or other optical means, which is generally unilateral but may occasionally be bilateral, for which no obvious pathologic basic can be detected by the physical examination of the eye or visual pathway. Anisometropia is a difference between the refractive states of the two eyes that occurs in one or both principal meridians. Case report : A 11 years old girl with uncorrected visual acuity (UCVA) of the right eye was fingers counting on 1 meter and the left eye 0,5. Cyclopegic refraction was performed on both eyes and objective refraction of the right eye was S -9.00 C -1.75 X 180 = 0,3 and the left eye was S -0.75 C -1.25 X 90 = 0,8. The subjective refraction showed, best corrected visual acuity (BCVA) of the right eye was 0.125 with correction of S -7.00 C -1.75 X 180 and the left eye was 0,8 with correction of S -0.75 C -1.25 X 90. He was diagnosed as compound myopic astigmatism with myopia gravior and anisometropia amblyopia on the right eye. She was given spectacle prescription and suggested to control a month later. Conclusion : Different visual experience in anisometropia will lead to poor vision such as anisometropia ambyopia. Anisometropia should be treated as soon the diagnosis is established with give best correction for the amblyopic eye. Successful treatment of amblyopia depends on timely recognition of amblyopia and those factors that may produce amblyopia.

I.

Pendahuluan Kata ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblys dan ops yang secara harfiah

berarti penglihatan kusam.1,2 Istilah ambliopia mengacu pada abnormalitas perkembangan visual yang ditandai oleh penurunan tajam penglihatan, yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau alat optik lainnya, umumnya unilateral tapi kadang-kadang bisa bilateral, dimana tidak ada dasar patologis yang jelas yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik mata atau jaras visual. Ambliopia dihubungkan dengan bentuk deprivasi dan/atau interaksi visual abnormal dan biasanya reversibel jika pengobatan diberikan tepat waktu.1-3 Ambliopia diperkirakan mengenai sekitar 2% sampai 2,5% dari populasi umum atau hampir 6 juta orang Amerika, dan merupakan penyebab penurunan penglihatan yang paling sering pada masa kanak-kanak. Usia anak-anak yang rentan untuk terjadi ambliopia antara usia

kelahiran sampai dengan 7 tahun. Semakin dini onset dari stimulasi visual abnormal, maka makin besar defisit visualnya.1,2 Terdapat tiga jenis utama dari ambliopia: ambliopia strabismic, ambliopia anisometrop, dan ambliopia deprivasi. Anisometropia mengacu pada perbedaan antara status refraksi kedua mata yang terjadi pada satu atau dua meridian utama. Hal ini secara klinis menjadi bermakna saat besaran kekuatan mencapai sekitar 1 dioptri (D) atau lebih pada satu atau kedua meridian utama. Jika refractive error ini tidak dikoreksi, maka salah satu gambar retina akan keluar dari fokus dibandingkan dengan yang lain. Gambaran retina yang lebih jelas maka akan disukai, mengakibatkan kehilangan penglihatan dari mata ambliopia sebelahnya.2,3 Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai Ambliopia anismetrop dan penatalaksanaannya.

II.

Laporan Kasus Seorang anak perempuan, berusia 11 tahun datang diantar keluarganya ke poli pediatrik

oftalmologi Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 30 Agustus 2012, dengan keluhan penglihatan kedua mata buram perlahan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan tersebut tidak disertai adanya rambut atau lalat berterbangan, maupun kilatan cahaya. Riwayat mata merah, pemakaian kacamata, dan riwayat keluarga memakai kacamata disangkal. Riwayat kehamilan dan

persalinan diakui normal. Riwayat pernah kejang demam dan trauma disangkal. Pada pemeriksaan Oftalmologi didapatkan tajam penglihatan dasar mata kanan 1/60 dan tajam penglihatan dasar mata kiri 0,5. Pada pemeriksaan objektif tanpa siklopegia, didapatkan mata kanan S -9.50 C -2.25 X 175 = 0,3 dan mata kiri C -1.75 X 100 = 0,6 Pemeriksaan posisi bola mata dengan Hirscberg test tampak sentral, cover and uncover test tidak ada deviasi, pergerakan bola mata duksi dan versi baik, tekanan intraokular kedua mata dengan palpasi normal. Segmen anterior dan posterior kedua mata dalam batas normal tanpa ditemukan adanya tanda-tanda degenerasi perifer. Pada pemeriksaan objektif dengan siklopentolat 1%, didapatkan mata kanan S -9.00 C -1.75 X 180 = 0,3 dan mata kiri S -0.75 C -1.25 X 90 = 0,8, tapi pasien merasa pusing. Baca dekat 0,80 M (30 cm). Dilakukan pemeriksaan subjektif dengan menurunkan kekuatan lensa sferis

negatif didapatkan mata kanan S -7.00 C -1.75 X 180 = 0,125 dan mata kiri S -0.75 C -1.25 X 90 = 0,8, pasien merasa tidak pusing. Baca dekat 0,80 M ( 25 cm). Pasien didiagnosa sebagai astigmat miop kompositus ODS + miopia gravior OD dengan ambliopia anisometrop. Pasien disarankan untuk penggunaan lensa kontak tapi keluarga pasien menolak. Selanjutnya pasien diterapi dengan pemberian kaca mata dan disarankan kontrol kembali 1 bulan yang akan datang untuk mengevaluasi tajam penglihatan pasca koreksi dan direncanakan untuk koreksi kaca mata kembali serta terapi oklusi pada mata yang dominan.

III.

Diskusi Sebagaimana telah disampaikan di pendahuluan, ambliopia adalah penurunan tajam

penglihatan setelah koreksi terbaik yang terjadi pada satu atau dua mata tanpa kelainan struktural mata atau kelainan pada jaras penglihatan.3 Secara praktis para ahli umumnya menetapkan ambliopia bila terdapat perbedaan visus antara kedua mata sekurang-kurangnya 2 baris papan Snellen.1 Ambliopia terjadi oleh karena stimulasi abnormal pada saat perkembangan visual, menyebabkan gangguan penglihatan sentral di otak. Terdapat dua bentuk dasar gangguan stimulasi abnormal, yaitu pattern distorsion (pola distorsi), oleh karena adanya bayangan buram di retina dan cortical suppression (supresi korteks), oleh karena adanya supresi yang menetap pada satu mata. Pattern distortion dan cortical suppression dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menyebabkan ambliopia pada masa perkembangan visual imatur.1 Ambliopia anisometrop merupakan salah satu jenis ambliopia yang paling sering,

disebabkan oleh perbedaan kelainan refraksi yang menghasilkan gambaran yang kabur unilateral atau asimetris. Kebanyakan pasien dengan ambliopia ansiometrop memiliki mata yang lurus dan tampak normal, sehingga satu-satunya cara untuk mengidentifikasi pasien-pasien tersebut adalah melalui skrining tajam penglihatan.1,2 Anisometropia adalah keadaan dimana kedua mata

memiliki perbedaan kelainan refraksi sama dengan atau lebih dari 1D pada satu atau lebih meridian. Signifikan ambliopia anisometrop terjadi pada perbedaan kelainan refraksi antara kedua mata > +1,50 D untuk hiperopia, > -3.00 D untuk myopia, dan > 1,50 D untuk astigmat.1,4

Pada anakanak kemampuan akomodasinya masih sangat tinggi sehingga kelainan refraksi yang timbul masih dapat dikompensasi dengan melakukan akomodasi, oleh karena itu untuk mengetahui status refraksi sebenarnya pada pasien ini dilakukan dengan pemberian siklopentolat 1%, tujuannya untuk menghilangkan kemampuan akomodasi, status refraksi dengan sikoplegia dapat dijadikan dasar untuk pemeriksa untuk melakukan koreksi. Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan refraksi objektif (dengan dan tanpa sikloplegik) dan subjektif didapatkan kelainan refraksi terbaik untuk mata kanan S -7.00 C -1.75 X 180 dan mata kiri S -0.75 C -1.25 X 90. Pada astigmat, cahaya sejajar tidak fokus pada satu titik, mata astigmat tidak memiliki titik fokus tunggal, melainkan satu set dua garis fokus.4,5 Karena kedua garis fokus terletak di depan retina maka pasien ini diklasifikasikan sebagai astigmat miop kompositus. Miop tinggi atau miop gravior dideskripsikan sebagai myopia > -6.00 D, pasien dengan miop gravior cenderung mengalami floaters.5,6 Pada mata kanan kami diagnosa sebagai miopia gravior, karena didapatkan myopia > -6.00 D, tanpa adanya keluhan floaters. Pada pasien ini juga didiagnosis sebagai ambliopia anisoametrop karena didapatkan penurunan tajam penglihatan setelah dilakukan koreksi terbaik dengan perbedaan visus antara kedua mata > 2 baris papan Snellen tanpa adanya kelainan struktural mata atau kelainan pada jaras visual. Pada pasien ini didapatkan pula perbedaan kekuatan refraksi antara kedua mata

> -3.00 D yaitu sebesar -6.25 D yang telah berkembang menjadi ambliopia. Anisometropia yang tidak dikoreksi dapat menyebabkan perbedaan pengalaman visual pada kedua mata. Gambaran monokular retina yang buram pada salah satu mata tersebut menyebabkan gambaran yang berbeda pada daerah koresponden retina masing-masing mata. Hal ini akan menyebabkan hilangnya resolusi foveal, serta hilangnya kemampuan stereoskopis dan fungsi binokular. Jika perbedaan tersebut tidak dapat difusikan, maka daya adaptasi akan melakukan supresi kortikal atau inhibisi kortikal pada mata yang lebih buram. Supresi yang konstan pada salah satu mata menyebabkan penglihatan binokular yang buruk. Oleh karena itu, anisometropia merupakan faktor risiko yang penting dalam menyebabkan ambliopia.1,3,4 Prinsip dasar penanganan ambliopia adalah memberikan gambaran retina yang jernih dan mengurangi dominasi mata yang sehat, terapinya antara lain: 1) koreksi optik dengan kacamata atau lensa kontak untuk mengupayakan bayangan fokus di retina pada mata yang ambliopia; 2) oklusi mata yang dominan, untuk memaksakan pengggunaan mata yang ambliopia dengan

mengurangi sementara penggunaan mata yang dominan sehingga merangsang proses kortikal pada mata yang ambliopia; 3) penalisasi, dilakukan dengan menurunkan fokus mata yang lebih baik melalui pemberikan obat siklopegia, atropin tetes mata 1% atau homatropin 5%, penalisasi dilakukan pada ambliopia ringan atau sedang dan; 4) operasi, direkomendasikan pada ambliopia yang disebabkan oleh kekeruhan media yang dapat diperbaiki, seperti katarak, kekeruhan vitreus, kekeruhan kornea, atau blepharoptosis.7 Penatalaksanaan unilateral kelainan refraksi yang tinggi terutama myopia, dapat difasilitasi dengan pemberian lensa kontak pada anak-anak semuda usia 5 tahun. Keuntungan penggunaan lensa kontak yaitu dapat menghindari berat kacamata yang tidak seimbang dan penampilan yang tidak diinginkan dari lensa dengan satu tebal dan satu lensa tipis. Pengobatan ambliopia mungkin menjadi lebih efektif dengan koreksi lensa kontak dibandingkan dengan kacamata. Para keluarga anak-anak dengan miopia tinggi disarankan untuk menunggu sampai anak termotivasi sendiri dan cukup dewasa untuk mengambil tanggung jawab pribadi untuk pemasangan, pelepasan, dan membersihkan lensa kontak, hal ini menjadi pertimbangan serius sebelum memberikan lensa kontak pada anak. Biasanya anak perempuan mencapai titik ini antara usia 10-12 tahun dan anak laki-laki antara 12-14 tahun atau lebih, meskipun sering terdapat pengecualian.8 Follow-up pada pasien ambliopia bertujuan untuk memonitor respon dari terapi serta menyesuaikan kembali rencana terapi bila diperlukan. Evaluasi pada follow-up termasuk riwayat interval oklusi dan tingkat toleransi terhadap terapi. Frekuensi follow-up tergantung dengan usia, tingkat keparahan ambliopia dan intensitas terapi oklusi.7 Pada pasien ini diberikan koreksi kacamata untuk mengupayakan bayangan fokus di retina sehingga dapat merangsang proses kortikal pada mata yang ambliopia, sehingga pasien dapat melihat dengan jelas (clear retinal image) tanpa akomodasi dan konvergensi tetap dipertahankan normal, hal ini mencegah terjadinyan juling. Pasien disarankan kontrol 1 bulan yang akan datang untuk memonitor respon dari terapi serta menyesuaikan kembali rencana terapi oklusi pada mata yang dominan agar mata yang ambliop dapat terstimulasi. Untuk ambliopia anisometrop terapi awal yaitu pemberian kacamata dan evaluasi perbaikan tajam penglihatan setiap bulannya. Jika tajam penglihatan tidak membaik pada tiap bulan follow-up, maka terapi oklusi paruh waktu atau penalisasi dapat dimulai. Jika tajam penglihatan tidak membaik dengan oklusi paruh waktu, maka oklusi waktu penuh dapat dicoba.1,2,7

Prognosis atau keberhasilan terapi ambliopia tergantung dari usia pasien, derajat keparahan dan penyebab ambliopia, jenis ambliopianya, awitan dan lamanya terjadi ambliopia, riwayat terapi sebelumnya, dan kepatuhan terhadap terapi. Semakin dini ambliopia terjadi dan semakin lama ambliopia diterapi, maka prognosisnya semakin buruk.1,7 Pada pasien ini prognosis quo ad vitam ad bonam dan quo ad vitam dubia, karena pasien belum datang kontrol sehingga keberhasilan terapi belum dapat dievaluasi. Terapi pada ambliopia anisometrop miopia sering bisa diterima meskipun diberikan pada masa akhir anakanak. Hal ini kemungkinan disebakan pada miop tinggi biasanya didapatkan setelah melewati periode kritis perkembangan visual (masih kontroversial, berkisar usia 1 minggu-3 bulan), sehingga diharapkan pengalaman stimulasi visualnya pada masa perkembangan tidak terganggu.1 Pasien termasuk kedalam derajat ambliopia berat, pada umumnya makin tinggi anisometropnya makin berat ambliopianya.

Daftar Pustaka 1. Wright Kenneth W. Dalam: Visual Development and Amblyopia: Handbook of Pediatric Strabismus and Ambliopia.USA. Springer. 2006. 2. Mittelman David. Dalam: Amblyopia: The Pediatric Clinics of North America. USA. 2003. h.189-96. 3. American Academy of Ophthalmology. Amblyopia. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Section 6. San Franscisco. The Foundation of The American Academy of Ophthalmology. 2010-2011. h.61-9. 4. Rosenfeld M. Refractive Status of The Eye: Benjamin WJ. Borishs Clinical Refraction. Phidelpia: WB Saunders; 1998. 5. American Academy of Ophthalmology. Optics of The Human Eye: Clinical Optics. Basic and Clinical Science. Section3. San Fransisco. The Foundation of The American Academy of Ophthalmology. 2008-2009. h.115-23. 6. Cline, D; Hofstetter HW; Griffin JR (1997). Dalam: Dictionary of Visual Science (4th ed.). Boston: Butterworth-Heinemann. ISBN 0-7506-9895-0. 7. Bateman JB. Christmann LM, Dankner SR, Drack AV, Handler SM, Tychsen L, et al. Prefered Practice Pattern: Ambliopia. American Academy of Ophthalmology: 2003. Avaible from http:// www.aao.org education/ pediatric. 8. Greenwald Mark J. Dalam: Refractive Abnormalities in Childhood. The Pediatric Clinics of North America. USA. 2003. h.197-212.

Anda mungkin juga menyukai