T66 Dexa Vs Hidrokortison

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

Penelitian Klinis

Deksametason Hidrokortison

Nokturnal untuk Terapi

berbanding Anak dengan

Hiperplasia Adrenal Kongenital

Hiperplasia adrenal kongenital dialami oleh kira-kira 1 dari 15000 anak. Terapi saat ini adalah dengan menggunakan dosis hidrokortison yang menyebabkan hasil keluaran yang suboptimal. Kami menguji hipotesis yang mengatakan bahwa pemberian deksametason nokturnal akan mensupresi aksis hipotalamik pituitari adrenal lebih efektif dibandingkan dengan hidrokortison standar dengan membloking sekresi diurnal yang inheren dari ACTH. Kami melakukan penelitian percontohan pada lima pasien pre pubertal membandingkan kontrol CH selama periode dirawat di rumah sakit selama 24 jam, seorang menggunakan hidrokortison, seorang mengunakan

deksametason. Pola dari supresi adrenal berbeda secara jelas antara hidrokortison dan deksametason nokturnal, dengan supresi signifikan dari keesokan harinya dalam nilai ACTH, 17-hidroksiprogesteron, deksametason. Dalam dan terapi

androstenodione

selama

menggunakan

hidrokortison, ada variasi yang terlihat jelas dalam ACTH dan hormon adrenal yang bergantung pada jam dan waktu pemberian hidrokortison. Penelitian dengan durasi lebih lama dibutuhkan untuk mengivestigasi dosis efektif terendah dan potensi toksisitas dari deksametason nokturnal untuk

menentukan penggunaannya sebagai terapi untuk CAH.

1. Introduksi
Hiperplasia adrenal kongenital merupakan hasil dari defek dalam jalur biosintetik steroid adrenal yang nantinya menyebabkan hiopokortisolemia, berakibat peningkatan ACTH dan hipergonadisme. Secara teori, penggantian glukokortikoid seharusnya bisa mengembalikan normokortisolemia, yang

kemudian membatasi sekresi ACTH yang berlebihan dan memperbaiki keadaan hiperandrogenik. Meskipun begitu, pada kenyataannya supresi androgen adrenal yang adekuat sulit untuk dicapai, bahkan dengan tingkat ACTH dalam batas normal, prekursor adrenal steroid yang bersifat proximal pada defek enzimatik masih akan berakumulasi dan menjaga keadaan hiperandrogenik. Dosis suprafisiologis dari glukokortikoid mungkin dibutuhkan untuk mensupresi produksi androgen berlebihan dengan resiko pertumbuhan linear yang terganggu. Di sisi lain, supresi adrenal androgen yang suboptimal dengan terapi hidrokortison mungkin mempercepat pertumbuhan linier, yang menyebabkan penutupan prematur dari epifisis dan terganggunya tinggi terakhir yang dapat dicapai. Tidak ada konsensus dalam terapi optimal atau monitor regimen untuk hiperplasia adrenal kongenital. Penelitian kami merupakan penelitian percontohan yang labelnya terbuka dalam membandingkan efektifitas dari terapi deksametason nokturnal berbanding hidrokortison standar dalam mengendalikan aksis adrenal hipotalamik pituitari dalam subjek prepubertal dengan hiperplasia adrenal kongenital klasik tipe salt wasting. Kami menyimpulkan bahwa pemberian glukokortikoid aksi panjang, deksametason, jika diberikan saat malam hari akan mensupresi sekresi diurnal ACTH dengan lebih efektif, yang hampir seluruhnya muncul pada malam hari. Ditemukan banyak perdebatan pada literatur dalam hal ekivalensi dosis antara hidrokortison dan deksametason dengan rasio yang bervariasi dari 17 : 1 hingga 80. Karena penelitian kami bertujuan untuk bukti awal dari penelitian percontohan, kami memilih ekuivalensi dosis 50 : 1 dengan tujuan untuk memastikan kemampuan untuk mendeteksi perbedaan dalam profil hormon dalam kedua regimen

pengobatan yang telah dilakukan sebelum mencoba menemukan dosis efektif terendah dan potensi toksisitas dari deksametason dalam penelitian berikutnya yang berdurasi lebih lama.

2.Bahan dan Metode Penelitian


Subjek yang bisa mengikuti penelitian ini adalah penderita hiperpasia adrenal kongenital klasik 21 salt wasting dengan umur tulang dibawah 8 tahun dan umur kronologis diatas 2 tahun. Kelompok umur ini dipilih sebagai

subjek penelitian dikarenakan penelitian ini dimaksudkan untuk menjadi penelitian percontohan yang nantinya bertujuan sebagai contoh untuk penelitian lebih lanjut dalam memeriksa hasil keluaran jangka panjang, semisal kecepatan pertumbuhan. Maka dari itu, kami membatasi keterlibatan dalam penelitian ini hanya kepada anak dalam kondisi prepubertal, untuk menghindari efek peningkatan pertumbuhan dari steroid seks. Diagnosis dikonfirmasi dengan menelaah rekam medis. Subjek di eksklusi jika mereka membutuhkan terapi glukokortikoid untuk indikasi medis selain CAH. Subjek juga di eksklusi jika mereka menggunakan medikasi apapun yang dapat mengganggu metabolisme atau bioavalilabikitas dari glukokortikoid. Subjek kami rekrut dari klinik endokrinoogi dari rumah sakit anak Boston. Penelitian ini telah disetujui oleh komite rumah sakit anak Boston. Informed consent didapat dari kedua orang tua seluruh subjek. Percobaan ini diregistrasikan pada http://clinicaltrials.gov/, identifier # NCT00621985. Kami menemukan 16 subjek yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Enam subjek memberikan persetujuan dalam inklusi penelitian, akses intravena tidak dapat diperoleh pada seorang subjek, dan sisa 5 subjek (2 wanita) kami sertakan dakam penelitian. Empat menyelesaikan seluruh protokolnya, sementara yang kelima hanya dapat menyeleasaikan admisi dasar karena kesulitan akses intravena. Subjek dengan umur yang bervariasi dari umur 2 hingga 7 tahun dengan umur tulang antara 1 tahun 9 bulan dan 7 tahun 10 bulan. Empat dari subjek menerima hidrokortison tiga kali sehari sebagai dasar terapi dan subjek nomer 3 menerima dua kali sehari sebagai terapi dasar. Dosis normal hidrokortison bervariasi dari 6.94 hingga 18.52 mg/m2/hari. Seluruh subjek menkonsumsi fludrokortison untuk pengganti mineral kortikoid dengan dosis yang bervariasi dari 0,05 mg hingga 0,1 mg (lihat tabel 1 dalam material tambahan yang tersedia onlne doi: 10.1155/2010/347636; termasuk di dalamnya informasi demografis yang mendetail). Subjek dimasukkan dalam unit sains klinis dan translasional untuk perawatan dua kali 24 jam, terapi hidrokortison pertama dan kedua dengan deksametason. Pada setiap waktu masuk, subjek memasuki rumah sakit pada siang hari di hari

pertama. Mereka sudah memiliki penggambaran IV yang sudah tersedia, dan penelitian dimulai dengan pengambilan darah pertama pada jam 15.00. Tiga belas sampel darah diambil dalam waktu periode 23 jam untuk pengukuran ACTH, 17- hidroksiprogesteron, dan androstenedione. Pengambilan darah saat puasa jam 08.00 dilakukan untuk glukosa serum dan tingkat glukosa dan insulin. Sebagai tambahan, pengambilan urine per 24 jam dilakukan untuk pengukuran kreatinin, pregranetriol, dan ketosteroid 17 pada subjek yang belum melakukan toilet training. Seluruh sampel kecuali ACTH diperlakukan sesuai dengan standar protokol operasi dari laboratorium klinik rumah sakit anak boston. Sample ACTH diambil dalam tabung EDTA dalam es kemudian langsung di sentrifugasi dalam sentrifugal pendingin selama 10 menit kemudian di alikuotakan menjadi alikuot 1 ml. Kemudian dibekukan pada suhu 20C hingga pemasukkan setiap unit selesai, dimana nantinya dipindahkan ke labotratoriom klinik untuk proses lebih lanjut. Hidroksiprigesteron 17 dan androstenedione dihitung menggunakan kromatografi cair tandem

spektrometri massa (LC-MS/MS) dengan baris C18 LC. Sebelum injeksi, analit di isolasi dari serum/ plasma dengan ekstraksi cair-cair. Standar internal dimasukkan ke dalam setiap sampel untuk menghitung kehilangan sampel selama persiapan sampel. Assaynya bersifat linear antara 10 dan 1000 ngdL1. Assay internnal CV , untuk tiga level QC, ditentukan selama operasi instrumen adalah sebesar 15,9% dan 14,3% untuk 170HP dan

androstenediin. Sebuah penganalisa IMMULITE 2000 digunakan untuk penghitungan ACTH. fase solid, dua buah assay immunometrik sekuensial dua tempat memiliki sensitivitas analisis sebesar 5 pgmL1 dan

menyediakan respons linear antara 5 dan 1250 pgmL1. Tiga CV Assay internal, untuk tiga buah tingkat QC, ditentukan selama tiga bulan dari operasi instrumen yang rata-rata sebesar 4,1%. Kortisol diukur melalui immunoassay elektroremikuminesens pada analiser otomatis cobalt e601 batas deteksi yang lebih rendah dan penghitungan untuk kortisol adalah sebesar 0.036 dan 0.31 gdL1,. Assaynya linear pada jangkauan konsentrasi sebesar 0.03663.4 gdL1. CV intrassay untuk tiga tingkat QC ditentukan selama tiga bulan dari operasi instrumen yang rata-rata sebesar 2,3%. Ketosteroid 17

dihitung pada urin menggunakan spektrofotometer Beckman DU800. Assay memiliki jangkauan linear dari 1 to 40 mgL1. Instrassay CV untuk tingkat analit dari 5 23 mg.L1 adalah 14 and 8%. Alikuot dari urine dicampurkan dengan standar intern dan di inkubasi semalaman dengan glucoronidase untuk membebaskan pregnanetriol dari konjugasi glucoronid, kemudian dilakukan kromatografi kolom terbuka alumina. Derivat silane dari puncak prognanetriol yang didapat di analisa menggunakan GC dengan detektor inonisasi api. Sebuah standar, kosong, dan 2 kolam kontrol disertakan dalam setiap batch assay. Assay kami temukan linear, antara 0.05 dan 20 mgdL1. CV Assay internal dan intraday, rata-rata kami temukan sebesar 8,1 dan 15,5% untuk dua tingkat kontrol yang diuji. Terapi standar didefinisikan saat batas nilai awal regimen hidrokortison dan fludrokortison subjek individual ditentukan oleh spesialis endokrinologi yang bersangkutan. Dosis hidrokortison diberikan pada jam 08.00, 15.00 dan 22.00 untuk subjek yang menjalani tiga buah regimen , 08.00 dan 15.00 untuk yang menjalani dua regimen. Deksametason diberikan dosis reduksi sebesar 1:50 dari total dosis hidrokortison harian total untuk setiap pasien. Dosis deksametason diberikan pada jam 22.00 untuk tiga hari dimulai pada sore hari ke dua sebelum pemasukkan kedua. Subjek kemudian dimasukkan pada siang kedua pada hari ketiga untuk pemasukkan 2 kali 24 jam. Pemasukkan kedua muncul antara 2 dan 8 minggu setelah waktu pemasukkan pertama. Seluruh sampel lab didapat sebelum pemasukkan dosis medikasi pada titik waktu yang sama. Setiap saat pemasukkan, orang tua ditanyai mengenai seberapa baik pasien tidur selama tiga hari sebelumnya. Skala lima poin Likert digunakan dari nilai 1 = sangat buruk, hingga 5 = sangat baik. Sebagai sebuah pengukuran dari kompliansi yang dilaporkan secara mandiri, orang tua pasien juga diminta untuk melaporkan jumlah dosis hidrokortison yang terlewatkan secara-rata rata setiap minggunya selama 3 bulan sebelumnya. Seluruh subjek dilaporkan berada dalam kondisi kompliansi yang baik. Area dibawah kurva untuk profil 23 jam dari hidroksiprogesteron 17, androstenodione, dan ACTH dikalkulasikan menggunakan aturan trapezoidal.

Nilai kurang dari batas assay diestimasikan sebagai setengah dari perbedaan antara batas assay terandah dan nilai nol. Kemudian AUC ditansformasikan menjadi rekaman analisa untuk mengurangi skew. Uji t dua sisi digunakan untuk membandingkan AUC yang ditansformasi menjadi log, glukosa puasa rata-rata, dan nilai insulin pada kedua regimen terapetik.

3. Hasil Penelitian
Gambar 1-5 menggambarkan profil hormonal 24 jam untuk setiap subjek. Nilai normal pada jangkauan umur ini untuk ACTH,

hidroksiprogesteron 17 dan androstenodione adalah 6-55 pg/ml (1.312.2 pmol/L), kurang dari 100 ng/dl (3025 pmol/L), dan 1047 ng/dl (3491641 pmol/L). Pada seluruh subjek dalam terapi standar, ACTH,

hidroksiprogesteron 17 dan androstenodion tersupresi sepanjang malam dan meningkat secara tajam pada pukul 4 pagi. Nilai ini memuncak sebelum pemberian dosis hidrokortison yang jam 08.00. kemudian menurun secara signifikan pada jam 10.00. nilai ini dibuat untuk meningkat pada jam 12.00 hingga efek dosis hidrokortison pagi menghilang hingga pemberian dosis lainnya jam 15.00. Pada subjek yang menjalani dua dosis hidrokortison per hari nilai ini terus meningkat hingga jam 18.00. subjek 2,3, dan 5 menunjukkan penurunan dalam nilai hormonal antara jam 18.00 dan 20.00 tanpa pemberian hidrokortison tambahan. Hal ini menunjukkan adanya ritme diurnal pada subjek ini sekalipun tidak adanya umpan balik negatif dari kortisol. Seluruh subjek memiliki tingkat ACTH, 170HP, dan androstenodion tersupresi setelah dosis jam 20.00 dan tetap rendah semalaman. Ditemukan konkordansi yang sangat baik dalam kurva 24 jam dari ketiga hormon. Pada seluruh subjek, pemberian deksametason nokturnal

mengakibatkan pengurangan peningkatan ACTH pagi hari, 17OHP, dan androstenodione. Efek ini bertahan selama sehari penuh dengan

kecenderungan memiliki tingkat hormonal yang lebih tinggi pada sore hari saat efek deksametason menghilang. Derajat supresi dari aksis hipotalamik pituitari adrenal bergantung pada tingkat supresi dalam terapi standar. Gambar 6 menyimpulkan perbedaan dalam area terintegrasi dibawah kurva untuk profil hormonal 23 jam dan juga ketosteroid 17 urine. Log rerata AUC

secara signifikan lebih rendah untuk ACTH (P = .031) dan secara marginal lebih rendah secara signifikan untuk 17OHP (P = .098) yang dalam terapi deksametason. Tidak ada perbedaan statistikal antara log rerata

androstenodione (P = .475) atau ketosteroid (P =.175) dalam kedua regimen. Sampel urin hanya tersedia untuk tiga subjek (gambar tambahan 1 dan 2). Tingkat pregnanetriol urin rerata adalah 2,4 dan 0,1 mg/24 jam dan dalam terapi standar dan deksametason. Ketosteroid 17 urin adalah 2,6 dan 1,4 mg/24jam dalam terapi standar dan terapi deksametason. Nilai gula darah puasa rerata adalah 83 mg/dl pada terapi standar dan deksametason (P = 1). Nilai insulin puasa rerata adalah 6.95 dan 9.63mcIU/ml dalam terapi standar dan deksametason (P = .40). skor tidur rerata adalah 4 dan 4,5 pada terapi standar dan deksametason, yang mengindikasikan bahwa deksametason nokturnal tidak menyebabkan

gangguan tidur dalam jangka waktu pendek ini.

4. Diskusi
Monitoring yang optimal dan terapi hiperplasia adrenal kongenital tetap cukup sulit dilakukan meskipun ketersediaan dari glukokortikoid multipel dan hormonal yang multipel. Dogma tradisional menyarankan bahwa anak prepubertal harus diterapi dengan dosis hidrokortison yang dibagi dua atau tiga kali sehari dan derajat pengendalian yang harus dinilai dengan monitor hidroksiprogesteron 17, androstenodion dan kemungkinan juga tingkat tertosteron. Secara umum, supresi androgen adrenal muncul 2 hingga 4 jam setelah setiap dosis, dan durasi dari efek supresi ini terbatas. Kemudian juga terapi standar dengan dua atau tiga dosis harian kortikosteroid dengan regimen-regimen prednisone yang berbeda, dan bahkan pemberian

hidrokortison dosis harian total nokturnal tidak bisa mencegah peningkatan hidroksiprogesteron 17 yang terlihat, menunjukkan kurangnya supresi efektif dari puncak tingkat ACTH. Meskipun begitu, saat hidrokortison diberikan pada jam 03.00 pagi, sebesar 33% dari dosis harian, kami temukan reduksi yang cukup jelas dari serum hidroksiprogesteron 17 pada pagi hari, yang mengindikasikan adanya supresi adekuat dari pengingkatan pagi dari ACTH. Sebagai tambahan, sebuah penelitian baru-baru ini dari hidrokortison yang

bertipe extended release menunjukkan pengendalian pagi yang baik dalam tingkat ACTH dan produksi androgen adrenal dengan efek yang menghilang saat sore hari. Kami berhipotesis bahwa dosis tunggal harian dari deksametason, sebuah glukokortikoid yang beraksi lebih lama akan mengakibatkan peningkatan supresi dari aksis HPA. Beberapa penelitian dalam terapi deksametason untuk hiperplasia adrenal kongenital telah dilakukan. Meskipun begitu, kebanyakan dilakukan pada pasien dewasa dengan dosis yang ekuivalen dengan hidrokortison suprafisiologis , yang seringkali menghasilkan efek samping mirip cushing. Hayek,dkk memberikan dosis tungggal deksametasone pada empat pasien post pubertal dengan CAH, dua diantaranya memiliki tipe salt wasting klasik. Mereka menunjukkan supresi yang adekuat dari androgen adrenal dengan mengukur ketosteroid 17 dan pregnanetriol urin. Tidak adak hormon darah yang diukur dari variasi diurnal dalam pelepasan hormon. Rivkees dan Crawford melaporkan pengalaman percobaan klinis mereka dengan menatalaksanai anak prepubertal dengan CAH dengan dosis tunggal deksametason harian pada pagi hari. Pasien mereka telah memprediksikan tinggi badan orang dewasa yang dapat dibandingkan pada target tinggi parental menengah dengan tingkat normal dari hormon adrenal. Baru-baru ini, Rivkees dan Stephenson melaporkan pengalaman mereka dalam menatalaksanai anak dengan deksametason yang diawali sejak balita. Anak-anak ini memiliki pola pertumbuhan yang normal. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa cukup masuk akal untuk menatalaksanai pasien prepubertal dengan deksametason dosis tunggal harian dengan tetap bisa menjaga pertumbuhan yang cukup. Penelitian ini tidak menyertakan kelompok perbandingan dan juga tidak memeriksa hipotesis kami mengenai waktu pemberian dosis yang mempengaruhi efektifitas supresi ACTH. Penelitian pilot studi kami memiliki keunikan karena merupakan sebuah perpotongan penelitian yang membandingkan efektifitas hidrokortison standar berbanding deksametason nokturnal pada kelompok pasien prepubertal dengan hiperplasia adrenal kongenital. Kami menunjukkan bahwa pemberian nokturnal dari glukokortikoid aksi panjang deksametason yang diberikan pada

satu dari ke 50 dosis total hidrokotison harian lebih efektif menekan peningkatan ACTH pada pagi hari dan androgen adrenal. Meskipun ACTH tidak secara rutin digunakan untuk memonitor terapi CAH, ACTH telah menunjukkan korelasi dengan marker kontrol klinik lainnya. Dari sudut fisiologis, ACTH merupakan indikator pengukuran yang paling proksimal dari aktivasi aksis HPA dan supresi oleh terapi glukokortikoid eksogen. Hal ini merupakan stimulus untuk produksi hormon adrenal dan bertanggung jawab atas ritme diurnal. Penelitian kami secara jelas menunjukkan perubahan tekoordinasi dalam ACTH dan tingkat steroid darah sepanjang hari saat menjalani terapi hidrokortison. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat steroid merefleksikan secara besar efek regulasi dari ACTH. Meskipun kami memiliki ukuran sampel yang terbatas, kami meyakini bahwa hasil yang kami dapat menunjukkan, secara prinsip bahwa deksametason nokturnal dapat lebih efektif dibandingkan dengan pemberian hidrokortison tiga kali sehari dalam tatalaksana CAH. Penelitian kami memiliki keterbatasan dalam beberapa aspek. Merupakan sebuah penelitian jangka pendek yang hanya menggunakan dosis tunggal deksametason dalam jumlah subjek yang sedikit. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, masih banyak perdebatan dalam ekuivalensi dosis antara hidrokortison dan deksametason, yang bervariasi dari 17:1 hingga 80:1. Glukokortikoid memiliki potensi yang berbeda yang bergantung pada efek fisiologis yang diselidiki. Adalah sebuah kemungkinan bahwa deksametason yang digunakan dalam penelitian kami lebih efektif, semata-mata hanya karena merepresentasikan dosis efektif yang lebih tinggi dari glukokortikoid. Meskipun hal ini merupakan sebuah kemungkinan yang pasti, banyak pasien kami memiliki tingkat ACTH, 17OHP, dan androstenodione yang tidak tersupresi secara komplit saat dalam terapi deksametason, sebagaimana juga dengan nilai urin 24 jam dari ketosteroid 17. Subjek 1 dan 2 yang diberikan dosis deksametason terendah sebagai fungsi area tubuh terendah, memiliki ritme diurnal yang jelas dalam pelepasan hormon (gambar 1 dan 2). Temuan ini mengindikasikan bahwa glandula adrenal mereka tidak tersupresi secara komplit oleh deksametason. Sebagai tambahan, kami tidak menemui adanya peningkatan dalam gula darah puasa atau insulin yang bisa menjadi tanda

dari adanya terapi yang berlebihan. Meskipun begitu, seluruh 3 subjek kami yang menjalani pengambilan sampel urin 24 jam memang memiliki nilai yang sangat rendah dari pregnanetrion saat menggunakan deksametason, dan subjek 3 dan 4 (yang mendapat dosis deksametason tertinggi berdasarkan fungsi luas permukaan tubuh) memiliki variabilitas yang rendah pada nilai ACTH sepanjang hari. Meskipun tidak terlihat bahwa kelenjar adrenal tidak tersupresi secara menyeluruh, hal ini memiliki kecenderungan untuk merefleksikan derajat adanya oversupresi. Melihat jangkauan yang luas dari potensi yang terkuota untuk deksametason dalam literatur, kami melilih dosis ekuivalensi yang berada di tengah-tengah jangkauan. Terakhir, penelitian dengan jangka waktu lebih lama harus dilakukan dengan dosis deksametason yang di titrasi berdasarkan parameter klinik sambil dimonitor adanya tandatanda adanya oversupresi. Berdasarkan penelitian kami, kami mempercayai bahwa deksametason memiliki potensi paling tidak 50 kali lipat lebih besar daripada hidrokortison. Juga kami temui kekhawatiran bahwa pemberian jangka panjang dari deksametason nokturnal dapat menyebabkan supresi sekresi hormon pertumbuhan. Melihat kekhawatiran ini, kami meyakini bahwa penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk membandingkan efektifitas berbagai macam regimen glukokortikoid, termasuk deksametason nokturnal, selama periode waktu yang mengizinkan penilaiatn aksis supresi HPA dan sekuel potensial dari overterapi glukokortikoid, sebelumnya menentukan apakah pendekatan ini bisa menjadi perawatan rutin. Sebagai tambahan, hasil yang kami dapatkan menunjukkan beberapa poin penting untuk dimonitor dari terapi CAH tanpa bergantung dengan regimen CAH. Data menunjukkan dengan jelas bahwa ada sinkronisitas yang sangat baik dalam pola ACTH, hidroksiprogesteron 17, dan produksi androstenodion. Telah diperkirakan bahwa nilai androstenodione individual mungkin menjadi tanda yang lebih baik dari supresi adrenal dibandingkan dengan hidroksiprogesteron 17, sebagaimana androsetenodion yang

memang memiliki variabilitas diurnal yang lebih sedikit. Data kami tidak mendukung keyakinan ini sebagai sebuah akibat dari pasien yang tidak terkontrol secara baik memiliki nilai androstenodione yang bervariasi hingga 13 kali lipat selama periode 24 jam. Besarnya pengaruh perubahan ini lebih

kecil dibandingkan dengan hidroksiprogesteron 17, namun derajat variasinya masih terlihat dengan jelas. Ada kemungkinan kita bisa mendeleniasi dengan lebih baik variasi ini karena penggunaan spektrometri secara tandem kami untuk mengukur tingkat androstenidione. Penelitian kami juga menunjukkan variabilitas yang tinggi dalam produksi hormon adrenal yang bergantung pada waktu dan hari akusisisi sampel secara relatif dengan pemberian glukokortikoid. Tiga dari pasien kami mengalami penurunan nilai hormonal pada akhir sore hari tanpa pemberian hidrokortison tambahan yang menunjukkan bahwa pasien dengan hiperplasia adrenal kongenital terus mengalami inherensi ritme diurnal untuk sekresi ACTH bahkan pada ketiadaan dari umpan balik supresi diurnal. Pada kenyataannya, kami melihat bahwa supresi diurnal malam hari dari

pelepasan ACTH secara hierarkis lebih penting dibandingkan dengan umpan balik negatif dari supresi ACTH oleh kortisol yang sebelumnya muncul pada ketiadaan yang terjadi kemudian. Maka dari itu, kami menyimpulkan pemberian glukokortikoid jangka pendek setelah jam 18.00 tidak membantu dalam supresi aksis HPA karena secara inheren telah tertutp. Verma,dkk menggambarkan kesimpulan yang serupa dalam penelitian mereka yang juga didukung oleh German,dkk, yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam pengendalian penyakit sebagaimana telah dinila pada tingkat hormon pada jam 08.00 pada subjek yang menerima dosis hidrokortison lebih tinggi pada sore hari berbanding dengan yang menerimanaya saat pagi hari. Lebih jauh lagi, penulis ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam kualitas tidur sebagaimana telah diukur dengan aktigrafi dalam kedua regimen. Penelitian kami mendukung penemuan ini dengan menunjukkan bahwa pemberian deksametason nokturnal, sebuah steroid yang secara signifikan lebih poten dari dari hidrokortison, tidak mengakibatkan adanya gangguan tidur pada seluruh pasien kami. Sebagai tambahan, penelitian kami secara jelas menunjukkan bagaimana sebuah pengukuran tunggal dari 17OHP atau androstenedione bisa menyebabkan kesalahan dalam menilai supresi adrenal pasien secara keseluruhan. Dalam variasi subjek dari 17OHP yang bisa menjadi 40 kali lipat selama periode 24 jam, variabilitas ini bisa menyebabkan antisipasi yang

berlebihan atau kurang dari supresi adrenal. Sebagai contoh, subjek 3 memiliki nilai 17OHP 560 ng/dl dan androstenedione sebesar 16 ng/dl saat siang hari. Nilai tertingginya adalah sebesar 4140 ng/dl dan 67 ng/dl (gambar 3). Maka dari itu, nilai pada siang hari, yang merepresentasikan efek dari hidrokortison yang diberikan pada jam 8 pagi, dapat meyakinkan secara salah klinisi bahwa pasien ini terkontrol dengan baik, padahal sebenarnya mengalami undertreating. Sebagai hasil dari fenomena ini, sebagian telah mengadvokasi pemberian dosis glukokortikoid pagi hari. Meskipun begitu, hal ini juga bisa menyebabkan perkiraan yang salah sebagaimana ditunjukkan oleh subjek 4 (gambar 4). Pasien ini memliki 17OHP jam 08.00 sebesar 655 ng/dl dan androstenedione sebesar 20 ng/dl, keduanya memiliki nilai di dalam jangkauan target untuk pengendalian CAH dengan baik. Meskipun begitu, sisa dari nilai 17OHP lainnya seluruhnya kurang dari 100 ng/dl, dan hampir seluruhnya dari nilai androsetenedione kurang dari 10ng/dl. Profil 24 jam pasien ini menunjukkan bahwa pasien ini mengalami overtreating saat hasil jam 08.00 menunjukkan nilai yang meyakinkan dari sebuah kontrol yang baik. Maka dari itu, kami mengurgensikan perhatian yang besar dalam interpretasi 17OHP tunggal atau androstenedione pada setiap saat. Didapatkan kemungkinan bahwa urine 24 jam dari metabolit adrenal semisal pregnanetriol dan ketosteroid 17, meskipun menyulitkan, mungkin dapat dengan lebih akurat merefleksikan derajat keseluruhan dari aktivitas HPA karena mereka mengintegrasikan sekresi hormonal selama siklus diurnal penuh.

5. Kesimpulan
Kami telah melakukan sebuah penelitian titik potong percontohan dalam membandingkan efektifitas terapi hidrokortison standar berbanding terapi deksametason nokturnal pada anak dengan hiperplasia adrenal kongenital. Pemberian deksametason nokturnal dapat mengakibatkan

berkurangnya peningkatan ACTH pagi hari dan hormon adrenal, yang kami yakini mungkin dapat berubah menjadi hasil keluaran jangka panjang yang lebih baik. Terakhir, penelitian kami dapat dengan jelas menunjukkan variabilitas tingkat ACTH, hidroksiprogesteron 17, dan androstenedione dalam hubungannya dengan waktu dan jam pemberian glukokortikoid. Penelitian

lebih lanjut yang membandingkan kemananan jangka panjang dan efektifitas dari berbagai regimen glukokortikoid untuk terapi anak dengan hiperplasia adrenal kongenital masih dibutuhkan, dengan harapan didapatnya desain terapi yang lebih baik dari CAH yang menyertakan supresi lebih baik dari aksis adrenal yang dikombinasikan dengan toksisitas glukokortikoid yang lebih sedikit.

Gambar 1: ACTH subjek 1 (kotak) dan hidroksiprogesteron 17 (17OHP, segitiga) selama periode 23 jam saat menggunakan hidrokortison (HC, hitam) atau deksametason (Dex, coklat). Tingkat androstenedione lebih kecil apda seluruh titik waktu pemeriksaan dalam kedua regimen pada pasien ini. Untuk mengkonversi unit SI, kalikan ACTH dengan 0,2222 (pmol/L), 17OHP dengan 30.2572 (pmol/L), dan Androstenedione dengan 34.9162 (pmol/L). Gambar 2: ACTH subjek 2, 17 hydroxyprogesterone dan androstenedione (linkaran) selama periode 23 jam saat menggunakan hidrokortison dan deksametason. Singkatan dan simbol sama dengan gambar 1 dan 2. Gambar 3: ACTH subjek 3, 17 hydroxyprogesterone, dan androstenedione (linkaran) selama periode 23 jam saat menggunakan hidrokortison dan deksametason. Singkatan dan simbol sama dengan gambar 1 dan 2. Gambar 4: ACTH subjek 4, 17 hydroxyprogesterone, dan androstenedione (linkaran) selama periode 23 jam saat menggunakan hidrokortison dan deksametason. Singkatan dan simbol sama dengan gambar 1 dan 2. Gambar 5: ACTH subjek 5, 17 hydroxyprogesterone, dan androstenedione (linkaran) selama periode 23 jam saat menggunakan hidrokortison dan deksametason. Subjek 5 tidak menyelesaikan pemberian deksametason karena kesulitan teknis. Subject 5 did not complete the dexamethasone admission due to technical difficulties. Singkatan dan simbol sama dengan gambar 1 dan 2. Gambar 6: perbedaan persentase pada area dibawah kurva deksametason berbanding hidrokortison untuk ACTH, hidroksiprogesteron 17,

androstenedione, dan ketosteroid 17 (17-KS) untuk subjek 1-4. Subjek 1 memiliki tingkat androstenedione lebih rendah dibandingkan dengan assay pada seluruh poin waktu pada kedua regimen dan tidak melakukan pengambilan urin untuk ketosteroid 17.

Anda mungkin juga menyukai