Anda di halaman 1dari 11

PENYAKIT JANTUNG KORONER 1.

Definisi Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina, Krisnatuti, 1999). Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darahke aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung (Kartohoesodo, 1982).

2. Gejala Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau sesak di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa nyeri terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar keleher, dagu dan tangan. Rasa tersebut akan beberapa menit kemudian. Rasa nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan supplay oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh nadi jantung adalah rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan emosional. Laboratorium : kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang, atau di atas 200 mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap beresiko khusus mengidap penyakit arteri koroner (Jonto 2001). Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan apapun, sebagian hanya merasa tidak enak badan.

3. Factor risiko penyakit jantung koroner Faktor risiko diartikan sebagai karakteristik yang berkaitan dengan kejadian suatu penyakit diatas rata-rata. Faktor risiko mempunyai risiko penyakit jantung koroner dalam dua kelompok, yaitu faktor risiko primer dan sekunder.

1. Faktor risiko primer a. Merokok (1 pak atau lebih dalam sehari) Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya penyakit jantung, termasuk serangan jantung dan stroke, dan juga memiliki hubungan kuat untuk terjadinya PJK sehingga dengan berhenti merokok akan mengurangi risiko terjadinya serangan jantung. Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. kok sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2 sampai 3 kali. Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % pada perempuan disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 30 % b. Hipertensi (diastolik > 90 mmHg ; siastolik > 150 mmHg) Risiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah disatolik sebesar 5 mmHg risiko PJK berkurang sekitar 16 %. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark miokardium c. lipid Dislipidemia diyakini sebagai faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasi untuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya PJK. Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupakan lipoprotein densitas rendah ( low density liproprotein/LDL) dan 20 % merupakan lipoprotein densitas tinggi ( high density liproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL-lah yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK. Pada laki-laki usia pertengahan (45 s.d 65 tahun) dengan tingkat serum kolesterol yang tinggi (kolesterol : > 240 mg/dL dan LDL kolesterol : > 160 mg/dL) risiko terjadinya PJK akan meningkat. Pemberian terapi dengan pravastatin dapat menurunkan rata-rata kadar LDL kolesterol sebesar 32 %, pasien yang mendapatkan pengobatan dengan pravastatin terhindar dari kejadian PJK sebesar 24 % dibandingkan dengan kelompok placebo.

2. Faktor risiko sekunder a. Peningkatan trigliserida plasma Makin tinggi kadar trigliserida dalam darah maka resiko terjadi PJK aka semakin meningkat. b. Obesitas Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan PJK, hipertensi, angina, stroke, diabetes dan merupakan beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut ditempuh dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. c. Diabetes mellitus Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik-pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya coronary artery diseases (CAD). Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati, fibrosis otot jantung, dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung. Risiko terjadinya PJK dua hingga empat kali lebih tinggi d. Stres Stres, baik fisik maupun mental merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK. Pada masa sekarang, lingkkungan kerja telah menjadi penyebab utama stres, dan terdapat hubungan yang saling berkaitan antara stres dan abnormalis metabolisme lipid. Perilaku yang rentan terhadap penyakit koroner ( kepribadian tipe A ) antara lain sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, keinginan untuk dipandang, keinginan untuk mencapai sesuatu.. Kepribadian tipe B antara lain orang yang lebih mudah merasa beruntung, tidak terlalu ambius, dan mudah puas memiliki resiko yang lebih kecil untuk menderita PJK dibandingkan mereka yang berkepribadian tipe A. Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang tinggi yang dapat berakibat mempercepat kekejangan (spasm) arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.

e. Ketidakaktifan fisik Sejumlah penelitian epidemiologi mendukung hipotesis bahwa aktifitas fisik yang giat menurunkan resiko PJK. Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL kolestrol, memperbaikai kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi, memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard, menurunkan berat badan, menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita DM, menurunkan tekanan darah. f. Jenis kelamin Laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 kali lebih besar daripada perempuan. Pada beberapa perempuan pemakaian oral kontrasepsi (esterogen) dan selama kehamilan akan meningkatkan kadar kolesterol. Pada wanita hamil, besar kolesterol akan kembali normal 20 minggu setelah melahirkan. Esterogen dapat meningkatkan mekanisme PJK antara lain: peningkatan kolesterol serum total, peningkatan LDL, peningkatan trigliserida serum intoleransi glukosa yang dapat menyebabkan DM yang merupakan faktor resiko PJK, kecenderungan trombositosis, peningkatan TD, peningkatan tonus otot polos arteri koronaria. Angka kematian usia muda pada laki-laki didapatkan lebih tinggi dari pada perempuan, akan tetapi setelah monopause hampir tidak didaptkan perbedaan dengan laki-laki. g. Keturunan Faktor keturunan dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK. Penyakit jantung koroner kadang-kadang bisa merupakan manifestasi kelainan gen tunggal spesifik yang berhubungan dengan mekanisme terjadinya aterosklerotik. The Reykjavik Cohort Study menemukan bahwa pria dengan riwayat keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,75 kali lebih besar untuk menderita PJK (RR=1,75; 95% CI 1,59-1,92) dan wanita dengan riwayat keluarga menderita PJK mempunyai risiko 1,83 kali lebih besar untuk menderita PJK (RR=1,83; 95% CI 1,60-2,11) dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat PJK. h.Hiperhomosistein

Lebih dari 31 penelitian kasus kontrol dan potong lintang yang melibatkan sekitar 7000 penderita didapatkan hiperhomosisteinemia pada 30 % sampai 90 % penderita aterosklerosis dan berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner.

3. Hubungan kejadian dengan konsumsi makanan tertentu a. Korelasi positif yaitu : Protein hewani, Kolesterol tinggi, Daging, Lemak total, Telur,Gula, Kalori total,Lemak hewani

b. Korelasi negatif yaitu : Serat, Protein nabati

4. Patofisiologi Jantung diberi oksigen dan nutrisi yang diangkut oleh darah melalui arteri-arteri koroner utama yang bercabang menjadi sebuah jaringan pembuluh lebih kecil yang efisien.
14

Gangguan pada arteri menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner. Penyakit ini berkaitan dengan gangguan duplai darah otot jantung sehingga jantung mengalami kekurangan darah dengan segala manifestasinya. Timbulnya PJK walaupun tampak mendadak, sebenarnya melalui perangsangan lama (kronik). Terjadinya PJK berkaitan dengan suatu gangguan yang mengenai pembuluh darah yang disebut arteriosklerosis. Hal ini berarti terjadi kekakuan dan penyempitan lubang pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan atau kekurangan suplai darah untuk otot jantung. Keadaan ini akan menimbulkan apa yang disebut iskemia miokard. Gambaran klinik adanya PJK dapat berupa angina pektoris, miokard infark, payah jantung ataupun mati mendadak. Pada umumnya gangguan suplai darah arteri coronaria dianggap berbahaya bila terjadinya penyempitan 10%, atau lebih pada pangkal atau cabang utama coronaria. Penyempitan yang kurang dari 50% kemungkinan belum menandakan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung pada beratnya arterioskleorosis dan luasnya gangguan jantung dan apakah serangan tersebut masih lama atau baru. a. Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan sakit dada oleh karena kekurangan oksigen. Ini adalah akibat tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyedikan oksigen secukupnya untuk kontraksi miokard. Adanya angina pektoris dapat dikenal secara :

- Kualitas nyeri dada yang khas yaitu perasaan dada yang tertekan, merasa terbakar atau susah bernafas. - Lokasi nyeri yang menjalar ke sentral dada yang menjalar ke leher, rahang dan turun ke lengan kiri. - Faktor pencetus seperti terjadinya emosi, bekerja, sesudah makan, atau dalam udara dingin. - Perasaan nyeri hilang segera setelah istirahat ataupun dengan memakai nitrogleserin sublingual b. Infark miokard adalah suatu keadaan yang berat disebabkan oleh oklusi (penutupan mendadak pembuluh koroner) atau cabangnya yang mengalami sklerosis (pergeseran ). Biasanya cara penutupan disebabkan adanya trombus dan pendarahan dalam intima. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung pada arteri yang oklusi. Faktor pencetus disebabkan oleh dua keadaan Berkurangnya aliran darah koroner Kerja jantung yang meningkat oleh karena kerja fisik yang berlebihan dan tegangan jiwa (stress). c. Payah jantung Perasaan sakit akan bertahan hingga berjam-jam dan dengan nitrogliserin tidak akan berkurang, penderita gelisah, takut mati, pusing (pening), dan keringat dingin, gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare), syok dimana tekanan darah rendah, nadi cepat dan kecil pada auskultasi suara jantung yang lemah dan kadang terdengar suara gallop, sebagai tanda telah terjadi gagal jantung kiri. d. Mati mendadak (Sudden Cardiac Death) adalah kematian mendadak pada penderita PJK dimana 50% diantaranya tidak disertai keluhan. Sedangkan yang mengalami keluhan akan mati 6 jam setelah keluhan. Proses ini dimulai dengan trombosis pembuluh darah yang disusul dengan nekrosis yang disertai aritmia ventrikel.

5. Diagnosis penyakit Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti. Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di dalamnya terkandung

pengertian bahwa penderitanya mempunyai kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian mendadak. Diagnosis yang salah selalu mempunyai konsekuensi buruk terhadap kualitas hidup penderita. . Pada orang-orang muda, pembatasan kegiatan jasmani yang tidak pada tempatnya mungkin akan dinasihatkan. Selain itu kesempatan mereka untuk mendapat pekerjaan mungkin akan berkurang. Bila hal ini terjadi pada orang-orang tua, maka mereka mungkin harus mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali di rawat di rumah sakit atau harus makan obat-obatan yang potensial toksin untuk jangka waktu lama (Gray, dkk., 2005). Konsekuensi fatal dapat terjadi bila adanya PJK tidak diketahui atau bila adanya penyakit- penyakit jantung lain yang menyebabkan angina pektoris terlewat dan tidak terdeteksi Cara-cara Diagnostik Penyakit Jantung Koroner No. Diagnostic 1 Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut: a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial. b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat. e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin. g.Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri dada akibat neuropati diabetik.

Pemeriksaan Fisik Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol, takikardi, anemis,

tirotoksikosis, stenosis aorta berat(bising sistolik), dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati hipertensi/diabetik. Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmur dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinanjuga penderita penyakit jantung koroner (PJK) 3 Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal, dislipidemia, SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat 4 5 Foto Dada : Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru Pemeriksaan Jantung Non-invasif a.EKG b. Uji Latihan Jasmani (Treadmill) c.Uji Latihan Jasmani Kombinasi Pencitraan: - Uji Latih Jasmani Ekokardiografi (Stress Eko) -Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard -Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging d. Ekokardiografi Istirahat e. Monitoring EKG Ambulatoar f. Teknik Non-invasif Penentuan Klasifikasi Koroner dan Anatomi Koroner: -Computed Tomografi -Magnetic Resonance Arteriography 6 Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner -Arteriografi Koroner -Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)

Risiko-risiko tersebut saling menguatkan, orang yang memiliki tiga faktor risiko memiliki peluang terserang penyakit jantung enam kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang

hanya memiliki satu faktor risiko. Sedangkan risiko seperti genetik, umur dan jenis kelamin susah dikendalikan. Faktor risiko penyakit jantung berkaitan dengan diit, bagaimana pengaturan gizi sangat berperan dalam menekan beberapa faktor primer maupun sekunder penyakit jantung koroner. 6. Komplikasi penyakit jantung koroner Komplikasi tertinggi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik. 7. Prognosis penyakit jantung koroner Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu: a. Wilayah yang terkena oklusi b. Sirkulasi kolateral c. Durasi atau waktu oklusi d. Oklusi total atau parsial e. Kebutuhan oksigen miokard Berikut prognosis pada penyakit jantung koroner: a. 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit b. Total mortalitas 15-30% c. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20% d. Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20% 8. Cara pencegahan Banyak upaya yang dilakukan oleh negara berkembang untuk menjadi lebih baik, yaitu dilaksanakan pengadaan makanan dan program gizi, program aktivitas fisik atau olahraga, anti merokok, program anti hipertensi yang sebaiknya dipromosikan dengan segera. Secara primer, program pencegahan secara primordial mendapat prioritas tinggi sejak itu dan dapat diraih oleh popualsi yang besar. Strategi ini melibatkan peran ibu dalam pendidikan kesehatan. Yang kedua, seseorang dengan resiko tinggi dapat dicegah dengan melakukan pelayanan kesehatan ke rumah sakit secara murah dan hal itu sebaiknya lebih ditingkatkan. Menurut Utami (2009), upaya pencegahan untuk menghindari penyakit jantung koroner dimulai dengan memperbaiki gaya hidup dan mengendalikan faktor risiko sehingga

mengurangi peluang terkena penyakit tersebut. Penyebab utama dari penyakit jantung koroner adalah arteriosklerosis. Pencegahan terhadap terjadinya arteriosklerosis dengan melakukan beberapa cara, yaitu: o Mengendalikan tekanan darah dan kadar gula darah normal. o Berhenti merokok dan menghisap asap rokok o Olahraga secara teratur. o Menjaga berat badan ideal o Menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. o Mengurangi konsumsi makanan yang berlemak dan berkalori tinggi, o Mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung antioksidan o Mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat dan vitamin B untuk menurunkan kadar homosistein dalam darah. o Mengurangi stres o Mengurangi minuman beralkohol

Daftar pustaka Gray, Huon., Dawkins., Morgan, John dan Simpson. (2005). Penyakit Jantung Koroner. Lecture Notes Kardiologi (4th ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga. Jonto S. 2001. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika. Kusmana, Hanafi. 2003. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Majid, Abdul. (2007). Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Versi elektronik]. Diakses 13 Desember 2010 dari

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf Utami P.2009. Solusi Sehat Mengatasi Jantung Koroner. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka Setyani, Rani. (2009). Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Usia Produktif (< 55 tahun) [Versi elektronik]. Airlangga University Digital Library.

Anda mungkin juga menyukai