Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG Di Indonesia, sampai saat ini penyebab kebutaan yang utama adalah akibat katarak, yaitu sebesar 0,78 %. Katarak termasuk salah satu penyakit degeneratif pada usia lanjut, namun 10% - 20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia usia 40 54 tahun, yang termasuk dalam kelompok usia produktif. Di Indonesia, pada tahun 2000 diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut sebanyak 15.3 juta jiwa dan 22% diantaranya menjalani operasi katarak dibawah usia 55 tahun. Besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut dan masalah gizi masyarakat. Penderita katarak akan merasakan berbagai gejala seperti melihat hanya nuansa abu-abu, gangguan penglihatan, penglihatan kabur, distorsi, silau, diplopia, dan perubahan persepsi warna dan gejala-gejala tersebut akan bervariasi sesuai dengan jenis spesifik dari katarak.

I.2

RUMUSAN MASALAH Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan katarak?

I.3

TUJUAN Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan katarak.

I.4

MANFAAT I.4.1 I.4.2 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya katarak. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

BAB II STATUS PASIEN

2.1

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Pekerjaan Status Suku Bangsa Tanggal Periksa : Tn. R : Laki laki : 80 Tahun : Kromengan : Petani : Menikah : Jawa : 6 Februari 2013

2.2

ANAMNESIS 1. Keluhan Utama : Mata kanan tidak bisa melihat sejak 5 bulan yang lalu 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kanan tidak bisa melihat sejak 5 bulan yang lalu. 1 tahun yang lalu pasien merasa pengelihatan mata kanannya mulai kabur. Awalnya Penglihatannya seperti berasap dan terasa silau pada siang hari, namun lamakelamaan semakin memburuk hingga tidak bisa melihat. Pasien juga mengeluh 3 bulan terakhir ini pengelihatan mata kiri mulai kabur, sehingga pasien memutuskan untuk berobat kepuskesmas, oleh puskesmas pasien dirujuk ke RSUD kanjuruhan. Pasien tidak merasa nyeri pada matanya dan tidak sakit kepala atau cekot-cekot. Pasien juga tidak merasa matanya merah, gatal, keluar kotoran, atau keluar air mata terus menerus. 3. Riwayat Penyakit Dahulu 4. Riwayat Penyakit Keluarga 5. Riwayat Pengobatan : Hipertensi (-), DM (-), : Disangkal : tidak pernah mengobati keluhan

6. Riwayat Kebiasaan

: merokok (-)

2.3

STATUS GENERALIS Kesadaran : compos mentis (GCS 456) Vital sign : TD : 120/80mmHg Nadi : tidak diperiksa RR : tidak diperiksa Suhu : tidak diperiksa

2.4

STATUS OFTALMOLOGIS

OD 1/300 6/5.5 Ortophoria

Pemeriksaan Mata Visus Dengan koreksi TIO Kedudukan Pergerakan

OS 5/60 6/5.5 Ortophoria

Hiperemi (-),Sikatriks (-), edema (-) Hiperemi (-) CI (), PCI ( ), jaringan fibrovaskular (-) Jernih, Edema(-), infiltrate (-), arkus senilis (+) cukup Normal Sentral, round, 3 mm Reflek cahaya (+) Keruh merata (padat)

Palpebra

Hiperemi (-), Sikatriks (-), edema (-) Hiperemi (-)CI (), PCI ( ), jaringan fibrovaskular (-) Jernih, Edema (-), infiltrate (-), arkus senilis (+) Cukup Normal Sentral, round, 3 mm Reflek cahaya (+) Keruh sebagian

Konjungtiva

Kornea COA Iris Pupil

Lensa

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vitreus Retina

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2.5

DIAGNOSIS Working diagnosis : OD Katarak senilis matur OS Katarak senilis imatur

2.6

PENATALAKSANAAN Planning Therapy :

Informed consent Pro OD ECCE (SICS) + IOL KIE : Menjelaskan pada penderita bahwa pandangan kedua mata kabur disebabkan katarak pada lensa mata. Menjelaskan tentang pentingnya operasi ekstraksi katarak, persiapan, jenis tindakan, kelebihan dan kekurangan. Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak dioperasi.

2.7

PROGNOSIS Ad vitam Ad Functionam Ad Sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

2.8

PERSIAPAN OPERASI Pemeriksaan Biometri A-Scan (OS) : Power IOL : + 23.00 D Pemeriksaan Tekanan Darah : TD : 120/80 mmHg

2.9

LAPORAN OPERASI Tanggal operasi Pukul operasi Lama operasi : 6 Februari 2013 : 10.30-11.OO WIB : 30 menit

Diagnosis pre-op Diagnosis post-op Jenis anastesi Tindakan operasi Prosedur operasi

: OD Katarak senilis matur : OD Pseudofakia : Lokal Anastesi : OD ECCE (SICS) + IOL :

1. Pasien terlentang di meja operasi 2. Desinfeksi mata kiri dengan betadine 10% 3. Penutupan mata dengan duk steril berlubang 4. Dipasang eye speculum 5. Dilakukan anestesi lokal sub konjungtiva dengan lidokain 6. Incisi kornea dan sklera 8 mm 7. Masukkan cairan viscoelastin 8. Dilakukan kapsulektomi anterior 9. Hidroseksi 10. Mengangkat nukleus ke BMD 11. Masukkan viscoelastin pada atas & bawah nukleus 12. Nukleus lensa dikeluarkan 13. Irigasi/aspirasi sisa korteks 14. Injeksi cairan viscoelastin 15. Masukkan IOL 16. Irigasi/aspirasi sisa viscoelastin 17. Memberi salep antibiotik pada konjungtiva 18. Mata ditutup dengan kasa steril Instruksi post-op :

1. Ciprofloxacin 2x500 mg 2. Asam mefenamat 3x500 mg 3. Gentamicin ED 6x1 tetes OD 4. Kasa hidrofil steril 5. Plester kecil 1 cm 6. Pro MRS

2.9. FOLLOW UP (7 Februari 2013) Anamnesis : mata kanan terasa ngganjel Status oftalmologis : OD 1/60 (ruangan) N/P Ortophoria Pemeriksaan Mata Visus Dengan koreksi TIO Kedudukan Pergerakan Hiperemi (-),Sikatriks (-), edema (-) Hiperemi (+) CI (), PCI ( ), jaringan fibrovaskular (-) Keruh, Edema(+), infiltrate (-), arkus senilis (+) Cukup Normal Sentral, round, midriasis Reflek cahaya (+) Terdapat pantulan cahaya (IOL di sentral) Lensa Hiperemi (-), Sikatriks (-), edema (-) Hiperemi (-)CI (), PCI ( ), jaringan fibrovaskular (-) Jernih, Edema (-), infiltrate (-), arkus senilis (+) Cukup Normal Sentral, round, 3 mm Reflek cahaya (+) Keruh sebagian OS 1/60 (ruangan) N/P Ortophoria

Palpebra

Konjungtiva

Kornea COA Iris Pupil

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vitreus Retina

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Diagnosis

: OD Pseudofakia post operasi katarak

Penatalaksanaan : 1. Ciprofloxacin 2x500 mg 2. Asam mefenamat 3x500 mg 3. Gentamicin ED 6x1 tetes OD

4. KIE : Mata yang telah dioperasi, ditutup dengan kasa dan tidak boleh terkena air selama 4 minggu, tidak boleh terpukul, atau digosok. Jaga kebersihan mata, cuci tangan sebelum menyentuh mata, dan minum obat-obatan atau menggunakan obat tetes mata steroid dan antibiotik sesuai dengan petunjuk dokter untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi. Untuk melindungi mata dari cedera, pasien sebaiknya menggunakan kacamata atau pelindung mata minimal selama 1 (satu) minggu setelah operasi. Jangan menunduk atau membungkukkan badan (kepala lebih rendah dari dada) untuk mengangkat benda dari lantai. Jangan mengangkat barang yang berat dan tidur tengkurap.

BAB III TELAAH KASUS

3.1

ANATOMI, DAN FISIOLOGI LENSA 3.1.1 Anatomi Lensa Lensa kristalin adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula (zonula Zinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humour aquos dan disebelah posterior terdapat vitreus. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.

Gambar 1. Anatomi Lensa Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Nukleus ini bersifat lembek yang berangsur-angsur mengeras dengan bertambahnya usia. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Dibagian peifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar. 3.1.2 Fisiologi Lensa Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi

10

sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0Dioptri.

3.2

DEFINISI Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, bahasa

Inggris Cataract, dan LatinCataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya. Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. 3.3 ETIOLOGI Etiologi katarak adalah : a. degeneratif (usia) b. kongenital

11

c. penyakit sistemik (misal DM, hipertensi, hipoparatiroidisme) d. penyakit lokal pada mata (misal uveitis, glaukoma dll) e. trauma f. bahan toksik (kimia & fisik) g. keracunan obat-obat tertentu (kortikosteroid, ergot, dll) Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 55% orang berusia 75 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak. Walaupun sebenarnya dapat diobati, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia.

3.4

PATOFISIOLOGI Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis: 1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa. 2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa. Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum

sepenuhnya diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa

12

yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa. Ada banyak mekanisme yang memberi kontribusi dalam

progresifitas kekeruhan lensa. Epitel lensa berubah seiring bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas (kepadatan) sel epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber cells). Walaupun epitel lensa yang mengalami katarak menunjukkan angka kematian apoptotik yang rendah, akumulasi akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat pertambahan usia mengarahkan pada terjadinya katarak senilis. Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin. Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang.

13

Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali.

3.5

GEJALA Gejala umum gangguan katarak meliputi : Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. Peka terhadap sinar atau cahaya. Dapat melihat dobel pada satu mata. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat : 1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa. 2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa. 3. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.

3.6

JENIS-JENIS KATARAK Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut : Katarak perkembangan (developmental) dan degeneratif Katarak kongenital, juvenvil, dan senil. Katarak komplikata Katarak traumatik. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam : Katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas1 tahun dan di bawah 40 tahun
Katarak

presenil,

katarak

sesudah

usia

30-40

tahun

Katarak senil, katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

14

3.6.1 KATARAK SENILIS Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun yang mengakibatkan gangguan penglihatan dengan gejala karakteristik penebalan lensa secara perlahan dan progresif. 3.6.2 ETIOLOGI Penyebab katarak senil sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Penyebab katarak senil sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun beberapa sumber mengatakan bahwa katarak senil ini terkait dengan konsep penuaan manusia seperti teori putaran biologik, teori mutasi spontan, teori a free radical serta teori A cross link, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada lensa. Perubahan lensa pada usia lanjut : 1. Terjadi penebalan dan kurang elastisnya kapsul, mulai terjadi presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur, dan terlihat bahan granular. 2. Epitel makin tipis, sel epitel pada ekuator bertambah besar dan berat., dan terjadi pembengkakan dan vakuolisasi mitokondria yang nyata. 3. Serat lensa lebih ireguler, pada korteks jelas terjadi kerusakan serat sel, dan terjadi brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin). protein lensa dirubah oleh modifikasi dan agregasi bahan kimia menjadi molekul protein. Hasil dari terjadinya agregasi protein ini menyebabkan berfluktuasinya indeks refraksi, penghamburan cahaya, serta lensa menjadi kurang transparan.

3.6.3

KLASIFIKASI

Secara klinis, katarak senil dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu: Katarak Insipien Stadium paling dini yang belum menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi, visus masih dapat 5/5 atau 5/6. Kekeruhan mulai dari bagian

15

perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior sedangkan aksis relatif masih jernih. Gambaran ini disebut Spokes of a wheel yang nyata bila pupi dilebarkan. Katarak Imatur Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa. Kekeruhan itu terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung sehingga indeks refraksi berubah karena daya biasnya bertambah dan mata akan menjadi mioptik. Keadaan ini disebut intumesensi. Pencembungan lensa mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit yang dapat menimbulkan glaukoma sekunder (glaukoma fakomorfik). Pada pemeriksaan diperoleh uji bayangan iris positif. Katarak Matur Terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul sehingga lensa akan berukuran normal dan sudut bilik mata depan ormal kembali. Pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih seperti mutiara akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika. Penglihatan pasien sangat turun (1/300 1/~), pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang. Katarak Hipermatur Proses katarak berlanjut disertai dengan kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih permeabel, sehingga korteks yang berdegenerasi dan mencair dapat keluar dan lensa menjadi kempis. Lensa memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang tenggelam didalam korteks lensa kearah bawah (jam 6) karena daya beratnya, dengan warna yang lain daripada bagian atasnya yaitu kecoklatan. Keadaan ini disebut katarak morgagni. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans dan sudut bilik mata depan menjadi dalam sekali. Massa lensa yang masuk kedalam bilik mata depan

16

dapat menimbulkan penyulit glaukoma (proses fakolitik) dan uveitis (proses fakotoksik). Perbedaan Katarak Senilis Kekeruhan Cairan Lensa Iris Bilik Mata Depan Sudut Bilik Mata Shadow Test Penyulit Insipien Ringan Normal Normal Normal Normal Negatif Imatur Sebagian Bertambah (air masuk) Terdorong Dangkal Sempit Positif Glaukoma Matur Seluruh Normal Normal Normal Normal Negatif Hipermatur Masif Berkurang (air+masa lensa keluar) Tremulans Dalam Terbuka Pseudopositif Uveitis+glaucoma

Berdasarkan lokasi terjadinya, katarak senilis dapat dibagi menjadi : Katarak Inti (Nuclear Sclerosis)
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus. Terjadi perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan hingga kecoklatan. Pada kasus lanjut usia, nucleus lensa menjadi

lebih keruh dan berwarna coklat yang dinamakan katarak nulear brunescent. Keluhan yang biasa terjadi berupa : - Menjadi lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat, dan untuk melihat dekat melepas kacamatanya (second sight of the aged). - Menyetir saat malam hari silau dan sukar. - Sukar membedakan warna biru dan ungu.

Gambar 2. Katarak Nuklear

17

Katarak Kortical Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi ekuator lensa dan berjalan ketengah menuju korteks anterior dan posterior yang

digambarkan sebagai radial spoke-like atau shield-like configuration. Pada katarak kortikal terjadi peningkatan cairan yang masuk kedalam lensa dan akhirnya terjadi kekeruhan seluruh korteks. Keluhan yang biasa terjadi : - Penglihatan jauh dan dekat terganggu. - Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra.

Gambar 3. Katarak kortikal Katarak Subkapsular Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, trauma, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Keluhan yang biasa terjadi: - Mengganggu saat membaca.
- Memberikan keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya.

Gambar 4. Posterior Subcapsular Cataract

18

Klasifikasi katarak menurut Buratto ada 5 grade yaitu : I (nucleus lunak, visus >6/12), II (nucleus dengan kekerasan ringan, visus 6/12), III (nucleus dengan kekerasanmenengah, visus 6/30-3/60), IV (nucleus keras kuning kecoklatan, visus 3/60-1/60), V (nucleus sangat keras black katarak, visus < 1/60).

3.7

DIAGNOSA Gejala Subyektif: 1. Pandangan kabur Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pin-hole. 2. Penglihatan silau Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.

3. Sensitifitas terhadap kontras Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak. 4. Miopisasi Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga

19

sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak. 5. Variasi Diurnal Penglihatan Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan

penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadangkadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar redup. 6. Distorsi Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau bergelombang. 7. Halo Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.

8. Diplopia monokuler Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole. 9. Perubahan persepsi warna Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan

perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya. 10. Bintik hitam

20

Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.

Gejala Obyektif: 1. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi. 2. Pada pemeriksaan dengan Snellen, tes Jagger, hitung jari, lambai tangan, senter terjadi penurunan visus. 3. Jika mata diberi sinar dari samping : Lensa tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hitam. 4. Dengan penyinaran miring (45o dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). 5. Kamera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut kamera anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma. 6. Pada fundus reflex dengan opthalmoskop: kekeruhan tersebut tampak hitam dengan latar oranye. Dan pada stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.

3.8

PENATALAKSANAAN Indikasi pembedahan: 1. Indikasi Optis Saat terjadi gangguan pada penglihatan yang mengganggu aktivitas normal sehari-hari, merupakan suatu indikasi operasi untuk katarak. Kebutuhan operasi dengan indikasi optis sangat bervariasi pada tiap orang. 2. Indikasi Medis Dalam beberapa kondisi, katarak harus dihilangkan secepatnya meskipun bila pasien tidak tertarik untuk memmperbaiki

penglihatannya atau prognosis visusnya tidak baik.

21

Kondisi tersebut antara lain: Katarak hipermatur Lens induced glaucoma Lens induced uveitis Dislokasi atau subluksasi lensa Benda asing di lensa Retinopati diabetik untuk fotokoagulasi laser Retinal detachment

3. Indikasi Kosmetik Bila penglihatan telah hilang secara permanen karena kelainan pada retina atau saraf opticus, tetapi pupil yang putih yang diakibatkan oleh katarak mengganggu penampilan, pembedahan dilakukan hanya

untuk membuat pupil terlihat hitam meskipun telah diketahui bahwa penglihatan tidak lagi dapat dipulihkan.

Evaluasi Preoperatif Selain pemeriksaan secara umum, pasien yang akan dioperasi katarak memerlukan pemeriksaan oftalmikus yang lengkap, yaitu: 1. Ketajaman Visus

2. Cover test Heterotrophia dapat mengindikasikan adanya suatu ambliopia yang dapat mempengaruhi prognosis penglihatan setelah operasi, atau kemungkinan timbulnya diplopia bila visus telah diperbaiki. 3. Refleks pupil Karena katarak tidak pernah mengakibatkan suatu defek pada saraf aferen. Adanya defek tersebut dapat mempengaruhi hasil akhir penglihatan setelah operasi. 4. Adneksa Okular Dacryocystitis, blepharitis, konjungtivitis kronis, lagophtalmus, ektropion, entropion dapat menjadi predisposisi timbulnya

22

endophtalmitis, maka perlu perawatan yang efektif sebelum pembedahan. 5. Kornea 6. Segmen anterior COA yang dangkal dapat membuat kesulitan pada operasi katarak. 7. Lensa 8. Funduskopi Melihat ada-tidaknya degenerasi makula yang akan mempengaruhi visus nantinya. Bila lensa sangat keruh, dapat diperiksa dengan USG.

Biometri Pembedahan pada operasi katarak akan menghilangkan lensa yang kekuatannya kira-kira 20 Dioptri dari sistem refraksi mata. Pada mata dengan afakia akan terjadi hipermetropia berat. Saat ini, pembedahan pada katarak juga termasuk implantasi suatu Intra Ocular Lense (IOL) yang idealnya diletakkan pada posisi yang sama pada lokasi lensa sebelumnya. Biometri dapat mengkalkulasi kekuatan lensa yang diperlukan untuk koreksi refraktif post-operasi. Biometri meliputi dua parameter : a. Keratometer kurvatura permukaan kornea anterior yang diukur dalam dioptri atau mm b. Axial length dimensi anteroposterior pada mata dalam milimeter

Teknik Operasi Katarak Saat ini tersedia beberapa macam teknik operasi yang digunakan untuk pengobatan katarak, yaitu : 1. Intra-Capsular Cataract Extraction(ICCE) Pengambilan lensa dilakukan secara in toto sebagai satu potongan utuh, dimana nukleus dan korteks diangkat didalam kapsul lensa dengan menyisakan vitreus dan membrana Hyaloidea. Kapsula posterior juga diangkat sehingga IOL tidak dapat diletakkan di bilik

23

mata posterior. IOL dapat diletakkan di bilik mata anterior dengan risiko infeksi kornea. Selain itu tidak ada lagi batasan antara segmen anterior dan posterior yang dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi lainnya seperti vitreus loss, cystoid macular edema, endophtalmitis, dll. Teknik ini digunakan dalam kasus tertentu antara lain bila terjadi subluksasio lensa atau dislokasi lensa. Insisi kornea dibuat cukup besar, sekitar 1800 dan dilakukan iridektomi perifer sebelum mengangkat lensa. Teknik pengangkatan lensa yang dilakukan antara lain : o Cryo-extraction o Erysiphake o Sliding Technique o Tumbling technique o Lens Forceps technique o Wire-vectic technique 2. Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE) Nukleus dan korteks diangkat dari kapsul dan menyisakan kapsula posterior yang utuh, bagian perifer dari kapsula anterior, dan zonula zinii. Teknik ini selain menyediakan lokasi untuk menempatkan IOL, juga dapat dilakukan pencegahan prolaps vitreus dan sebagai pembatas antara segmen anteror dan posterior. Sebagai hasilnya, teknik ECCE dapat menurunkan kemungkinan timbulnya komplikasi seperti vitreus loss, edem kornea, dll. Ada 3 jenis operasi ECCE, yaitu : a. Konvensional Pada teknik ini, insisi dilakukan di kornea dan dibuat cukup lebar, yaitu sekitar 1200 . Hal ini mengakibatkan perubahan kurvatura kornea yang cukuo hebat pasca-operasi dan dapat terjadi astigmatisma irregular. b. Small Incision Pada teknik ini, insisi dilakukan di sclera dan dibuat sekitar 6 mm. Insisi dibuat 3 tahap seperti terowongan (tunnel incision). Keuntungannya adalah konstruksi irisan pada sclera

24

kedap air sehingga membuat sistem katup dan isi bola mata tidak mudah prolaps keluar. Dan karena insisi yang dibuat ukurannya lebih kecil dan lebih ke posterior, kurvatura kornea hanya sedikit berubah. c. Phacoemulsification Merupakan suatu teknik yang lebih canggih dibanding jenis ECCE lainnya. Pasa teknik ini, nukleus lensa dipecah-pecah (intraokular) dengan menggunakan frekuensi tinggi (40.000 MHz) kemudian dihisap keluar dari mata melalui suatu insisi yang dibuat sangat kecil (3.2 mm). Kemudian sejenis IOL yang terlipat dimasukkan ke bilik mata posterior melalui insisi yang sama. Keuntungan dari operasi ini adalah dapat digunakan pada pasien yang visusnya masih baik karena insisi yang dibuat sangat kecil tidak menimbulkan perubahan kurvatura kornea yang besar, penyembuhannya juga jauh lebih cepat dibanding teknik ECCE yang lain. Maka bila fasilitas tersedia, teknik ini merupakan suatu pilihan utama dari operasi katarak.

Perbandingan Teknik Operasi ICCE dan ECCE Pengangkatan lensa Kapsula posterior dan Zonula Zinii Insisi Iridektomi perifer Waktu operasi Lokasi IOL Keahlian Biaya Komplikasi yang muncul ICCE Lensa diangkat in toto Diangkat Lebih besar (10 mm) Dilakukan Lebih lama Anterior chamber Teknik lebih mudah Lebih murah Prolaps vitreus, cystoid macular edema, endophtalmitis, aphakic ECCE Nukleus lensa diangkat dari kapsul Utuh Lebih kecil Tidak dilakukan Lebih cepat Posterior chamber Teknik lebih sulit Lebih mahal Katarak sekunder

25

glaucoma Komplikasi yang dapat Katarak sekunder dihilangkan Indikasi Dislokasi lensa, subluksasi lensa, Chronic lens induced uveitis, Intra-lenticular foreign bodies Kontraindikasi Pasien muda (< 35 tahun) yang vitreus dan lensa nya masih memiliki penempelan yang kuat

Komplikasi pada ICCE Dapat untuk semua jenis katarak kecuali dengan kontra indikasi Dislokasi lensa, subluksasi lensa

3. Pars Plana Lensectomy Teknik ini digunakan pada anak yang masih sangat kecil. Lensa dan bagian anterior vitreus dijepit menggunakan alat yang disebut Vitrectomy Probe atau VISC (Vitreuous Irrigation Suction Cutting) yang dimasukkan ke daerah pars plana pada badan siliar kira-kira 3.5 mm di belakang limbus. Keuntungannya adalah mekanisme imun aktif tubuh tidak terekspos sekuestrasi protein lensa sehingga mencegah respon inflamasi.

Refraksi Post-Operasi Emetropia adalah refraksi post-operasi yang ideal. Pada praktisnya, kebanyakan ahli bedah menentukan miopia derajat rendah (-0.25D 0.50D) untuk mengatasi adanya kemungkinan kesalahan pada biometri, karena miopia ringan umumnya dapat diterima oleh kebanyakan pasien.

Komplikasi Pasca Bedah Terdiri atas 3 fase : 1. Intraoperasi Kerusakan endotel kornea

26

Ruptur kapsula posterior Vitreus proplaps Hifema Dislokasi nukleus ke vitreus Perdarahan ekspulsif o Edema korrnea o Iris prolaps o COA dangkal atau datar o Hyphema o Hypotony o Glaukoma o Dislokasi IOL o Endophtalmitis

2. Postoperasi Awal

3. Postoperasi Lambat o Kekeruhan kapsula posterior (PCO) o Cystoid macular edema o Bullous Keratophaty o Glaukoma 3.9 KOMPLIKASI 1. Lens induced glaucoma Katarak dapat berubah menjadi glaukoma dalam 3 cara : a) Phacomorphic glaucoma Keadaan dimana lensa yang membengkak karena absorbsi cairan. Sudut yang tertutup menghalangi jalur trabekular dan TIO meningkat. Ini merupakan jenis glaukoma sudut tertutup sekunder. b) Phacolytic glaucoma Pada stadium hipermatur, protein lensa mencair ke COA dan dimakan oleh makrofag. Makrofag yang membengkak akan menyumbat jalur trabekular dan mengakibatkan peninggian TIO. Jenis ini merupakan glaukoma sudut terbuka sekunder. c) Phacotoxic Glaucoma

27

Lensa

hipermatur

dapat

mengalami

pencairan

dan

dapat

meningkatkan TIO karena menutup pupil atau sudut bilik depan. 2. Lens Induced Uveitis Protein lensa merupakan suatu antigen yang tidak terekspos oleh mekanisme imunitas tubuh selama perkembangannya. Saat terjadi pencairan ke bilik depan, protein lensa akan dikenali sebagai benda asing dan mengakibatkan terjadinya reaksi imun. Reaksi imun ini akan mengakibatkan uveitis anterior yang ditandai dengan adanya kongesti siliar, sel, dan fler pada humor aqueous. 3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa Pada stadium hipermatur, zonula zinii pada lensa dapat melemah dan rusak. Hal ini menyebabkan subluksasi lensa, dimana sebagian zonula zinii tetap utuh dan terdapat bagian sisa lensa, atau dislokasi, dimana seluruh bagian zonula zinii telah rusak dan tidak ada sisa lensa.

3.10

PROGNOSIS Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin meninggal sebelum timbul indikasi

pembedahan.. Namun jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal.

28

BAB IV PENUTUP

4.1

KESIMPULAN Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa OD katarak senilis matur kemudian dilakukan operasi OD SICS + IOL. Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun yang mengakibatkan gangguan penglihatan dengan gejala karakteristik penebalan lensa secara perlahan dan progresif. Gejala yang dapat dikeluhkan pasien yaitu penurunan tajam penglihatan secara berangsur-angsur tanpa rasa nyeri dan penglihatan buram seperti berkabut. Kadang-kadang terdapat diplopia monokular, silau, kelainan refraksi, sensitivitas penglihatan warna berkurang. Tanda yang didapat ketika pemeriksaan yaitu penurunan visus, kekeruhan lensa. Temuan klinis bergantung pada stadium katarak. Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra Kapsular (ECCE).

4.2 SARAN Pemberian KIE kepada masyarakat tentang katarak serta komplikasi yang terjadi bila tidak ditangani dengan baik sehingga dapat menggangu penglihatan

29

DAFTAR PUSTAKA

- Hutasoit, H. 2010. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di kabupaten Tapanuli. Tesis. Sumatera Utara ; FKUSU - Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI press - Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Jakarta : FKUI press - Khailullah, S.A. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis. Diakses pada tanggal 10 Februari 2013. Available at http://www.alfinzone@gmail.com/patologi-pada-katarak1.pdf - Mariannete J. 1999. Cataract and Lens Disoders. Clinical Guide to Comprehensive Opthalmology. New York : Thieme Medical Publisher - Ocompo, Vicente V. Senile Cataract. Diakses tanggal 10 Februari 2013. Available at : http://www.emedicine.com/oph/TOPIC49.htm. - Senile - Senile - Soekardi, catacact. Akses 10 Februari 2013. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview catacact. Akses 10 februari 2013. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview I. dan Hutahuruk, A.J. 2004. Transisi Menuju &

Fakoemulsifikasi.

Langkah-langkah

Menguasai

Tehnik

Menghindari Komplikasi. Jakarta : Granit. - Vaughan D. 200. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai

  • Penyakit Jantung Bawaan
    Penyakit Jantung Bawaan
    Dokumen5 halaman
    Penyakit Jantung Bawaan
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Kti
    Bab Iii Kti
    Dokumen8 halaman
    Bab Iii Kti
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Jurnal
    Daftar Isi Jurnal
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Jurnal
    Dana Wandrianbaraseta
    Belum ada peringkat
  • Skin Graft
    Skin Graft
    Dokumen16 halaman
    Skin Graft
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Kesimpulan KTI
    Kesimpulan KTI
    Dokumen3 halaman
    Kesimpulan KTI
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Referat Kulkel
    Referat Kulkel
    Dokumen12 halaman
    Referat Kulkel
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dari Muskuloskletal
    Anatomi Dari Muskuloskletal
    Dokumen39 halaman
    Anatomi Dari Muskuloskletal
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    100% (1)
  • Penyakit Jantung Bawaan
    Penyakit Jantung Bawaan
    Dokumen5 halaman
    Penyakit Jantung Bawaan
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS
    REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS
    Dokumen24 halaman
    REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • PP KTI Yuniarti Kristin
    PP KTI Yuniarti Kristin
    Dokumen16 halaman
    PP KTI Yuniarti Kristin
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Orthopedy
    Laporan Kasus Orthopedy
    Dokumen22 halaman
    Laporan Kasus Orthopedy
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii Kti
    Bab Iii Kti
    Dokumen8 halaman
    Bab Iii Kti
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • BPH Diagnosis
    BPH Diagnosis
    Dokumen32 halaman
    BPH Diagnosis
    Ikhsan El-Sonador
    Belum ada peringkat
  • Presus Talasemia Revisi
    Presus Talasemia Revisi
    Dokumen11 halaman
    Presus Talasemia Revisi
    Arie Dwisetyo Gusti Laksono
    Belum ada peringkat
  • Hasil Penelitian
    Hasil Penelitian
    Dokumen14 halaman
    Hasil Penelitian
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • PP KTI Yuniarti Kristin
    PP KTI Yuniarti Kristin
    Dokumen16 halaman
    PP KTI Yuniarti Kristin
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • ANESTESI REGIONAL
    ANESTESI REGIONAL
    Dokumen35 halaman
    ANESTESI REGIONAL
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Presentasi KTI YUNI
    Presentasi KTI YUNI
    Dokumen17 halaman
    Presentasi KTI YUNI
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Neuro Fibroma
    Neuro Fibroma
    Dokumen14 halaman
    Neuro Fibroma
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Status Pasien
    Status Pasien
    Dokumen7 halaman
    Status Pasien
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Kti
    Daftar Pustaka Kti
    Dokumen8 halaman
    Daftar Pustaka Kti
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Tabel KTI Mima
    Tabel KTI Mima
    Dokumen6 halaman
    Tabel KTI Mima
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Manageement Laktasi
    Manageement Laktasi
    Dokumen30 halaman
    Manageement Laktasi
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Dokumen99 halaman
    Diare Akut
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Pembagian Obat Anestesi
    Pembagian Obat Anestesi
    Dokumen10 halaman
    Pembagian Obat Anestesi
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Anemia Pada Anak
    Anemia Pada Anak
    Dokumen26 halaman
    Anemia Pada Anak
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Div Vesika
    Div Vesika
    Dokumen6 halaman
    Div Vesika
    Andi Ria Kurniawati
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen48 halaman
    Presentasi Kasus
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam
    Kejang Demam
    Dokumen9 halaman
    Kejang Demam
    Syarifuddin Abdul Jabbar
    Belum ada peringkat
  • Asfiksi
    Asfiksi
    Dokumen0 halaman
    Asfiksi
    Eko Prayugo Saputro
    Belum ada peringkat